H
Guru Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti
A. PENGERTIAN DARSANA
Kata Tattva berasal dari bahasa Sansekerta “Tat” yang artinya itu,yang
kata Tattva juga berarti falsafah (Filsafat agama). Maksudnya adalah ilmu yang
mencari kebenaran tentang Tuhan, tentang atma serta yang lainya. Tattva juga
dapat diartikan kebenaran yang sejati dan hakiki. Penggunaan kata Tattva ini
sebagai istilah filsafat didasarkan atas tujuan yang hendak dicapai, oleh filsafat itu
Didalam lontar-lontar di Bali kata Tattva inilah lebih sering diguṇa kan jika
dibandingkan dengan ke tiga istilah filsafat yang lainya, pendidikan, tempat suci,
upacara yajňa, adat istiadat dan lainya, semua itu merupaka konsep dasar atau inti
sarinya adalah Tattva. Ajaran Hindu kaya akan Tattva atau dalam ilmu modern
agama Hindu atau kebudayaan Veda terdapat Sembilan cabang filsafat yang
Filsafat Hindu bukan hanya merupakan spekulasi atau dugaan belaka, namun ia
memiliki nilai yang amat luhur, mulia, khas, dan sistematis yang didasarkan oleh
pengalaman spiritual mistis. Hindu tidak hanya kaya akan konsep ketuhanan tetapi
konsep filsafat yang dikenal sebagai Ṣaḍ Darśana atau enam cabang filsafat di
Darśana identik dengan “visi kebenaran” yang satu dengan yang lainnnya saling
terikat. Filsafat Hindu memiliki karakter khusus yang menonjol, yaitu kedalaman
Ni Nyoman Risma Yanti, S.Pd.H
Guru Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti
Kata Darśana berasal dari urat kata dṛś yang artinya melihat, menjadi kata
Darśana (kata benda) artinya pengelihatan atau pandangan. Kata Darśana dalam
hubungan ini berarti pandangan tentang kebenaran (filsafat). Ilmu Filsafat adalah
kebenaran hakiki yang dijadikan landasan untuk hidup yang dicita-citakan. Demikian
halnya ilmu filsafat yang ada di dalam ajaran Hindu yang juga disebut dengan
dengan bersumber pada kitab suci Veda. Aliran atau sistem filsafat India dibagi
B. NASTIKA
adanya Tuhan dan tidak mengakui Veda sebagai otoritas tertinggi. Yang termasuk
(Heterodox).
1. Carvaka
Carwaka merupakan salah satu filsafat yang tidak mengakui otoritas Weda, oleh
karena itu Carwaka digolongkan kedalam kelompok Nastika. Untuk lebih mudah
memahami saya akan menjelaskan dari arti, faham, metafisika, epistimologi dari
Carwaka. Carwaka berasal dari kata Caru dan Vak. Caru disini berarti manis,
sedangkan Vak berarti ujaran. Carwaka berarti lidah manis yang bermakna
kenikmatan duniawi yang menjadi tujuan tertinggi dari filsafat Carwaka ini.
pengajaran pada aspek material sebagai tujuan hidup tertingi dan tidak percaya
fahan Carwaka segala sesuatunya harus nyata dapat dirasakan, dilihat oleh
indriya – indriya. Tuhan tidaka dapat dilihat langsung oleh mata maka dari itu
filsafat Carwaka menganggap Tuhan sebagai mitos. Maka dari tiu Carwaka
mengatakan dunia ini bakan dari Tuhan. Bahkan tindakan para pendeta
Weda diabaikan.
yang memberikan peranan kepada alam sekitar, yang posisinya pada roh
dan adikodrati.
2. Jaina
Filsafat Jaina bersifat Atheis, namun mengakui jiwa-jiwa yang bebas disebut
tentangnya. Thirthankara II sampai yang XXII tidak juga banyak diungkap dan
Jaina terdiri dari dua golongan diantaranya : golongan khusus ( Para Pedeta ),
umum yaitu masyarakat biasa yang secara material dan moral membantu
tidur hanya tiga jam, sisa waktu untuk belajar dan mengajar, dan bagi kaum
Ni Nyoman Risma Yanti, S.Pd.H
Guru Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti
hal-hal yang tidak nampak oleh indra), manahparyaya (telepathi), dan kevala
(kemahatahuan).
perseptual dan inferensial) dan sruta (pengetahuan yang diambil dari otoritas)
(inferensi), dan sruta (otoritas). Jaina meyakini tentang adanya pluralisme roh,
terdapat roh-roh sesuai dengan banyaknya tubuh. Tidak hanya roh dalam
manusia, binatang, dan tumbuhan, tapi meyakini hingga roh-roh yang ada dalam
debu.
2. Satya (kebenaran)
perbuatan)
3. Buddhisme
Filsafat Buddha lahir dari ajaran-ajaran Buddha Gautama pada abad 567 sm,
ajarannya bersifat atheisme dan spiritual. Buddha menekankan pada etika, cinta
kasih, persaudaraan, menolak sistem kasta, dan menolak otoritas Weda dan
bukan sebagai karunia Tuhan dan Dewa-Dewa, namun diperoleh melalui usaha
diri sendiri. Pencerahan yang didapatkan oleh Sidharta Gautama meliputi empat
Ajaran Buddha sering pula disebut dengan ‘jalan tengah’ (madhyama marga),
ajaran-ajaran pokoknya dibukukan dalam tiga kitab suci (tripitaka yang berarti
tiga keranjang pengetahuan), yang terdiri dari : Vinaya pitaka yang membahas
tata laksana bagi masyarakat umum, Sutta pitaka yang membahas upacara-
upacara dan dialog berkaitan dengan etika, dan Abhidhamma pitaka yang berisi
utama, yaitu :
Doktrin Buddha tidak mengakui eksistensi Atman dan Tuhan, namun mengadopsi
SAD DARSANA
Secara etimologi Sad Darsana berasal dari dua kata yakni “Sad” dan “Darsana”. Sad
artinya enam sedangkan darsana artinya pandangan tentang kebenaran. Dalam bahasa
sanskerta dikatakan bahwa Darsana berasal dari akar kata drs yang memiliki makna melihat.
Kemudian berubah menjadi kata darsana yang artinya pandangan atau penglihatan.
Jadi Sad Darsana dalam ajaran filsafat Hindu dapat diartikan sebagai enam pandangan
tentang kebenaran yang meliputi:
1. Nyaya Darsana
2. Waisesika Darsana
3. Samkhya Darsana
4. Yoga Darsana
5. Mimamsa Darsana
6. Wedanta Darsana
Darsana merupakan padanan yang mendekati istilah filsafat (barat), namun secara esensial
ada perbedaan yang sangat mendasar, sebab filsafat terlepas dari agama, sedangkan
darsana tidak bisa lepas dari agama. Darsana berakar dari agama Hindu.
darsana sendiri terkandung ilmu perdebatan (Tarka vidya) dan ilmu diskusi (vada vidya)
yang berarti bersifat analitik dan logis. Dari konsep ini maka dapat diketahui bahwasannya
Nyaya menekankan pada aspek logika dan nalar dengan pendekatan ilmiah dan realisme.
Nyaya merupakan alat utama untuk meyakini sesuatu dengan penyimpulan yang tak
terbantahkan, yang dilalui dengan pengujian dengan berbagai argumentasi dan melewati
berbagai perbantahan sehingga membentuk suatu keyakinan yang penuh.
Menurut konsep Nyaya, pengetahuan menyatakan 4 kadaan, yaitu :
1. Subyek atau si pengamat (pramata)
2. Obyek (Prameya)
3. Keadaan hasil dari pengamatan (Pramiti)
4. Cara mengetahui (Pramana)
Nyaya Darsana mendiskusikan kebenaran mendasar melalui bantuan 4 cara pengamatan
(Catur Pramana) :
a. Pratyaksa pramana pengamatan langsung
Pratyaksa pramana atau pengamatan secara langsung melalui panca indriya dengan
obyek yang diamati, sehingga memberi pengetahuan tentang obyek-obyek, sesuai
dengan keadaannya. Pratyaksa pramana terdiri dari 2 tingkat pengamatan, yaitu : 1).
Nirwikalpa pratyaksa (pengamatan yang tidak menentukan) pengamatan terhadap
suatu obyek tanpa penilaian, tanpa asosiasi dengan suatu subyek, 2) Savikalpa
pratyaksa (pengamatan yang menentukan) pengamatan terhadap suatu obyek
dibarengi dengan pengenalan cirri-ciri, sifat-sifat dan juga subyeknya.
b. Anumana pramana melalui penyimpulan
Anumana pramana merupakan hasil yang diperoleh dengan adanya suatu perantara
diantara subyek dan obyek, dimana pengamatan langsung dengan indra tidak dapat
menyimpulkan hasil dari pengamatan. Perantara merupakan suatu yang sangat
berkaitan dengan sifat dari obyek.
c. Upamana pramana melalui perbandingan
Upamana pramana merupakan cara pengamatan dengan membandingkan kesamaan-
kesamaan yang munkin terjadi atau terdapat dalam suatu obyek yang di amati dengan
obyek yang sudah ada atau pernah diketahui.
Ni Nyoman Risma Yanti, S.Pd.H
Guru Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti
2. VAISESIKA
Vaisesika yang merupakan salah satu aliran filsafat India yang tergolong ke
dalam Ṣaḍ Darśana agaknya lebih tua dibandingkan dengan
filsafat Nyāya. Vaisesika dan Nyāya Darśana bersesuaian dalam prinsip pokok mereka,
seperti sifat-sifat dan hakikat Sang Diri dan teori atom alam semesta, dan dikatakan
pula Vaisesika merupakan tambahan dari filsafat Nyāya, yang memiliki analisis pengalaman
sebagai objektif utamanya.
Diawali dengan susunan pengamatan atas kategori-kategori (padārtha), yaitu
perhitungan atau perumusan tentang sifat-sifat umum yang dapat dikenakan pada benda-
benda yang ada di alam semesta ini, serta merumuskan konsep-konsep umum yang berlaku
pada benda-benda yang dikenal, baik melalui indra maupun melalui penyimpulan,
perbandingan, dan otoritas tertinggi. Sistem filsafat Vaisesika mengambil nama dari
kata Viśesa yang artinya kekhususan, yang merupakan ciri-ciri pembeda dari benda-benda.
Jadi ciri pokok permasalahan yang diuraikan didalamnya adalah kekhususan (padārtha) atau
kategori-kategori yang nantinya akan disebutkan secara lebih terperinci.
Pendiri sistem ini adalah Rsi Kanada yang juga dikenal sebagai Rsi Uluka, sehingga
sistem ini dikenal juga sebagai ‘aulukya darsana’ dan dianggap juga dengan nama kasyapa
dan dianggap seorang Deva Rsi.
Padartha dalam vaisesika darsana berjumlah 7 kategori, yaitu :
1. Drawya : benda-benda atau substansi yang berjumlah 9 substansi, yaitu : tanah
(prthivi), air (apah), api (tejah), udara (vayu), ether (akasa), waktu (kala), ruang (dis),
roh (jiwa), dan pikiran (manas). Empat drawya pertama dan drawya terakhir (pikiran)
merupakan substansi abadi yang tidak meresapi segalanya namun dalam
persenyawaan sifatnya tidak abadi
Ni Nyoman Risma Yanti, S.Pd.H
Guru Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti
2. Guna : sifat-sifat atau ciri-ciri dari substansi, terdiri dari : rupa atau warna, rasa, bau
(gandha), sentuhan (sparsa), jumlah (samkhya), ukuran (parimana), keanekaragaman
(prthaktva), persekutuan (samyoga), keterpisahan (vibhaga), keterpencilan (paratva),
kedekatan (aparatva), bobot (gurutva), keenceran (dravatva), kekentalan (sneha),
suara (sabda), sifat pembiakan sendiri (samskara), budhi (pemahaman), sukha
(kesenangan), penderitaan (duhkha), kehendak (iccha), kebencian (dvesa), usaha
(prayatna), kebajikan (dharma), kekurangan/cacat (adharma). 8 guna yang terakhir
merupakan sifat dari roh, sedangkan yang lain milik dari substansi material.
3. Karma mewakili berbagai jenis gerak (movement) yang berhubungan dengan unsur
dan kualitas, namun juga memiliki realitas mandiri. Tidak semua substansi (zat)
dapat bergerak. Hanya substansi yang bersifat terbatas saja dapat bergerak atau
mengubah tempatnya. Sedangkan substansi yang tak terbatas (atma, hawa nafsu
dan akasa) tidak dapat bergerak karena telah memenuhi segala yang ada. Terdiri dari
gerakan keatas (utksepana), gerakan kebawah (avaksepana), gerakan membengkok
(A-kuncana), gerakan mengembang (prasarana), gerakan menjauh dan mendekat
(gamana).
4. Samanya : bersifat umum yang menyangkut 2 permasalahan :1) sifat umum yang
lebih tinggi dan lebih rendah, 2) jenis kelamin dan spesies.
5. Visesa : kekhususan yang dimiliki oleh 9 substansi abadi (drawya)
6. samavāya adalah sebuah hubungan yang tetap dan hanya berakhir ketika salah satu
di antara keduanya dihancurkan.
7. Abhava : ketidakadaan dan penyangkalan terdiri dari 4 jenis, yaitu : 1). Pragabhava :
ketidakadaan dari suatu benda sebelumnya, 2). Dhvasabhava : Penghentian
keberadaan, 3). Atyantabhava : ketidak adaan timbal balik, 4). Anyonyabhava :
ketiadaan mutlak.
3. SAMKHYA DARSANA
Kata ‘Samkhya’ berarti jumlah, dan system dari filsafat samkhya memberikan prinsip
dari alam semesta yang berjumlah 25 prinsip (tattwas). Istilah samkhya juga dipergunakan
dalam pengertian ‘vicara’ yaitu perenungan filosofis. Sri Kapila Muni merupakan pendiri
dari system filsafat samkhya, beliau sering pula disebut sebagai putra dari Brahma dan
awatara dari Wisnu.
Ni Nyoman Risma Yanti, S.Pd.H
Guru Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti
Samkhya tidak mengakui adanya satu jiwa universal yang menjadi penyebab segalanya,
sehingga sering disebut ‘Nir Isvara’ yaitu tidak mempercayai adanya Isvara atau Tuhan.
Samkhya darsana bersifat dualistik dan pluralitas karena mengajarkan bahwasannya purusa
sebagai asas roh yang jumlahnya banyak sekali. Prakrti dan purusa merupakan asas yang
sifatnya tanpa awal (anadi), tanpa akhir dan tak terbatas (ananta). Ketidak berbedaan
diantara purusa dan prakrti merupakan penyebab dari kelahiran dan kematian, dan
pembedaan dari keduanya akan memberikan pembebasan (mukti). Purusa bersifat tidak
terikat (asanga) dan merupakan kesadaran yang meresapi segalanya dan abadi, sedangkan
Prakrti merupakan pelaku dan penikmat. Purusa bersifat abadi dan tidak berubah, purusa
hanya menjadi saksi namun pernyataan kehadirannya seolah-olah terlibat dalam hukum
reinkarnasi, hal ini tidak lain karena kemelekatannya dengan prakrti. Prakrti merupakan ada
yang tanpa penyebab, sedangkan hasil-hasilnya disebabkan dan bergantung padanya.
Prakrti merupakan ketiadaan dari kecerdasan yang hanya bergantung pada unsur pokok
gunanya sendiri, yang terdiri dari 3 guna yaitu : 1). Sattwa (kemurnian, sinar, selaras), 2).
Rajas (nafsu, kegiatan, gerak), 3). Tamas (kegelapan, kemalasan, tanpa kegiatan). Kata guna
sendiri berarti tali yang nantinya menjadi pembelenggu dari roh. Ketiga guna ini tidak dapat
dipisahkan satu sama lain karena sifatnya saling menunjang.
Purusa dan Prakerti merupakan unsur yang bersifat kekal, halus, dan tidak dapat
dipisahkan. Purusa adalah unsur yang bersifat kejiwaan sedangkan Prakerti adalah unsur
yang bersifat kebendaan atau material. Pertemuan antara purusa dan prakrti membuat
prakrti berkembang dibawah pengaruh purusa, pertemuan ini mulai mengguncang guna
yang ada dalam prakrti sehingga membuatnya beraktifitas. Dari prakrti muncullah benih
besar alam semesta yang maha luas (Mahat). Kesadaran roh membuatnya sebagai sesuatu
yang sadar, sebagai kebangkitan alam dari kandungan kosmis, dari penampakan pikiran
pertama ini pula disebut dengan intelek (buddhi). Produk yang kedua adalah ahamkara,
sebagai rasa aku dan milikku (abhimana).
Dari ahamkara melalui ekses elemen satwa muncullah pikiran (Manas), lima organ
pengetahuan (panca budhindriya)
Panca budhinriya adalah yaitu 5 macam indriya yang berfungsi untuk mengetahui sesuatu
sebagai bagian dari Dasa Indria yang dalam bhuana alit:
1. Caksuindriya yaitu indriya pada mata yang berfungsi untuk melihat
2. Srotendriya yaitu indriya pada yang berfungsi untuk mendengar
Ni Nyoman Risma Yanti, S.Pd.H
Guru Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti
3. Ghranendriya yaitu indriya pada hidung yang berfungsi untuk mencium bau.
4. Jihwendriya yaitu indriya pada lidah yang berfungsi untuk mengecap rasa.
5. Twakindriya yaitu indriya pada kulit yang berfungsi untuk alat peraba.
4. Apah (air)
5. Perthiwi (tanah)
Akhirnya dari evolusi ini ada alam semesta beserta isinya. Seluruh unsur dari pertemuan
purusa dan prakrti akan selalu ada sepanjang zaman, walau dalam bentuknya yang berbeda-
beda. Seperti halnya manusia ketika mati terurai kembali jasadnya menjadi mahabhuta.
Hingga diyakini pada akhir zaman terjadi peleburan alam semesta maka dari pergerakan
evolusi, bergerak secara terbalik dan berlawanan dan pada akhirnya semua masuk kembali
kedalam prakrti, inilah yang disebut dengan proses penyusutan atau penguncupan.
4. YOGA DARSANA
Kata Yoga secara etimologi berasal dari kata “yuj” yang artinya menghubungkan. Yoga
artinya pengendalian aktivitas pikiran untuk menyatukan roh individu dengan roh tertinggih.
Dalam yoga sutra disebutkan “Yogas Citta Wrtti Nirodah” artinya Yoga sebagai
pengendalian benih-benih pikiran (citta) yang cenderung liar dari, dan masih lekat oleh
ragam objek duniawi. Pendiri filsafat Yoga adalah Maha Rsi Patanjali, filsafat yoga juga
merupakan tambahan dari samkhya. Pendiri sistematika yoga adalah Hiranyagarbha.
Filsafat Yoga mengakui Iswara sebagai Tuhan. Iswara merupakan purusa istimewa
yang tidak terpengaruh oleh penderitaan, Belau merupakan asas kemahatahuan, yang tidak
terpengaruh oleh waktu dan ruang, abadi. Filsafat yoga menerikan 25 tattwa dari samkhya,
tetapi menambahkan Isvara sebagai saksi yang abadi.
Filsafat yoga yang ditulis oleh Maha Rsi Patanjali terdiri dari 4 bagian, 196 sutra yang isinya
tentang:
1. Samadhipada menerangkan tentang filsafat, tujuan, dan bentuk ajaran yoga.
2. Sadhanapada menjelaskan tentang tahapan pelaksanaan yoga
3. Wibhutipada isinya mengajarkan tentang hal-hal yang bersifat batiniah (kekuatan
gaib dalam melakukan praktek yoga)
4. Kaiwalyapada isinya melukiskan tentang alam kelepasan dan keadaan jiwa yang
sudah terbebas dari ikatan duniawi
Ada delapan tahapan dalam beryoga yang disebut dengan Astanggayoga, yang diajarkan
oleh Maha rsi patanjali kedalam buku yang disbeut yoga sutra patanjali, bagian-bagiannya
sebagai berikut:
Ni Nyoman Risma Yanti, S.Pd.H
Guru Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti
1. Yama adalah pengendalian diri secara jasmani (ahimsa, satya, asteya, brahmacarya
dan aparigraha)
2. Niyama adalah pengendalian diri secara rohani (sauca, santosa, tapa swadhyaya dan
iswara pranidhana )
3. Asana adalah sikap duduk yang baik atau yang menyenangkan dalam beryoga
(silasana, bajrasana, padmasana, padasana)
4. Peranayama adalah pengaturan nafas sehingga menjadi lebih sempurna. (puraka
menari, kumbhaka menahan, recaka mengeluarkan)
5. Pratyaksa adalah pengontrol dan mengendalikan indria dari ikatan objeknya.
6. Dharana adalah usaha-usaha untuk menyatukan pikiran dengan sasaran yang
diinginkan
7. Dhyana adalah pemusatan pikiran yang tenang dan tak tergoyahkan oleh siatu objek
8. Samadhi adalah penyatuan atman dengan sang diri sejati.
5. MIMAMSA DARSANA
Filsafat mimamsa juga disebut dengan Purwa mimamsa yang didirikan oleh Rsi Jaimini.
Purwa mimamsa artinya penyelidikan kedalam bagian kitab suci weda. Disebut dengan
istilah purwa mimamsa karena dianggap lebih awal dari uttara mimamsa. Mimamsa berarti
menganalisis dan mengerti seluruhnya, yang intinya memberikan tentang landasan filsafat
pada ritual-ritual dalam weda. Menurut mimamsa weda merupakan apuruseya, yang
artinya bukan karya manusia, karena weda terbebas dari berbagai kesalahan yang dibuat
manusia. Kitab weda yang termasuk sruti sebagai otoritas tertinggi (mencapai kebahagian
sejati).
Menurut Rsi Jaimini meneriman tiga pramana tentang pengamatan:
1. Pratyaksa pramana adalah pengamatan
2. Anumana pramana adalah penyimpulan
3. Sabda pramana adalah pembuktian weda
6. WEDANTA
Wedanta juga disebut dengan Uttara mimamsa yang artinya filsafat yang bersumber
langsung pada weda. Wedanta artinya bagian akhir weda (upanisad), upanisad yang
Ni Nyoman Risma Yanti, S.Pd.H
Guru Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti
artinya duduk dekat dengan guru dalam rangka menerima ajaran-ajaran Tuhan melalui
seorang guru. Sumber filsafat wedanta adalah Upanisad, Bhagawadgita, Brahman sutra
(Prastana-traya).
Filosofis kehidupan wedanta merupakan pelengkap dan penyempurnaan filsafat hidup
mimamsa. Kehidupan bagi merika artinya mengasingkan diri (sanyasin) yangmerupakan
bagian akhir dari Catur Asrama. Tuhan dalam konsep wedanta bersifat mutlak, memiliki tiga
aspek yang tidak bisa dipisahkan: