Kata Samhita artinya kumpulan, bahwa syair-syair dari Rg-Veda dikumpulkan pada zamanbangsa
Arya dan Non Arya bertemu di India. (S. Radhakrshnan, Vol.I: 1927: 75). Manusia pada zaman ini
melaksanakan penyembahan kepada Dewa-dewa. Dewa dari kata Div artinya sinar. Sehingga Dewa
berarti terang, dikaitkan dengan segala sesuatu yang bersifat terang seperti: matahari, bulan,
bintang dan lain-lain. Kemudian dipersonifikasikan dan disembah sebagai dewa-dewa yang
berpribadi.
Kepada para dewa dipersembahkan korban-korban dan diundang dengan mantra-mantra yang
diucapkan. Adapun dewa-dewa itu diantaranya Waruna, Indra. Dewa-dewa itu juga menguasai tata
tertib alam semesta, termasuk tata tertib kehidupan manusia. Tata tertib alam semesta itu disebut
Rta yang berarti hukum atau keadilan, sehingga Rta menjadi Bapak dari segala sesuatu yang
kemudian berkembang menjadi Dharma.
Zaman Brahmana
Kata Brahmana berarti doa atau ucapan-ucapan sakti yang diucapkan oleh para Brahmana.
Pembagian masyarakat menjadi 4 (empat) warna (Bhagavad-gita 4.13) yaitu Brahmana, Ksatria,
Waisya, Sudra. Brahmana yaitu mereka yang berpengetahuan keagamaan yang tinggi, Ksatri yaitu
para administrator pemerintahan, Waisya para petani atau pedagang dan Sudra yaitu para pekerja
kasar yang tugasnya membantu ketiga warna yang lainnya. (Harun: 1979: 16).
Masyarakat bersifat ritualistik. Pemikiran filsafat mulai dengan pemikiran-pemikiran yang metafisis,
abstrak tapi belum sistimatis, karena pemikiran-pemikiran filsafat masih tersebar disana sini secara
tidak teratur. Pada dasarnya mulai dicari sebab musabab yang pertama dari alam semesta ini yang
dinamakan Prajapati, Yaitu Tuhan Pencipta yang kadang kala disebut Brahma. Brahma dari kata brh
yang artinya tumbuh atau berkembang, kemudian menjadi sabda suci, tenaga yang menjelma dalam
mantra-mantra, yang adikodrati dan asas segala kuasa dari segala sesuatu.
Hubungan manusia dan alam semesta adalah seperti makro dan mikrokosmos, tapi belum dalam
hubungan yang harmonis. Mulai ditemukan asas pertama alam semesta adalah Brahman dan pusat
hidup manuasia adalah atman. Setelah kematian manusia akan dilahirkan
kembali yang merupakan suatu karunia. Mulai muncul ajaran tentang Karma dan Samsara.
Pemikiran filsafat pada zaman ini sudah mulai ada secara nyata yang akan lebih disempurnakan
lagi di zaman Upanisad.
Zaman Upanisad
Sumber pokok dari filsafat ini terdapat pada kitab-kitab Upanisad. Upanisad berasal dari bahasa
Sankerta, Upa yang berarti dekat , ni berarti di bawah dan Sad berarti duduk , Upanisad artinya
duduk berdekatan di bawah kaki Guru. Maksudnya adalah bahwa sikap siswa yang duduk
dihadapan Guru untuk menerima ajaran yang bersifat rahasia.
Kalau dalam zaman Brahmana pemikiran filsafat India bersifat belum teratur maka di dalam zaman
Upanisad sudah lahir dalam arti yang sesungguhnya tapi masih belum merupakan kesatuan
pemikiran yang sistimatis dan terkoordinir. Hal ini disebabkan Upanisad karena pemikiran-pemikiran
filsafat masih tersebar yang merupakan karya dari banyak Guru-Guru yang bekerja sendiri-sendiri
sehingga belum kelihatan suatu kesatuan organis karena kitab Upanisad adalah pemikiran
keagamaan.
Ajaran yang bekerja sendiri-sendiri sehingga belum kelihatan suatu kesatuan organis karena kitab
Upanisad adalah pemikiran keagamaan. Ajaran yang menonjol dalam Upanisad adalah pemikiran
yang monistis dan absolutis. Bahwa segala sesuatu yang begitu beragam ini diturunkan dari satu
asas yang merupakan realitas tertinggi. Realitas itu disebut sebagai Brahman. Dalam Kena
Upanisad dewa tertinggi adalah Brahman, walaupun masih ada dewa-dewa lainnya yang lebih
rendah. Taittirija Upanisad mengatakan bahwa hanya ada satu dewa yaitu Brahman. Dalam Katha
Upanisad dikatakan bahwa Brahman yang transenden berada di luar alam semesta, akan tetapi
masih ada Brahman yang imanen yang ada dalam alam semesta, bahkan dalam diri manusia.
Brahman bersifat Saccitananda. Sat artinya ada. Hanya Brahman yang memiliki keberadaan, Ia
satu-satunya yang ada. Cit berarti kesadaran. Bahwa Brahma bersifat rohani. Ananda artinya damai
atau bahagia. Bahwa Brahma meliputi dan mempersatukan yang ada yang hanya merupakan
kebahagiaan saja. Dengan demikian Brahman bersifat saccitananda berarti bahwa Brahma adalah
satu-satunya realitas rohani yang bersifat mutlakdan meliputi segala yang ada dengan penuh
kebahagiaan.
Upanisad juga mengatakan bahwa hakekat manusia adalah atman. Atman tidak boleh berbeda
dengan Brahman. Brahman sebagai azaz kosmos adalah sama dengan atman sebagai azas hidup
manusia.
Dengan kata lain bahwa Atman itu adalah Brahman yang menjadi imanen dimana yang tidak
terbatas itu menjadi terbatas. Tat twam asi, Aku adalah Engkau. Aham Brahma asmi, aku adalah
Brahman. Manusia pada hakekatnyaadalah Atman, merupakan percikan terkecil dari Brahman.
Manusia memiliki lima indra persepsi (buddhendriya) : daya untuk berbicara, penciun, perasa,
peraba dan lima indra penggerak (karmendriya) : daya untuk berbicara, daya untuk memegang,
daya untuk berjalan, daya untuk membuang kotoran dan daya untuk mengeluarkan benih.
Kesepuluh indra ini dibawah pengawasan Manas. Manas merupakan pusat dari indra yang tugasnya
pengamatan dan bertindak.Tanpa Manas peralantan indria-indria tidak ada gunanaya. Diatas Manas
ada Buddhi atau inteligensia, dan yang paling diatas ada Atman yang menguasai Buddhi, Manas,
Buddhendriya dan Karmendriya. Di luar Brahman dan Atman tidak ada sesuatu. Hanya Brahman
dan Atmanlah yang nyata, di luar itu tidak ada sesuatu yang nyata. Dunia yang tampak ini hanyalah
suatu hayalan saja. Dunia ini Maya.
Di zaman Upanisad ini juga diajarkan Karma atau perbuatan yang berakar pada ajaran tentang Rta.
Karma atau perbuatan juga mempunyai buah perbuatan atau Karma Phala. Perbuatan baik akan
berbuah baik, perbuatan jelek akan berbuah jelek pula. Manusia kalau demikian merupakan hasil
dari perbuatannya sendiri. Karma tidak saja menguasai kehidupan manusia yang akan dating tapi
juga kehidupan manusia yang telah lalu. Hidup manusia yang sekarang ditentukan oleh
kehidupannya yang lalu dan kehidupannya yang sekarang menentukan kehidupannya yang akan
datang.
Demikianlah manusia dilahirkan, hidup, mati dan dilahirkan kembali, hidup mati lagi dan dilahirkan
kembali, demikian seterusnya tidak ada awal tidak ada akhir. Kelahiran yang terus menerus seperti
itu disebut Samsara atau Punarbawa atau reinkarnasi.
Jika seseorang mati maka akunya yang halus bersama dengan perbuatannya masih melekat.
Kecenderungan-kecenderungannya yang lalu masih menyertainya, ia masih ingin untuk
melakukannya, ia diikat oleh samsara. Membinasakan keinginan syaratnya adalah harus mengenal
diri kita yang sejati yaitu Atman yang sama dengan Brahman. Inilah pencerahan yang sejati yang
berkulminasi pada Saniasin atau Biksuka yaitu penyangkalan diri untuk mencapai kebebasan atau
Moksa.
Dalam teori etika Barat kita mengenal empat teori etika yaitu teori Utilitarisme,Deontologi, Teori Hak
dan Teori Keutamaan. Teori Etika Utilitarisme, dimana menurut teori ini sesuatu perbuatan adalah
baik jika membawa manfaat, baik untuk diri sendiri maupun untuk masyarakat. Teori ini juga disebut
teori konsekuensialisme atau teori teologis atau teori tujuan. Perbuatan yang dimaksudkan baik,
tetapi tidak menghasilkan apa-apa, tidak pantas disebut baik. Teori deontologist mengatakan bahwa
yang dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Kita idak perlu bertanya lebih lanjut
mengenai konsekuensi dari pelaksanaan kewajiban itu. Perbuatan yang baik tidak menjadikan
perbuatan itu baik.
Perbuatan itu baik karena wajib untuk dilakukan. Teoori Hak yaitu didasarkan pada martabat setiap
manusia yang pada dasarnya sama. Maka dari itu manusia sacera individual, siapapun dia tidak
dapat dikorbankan untuk tujuan yang lain. Manusia merupakan tujuan pada dirinya sendiri. Teori
Keutamaan tidak mempermasalahkan apakah suatu perbuetan itu adil atau jujur atau murah hati
dan sebagainya, tapi apakah seseorang itu bersikap adil ataukah jujur dan sebagainya. Seseorang
adalah baik bila ia memiliki keutamaan, atau hidup berkeutamaan. (K. Bertens, 2000, Pengantar
Etika Bisnis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, Hal.66-77).
Dengan melihat keempat teori ini maka etika yang terkandung dalam Ramayana atau Mahabharata
adalah Etika Deontologi oleh karena hampir sebagian besar bahwa kewajiban itu harus
dilaksanakan, walaupun menghasilkan suatu akibat yang kurang atau tidak adil, sebagai contoh
adalah bahwa janji, sumpah maupun kewajiban harus dilaksanakan apakah akibatnya baik atau
tudak baik. Seorang Ksatria harus melaksanakan Dharma Ksatrianya atauu kewajibannya sebagai
seorang ksatria, walaupun harus membunuh gurunya sendiri atau kakeknya sendiri. (N. Pendit,
2003).
Sutra ini dalam bentuk tulisan-tulisan filosofiyang singkat sebagai suatu kesimpulan sehingga sutra
ini sulit ditangkap tanpa adanya komentar-komentar, yang pada akhirnya justru komentar-komentar
itu yang lebih penting dari sutra itu sendiri. Mulai muncul pemikiran-pemikiran fisafat yang kritis
dalam memecahkan problem-problem filsafat yang ada. Munculnya
enam pemikiran filsafatyang disebut sebagai Sad Dharsana (Nyaya, Vaisesika, Yoga, Purwa
Mimamsa, Wedanta), tidak dapat ditentukan mana yang belakangan, karena terjadinya pemikiran
silang yang saling mempengaruhi yang satu dengan yang lainnya. Yoga menerima Samkhaya,
Vaisesika memperkenelkan Nyaya dan Vaisesika, sebaliknya Nyaya mengacu Vedanta dan
Samkhya serta Purwa Mimamsa secara langsung atau tidak langsung mendahului yang lain-lain.
Tapi Prof. Garbe menganggap Nyaya adalah yang tertua. (S. Radhakrshnan, Vol. II: 1927: 58).
Disamping pemikir-pemikir yang bersifat spekulatif juga muncul pada zaman ini dan Sad Darsana
seperti Nyaya dari Gautama, Waisesika dari Kanada, Samkya dari Kapila, Yoga dari Patanjali,
Mimamsa dari Jaimini, dan Vedanta dari Badarayana dimana semua sistim Brahmana ini menerima
semua otoritas Veda. (S. Radhakrshnan, Vol. II: 1927: 19), sehingga secara garis besar dapat
dikatakan bahwa pemikiran filsafat di India dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu
Kelompok Astika (orthodox) dan Kelompok Nastika (heterodhox). Kelompok Astika adalah kelompok
filsafat yang mengakui otoritas Veda. Filsafat Sad Darsana masuk dalam kelompok ini dan kelompok
Nastika kelompok yang tidak mengakui otoritas Veda seperti Biddhisme, Jainisme, dan Carwaka.
Perkembangan pemikiran filsafat Vedanta kemudian dikembangkan terus dalam perguruan-
perguruan atau acharya-acharya seperti : Sankara, Ramanuja, Madhva adalah tiga tokoh besar
zaman ini yang mencoba menginterprestasi ulang ajaran-ajaran kuno, sehingga memberikan suatu
suasana baru dalam pemikiran filsafat di India. (S. Radhakrshnan, Vol. I: 1927: 59). Muncul
perguruan-perguruan filsafat yang disebut acharya-acharya sehingga masing-masing tokoh ini
memiliki perguruan sendiri. Maka perguruan itu antara lain Sankaracharya, Ramanujacharya,
Madhvacharya, Sri chaitanya dan lain-lain. Acharya memiliki seorang Guru, kemudian sang guru
kalau sudah memandang bahwa murid-muridnya telah memiliki kemampuan sebagai seorang Guru
maka murid-muridnya akan diangkat Guru demikian seterusnya sehingga ada suatu ga,ris
perguruan yang disebut sebagai Parampara.
Dalam abad 19 dan 20 filsafat India khususnya Vedanta dan Yoga mulai menyebar ke Eropa dan
Amerika dibawa para oleh para cendekiawan India yang telah mendapatkan pendidikan Barat,
namun tetap berpegang pada pemikiran dan budaya India, yang sudah mendapatkan suatu darah
baru dan semangat baru, sehingga penyampaian pemikiran mereka dikagumi di Eropah dan
Amerika. Tokoh-tokoh yang taka sing lagi seperti Ramakrsna, Swami Vivekananda, Aurobindo,
Sarvepalli, Radhakrshnan, Prabhuphada, banyak mendapat murid dan pengikut dan bahkan banyak
orang Barat muridnya, yang sudah sampai tahapan seorang guru. Bahkan di zaman modern
dewasa ini pemikran dan filsafat India perlu dipadukan dengan filsafat Barat untuk dapat
memberikan suatu pemahaman baru tentang hubungan kita antar sesama dan hubungan kita
dengan alam, yang dewasa ini sedang membutuhkan perlakuan kita yang lebih arif.
Secara ringkas Pemikiran India yang mempengaruhi Manusia India dalam kehidupannya di
masyarakat sampai saat ini adalah semangat Isavasya (Isa-Upanisad Mantra I) yang hidup dengan
kebutuhan seperlunya yang berarti tidak serakah atau berlebihan tapi tetap berfikir tinggi (high
thinking), Vamasrama Dharma (S. Radhakrshnan. Vol.I: 1927: 132) yang artinya bahwa kwalitas
manusia dalam masyarakat terbagi dalam empat kwalitas yaitu Brahmana atau mereka yang ahli
dalam bidang spiritual, Ksatria yaitu mereka yang memiliki kwalitas administrator, Waisya yaitu
mereka yang memiliki kwalitas pedagang atau pertanian dan Sudra yaitu yang tidak memiliki ketiga
kwalitas sebelumnya, yang bertugas untuk membantu mereka.
Mengenai keterbatasan umur manusia di dunia ini Veda telah membuat periodesasi kehidupan
manusia dalam empat periode yaitu Brahmacari yaitu masa belajar yang ketat dimana seseorang
akan hidup membujang dalam periode ini, Grhasta yaitu periode hidup berkeluarga dimana satu-
satunya keabsyahan dalam hubungan seksual dengan tujuan reproduksi, Wanaprasta yaitu periode
dimana seseorang mengakhiri kehidupan Grhasta untuk masuk dalam kehidupan dimana
kerohanian diperdalam lagi karena sudah dianggap mampu melewati periode Grhasta dimana saat
ini sudah punya waktu senggang untuk mendalaminya, ini mirip dengan memasuki masa pension di
dalam kehidupan kita dewasa ini, Biksuka yaitu periode dimana seseorang membebaskan diri dari
keterikan duniawi untuk menuju ke tujuan akhir manusia berupa pembebasan atau Moksa.
Catur Yoga/ Marga (Agama-agama manusia, Huston Smith, 1985 terj. 42-71) yaitu jalan-jalan yang
dapat ditempuh oleh manusia untuk menuju ke tujuan akhir manusia berupa pembebasan atau
Moksa. Hal ini juga mengandaikan bahwa kemampuan manusia terbatas dan disamping terbatas
juga memiliki kecenderungan-kecenderungan specialisasi pada bidang-
bidang aktifitas tertentu yang menurutnya cocok. Masing-masing bidang ini merupakan bidang yang
dihargai secara setara dengan bidang-bidang aktifitas yang lainnya, yang dapat dijadiakan sebagai
bidang aktifitas yang akan digelutinya untuk sampai pada tujuan hidup terakhir yaitu pembebasan
atau Moksa itu. Bidang aktifitas Jnana yaitu menggeluti ilmu pengetahuan sebagai bidang
aktifitasnya untuk mencapai pembebasan, Bhakti yaitu cinta kasih dengan menyerahkan diri secara
tulus mengabdi pada Tuhan, Karma yaitu menggeluti bidang sebagai seorang pekerja untuk sampai
pada pembebasan dan Yoga yaitu dengan menggeluti bidang meditasi dan self realization sebagai
usaha untuk mencapai pembebasan. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah, karena jalan
manapun yang ditempuh seseorang secara professional akan sampai kepada pembebasan itu
sendiri, seperti ungkapan banyak jalan lain menuju Roma.
Pemikiran filsafat India merupakan pemikiran filsafat yang klasik dan kuno, oleh karena sudah ada
sejak abad 4 atau 5 SM, yang bersamaan munculnya dengan filsafat Yunani dan filsafat Cina. Yang
menarik adalah bahwa sampai saat ini pemikiran ini masih ada dan masih dapat menyumbangkan
pemikiran yang relevan pada zaman modern dewasa ini. Pluralitas budaya dan agama di dunia ini,
sering dijadikan alat perjuangan politik yang telah memberikan yang telah memberikan tambahan
pada ketegangan dunia dewasa ini. Pemikiran atau filsafat India dapat mendamaikan ketegangan
dan konflik terbuka antar budaya dan agama tersebut dengan butir-butir pemikirannya yang
menghormati perbedaan, yang merupakan landasan dasar dari semangat demokratis yang sudah
membudaya dalam keragaman pemikiran filsafat di India. Perbedaan yang ada bukan untuk
dipertentangkan tapi untuk saling melengkapi.