Anda di halaman 1dari 19

Asal Usul Sejarah Agama Hindu

Agama Hindu (Bahasa Sanskerta: Santana Dharma "Kebenaran Abadi" [1]), dan
Vaidika-Dharma ("Pengetahuan Kebenaran") adalah sebuah agama yang berasal dari anak
benua India. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan
kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM
sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini.[2][3]
Agama ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam dengan
jumlah umat sebanyak hampir 1 miliar jiwa.[4]
Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua India. Di sini terdapat sekitar
90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar di Asia Tenggara sampai kira-kira abad ke15, lebih tepatnya pada masa keruntuhan Majapahit. Mulai saat itu agama ini digantikan oleh
agama Islam dan juga Kristen. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di
Indonesia adalah masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa,Lombok,
Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap).

ETIMOLOGI
Dalam bahasa Persia, kata Hindu berakar dari kata Sindhu (Bahasa Sanskerta). [5] Dalam Reg
Weda, bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta Sindhu (wilayah dengan tujuh
sungai di barat daya anak benua India, yang salah satu sungai tersebut bernama sungai Indus).
Hal ini mendekati dengan kata Hapta-Hendu yang termuat dalam Zend Avesta (Vendidad:
Fargard 1.18) sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk pada
masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu. Hindu sendiri sebenarnya baru terbentuk
setelah Masehi ketika beberapa kitab dari Weda digenapi oleh para brahmana. Pada zaman
munculnya agama Buddha, agama Hindu sama sekali belum muncul semuanya masih mengenal
sebagai ajaran Weda.

KEYAKINAN DALAM AGAMA HINDU


Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena memuja banyak
Dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama Hindu, Dewa bukanlah Tuhan
tersendiri. Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha Esa tiada duanya. Dalam salah satu ajaran
filsafat Hindu, Adwaita Wedanta menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi
sumber dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia
dalam beragam bentuk.
Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan Pancasradha.
Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelima keyakinan tersebut, yakni:
1. Widhi Tattwa - percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya
2. Atma Tattwa - percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk
3. Karmaphala Tattwa - percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap perbuatan

4. Punarbhava Tattwa - percaya dengan adanya proses kelahiran kembali (reinkarnasi)


5. Moksa Tattwa - percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia

KONSEP KETUHANAN
Agama Hindu merupakan agama tertua di dunia dan rentang sejarahnya yang panjang
menunjukkan bahwa agama Hindu telah melewati segala paham ketuhanan yang pernah ada di
dunia.[9] Menurut penelitian yang dilakukan oleh para sarjana, dalam tubuh Agama Hindu
terdapat beberapa konsep ketuhanan, antara lain henoteisme, panteisme, monisme,
monoteisme, politeisme, dan bahkan ateisme. Konsep ketuhanan yang paling banyak dipakai
adalah monoteisme (terutama dalam Weda, Agama Hindu Dharma dan Adwaita Wedanta),
sedangkan konsep lainnya (ateisme, panteisme, henoteisme, monisme, politeisme) kurang
diketahui. Sebenarnya konsep ketuhanan yang jamak tidak diakui oleh umat Hindu pada
umumnya karena berdasarkan pengamatan para sarjana yang meneliti agama Hindu tidak
secara menyeluruh.

PUSTAKA SUCI
Ajaran agama dalam Hindu didasarkan pada kitab suci atau susastra suci keagamaan yang
disusun dalam masa yang amat panjang dan berabad-abad, yang mana di dalamnya memuat
nilai-nilai spiritual keagamaan berikut dengan tuntunan dalam kehidupan di jalan dharma. Di
antara susastra suci tersebut, Weda merupakan yang paling tua dan lengkap, yang diikuti
dengan Upanishad sebagai susastra dasar yang sangat penting dalam mempelajari filsafat
Hindu. Sastra lainnya yang menjadi landasan penting dalam ajaran Hindu adalah Tantra, Agama
dan Purana serta kedua Itihasa (epos), yaitu Ramayana dan Mahabharata. Bhagawadgita adalah
ajaran yang dimuat dalam Mahabharata, merupakan susastra yang dipelajari secara luas, yang
sering disebut sebagai ringkasan dari Weda.
Hindu meliputi banyak aspek keagamaan, tradisi, tuntunan hidup, serta aliran/sekte. Umat Hindu
meyakini akan kekuasaan Yang Maha Esa, yang disebut dengan Brahman dan memuja Brahma,
Wisnu atau Siwa sebagai perwujudan Brahman dalam menjalankan fungsi sebagai pencipta,
pemelihara dan pelebur alam semesta.
Secara umum, pustaka suci Hindu dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kitab Sruti dan
kelompok kitab Smerti.
* Sruti berarti "yang didengar" atau wahyu. Yang tergolong kitab Sruti adalah kitab-kitab yang
ditulis berdasarkan wahyu Tuhan, seperti misalnya Weda, Upanishad, dan Bhagawadgita. Dalam
perkembangannya, Weda dan Upanishad terbagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil, seperti
misalnya Regweda dan Isopanishad. Kitab Weda berjumlah empat bagian sedangkan kitab
Upanishad berjumlah sekitar 108 buah.
* Smerti berarti "yang diingat" atau tradisi. Yang tergolong kitab Smerti adalah kitab-kitab yang
tidak memuat wahyu Tuhan, melainkan kitab yang ditulis berdasarkan pemikiran dan renungan
manusia, seperti misalnya kitab tentang ilmu astronomi, ekonomi, politik, kepemimpinan, tata

negara, hukum, sosiologi, dan sebagainya. Kitab-kitab smerti merupakan penjabaran moral yang
terdapat dalam kitab Sruti.
KARAKTERISTIK
Dalam agama Hindu, seorang umat berkontemplasi tentang misteri Brahman dan
mengungkapkannya melalui mitos yang jumlahnya tidak habis-habisnya dan melalui penyelidikan
filosofis. Mereka mencari kemerdekaan dari penderitaan manusia melalui praktik-praktik askese
atau meditasi yang mendalam, atau dengan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui cinta kasih,
bakti dan percaya (Sradha).
Umat Hindu juga menyebut agamanya sebagai Sanatana Dharma yang artinya Dharma yang
kekal abadi.
Menurut kepercayaan para penganutnya, ajaran Hindu langsung diajarkan oleh Tuhan sendiri,
yang turun atau menjelma ke dunia yang disebut Awatara. Misalnya Kresna, adalah penjelmaan
Tuhan ke dunia pada zaman Dwaparayuga, sekitar puluhan ribu tahun yang lalu[14]. Ajaran
Kresna atau Tuhan sendiri yang termuat dalam kitab Bhagawadgita, adalah kitab suci Hindu
yang utama. Bagi Hindu, siapapun berhak dan memiliki kemampuan untuk menerima ajaran suci
atau wahyu dari Tuhan asalkan dia telah mencapai kesadaran atau pencerahan. Oleh sebab itu
dalam agama Hindu wahyu Tuhan bukan hanya terbatas pada suatu zaman atau untuk
seseorang saja. Bahwa wahyu Tuhan yang diturunkan dari waktu ke waktu pada hakekatnya
adalah sama, yaitu tentang kebenaran, kasih sayang, kedamaian, tentang kebahagiaan yang
kekal abadi, tentang hakekat akan diri manusia yang sebenarnya dan tentang dari mana
manusia lahir dan mau ke mana manusia akan pergi, atau apa tujuan yang sebenarnya manusia
hidup ke dunia.
ENAM FILSAFAT HINDU
Terdapat dua kelompok filsafat India, yaitu Astika dan Nastika. Nastika merupakan kelompok
aliran yang tidak mengakui kitab Weda, sedangkan kelompok Astika sebaliknya. Dalam Astika,
terdapat enam macam aliran filsafat. Keenam aliran filsafat tersebut yaitu: Nyaya, Waisasika,
Samkhya, Yoga, Mimamsa, dan Wedanta. Ajaran filsafat keenam aliran tersebut dikenal sebagai
Filsafat Hindu. Kelompok Nastika umumnya kelompok yang lahir ketika Hindu masih berbentuk
ajaran Weda dan kitab Weda belum tergenapi. Hindu baru muncul selah adanya kelompok
Astika. Kedua kelompok tersebut antara Astika dan Nastika merupakan kelompok yang sangat
berbeda (Nastika bukanlah Hindu)
Terdapat enam Astika (filsafat Hindu) institusi pendidikan filsafat ortodok yang memandang
Weda sebagai dasar kemutlakan dalam pengajaran filsafat Hindu yaitu: Nyya, Vaishehika,
Skhya, Yoga, Mms (juga disebut dengan Prva Mms), dan Vednta (juga disebut
dengan Uttara Mms) ke-enam sampradaya ini dikenal dengan istilah Sad Astika Darshana
atau Sad Darshana. Diluar keenam Astika diatas, terdapat juga Nastika, pandangan Heterodok
yang tidak mengakui otoritas dari Weda, yaitu: Buddha, Jaina dan Carvaka.
Meski demikian, ajaran filsafat ini biasanya dipelajari secara formal oleh para pakar, pengaruh
dari masing-masing Astika ini dapat dilihat dari sastra-sastra Hindu dan keyakinan yang
dipegang oleh pemeluknya dalam kehidupan sehari-hari.

KONSEP HINDU
Hindu memiliki beragam konsep keagamaan yang diterapkan sehari-hari. Konsep-konsep
tersebut meliputi pelaksanaan yaja, sistem Catur Warna (kasta), pemujaan terhadap DewaDewi, Trihitakarana, dan lain-lain.
DEWA- DEWI HINDU
Dalam ajaran agama Hindu, Dewa adalah makhluk suci, makhluk supernatural, penghuni surga,
setara dengan malaikat, dan merupakan manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Kata dewa
berasal dari kata div yang berarti beResinar. Dalam kitab suci Reg Weda, Weda yang
pertama, disebutkan adanya 33 Dewa, yang mana ketiga puluh tiga Dewa tersebut merupakan
manifestasi dari kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Di antara Dewa-Dewi dalam agama
Hindu, yang paling terkenal sebagai suatu konsep adalah: Brahm, Wisnu, iwa. Mereka disebut
Trimurti.
Dalam kitab-kitab Weda dinyatakan bahwa para Dewa tidak dapat bergerak bebas tanpa
kehendak Tuhan. Para Dewa juga tidak dapat menganugerahkan sesuatu tanpa kehendak
Tuhan. Para Dewa, sama seperti makhluk hidup yang lainnya, bergantung kepada kehendak
Tuhan. Filsafat Advaita (yang berarti: tidak ada duanya) menyatakan bahwa tidak ada yang
setara dengan Tuhan dan para Dewa hanyalah perantara antara beliau dengan umatnya.
GOLONGAN MASYARAKAT
Dalam agama Hindu, dikenal istilah Catur Warna bukan sama sekali dan tidak sama dengan
kasta. Karena di dalam ajaran Pustaka Suci Weda, tidak terdapat istilah kasta. yang ada
hanyalah istilah Catur Warna. Dalam ajaran Catur Warna, masyarakat dibagi menjadi empat
golongan, yaitu:
* Brhmana : golongan para pendeta, orang suci, pemuka agama dan rohaniwan
* Ksatria : golongan para raja, adipati, patih, menteri, dan pejabat negara
* Waisya : golongan para pekerja di bidang ekonomi
* Sudra : golongan para pembantu ketiga golongan di atas
Menurut ajaran catur Warna, status seseorang didapat sesuai dengan pekerjaannya. Jadi, status
seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi
atau ahli dalam suatu bidang tertentu. Catur Warna menekankan seseorang agar melaksanakan
kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Keempat golongan sangat dianjurkan untuk saling
membantu agar mereka dapat memperoleh hak. Dalam sistem Catur Warna terjadi suatu siklus
memberi dan diberi jika keempat golongan saling memenuhi kewajibannya.
PELAKSANAAN RITUAL
Dalam ajaran Hindu, Yaja merupakan pengorbanan suci secara tulus ikhlas kepada Tuhan Yang
Maha Esa, kepada para leluhur, kepada sesama manusia, dan kepada alam semesta. Biasanya
diwujudkan dalam ritual yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan umat Hindu. Tujuan
pengorbanan tersebut bermacam-macam, bisa untuk memohon keselamatan dunia,
keselamatan leluhur, maupun sebagai kewajiban seorang umat Hindu. Bentuk pengorbanan
tersebut juga bermacam-macam, salah satunya yang terkenal adalah Ngaben, yaitu ritual yang
ditujukan kepada leluhur (Pitra Yadnya).

SEKTE (ALIRAN) DALAM HINDU


Jalan yang dipakai untuk menuju Tuhan (Hyang Widhi) jalurnya beragam, dan kemudian
dikenallah para dewa. Dewa yang tertinggi dijadikan sarana untuk mencapai Hyang Widhi. Aliran
terbesar agama Hindu saat ini adalah dari golongan Sekte Waisnawa yaitu menonjolkan kasih
sayang dan bersifat memelihara; yang kedua terbesar ialah Sekte Siwa sebagai pelebur dan
pengembali yang menjadi tiga sekte besar, yaitu Sekte Siwa, Sekte Sakti (Durga ), dan Sekte
Ganesha, serta terdapat pula Sekte Siwa Siddhanta yang merupakan aliran mayoritas yang
dijalani oleh masyarakat Hindu Bali, sekte Bhairawa dan Sekte - Sekte yang lainnya. Yang ketiga
ialah Sekte Brahma sebagai pencipta yang menurunkan Sekte Agni, Sekte Rudra, Sekte Yama,
dan Sekte Indra. Sekte adalah jalan untuk mencapai tujuan hidup menurut Agama Hindu, yaitu
moksha (kembali kepada Tuhan), dan pemeluk Hindu dipersilahkan memilih sendiri aliran yang
mana menurutnya yang paling baik/bagus.
TOLERANSI UMAT HINDU
Agama ini memiliki ciri khas sebagai salah satu agama yang paling toleran, yang mana di dalam
kitab Weda dalam salah satu baitnya memuat kalimat berikut:
Sansekerta: :
Alihaksara: Ekam Sat Vipraaha Bahudhaa Vadanti
Cara baca dalam bahasa Indonesia: Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti
Bahasa Indonesia: "Hanya ada satu kebenaran tetapi para orang pandai menyebut-Nya dengan
banyak nama."
Rg Weda (Buku I, Gita CLXIV, Bait 46)

Dalam berbagai pustaka suci Hindu, banyak terdapat sloka-sloka yang mencerminkan toleransi
dan sikap yang adil oleh Tuhan. Umat Hindu menghormati kebenaran dari mana pun datangnya
dan menganggap bahwa semua agama bertujuan sama, yaitu menuju Tuhan, namun dengan
berbagai sudut pandang dan cara pelaksanaan yang berbeda. Hal itu diuraikan dalam kitab suci
mereka sebagai berikut:
samo ham sarva-bhteu na me dveyo sti na priyah
ye bhajanti tu mm bhakty mayi te teu cpy aham
(Bhagawadgita, IX:29)
Arti:
Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua makhluk.
Bagi-Ku tidak ada yang paling Ku-benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi.
Tetapi yang berbakti kepada-Ku, dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya pula
Ye yath mm prapadyante tms tathaiva bhajmy aham,
mama vartmnuvartante manusyh prtha sarvaah
(Bhagawadgita, 4:11)

Arti:
Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku,
Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku
dengan berbagai jalan, wahai putera Partha (Arjuna)
Yo yo ym ym tanum bhaktah raddhayrcitum icchati,
tasya tasycalm raddhm tm eva vidadhmy aham
(Bhagawadgita, 7:21)
Arti:
Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang,
Aku perlakukan mereka sama dan
Ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap
Meskipun ada yang menganggap Dewa-Dewi merupakan Tuhan tersendiri, namun umat Hindu
memandangnya sebagai cara pemujaan yang salah. Dalam kitab suci mereka, kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa bersabda:
ye py anya-devat-bhakt yajante raddhaynvit
te pi mm eva kaunteya yajanty avidhi-prvakam
(Bhagawadgita, IX:23)
Arti:
Orang-orang yang menyembah Dewa-Dewa dengan penuh keyakinannya
sesungguhnya hanya menyembah-Ku, tetapi mereka melakukannya
dengan cara yang keliru, wahai putera Kunti (Arjuna)
Pemeluk agama Hindu juga mengenal arti Ahimsa dan "Satya Jayate Anertam". Mereka
diharapkan tidak suka (tidak boleh) membunuh secara biadab tapi untuk kehidupan pembunuhan
dilakukan kepada binatang berbisa (nyamuk) untuk makanan sesuai swadarmanya, dan diminta
jujur dalam melakukan segala pikiran, perkataan, dan perbuatan.

Weda Sumber Ajaran Agama Hindu

Artikel

Pengertian Weda

Sumber ajaran agama Hindu adalah Kitab Suci Weda, yaitu kitab yang berisikan ajaran kesucian
yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi. Weda merupakan jiwa yang

meresapi seluruh ajaran Hindu, laksana sumber air yang mengalir terus melalui sungai-sungai yang
amat panjang dalam sepanjang abad. Weda adalah sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa.
Weda secara ethimologinya berasal dari kata "Vid" (bahasa sansekerta), yang artinya mengetahui
atau pengetahuan. Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna dan kekal abadi serta
berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab Suci Weda dikenal pula dengan Sruti, yang artinya bahwa kitab
suci Weda adalah wahyu yang diterima melalui pendengaran suci dengan kemekaran intuisi para
maha Rsi. Juga disebut kitab mantra karena memuat nyanyian-nyanyian pujaan. Dengan demikian
yang dimaksud dengan Weda adalah Sruti dan merupakan kitab yang tidak boleh diragukan
kebenarannya dan berasal dari Hyang Widhi Wasa.
Bahasa Weda

Bahasa yang dipergunakan dalam Weda disebut bahasa Sansekerta, Nama sansekerta dipopulerkan
oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang berjudul Astadhyayi yang
sampai kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam mempelajari Sansekerta.
Sebelum nama Sansekerta menjadi populer, maka bahasa yang dipergunakan dalam Weda dikenal
dengan nama Daiwi Wak (bahasa/sabda Dewata). Tokoh yang merintis penggunaan tatabahasa
Sansekerta ialah Rsi Panini. Kemudian dilanjutkan oleh Rsi Patanjali dengan karyanya adalah kitab
Bhasa. Jejak Patanjali diikuti pula oleh Rsi Wararuci.
Pembagian dan Isi Weda

Weda adalah kitab suci yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukan oleh manusia.
Berdasarkan materi, isi dan luas lingkupnya, maka jenis buku weda itu banyak. maha Rsi Manu
membagi jenis isi Weda itu ke dalam dua kelompok besar yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti.
Pembagian ini juga dipergunakan untuk menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebagai
kitab Weda, baik yang telah berkembang dan tumbuh menurut tafsir sebagaimana dilakukan secara
turun temurun menurut tradisi maupun sebagai wahyu yang berlaku secara institusional ilmiah.
Kelompok Weda Sruti isinya hanya memuat wahyu, sedangkan kelompok Smerti isinya bersumber
dari Weda Sruti, jadi merupakan manual, yakni buku pedoman yang sisinya tidak bertentangan
dengan Sruti. Baik Sruti maupun Smerti, keduanya adalah sumber ajaran agama Hindu yang tidak
boleh diragukan kebenarannya. Agaknya sloka berikut ini mempertegas pernyataan di atas.
Srutistu wedo wijneyo dharma
sastram tu wai smerth,
te sarrtheswamimamsye tab
hyam dharmohi nirbabhau. (M. Dh.11.1o).
Artinya:
Sesungguhnya Sruti adalah Weda, demikian pula Smrti itu adalah dharma sastra, keduanya harus
tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi
sumber ajaran agama Hindu. (Dharma)
Weda khilo dharma mulam
smrti sile ca tad widam,
acarasca iwa sadhunam
atmanastustireqaca. (M. Dh. II.6).
Artinya:

Seluruh Weda merupakan sumber utama dari pada agama Hindu (Dharma), kemudian barulah Smerti
di samping Sila (kebiasaan- kebiasaan yang baik dari orang-orang yang menghayati Weda). dan
kemudian acara yaitu tradisi dari orang-orang suci serta akhirnya Atmasturi (rasa puas diri sendiri).
Srutir wedah samakhyato
dharmasastram tu wai smrth,
te sarwatheswam imamsye
tabhyam dharmo winir bhrtah. (S.S.37).
Artinya:
Ketahuilah olehmu Sruti itu adalah Weda (dan) Smerti itu sesungguhnya adalah dharmasastra;
keduanya harus diyakini kebenarannya dan dijadikan jalan serta dituruti agar sempurnalah dalam
dharma itu.
Dari sloka-sloka diatas, maka tegaslah bahwa Sruti dan Smerti merupakan dasar utama ajaran Hindu
yang kebenarannya tidak boleh dibantah. Sruti dan Smerti merupakan dasar yang harus dipegang
teguh, supaya dituruti ajarannya untuk setiap usaha.
Untuk mempermudah sistem pembahasan materi isi Weda, maka dibawah ini akan diuraikan tiap-tiap
bagian dari Weda itu sebagai berikut:
SRUTI

Sruti adalah kitab wahyu yang diturunkan secara langsung oleh Tuhan (Hyang Widhi Wasa) melalui
para maha Rsi. Sruti adalah Weda yang sebenarnya (originair) yang diterima melalui pendengaran,
yang diturunkan sesuai periodesasinya dalam empat kelompok atau himpunan. Oleh karena itu Weda
Sruti disebut juga Catur Weda atau Catur Weda Samhita (Samhita artinya himpunan). Adapun kitabkitab Catur Weda tersebut adalah:
Rg. Weda atau Rg Weda Samhita.

Adalah wahyu yang paling pertama diturunkan sehingga merupakan Weda yang tertua. Rg Weda
berisikan nyanyian-nyanyian pujaan, terdiri dari 10.552 mantra dan seluruhnya terbagi dalam 10
mandala. Mandala II sampai dengan VIII, disamping menguraikan tentang wahyu juga menyebutkan
Sapta Rsi sebagai penerima wahyu. Wahyu Rg Weda dikumpulkan atau dihimpun oleh Rsi Pulaha.
Sama Weda Samhita.

Adalah Weda yang merupakan kumpulan mantra dan memuat ajaran mengenai lagu-lagu pujaan.
Sama Weda terdiri dari 1.875 mantra. Wahyu Sama Weda dihimpun oleh Rsi Jaimini.
Yajur Weda Samhita.

Adalah Weda yang terdiri atas mantra-mantra dan sebagian besar berasal dari Rg. Weda. Yajur
Weda memuat ajaran mengenai pokok-pokok yajus. Keseluruhan mantranya berjumlah 1.975 mantra.
Yajur Weda terdiri atas dua aliran, yaitu Yayur Weda Putih dan Yayur Weda Hitam. Wahyu Yayur
Weda dihimpun oleh Rsi Waisampayana.
Atharwa Weda Samhita

Adalah kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis. Atharwa Weda terdiri dari
5.987 mantra, yang juga banyak berasal dari Rg. Weda. Isinya adalah doa-doa untuk kehidupan
sehari-hari seperti mohon kesembuhan dan lain-lain. Wahyu Atharwa Weda dihimpun oleh Rsi
Sumantu.

Sebagaimana nama-nama tempat yang disebutkan dalam Rg. Weda maka dapat diperkirakan bahwa
wahyu Rg Weda dikodifikasikan di daerah Punjab. Sedangkan ketiga Weda yang lain (Sama, Yayur,
dan Atharwa Weda), dikodifikasikan di daerah Doab (daerah dua sungai yakni lembah sungai Gangga
dan Yamuna.
Masing-masing bagian Catur Weda memiliki kitab-kitab Brahmana yang isinya adalah penjelasan
tentang bagaimana mempergunakan mantra dalam rangkain upacara. Disamping kitab Brahmana,
Kitab-kitab Catur Weda juga memiliki Aranyaka dan Upanisad.
Kitab Aranyaka isinya adalah penjelasan-penjelasan terhadap bagian mantra dan Brahmana.
Sedangkan kitab Upanisad mengandung ajaran filsafat, yang berisikan mengenai bagaimana cara
melenyapkan awidya (kebodohan), menguraikan tentang hubungan Atman dengan Brahman serta
mengupas tentang tabir rahasia alam semesta dengan segala isinya. Kitab-kitab brahmana
digolongkan ke dalam Karma Kandha sedangkan kitab-kitab Upanishad digolonglan ke dalam Jnana
Kanda.
SMERTI

Smerti adalah Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Penyusunan ini didasarkan atas
pengelompokan isi materi secara sistematis menurut bidang profesi. Secara garis besarnya Smerti
dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni kelompok Wedangga (Sadangga), dan
kelompok Upaweda.
Kelompok Wedangga:

Kelompok ini disebut juga Sadangga. Wedangga terdiri dari enam bidang Weda yaitu:
(1).Siksa (Phonetika)
Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara tepat dalam pengucapan mantra serta rendah tekanan
suara.
(2).Wyakarana (Tata Bahasa)
Merupakan suplemen batang tubuh Weda dan dianggap sangat penting serta menentukan, karena
untuk mengerti dan menghayati Weda Sruti, tidak mungkin tanpa bantuan pengertian dan bahasa
yang benar.
(3).Chanda (Lagu)
Adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu. Sejak dari
sejarah penulisan Weda, peranan Chanda sangat penting. Karena dengan Chanda itu, semua ayatayat itu dapat dipelihara turun temurun seperti nyanyian yang mudah diingat.
(4).Nirukta
Memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat di dalam Weda.
(5).Jyotisa (Astronomi)
Merupakan pelengkap Weda yang isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan
untuk pedoman dalam melakukan yadnya, isinya adalah membahas tata surya, bulan dan badan
angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh di dalam pelaksanaan yadnya.
(6).Kalpa
Merupakan kelompok Wedangga (Sadangga) yang terbesar dan penting. Menurut jenis isinya, Kalpa
terbagi atas beberapa bidang, yaitu bidang Srauta, bidang Grhya, bidang Dharma, dan bidang Sulwa.
Srauta memuat berbagai ajaran mengenai tata cara melakukan yajna, penebusan dosa dan lain-lain,
terutama yang berhubungan dengan upacara keagamaan. Sedangkan kitab Grhyasutra, memuat
berbagai ajaran mengenai peraturan pelaksanaan yajna yang harus dilakukan oleh orang-orang yang

berumah tangga. Lebih lanjut, bagian Dharmasutra adalah membahas berbagai aspek tentang
peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara. Dan Sulwasutra, adalah memuat peraturan-peraturan
mengenai tata cara membuat tempat peribadatan, misalnya Pura, Candi dan bangunan-bangunan
suci lainnya yang berhubungan dengan ilmu arsitektur.
Kelompok Upaweda:

Adalah kelompok kedua yang sama pentingnya dengan Wedangga. Kelompok Upaweda terdiri dari
beberapa jenis, yaitu:
(1).Itihasa
Merupakan jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Ramayana dan Mahabharata. Kitan
Ramayana ditulis oleh Rsi Walmiki. Seluruh isinya dikelompokkan kedalam tujuh Kanda dan
berbentuk syair. Jumlah syairnya sekitar 24.000 syair. Adapun ketujuh kanda tersebut adalah
Ayodhya Kanda, Bala Kanda, Kiskinda Kanda, Sundara Kanda, Yudha Kanda dan Utara Kanda. Tiaptiap Kanda itu merupakan satu kejadian yang menggambarkan ceritra yang menarik. Di Indonesia
cerita Ramayana sangat populer yang digubah ke dalam bentuk Kekawin dan berbahasa Jawa Kuno.
Kekawin ini merupakan kakawin tertua yang disusun sekitar abad ke-8.
Disamping Ramayana, epos besar lainnya adalah Mahabharata. Kitab ini disusun oleh maharsi
Wyasa. Isinya adalah menceritakan kehidupan keluarga Bharata dan menggambarkan pecahnya
perang saudara diantara bangsa Arya sendiri. Ditinjau dari arti Itihasa (berasal dari kata "Iti", "ha" dan
"asa" artinya adalah "sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya") maka Mahabharata itu
gambaran sejarah, yang memuat mengenai kehidupan keagamaan, sosial dan politik menurut ajaran
Hindu. Kitab Mahabharata meliputi 18 Parwa, yaitu Adiparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa,
Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa, Sauptikaparwa,
Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa, Asramawasikaparwa, Mausalaparwa,
Mahaprastanikaparwa, dan Swargarohanaparwa.
Diantara parwa-parwa tersebut, terutama di dalam Bhismaparwa terdapatlah kitab Bhagavad Gita,
yang amat masyur isinya adalah wejangan Sri Krsna kepada Arjuna tentang ajaran filsafat yang amat
tinggi.
(2).Purana
Merupakan kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia dan silsilah para raja
yang memerintah di dunia, juga mengenai silsilah dewa-dewa dan bhatara, cerita mengenai silsilah
keturunaan dan perkembangan dinasti Suryawangsa dan Candrawangsa serta memuat ceitra-ceritra
yang menggambarkan pembuktian-pembuktian hukum yang pernah di jalankan. Selain itu Kitab
Purana juga memuat pokok-pokok pemikiran yang menguraikan tentang ceritra kejadian alam
semesta, doa-doa dan mantra untuk sembahyang, cara melakukan puasa, tatacara upacara
keagamaan dan petunjuk-petunjuk mengenai cara bertirtayatra atau berziarah ke tempat-tempat suci.
Dan yang terpenting dari kitab-kitab Purana adalah memuat pokok-pokok ajaran mengenai Theisme
(Ketuhanan) yang dianut menurut berbagai madzab Hindu. Adapun kitab-kitab Purana itu terdiri dari
18 buah, yaitu Purana, Bhawisya Purana, Wamana Purana, Brahma Purana, Wisnu Purana, Narada
Purana, Bhagawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana, Waraha Purana, Matsya Purana,
Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Agni Purana.
(3).Arthasastra
Adalah jenis ilmu pemerintahan negara. Isinya merupakan pokok-pokok pemikiran ilmu politik.
Sebagai cabang ilmu, jenis ilmu ini disebut Nitisastra atau Rajadharma atau pula Dandaniti. Ada
beberapa buku yang dikodifikasikan ke dalam jenis ini adalah kitab Usana, Nitisara, Sukraniti dan

Arthasastra. Ada beberapa Acarya terkenal di bidang Nitisastra adalah Bhagawan Brhaspati,
Bhagawan Usana, Bhagawan Parasara dan Rsi Canakya.
(4).Ayur Weda
Adalah kitab yang menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani dengan berbagai sistem
sifatnya. Ayur Weda adalah filsafat kehidupan, baik etis maupun medis. Oleh karena demikian, maka
luas lingkup ajaran yang dikodifikasikan di dalam Ayur Weda meliputi bidang yang amat luas dan
merupakan hal-hal yang hidup. Menurut isinya, Ayur Weda meliptui delapan bidang ilmu, yaitu ilmu
bedah, ilmu penyakit, ilmu obat-obatan, ilmu psikotherapy, ilmu pendiudikan anak-anak (ilmu jiwa
anak), ilmu toksikologi, ilmu mujizat dan ilmu jiwa remaja.
Disamping Ayur Weda, ada pula kitab Caraka Samhita yang ditulis oleh Maharsi Punarwasu. Kitab
inipun memuat delapan bidan ajaran (ilmu), yakni Ilmu pengobatan, Ilmu mengenai berbagai jens
penyakit yang umum, ilmu pathologi, ilmu anatomi dan embriologi, ilmu diagnosis dan pragnosis,
pokok-pokok ilmu therapy, Kalpasthana dan Siddhistana. Kitab yang sejenis pula dengan Ayurweda,
adalah kitab Yogasara dan Yogasastra. Kitab ini ditulis oleh Bhagawan Nagaryuna. isinya memuat
pokok-pokok ilmu yoga yang dirangkaikan dengan sistem anatomi yang penting artinya dalam
pembinaan kesehatan jasmani dan rohani.
(5).Gandharwaweda
Adalah kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada beberapa buku penting yang
termasuk Gandharwaweda ini adalah Natyasastra (yang meliputi Natyawedagama dan
Dewadasasahasri), Rasarnawa, Rasaratnasamuscaya dan lain-lain.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa kelompok Weda Smerti meliptui banyak buku dan
kodifikasinya menurut jenis bidang-bidang tertentu. Ditambah lagi kitab-kitab agama misalnya Saiwa
Agama, Vaisnawa Agama dan Sakta Agama dan kitab-kitab Darsana yaitu Nyaya, Waisesika,
Samkhya, Yoga, Mimamsa dan Wedanta. Kedua terakhir ini termasuk golongan filsafat yang
mengakui otoritas kitab Weda dan mendasarkan ajarannya pada Upanisad. Dengan uraian ini kiranya
dapat diperkirakan betapa luasnya Weda itu, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Di dalam
ajaran Weda, yang perlu adalah disiplin ilmu, karena tiap ilmu akan menunjuk pada satu aspek
dengan sumber-sumber yang pasti pula. Hal inilah yang perlu diperhatikan dan dihayati untuk dapat
mengenal isi Weda secara sempurna.
Tuntunan Dasar Agama Hindu (milik Departemen Agama)
Disusun oleh Drs. Anak Agung Gde Oka Netra

Makna Kasta dalam Masyarakat Hindu


Di dalam masyarakat Hindu dikenal adanya tingkatan-tingkatan kelas yang disebut dengan kasta.
Terdapat empat kasta dalam masyarakat Hindu, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Dari
keempat kasta tersebut yang tertinggi adalah Brahmana, karena dalam buku ke-10 Rig-Veda tertulis:
golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahmana, golongan Ksatria dari tanganya, Waisya dari
paha atau perutnya, Sudra keluar dari telapak kakinya.
Arti kiasan yang mengatakan bahwa golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahma adalah
bahwa golongan Brahmana adalah guru rakyat, karena bukankah mulut itu saluran buah pikiran?
Oleh karena itu golongan Brahmana merupakan kasta tertinggi yang suaranya harus didengar dan
ditaati. Golongan ini terdiri atas para pendeta dan pemimpin agama. Tugasnya menjalankan upacaraupacara keagamaan.

Golongan Ksatria yang dikatakan keluar dari tangan Brahma berarti, berarti bahwa golongan Ksatria
menjadi golongan pemerintah, karena tangan diperlukan untuk memanggul senjata pada saat
peperangan menahan serangan musuh. Golongan Ksatria terdiri dari raja, bangwasan, dan prajurit.
Tugasnya menjalankan pemerintahan.
Kasta Waisya keluar dari perut atau paha Dewa Brahma. Paha berfungsi membawa tubuh dari suatu
tempat ke tempat lain. Oleh karena itu, Kasta Waisya terdiri dari pada pedagang yang membawa
dagangan ke berbagai tempat. Dengan kata lain kasta Waisya bertugas menjalankan roda
perekonomian.
Kasta Sudra keluar dari telapak kaki Dewa Brahma. Kaki adalah bagian tubuh yang paling di bawah,
maka kasta Sudra menjadi kasta yang paling rendah kedudukannya dan harus melayani kasta-kasta
yang ada di atasnya.
Selain keempat kasta tersebut, masih terdapat golongan yang lebih rendah dari Sudra disebut kasta
Paria. Mereka sering disebut outcast (di luar kasta) atau untouchable (tidak boleh disentuh). Mereka
adalah golongan terbuang berasal dari bangsa Dravida yang mendapat perlakuan diskriminasi oleh
bangsa Arya karena mereka berkulit hitam dan berhidung pesek.

Puasa Dalam Agama Hindu


2 CommentsPosted by admin on August 1, 2012

10 Votes

Puasa berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari kata Upa dan Wasa, di mana Upa artinya
dekat atau mendekat , dan Wasa artinya Tuhan atau Yang Maha Kuasa. Upawasa atau puasa
artinya mendekatkan diri kepada Tuhan yang maha esa. Puasa menurut Hindu adalah tidak
sekedar menahan haus dan lapar, tidak untuk merasakan bagaimana menjadi orang miskin dan
serba kekurangan, dan tidak untuk menghapus dosa dengan janji surga. Puasa menurut Hindu
adalah untuk mengendalikan napsu Indria, mengendalikan keinginan. Indria haruslah berada
dibawah kesempurnaan pikiran, dan pikiran berada dibawah kesadaran budhi. Jika indria kita
terkendali, pikiran kita terkendali maka kita akan dekat dengan kesucian, dekat dengan Tuhan !

Jenis-jenis

puasa

dalam

agama

Hindu:

Puasa (Upawasa) yang wajib (diharuskan)

Siwaratri jatuh setiap panglong ping 14 Tilem kapitu atau Prawaning Tilem Kapitu, yaitu
sehari sebelum tilem. Puasa total tidak makan dan minum apapun dimulai sejak matahari terbit
sampai dengan matahari terbenam.

Nyepi jatuh pada penanggal ping pisan sasih kedasa (lihat kalender ketika libur nasional).
Puasa total tidak makan dan minum apapun dimulai ketika fajar hari itu sampai fajar keesokan
harinya (ngembak gni).

Purnama dan tilem, puasa tidak makan atau minum apapun dimulai sejak fajar hari itu
hingga fajar keesokan harinya.

Puasa untuk menebus dosa dinamakan dalam Veda Smrti untuk Kaliyuga: Parasara
Dharmasastra, sebagai Tapta krcchra vratam adalah puasa selama tiga hari dengan tingkatan
puasa: minum air hangat saja, susu hangat saja, mentega murni saja tanpa makan dan minum
sama sekali.

Pilihan ditentukan oleh jenis dosa yang dilakukan: membunuh binatang, membunuh/ mencederai
sapi, hubungan kelamin terlarang (zina), makan makanan terlarang, membunuh manusia, dll.
Puasa

yang

tidak

wajib

adalah puasa yang dilaksanakan di luar ketentuan di atas, misalnya pada hari-hari suci: odalan,
anggara kasih, dan buda kliwon. Puasa ini diserahkan pada kebijakan masing-masing, apakah mau
siang hari saja atau satu hari penuh. Ingat bahwa pergantian hari menurut Hindu adalah sejak fajar
sampai fajar besoknya; bukan jam 00 atau jam 12 tengah malam.
Puasa

berkaitan

dengan

upacara

tertentu

misalnya setelah mawinten atau mediksa, puasa selama tiga hari hanya dengan makan nasi kepel
dan air kelungah nyuhgading.
Puasa

berkaitan

dengan

hal-hal

tertentu

sedang bersamadhi, meditasi, sedang memohon petunjuk kepada Hyang Widhi, setiap saat (tidak
berhubungan dengan hari rerainan) dan jenis puasa tentukan sendiri apakah total (tidak makan
dan minum sama sekali) selama 1 hari 1 malam atau seberapa mampunya.
Memulai puasa dengan upacara sederhana yaitu menghaturkan canangsari kalau bisa dengan
banten pejati memohon pesaksi serta kekuatan dari Hyang Widhi. Mengakhiri puasa dengan
sembahyang juga banten yang sama. Makanan sehat yang digunakan sebelum dan setelah puasa
terdiri dari unsur-unsur: beras (nasi) dengan sayur tanpa bumbu keras, buah-buahan, susu, madu
dan

mentega.

Makanan yang dianjurkan dan dilarang bagi umat Hindu ada dalam Manawa Dharmasastra buku ke
V.
Silahkan lihat dan pelajari, usahakan menepati apa yang ditulis di sana. Wanita yang sedang haid
ada dalam keadaan cuntaka, jadi tidak boleh berpuasa. Tidak ada perbedaan puasa antara laki dan
perempuan.

Om Swastiastu : Semoga ada dalam keadaan baik


atas karunia Hyang Widhi.

Om Swastiastu
"Sebelum dibaca postingan puniki, mohon bantuannya untuk melike Fanspage/halaman puniki dengan
mengklik like/suka di pojok kanan atas dan jika dirasa bermanfaat bisa dishare ke semeton lainnya".
Om Swastiastu adalah salam yang kita ucapkan bila bertemu dengan orang lain, sapaan sekalugus doa untuk
lawan bicara agar orang tersebut selalu diberkahi oleh TuhanYang Maha Esa.Salam umat Hindu ini sekarang
telah menjadi salam resmi dalam pertemuan pertemuan resmi.
Selanjutnya yang perlu kita pahami bersama adalah apa makna yang berada di balik ucapan Om Swastiastu
tersebut.
OM adalah aksara suci untuk Sang Hyang Widhi.
Istilah Om ini merupakan istilah sakral sebagai sebutan atau seruan pada Tuhan Yang Mahaesa. Om adalah
seruan yang tertua kepada Tuhan dalam Hindu. Setelah zaman Puranalah Tuhan Yang Mahaesa itu diseru
dengan ribuan nama. Kata Om sebagai seruan suci kepada Tuhan yang memiliki tiga fungsi kemahakuasaan
Tuhan. Tiga fungsi itu adalah, mencipta, memelihara dan mengakhiri segala ciptaan-Nya di alam ini.
Mengucapkan Om itu artinya seruan untuk memanjatkan doa atau puja dan puji pada Tuhan.
Dalam Bhagawad Gita kata Om ini dinyatakan sebagai simbol untuk memanjatkan doa pada Tuhan. Karena itu
mengucapkan Om dengan sepenuh hati berarti kita memanjatkan doa pada Tuhan yang artinya ya Tuhan.

Kata Swastiastu terdiri dari kata-kata Sansekerta: SU + ASTI + ASTU,


Su artinya baik,
Asti artinya adalah,
Su + Asti = Swasti
Setelah mengucapkan Om dilanjutkan dengan kata swasti. Dalam bahasa Sansekerta kata swasti artinya
selamat atau bahagia, sejahtera. Dari kata inilah muncul istilah swastika, simbol agama Hindu yang universal.
Kata swastika itu bermakna sebagai keadaan yang bahagia atau keselamatan yang langgeng sebagai tujuan
beragama Hindu. Lambang swastika itu sebagai visualisasi dari dinamika kehidupan alam semesta yang
memberikan kebahagiaan yang langgeng.

Menurut ajaran Hindu alam semesta ini berproses dalam tiga tahap. Pertama, alam ini dalam keadaan tercipta
yang disebut Srsti. Kedua, dalam keadaan stabil menjadi tempat dan sumber kehidupan yang membahagiakan.
Keadaan alam yang dinamikanya stabil memberikan kebahagiaan itulah yang disebut swastika. Dalam istilah
swastika itu sudah tersirat suatu konsep bahwa dinamika alam yang stabil itulah sebagai dinamika yang dapat
memberikan kehidupan yang bahagia dan langgeng. Dinamika alam yang stabil adalah dinamika yang sesuai
dengan hak asasinya masing-masing. Ketiga, adalah alam ini akan kembali pada Sang Pencipta. Keadaan itulah
yang disebut alam ini akan pralaya atau dalam istilah lain disebut kiamat.
Astu artinya mudah-mudahan atau semoga
Kata astu sebagai penutup ucapan Swastiastu itu berarti semoga.
Jadi arti keseluruhan OM SWASTIASTU adalah
Semoga ada dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi.

Jika ditelusuri lebih lanjut, Kata Swastiastu sangat erat kaitnnya dengan simbol suci Agama Hindu yaitu
SWASTIKA.
Swastika merupakan dasar kekuatan dan kesejahteraan Buana Agung (Makrokosmos) dan Buana Alit
(Mikrokosmos). Bentuk Swastika ini dibuat sedemikian rupa sehingga mirip dengan galaksi atau kumpulan
bintang-bintang di cakrawala yang merupakan dasar kekuatan dari perputaran alam ini. Keadaan alam ini sudah
diketahui oleh nenek moyang kita sejak dahulu kala dan lambang Swastika ini telah ada beribu-ribu tahun
sebelum Masehi.
Dengan mengucapkan panganjali Om Swastiastu itu, sebenarnya kita sudah memohon perlindungan kepada
Sang Hyang Widhi yang menguasai seluruh alam semesta ini. Dan dari bentuk Swastika itu timbullah bentuk
Padma (teratai) yang berdaun bunga delapan (asta dala) yang kita pakai dasar keharmonisan alam, kesucian
dan kedamaian abadi.
Pengertian Swastiastu dalam beberapa kamus :
1.

Kamus Bahasa Bali Kata Swastyastu berasal dari kata suasti, yang berarti selamat, menjadi
suastiastu yang berarti semoga selamat.

2.

Kamus Kawi-Bali Swastyastu berasal dari kata swasti yang berarti raharja, rahayu, bagia, dan
rahajeng. Astu yang berarti dumadak, patut, sujati, sinah. Kata astu berkembang menjadi Astungkara
yang berarti puji, alem dan sembah. Sehingga swastyastu berarti semoga selamat, semoga
berbahagia

3.

Kamus Jawa Kuna-Indonesia Swasti berarti kesejahteraan, nasib baik, sukses; hidup, semoga
terjadilah (istilah salam pembukaan khususnya pada awal surat atau dalam penerimaan dengan baik).
Sedangkan astu memiliki 2 arti yaitu: 1. Semoga terjadi, terjadilah. (seringkali pada awal sesuatu
kutuk, makian, berkah, ramalan), pasti akan.. 2. Nyata-nyata, sungguh-sungguh (campuran dengan
wastu?). Kata "astu" berkembang menjadi astungkara yang berarti berkata astu, mengakui,
mengiyakan dengan segan, perkataan astu. Dari pengertian tersebut kata swastyastu berarti
semoga terjadilah nasib baik, sungguh sejahtera.

4.

Kamus Sanskerta-Indonesia Svasti berarti hujan batu es, salam, selamat berpisah, selamat tinggal.
Berkembang menjadi svastika, svastimukha, svastivacya. Kata svastika berarti tanda sasaran
gaib, tidak mendapat halangan, pertemuan empat jalan, lambang agama Hindu. Svastimukha berarti
yang belakang, terakhir, penyanyi, penyair. Svastivacya berarti salam ucapan selamat. Kata astu
berarti sungguh, memuji. Dari pengertian kedua kata tersebut dapat disimpukan svastiastu berarti
menyatakan selamat berpisah.

Dari beberapa pengertian kata dalam kamus-kamus tersebut, dapat ditarik sebuah benang merah yang saling
terkait satu sama lainnya yaitu:

pengertian Swastyastu dalam kamus Bahasa Bali, Kawi Bali dan Jawa Kuna memiliki pengertian
yang hampir sama, yaitu berarti semoga selamat, semoga bahagia, semoga sejahtera. Sedangkan
dalam kamus Sanskerta berarti pernyataan selamat berpisah, selamat tinggal

kata astu sebagai penutup hanya mempertegas kata svasti yang memang memiliki arti semoga,
selamat berpisah, selamat jalan.

Pada dasarnya pengertian swastyastu pada keempat kamus itu adalah sama, saling melengkapi satu sama
lainnya, yaitu Ya Tuhan semoga kami selamat, selamat tinggal dan semoga sejahtera (Semoga sejahtera
dalam lindungan Hyang Widhi), tidak ada manusia yang hidup di dunia ini tidak mendambakan keselamatan atau
kerahayuan di bumi ini. Selamat tinggal disini maksudnya adalah selamat tinggal pada hal-hal sebelumnya yang
telah dialami atau dilalui dan semoga selamat dan sejahtera pada apa yang akan dialami atau dilalui pada
kehidupan sekarang. Dalam hidup tidak bisa dipisahkan dari tiga waktu yaitu: atita, nagata, dan wartamana
(dahulu, sekarang, dan yang akan datang).
Dalam penggunaannya pada kehidupan sehari-hari kata swastyastu diawali dengan kata Om sebagai ucapan
aksara suci Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sehingga menjadi Om Swastyastu. Kata ini biasa atau lumrah
digunakan sebagai salam pembuka (selain swastiprapta, yang berarti selamat datang) kemudian diakhiri dengan
Om Santih, Santih, Santih Om yang berarti semoga damai di hati, damai di dunia, dan damai di akhirat (selain
swastimukha yang berarti salam penutup yang belakang).

Di beberapa kota besar, kini kata swastiastu juga sering digunakan sebagai salam penutup atau akhir dari
sebuah percakapan.Jika dilihat dari pengertian arti katanya dalam kamus memang wajar kata itu dipergunakan
sebagai salam penutup sesuai dengan artinya, namun jika melihat nilai rasa maka akan terasa janggal atau
kurang pas.
Dalam agama Hindu, sebuah awal adalah akhir dari semua yang terjadi, sedangkan akhir adalah sebuah awal
sesuatu yang baru. Hal ini yang mungkin dijadikan patokan penggunaan kata swastiastu sebagai salam
pembukaan dan salam penutup perjumpaan atau percakapan (selain mungkin penunjukan eksistensi terhadap
agama lain bahwa agama Hindu juga memiliki salam awal dan akhir seperti halnya agama lain). Namun, jika
melihat lagi pada nilai rasa, rasanya kedengaran janggal. Pada kesempatan ini saya juga mencoba
menyampaikan beberapa padanan kata, yang mudah-mudahan tidak jauh berbeda artinya dengan swastyastu
sebagai salam penutup perjumpaan atau percakapan. Beberapa kata tersebut antara lain: swastimukha, yang
berarti permulaan (mukha) kesejahteraan, permulaan nasib baik, permulaan keselamatan; swastisanti, yang
berarti ucapan selamat berpisah dan damai (santi), selamat jalan dan semoga damai.

Namun kini dikalangan remaja kata Om Swastiastu dan Om Santih, Santih, Santih Om sering disingkat dengan
kata OSA maupun OSSSO hal ini banyak ditemui ketika menjelang hari raya agama Hindu ucapan selamat Hari
Raya sering diawali dan diakhiri dengan kata OSA dan OSSSO. Hendaknya janganlh menyingkat Salam
Panganjali puniki karena seperti uraian diatas bahwa salam Om Swastiastu maupun Om Santih, Santih adalah
merupakan Salam sekaligus Doa.
Jadi, salam Om Swastiastu itu, meskipun ia terkemas dalam bahasa Sansekerta bahasa pengantar kitab suci
Veda, makna yang terkandung di dalamnya sangatlah universal. Pada hakikatnya semua salam yang muncul
dari komunitas berbagai agama memiliki arti dan makna yang universal. Yang berbeda adalah kemasan
bahasanya sebagai ciri khas budayanya. Dengan Om Swastiastu itu doa dipanjatkan untuk KESELAMATAN
SEMUA PIHAK TANPA KECUALI
Salam Om Swastiastu itu tidak memilih waktu. Ia dapat diucapkan pagi, siang, sore dan malam. Semoga salam
Om Swastiastu bertuah untuk meraih karunia Tuhan memberikan umat manusia keselamatan.
Demikianlah pengertian dan makna Om Swastiastu yang tiang dapat dari berbagai sumber, semoga dapat
memberikan pencerahan. mohon kritik dan sarannya.

Anda mungkin juga menyukai