Anda di halaman 1dari 8

Sejarah Filsafat India menurut Dr.

S Radhakrishnan dibatasi mulai dari 2000 SM sampai 1000 SM


yang dapat dibagi menjadi 4 periode :
Zaman Veda ( 1500 SM sampai dengan 600 SM ).
Kedatangan bangsa Arya ke India membawa peradaban baru dimana sebelumnya telah
berkembang peradapan Drawida, penduduk asli India. Peradaban Arya memiliki benih-benih
pemikiran filsafat didalamnya dalam bentuk pujian-pujian dan nyanyian-nyanyian keagamaan dan
dalam perkembanagan selanjutnya mulai ter dapat dalam Kitab Brahmana dan Kitab Upanisad.(S.
Radhakrishnan, Vol.I: 1927: 57)
Zaman Epos ( 600 SM sampai dengan 200 M ).
Mulai ada sistim-sistim filsafat (darsana) dan juga Kitab Ramayana dan Mahabarata yang
mengandung kepahlawanan dan hubungan antara Tuhan dengan manusia serta sistim-sistim
agama Buddha, Jaina, Siwa dan Wisnu. (S. Radhakrishnan, Vol.I: 1927: 57).
Zaman Sutra ( mulai 200 M ).
Mulai berkembang pemikiran kritis rasional dalam filsafat India , dimana Sutra-sutra itu mulai
dikomentari oleh berbagai komentator-komentator dengan pandangan yang beragam. Muncul
sistim-sistim filsafat seperti Samkya, Yoga, Mimamsa, Vedanta, Waisesika, dan Nyaya. (S.
Radhakrishnan, Vol.I: 1927: 58)
Zaman Scholastik ( mulai 200 M ).
Munculnya pemikiran Scholastik bersamaan dengan Zaman Sutra-sutra dimana para filsuf membuat
sendiri pemikirannya yang satu sama lainnya merupakan sistim-sistim yang mengandung teori yang
berbelit-belit secara sendiri-sendiri diantaranya adalah Sankara, Ramanuja Madhwa satu semuanya
saling mengoreksi dan mengkritik. Ajaran-ajaran lama diinterprestasikan dan dikembangkan secara
baru. (S. Radhakrishnan, Vol.I: 1927: 59)

ZAMAN VEDA (1500 SM 600 SM)


Merupakan Zaman pendudukan bangsa Arya di India di mana pada zaman itu mulai menyebar
kebudayaan dan kehidupan masyarakat Arya yang secara keseluruhan ada dalam Veda dalam
bentuk syair-syair atau mantra-mantra baik dalam kitab Brahmana atau Upanisad. Pemikiran-
pemikiran yang ada di dalamnya bukan merupakan pemikiran filsafat. (S. Radhakrshnan, Vol.I:
1927: 57).
Zaman Veda Samhita

Kata Samhita artinya kumpulan, bahwa syair-syair dari Rg-Veda dikumpulkan pada zamanbangsa
Arya dan Non Arya bertemu di India. (S. Radhakrshnan, Vol.I: 1927: 75). Manusia pada zaman ini
melaksanakan penyembahan kepada Dewa-dewa. Dewa dari kata Div artinya sinar. Sehingga Dewa
berarti terang, dikaitkan dengan segala sesuatu yang bersifat terang seperti: matahari, bulan,
bintang dan lain-lain. Kemudian dipersonifikasikan dan disembah sebagai dewa-dewa yang
berpribadi.

Kepada para dewa dipersembahkan korban-korban dan diundang dengan mantra-mantra yang
diucapkan. Adapun dewa-dewa itu diantaranya Waruna, Indra. Dewa-dewa itu juga menguasai tata
tertib alam semesta, termasuk tata tertib kehidupan manusia. Tata tertib alam semesta itu disebut
Rta yang berarti hukum atau keadilan, sehingga Rta menjadi Bapak dari segala sesuatu yang
kemudian berkembang menjadi Dharma.

Zaman Brahmana
Kata Brahmana berarti doa atau ucapan-ucapan sakti yang diucapkan oleh para Brahmana.
Pembagian masyarakat menjadi 4 (empat) warna (Bhagavad-gita 4.13) yaitu Brahmana, Ksatria,
Waisya, Sudra. Brahmana yaitu mereka yang berpengetahuan keagamaan yang tinggi, Ksatri yaitu
para administrator pemerintahan, Waisya para petani atau pedagang dan Sudra yaitu para pekerja
kasar yang tugasnya membantu ketiga warna yang lainnya. (Harun: 1979: 16).

Masyarakat bersifat ritualistik. Pemikiran filsafat mulai dengan pemikiran-pemikiran yang metafisis,
abstrak tapi belum sistimatis, karena pemikiran-pemikiran filsafat masih tersebar disana sini secara
tidak teratur. Pada dasarnya mulai dicari sebab musabab yang pertama dari alam semesta ini yang
dinamakan Prajapati, Yaitu Tuhan Pencipta yang kadang kala disebut Brahma. Brahma dari kata brh
yang artinya tumbuh atau berkembang, kemudian menjadi sabda suci, tenaga yang menjelma dalam
mantra-mantra, yang adikodrati dan asas segala kuasa dari segala sesuatu.

Hubungan manusia dan alam semesta adalah seperti makro dan mikrokosmos, tapi belum dalam
hubungan yang harmonis. Mulai ditemukan asas pertama alam semesta adalah Brahman dan pusat
hidup manuasia adalah atman. Setelah kematian manusia akan dilahirkan

kembali yang merupakan suatu karunia. Mulai muncul ajaran tentang Karma dan Samsara.
Pemikiran filsafat pada zaman ini sudah mulai ada secara nyata yang akan lebih disempurnakan
lagi di zaman Upanisad.

Zaman Upanisad
Sumber pokok dari filsafat ini terdapat pada kitab-kitab Upanisad. Upanisad berasal dari bahasa
Sankerta, Upa yang berarti dekat , ni berarti di bawah dan Sad berarti duduk , Upanisad artinya
duduk berdekatan di bawah kaki Guru. Maksudnya adalah bahwa sikap siswa yang duduk
dihadapan Guru untuk menerima ajaran yang bersifat rahasia.

Kalau dalam zaman Brahmana pemikiran filsafat India bersifat belum teratur maka di dalam zaman
Upanisad sudah lahir dalam arti yang sesungguhnya tapi masih belum merupakan kesatuan
pemikiran yang sistimatis dan terkoordinir. Hal ini disebabkan Upanisad karena pemikiran-pemikiran
filsafat masih tersebar yang merupakan karya dari banyak Guru-Guru yang bekerja sendiri-sendiri
sehingga belum kelihatan suatu kesatuan organis karena kitab Upanisad adalah pemikiran
keagamaan.

Ajaran yang bekerja sendiri-sendiri sehingga belum kelihatan suatu kesatuan organis karena kitab
Upanisad adalah pemikiran keagamaan. Ajaran yang menonjol dalam Upanisad adalah pemikiran
yang monistis dan absolutis. Bahwa segala sesuatu yang begitu beragam ini diturunkan dari satu
asas yang merupakan realitas tertinggi. Realitas itu disebut sebagai Brahman. Dalam Kena
Upanisad dewa tertinggi adalah Brahman, walaupun masih ada dewa-dewa lainnya yang lebih
rendah. Taittirija Upanisad mengatakan bahwa hanya ada satu dewa yaitu Brahman. Dalam Katha
Upanisad dikatakan bahwa Brahman yang transenden berada di luar alam semesta, akan tetapi
masih ada Brahman yang imanen yang ada dalam alam semesta, bahkan dalam diri manusia.

Brahman bersifat Saccitananda. Sat artinya ada. Hanya Brahman yang memiliki keberadaan, Ia
satu-satunya yang ada. Cit berarti kesadaran. Bahwa Brahma bersifat rohani. Ananda artinya damai
atau bahagia. Bahwa Brahma meliputi dan mempersatukan yang ada yang hanya merupakan
kebahagiaan saja. Dengan demikian Brahman bersifat saccitananda berarti bahwa Brahma adalah
satu-satunya realitas rohani yang bersifat mutlakdan meliputi segala yang ada dengan penuh
kebahagiaan.

Upanisad juga mengatakan bahwa hakekat manusia adalah atman. Atman tidak boleh berbeda
dengan Brahman. Brahman sebagai azaz kosmos adalah sama dengan atman sebagai azas hidup
manusia.
Dengan kata lain bahwa Atman itu adalah Brahman yang menjadi imanen dimana yang tidak
terbatas itu menjadi terbatas. Tat twam asi, Aku adalah Engkau. Aham Brahma asmi, aku adalah
Brahman. Manusia pada hakekatnyaadalah Atman, merupakan percikan terkecil dari Brahman.
Manusia memiliki lima indra persepsi (buddhendriya) : daya untuk berbicara, penciun, perasa,

peraba dan lima indra penggerak (karmendriya) : daya untuk berbicara, daya untuk memegang,
daya untuk berjalan, daya untuk membuang kotoran dan daya untuk mengeluarkan benih.
Kesepuluh indra ini dibawah pengawasan Manas. Manas merupakan pusat dari indra yang tugasnya
pengamatan dan bertindak.Tanpa Manas peralantan indria-indria tidak ada gunanaya. Diatas Manas
ada Buddhi atau inteligensia, dan yang paling diatas ada Atman yang menguasai Buddhi, Manas,
Buddhendriya dan Karmendriya. Di luar Brahman dan Atman tidak ada sesuatu. Hanya Brahman
dan Atmanlah yang nyata, di luar itu tidak ada sesuatu yang nyata. Dunia yang tampak ini hanyalah
suatu hayalan saja. Dunia ini Maya.

Di zaman Upanisad ini juga diajarkan Karma atau perbuatan yang berakar pada ajaran tentang Rta.
Karma atau perbuatan juga mempunyai buah perbuatan atau Karma Phala. Perbuatan baik akan
berbuah baik, perbuatan jelek akan berbuah jelek pula. Manusia kalau demikian merupakan hasil
dari perbuatannya sendiri. Karma tidak saja menguasai kehidupan manusia yang akan dating tapi
juga kehidupan manusia yang telah lalu. Hidup manusia yang sekarang ditentukan oleh
kehidupannya yang lalu dan kehidupannya yang sekarang menentukan kehidupannya yang akan
datang.

Demikianlah manusia dilahirkan, hidup, mati dan dilahirkan kembali, hidup mati lagi dan dilahirkan
kembali, demikian seterusnya tidak ada awal tidak ada akhir. Kelahiran yang terus menerus seperti
itu disebut Samsara atau Punarbawa atau reinkarnasi.

Jika seseorang mati maka akunya yang halus bersama dengan perbuatannya masih melekat.
Kecenderungan-kecenderungannya yang lalu masih menyertainya, ia masih ingin untuk
melakukannya, ia diikat oleh samsara. Membinasakan keinginan syaratnya adalah harus mengenal
diri kita yang sejati yaitu Atman yang sama dengan Brahman. Inilah pencerahan yang sejati yang
berkulminasi pada Saniasin atau Biksuka yaitu penyangkalan diri untuk mencapai kebebasan atau
Moksa.

ZAMAN EPOS (Tahun 600 SM-200 M)


Banyak kejadian penting yang terjadi di zaman ini yang memberikan warna bagi perkembangan
pemikiran filsafat di India. Bangsa-bangsa luar memasuki India sehingga segi keamanan dan politik
terganggu. Banyak orang mencari ketenangan dan perdamaian kedalam bathinnya sendiri. Dengan
demikian akhirnya pemikiran berkembang ke banyak jurusan. Ada kelompok pemikiran yang menuju
kepada pemikiran yang bersifat Theistis seperti Upanisad-upanisad baru dan Bhagavad Gita, ada
pula pemikiran yang menolak pemikiran tentang Tuhan seperti Buddhisme dan Jainisme serta
perkembangan epos yang sangat terkenal seperti Ramayana dan Maha Bharata memberikan
pengaruh yang sangat besar dan luas kepada perkembangan pemikir filsafat. Kedua epos ini
merupakan alat untuk menyampaikan pesan-

pesan seperti kepahlawanan dan ketuhanan serta hubungan antar manusia.


Di dalam buku Ramayana (Vaisnawa Dharma, 1984, yang ditulis oleh M Darma) dikatakan bahwa,
cerita ini ditulis oleh Valmiki terdiri dari 24.000 sloka, yang dibagi menjadi 7 Kanda yaitu:
1. Bala Kanda : Menceritakan Raja Dasaratha di Ayodya memerintah dengan adil
dan bijaksana . Dari ketiga istrinya dilahirkan 4 orang putra. Dari Dewi Kausalya lahir
Rama, dari Dewi Kekayi lahir Bharata, dari Dewi Sumitra lahir putra kembar bernama
Laksmana dan Satrughna. Rama dan Laksmana membantu mengamankan asrama
Visvamitra dari amukan raksasa-raksasa, sampai Rama pulang dari mengikuti
sayembara di Mithila bersama istrinya Sita.
2. Ayodya Kanda : Rencana Dasaratha menyerahkan kerajaan kepada Rama, tapi
digagalkan oleh Dewi Kekayi sampai Bharata gagal membujuk Rama untuk kembali
pulang ke Ayodya.
3. Aranyaka Kanda : Rama dan Laksaman membantu para pertapa di hutan dari
gangguan rakasasa sampai bertemu dengan Jatayu yang gagal menyelamatkan Sita
dari tangan Ravana.
4. Kiskenda Kanda : Perjalanan Rama dan Laksmana, kemudian menolong Sugriwa
sampai dengan Sugriwa mengerahkan pasukan kera untuk mencari Sita.
5. Sundara Kanda : Hanuman ke Alengka menemui Sita, kemudian ia membakar
istana Alengka dan akhirnya kembali menghadap Rama dengan berita tentang Sita.
6. Yudha Kanda : Mulai dari pengerahan pasukan kera sampai Rama menjadi raja di
Ayodya.
7. Uttara Kanda : Menceriterakan Kusa dan Lava putra dari Rama.
Maha Bharata terdiri dari 18 Parwa yang terdiri dari 100.000 seloka yang ditulis oleh Krsna
Dvipayana Vyasa dalam waktu 3 tahun lamanya. (V.Dharma 1984 Penerbit: Jaya M Dharma). Dalam
buku (Mahabharata, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2003, tulisan Nyoman S Pendit) dikatakan
bahwa: Dalam Aswalayana Strautasutra dikatakan bahwa Mahabharata edisi awal terdiri dari 24.000
sloka :
1. Adi Parwa : Memuat asal usul dan sejarah keturuna keluarga Kaurawa dan
Pandawa, kelahiran, watak, dan sifat Dritarasta, dan Pandu juga anak-anak mereka;
timbulnya permusuhan dan pertentangan diantara dua saudara sepupu, yaitu Kaurawa
dan Pandawa; dan berhasilnya Pandawa memenangkan Dewi Drupadi, putri kerajaan
Panchala, dalam suatu sayembara.
2. Sabha Parwa : Upacara Rajasuya Yudistira, Sri Krsna yang mendapatkan
penghormatan tertinggi untuk dicuci kakinya oleh Yudistria. Permainan dadu dan
penelanjangan Drupadi oleh Dursasana.
3. Aranyaka/ Wana Parwa : Kehidupan Pandawa di hutan Kamyaka sebagai masa
pembuangan karena kalah judi. Buku ini adalah buku terpanjang; antara lain memuat
episode kisah Nala dan Damayanti dan pokok-pokok cerita Ramayana.
4. Virata Parwa : penyamaran Panca Pandawa ke kerajaan Virata yang dipimpin oleh
Prabu Matsyapati di tahun yang ketiga belas dari pembuangannya. Perkawinan Uttari
dan Abimanyu anak Arjuna.
5. Udyoga Parwa : Persiapan perang besar dimana Arjuna dan Duryudana secara
bersamaan pergi meminta kesediaan Krsna untuk membantunya dalam perang Bharata
Yuda. Pandawa mendapatkan Sri Krsna dan Duryudana mendapatkan semua pasukan
Krsna. Usaha damai gagal. Perang tak dapat dihindari.
6. Bhisma Parwa : Arjuna ragu-ragu dan bimbang untuk berperang, Dharma Ksatrya
harus dilaksanakan oleh Arjuna sebagai kewajiban. Nasehat Sri Krsna (Bhagavad Gita)
kepada Arjuna. Penghormatan seorang siswa kepada Guru, walaupun Guru ada dipihak
musuh. Kematian Mahasenapati Bhisma karena bertempur melawan Srikandi yang
dibantu Arjuna.
7. Drona Parwa : Kehebatan Drona sebagai Mahasenopati dengan berbagai macam
taktik dan strategi perang melawan Pandawa sampai ia akhirnya gugur oleh
Drstadyuma.
8. Karna Parwa : Karna menjadi Mahasenapati sampai akhirnya ia gugur dipanah
Arjuna.
9. Salya Parwa : Salya menjadi Mahasenapati terakhir yang kemudian gugur
dipanah oleh Yudistira. Istrinya Satyawati bunuh diri disamping mayat suaminya.
Duryudana luka berat dan akhirnya gugur.
10. Saupthika Parwa : Perbuatan tidak terpuji Aswatama pada malam hari
membunuh putra Pandawa dan Srikandi. Akhirnya Aswatama dikalahkan oleh Arjuna.
11. Stri Parwa : Para istri menangisi para suami mereka yang gugur dalam
pertempuran. Melaksanakan Pitra Yadnya.
12. Shanti Parwa : Bhisma memberikan wejangan moral dan kewajiban seorang raja
kepada Yudistira dengan berbaring di atas panah yang menembus seluruh badannya,
agar ia mendapatkan ketenangan jiwa dalam menghadapi kemusnahan bangsanya.
13. Anusasasana Parwa (Buku Ajaran) : Merupakan lanjutan dari ajaran-ajaran Bisma
kepada Yudistira dan berpulangnya Bisma ke sorgaloka.
14. Aswameda Parwa (Buku Upacara Aswameda) : Upacara Aswameda dan upacara
penobatan Yudistira menjadi Maharaja diraja Astina.
15. Asramawasa Parwa (Buku Pertapaan) : Drestarasta tetap menjadi raja dilayani
oleh Paandawa. Akhirnya bersama Ganandri istrinya serta Kunti dan Sanjaya pergi
kehutan untuk bertapa sampai mereka meninggal. Bhagavan Vyasa memberikan
pelajaran mengenai Dharma seorang Raja kepada Yudistira.
16. Maussala Parwa (Buku Senjata Ganda) : Setelah 36 tahun selesainya perang
Bharata Yudha. Anak Parikesit Janamejaya bertanya pada Rsi Vaisampayana mengenai
sebab habisnya keluarga Yadu yang bermula dari saling ejek mengejek dalam keadaan
mabuk dan berakhir dengan bunuh-bunuhan dengan menggunakan senjata gada
ajaib.mulainya jaman Kali (Kali Yuga).
17. Mahaprasthanikaparwa (Buku Perjalanan Suci) : Yudistira menyerahkan kerajaan
kepada Parikesit untuk mengadakan : perjalanan mendaki gunung Himalaya. Satu
persatu Pandawa meninggal dalam perjalanan menaiki gunung itu dan tinggal Yudistira
dengan seekor anjingnya sampai ke puncak.
18. Svargarohana Parwa (Buku Naik ke Surga) : Bagaimana Pandawa sampai ke pintu
gerbang surga dan ujian terakhir Yudistira sebelum masuk surga.
Dalam buku ini digambarkan konflik, adanya aksi dan reaksi, nafsu melawan nafsu, kritik terhadap
hidup dan kebiasaan, tatacara dan cita-cita yang berubah-ubah. Dasar-dasar moral, kewajiban dan
kebenaran disampaikan secara tegas dan jelas. Buku ini telah memainkan peran pentingdalam
kehidupan manusia hamper selama lima belas abad dalam kata-kata mutiara, persembahyangan,
meditasi, drama, dan hiburan, sumber inspirasi nyanyian, lukisan, puisi, pola hidup manusia dari
lembah Kashmir sampai Pulau Bali. (Pendit, 2003 Hal.xxi).

Dalam teori etika Barat kita mengenal empat teori etika yaitu teori Utilitarisme,Deontologi, Teori Hak
dan Teori Keutamaan. Teori Etika Utilitarisme, dimana menurut teori ini sesuatu perbuatan adalah
baik jika membawa manfaat, baik untuk diri sendiri maupun untuk masyarakat. Teori ini juga disebut
teori konsekuensialisme atau teori teologis atau teori tujuan. Perbuatan yang dimaksudkan baik,
tetapi tidak menghasilkan apa-apa, tidak pantas disebut baik. Teori deontologist mengatakan bahwa
yang dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Kita idak perlu bertanya lebih lanjut
mengenai konsekuensi dari pelaksanaan kewajiban itu. Perbuatan yang baik tidak menjadikan
perbuatan itu baik.

Perbuatan itu baik karena wajib untuk dilakukan. Teoori Hak yaitu didasarkan pada martabat setiap
manusia yang pada dasarnya sama. Maka dari itu manusia sacera individual, siapapun dia tidak
dapat dikorbankan untuk tujuan yang lain. Manusia merupakan tujuan pada dirinya sendiri. Teori
Keutamaan tidak mempermasalahkan apakah suatu perbuetan itu adil atau jujur atau murah hati
dan sebagainya, tapi apakah seseorang itu bersikap adil ataukah jujur dan sebagainya. Seseorang
adalah baik bila ia memiliki keutamaan, atau hidup berkeutamaan. (K. Bertens, 2000, Pengantar
Etika Bisnis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, Hal.66-77).

Dengan melihat keempat teori ini maka etika yang terkandung dalam Ramayana atau Mahabharata
adalah Etika Deontologi oleh karena hampir sebagian besar bahwa kewajiban itu harus
dilaksanakan, walaupun menghasilkan suatu akibat yang kurang atau tidak adil, sebagai contoh
adalah bahwa janji, sumpah maupun kewajiban harus dilaksanakan apakah akibatnya baik atau
tudak baik. Seorang Ksatria harus melaksanakan Dharma Ksatrianya atauu kewajibannya sebagai
seorang ksatria, walaupun harus membunuh gurunya sendiri atau kakeknya sendiri. (N. Pendit,
2003).

ZAMAN SUTRA-SUTRA (Tahun 200 M)


Weda di zaman Epos dianggap sebagai ilmu yang kuno diperlukan pengetahuan bahasa untuk
dapat mengerti dengan baik isinya. Disamping itu bahasa Sansekerta cukup sulit umtuk dipahami
karena ditulis dalam huruf Dewanagari, sehingga tradisi lisan dalam menjelaskan Weda
(Wedangga)perlu ditulis dalam bentuk proposa yang disusun secsrs singkat sebagai buku pegangan
yang mudah dimengerti dan dipergunakan yang disebut Sutra. Oleh karena itu masing-masing
pemikiran filsafat menciptakan Sutranya sendiri.

Sutra ini dalam bentuk tulisan-tulisan filosofiyang singkat sebagai suatu kesimpulan sehingga sutra
ini sulit ditangkap tanpa adanya komentar-komentar, yang pada akhirnya justru komentar-komentar
itu yang lebih penting dari sutra itu sendiri. Mulai muncul pemikiran-pemikiran fisafat yang kritis
dalam memecahkan problem-problem filsafat yang ada. Munculnya

enam pemikiran filsafatyang disebut sebagai Sad Dharsana (Nyaya, Vaisesika, Yoga, Purwa
Mimamsa, Wedanta), tidak dapat ditentukan mana yang belakangan, karena terjadinya pemikiran
silang yang saling mempengaruhi yang satu dengan yang lainnya. Yoga menerima Samkhaya,
Vaisesika memperkenelkan Nyaya dan Vaisesika, sebaliknya Nyaya mengacu Vedanta dan
Samkhya serta Purwa Mimamsa secara langsung atau tidak langsung mendahului yang lain-lain.
Tapi Prof. Garbe menganggap Nyaya adalah yang tertua. (S. Radhakrshnan, Vol. II: 1927: 58).

ZAMAN SCHOLASTIC (Tahun 200 M)


Zaman scholastic ini sukar sekali dipisahkan dengan zaman sutra-sutra di atas karena periodenya
sama. (S. Radhakrshnan, Vol. II: 1927: 59). Scholastic yang dimaksud adalah zaman sekolah-
sekolah pemikiran yang dalam bahasa Sanskerta disebut Acharya. Pemikiran Buddha dan
perkembangannya juga mendorong munculnya zaman ini, karena pemikir-pemikir filsafat India yang
berdasarkan Veda mulai menentang dogmatism dan tradisi dengan menafsirkan ulang tradisi-tradisi
mempergunakan akal budhi dan logika berfikir. Munculnya para pemikir yang mendirikan aliran
pemikiran sendiri-sendiri, bahkan antara satu pemikran yang satu dengan yang lain satu sama yang
lainnya ada yang saling bertentangan. (S. Radhakrshnan, Vol. II: 1927: 17).

Disamping pemikir-pemikir yang bersifat spekulatif juga muncul pada zaman ini dan Sad Darsana
seperti Nyaya dari Gautama, Waisesika dari Kanada, Samkya dari Kapila, Yoga dari Patanjali,
Mimamsa dari Jaimini, dan Vedanta dari Badarayana dimana semua sistim Brahmana ini menerima
semua otoritas Veda. (S. Radhakrshnan, Vol. II: 1927: 19), sehingga secara garis besar dapat
dikatakan bahwa pemikiran filsafat di India dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu
Kelompok Astika (orthodox) dan Kelompok Nastika (heterodhox). Kelompok Astika adalah kelompok
filsafat yang mengakui otoritas Veda. Filsafat Sad Darsana masuk dalam kelompok ini dan kelompok
Nastika kelompok yang tidak mengakui otoritas Veda seperti Biddhisme, Jainisme, dan Carwaka.
Perkembangan pemikiran filsafat Vedanta kemudian dikembangkan terus dalam perguruan-
perguruan atau acharya-acharya seperti : Sankara, Ramanuja, Madhva adalah tiga tokoh besar
zaman ini yang mencoba menginterprestasi ulang ajaran-ajaran kuno, sehingga memberikan suatu
suasana baru dalam pemikiran filsafat di India. (S. Radhakrshnan, Vol. I: 1927: 59). Muncul
perguruan-perguruan filsafat yang disebut acharya-acharya sehingga masing-masing tokoh ini
memiliki perguruan sendiri. Maka perguruan itu antara lain Sankaracharya, Ramanujacharya,
Madhvacharya, Sri chaitanya dan lain-lain. Acharya memiliki seorang Guru, kemudian sang guru
kalau sudah memandang bahwa murid-muridnya telah memiliki kemampuan sebagai seorang Guru
maka murid-muridnya akan diangkat Guru demikian seterusnya sehingga ada suatu ga,ris
perguruan yang disebut sebagai Parampara.

Dalam abad 19 dan 20 filsafat India khususnya Vedanta dan Yoga mulai menyebar ke Eropa dan
Amerika dibawa para oleh para cendekiawan India yang telah mendapatkan pendidikan Barat,
namun tetap berpegang pada pemikiran dan budaya India, yang sudah mendapatkan suatu darah
baru dan semangat baru, sehingga penyampaian pemikiran mereka dikagumi di Eropah dan
Amerika. Tokoh-tokoh yang taka sing lagi seperti Ramakrsna, Swami Vivekananda, Aurobindo,
Sarvepalli, Radhakrshnan, Prabhuphada, banyak mendapat murid dan pengikut dan bahkan banyak
orang Barat muridnya, yang sudah sampai tahapan seorang guru. Bahkan di zaman modern
dewasa ini pemikran dan filsafat India perlu dipadukan dengan filsafat Barat untuk dapat
memberikan suatu pemahaman baru tentang hubungan kita antar sesama dan hubungan kita
dengan alam, yang dewasa ini sedang membutuhkan perlakuan kita yang lebih arif.

Secara ringkas Pemikiran India yang mempengaruhi Manusia India dalam kehidupannya di
masyarakat sampai saat ini adalah semangat Isavasya (Isa-Upanisad Mantra I) yang hidup dengan
kebutuhan seperlunya yang berarti tidak serakah atau berlebihan tapi tetap berfikir tinggi (high
thinking), Vamasrama Dharma (S. Radhakrshnan. Vol.I: 1927: 132) yang artinya bahwa kwalitas
manusia dalam masyarakat terbagi dalam empat kwalitas yaitu Brahmana atau mereka yang ahli
dalam bidang spiritual, Ksatria yaitu mereka yang memiliki kwalitas administrator, Waisya yaitu
mereka yang memiliki kwalitas pedagang atau pertanian dan Sudra yaitu yang tidak memiliki ketiga
kwalitas sebelumnya, yang bertugas untuk membantu mereka.

Mengenai keterbatasan umur manusia di dunia ini Veda telah membuat periodesasi kehidupan
manusia dalam empat periode yaitu Brahmacari yaitu masa belajar yang ketat dimana seseorang
akan hidup membujang dalam periode ini, Grhasta yaitu periode hidup berkeluarga dimana satu-
satunya keabsyahan dalam hubungan seksual dengan tujuan reproduksi, Wanaprasta yaitu periode
dimana seseorang mengakhiri kehidupan Grhasta untuk masuk dalam kehidupan dimana
kerohanian diperdalam lagi karena sudah dianggap mampu melewati periode Grhasta dimana saat
ini sudah punya waktu senggang untuk mendalaminya, ini mirip dengan memasuki masa pension di
dalam kehidupan kita dewasa ini, Biksuka yaitu periode dimana seseorang membebaskan diri dari
keterikan duniawi untuk menuju ke tujuan akhir manusia berupa pembebasan atau Moksa.

Catur Yoga/ Marga (Agama-agama manusia, Huston Smith, 1985 terj. 42-71) yaitu jalan-jalan yang
dapat ditempuh oleh manusia untuk menuju ke tujuan akhir manusia berupa pembebasan atau
Moksa. Hal ini juga mengandaikan bahwa kemampuan manusia terbatas dan disamping terbatas
juga memiliki kecenderungan-kecenderungan specialisasi pada bidang-

bidang aktifitas tertentu yang menurutnya cocok. Masing-masing bidang ini merupakan bidang yang
dihargai secara setara dengan bidang-bidang aktifitas yang lainnya, yang dapat dijadiakan sebagai
bidang aktifitas yang akan digelutinya untuk sampai pada tujuan hidup terakhir yaitu pembebasan
atau Moksa itu. Bidang aktifitas Jnana yaitu menggeluti ilmu pengetahuan sebagai bidang
aktifitasnya untuk mencapai pembebasan, Bhakti yaitu cinta kasih dengan menyerahkan diri secara
tulus mengabdi pada Tuhan, Karma yaitu menggeluti bidang sebagai seorang pekerja untuk sampai
pada pembebasan dan Yoga yaitu dengan menggeluti bidang meditasi dan self realization sebagai
usaha untuk mencapai pembebasan. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah, karena jalan
manapun yang ditempuh seseorang secara professional akan sampai kepada pembebasan itu
sendiri, seperti ungkapan banyak jalan lain menuju Roma.

Pemikiran filsafat India merupakan pemikiran filsafat yang klasik dan kuno, oleh karena sudah ada
sejak abad 4 atau 5 SM, yang bersamaan munculnya dengan filsafat Yunani dan filsafat Cina. Yang
menarik adalah bahwa sampai saat ini pemikiran ini masih ada dan masih dapat menyumbangkan
pemikiran yang relevan pada zaman modern dewasa ini. Pluralitas budaya dan agama di dunia ini,
sering dijadikan alat perjuangan politik yang telah memberikan yang telah memberikan tambahan
pada ketegangan dunia dewasa ini. Pemikiran atau filsafat India dapat mendamaikan ketegangan
dan konflik terbuka antar budaya dan agama tersebut dengan butir-butir pemikirannya yang
menghormati perbedaan, yang merupakan landasan dasar dari semangat demokratis yang sudah
membudaya dalam keragaman pemikiran filsafat di India. Perbedaan yang ada bukan untuk
dipertentangkan tapi untuk saling melengkapi.

Anda mungkin juga menyukai