Ilmu pengetahuan yang tidak berkembang pada abad pertengahan kerena
dominasi gereja, mulia pesat pada masa Renaisans. Kebenaran tidak lagi bersumber pada teks-teks suci, melainkan pada langkah-langkah metodis berupa pengamatan empiris dan perumusan hipotesa. Masa modern dikenal sebagai masa penegasan subketivitas manusia, kelanjutan dari semangat Renaisans. Modernisme tak lepas dari pengaruh filsafat yang telah kembali menemukan jati dirinya sebagai disiplin yang yang mengutamakan kebebasan berpikir, kritis, dan radikal. Filsafat modern juga menghasilkan pemikiranpemikiran baru dibidang filsafat ilmu pengetahuan yang pada dasarnya ingin meletakkan landasan filosofis bagi pengetahuan manusia. Filsafat ilmu pengetahuan yang berkembang di Eropa daratan adalah rasionalisme, sedangkan yang berkembang di Inggris adalah empirisme. Rasionalisme dapat didefinisikan sebagai paham yang menekankan pikiran sebagai sumber utama pengetahuan dan pemegang otoritas terakhir bagi penentuan kebenaran. Singkatnya , rasionalisme menyatakan bahwa sumber pengetahuan manusia adalah akal atau ide. Pengetahuan manusia tentang dunia merupakan hasil deduksi dari kebenaran-kebenaran apriori yang diketahui secara jernih dan gamblang oleh akal. Misalnya, lilin yang terbakar mencair dan berubah bentuk, tanaman bermula dari benih, tumbuh, layu, kemudian mati. Apabila kita membahas rasionalisme secara mendalam dan komprehensif Descartes adalah oranggnya, beliau merupakan filsuf sentral rasinalisme. Orosinilitas pemikiran Descartes tereltak pada idenya tentang
metode kesangsian (dubium methodicum), untuk memperoleh kebenaran yang tak
tergoyahkan. Descartes mengklaim dirinya telah menemukan metode filsafat yang sangat tajam dan kritis, yaitu metode yang dimulai dengan menyangsikan segalagalanya. Akhir dari kesangsian metodis tersebut adalah kebenaran yang tak dapat disangsikan lagi oleh Descartes, yaitu "aku yang berpikir" . Jawaban Descartes adalah karena akal kita mampu menangkap ide secara gamblang. Karena penampakan dari luar tidak dapat dipercaya, maka seseorang mesti mencari kebenaran-kebenaran di dalam dirinya sendiri, yang bersifat pasti. Descartes mengemukakan bahwa didalam diri manusia ada tiga ide bawaan yang bersifat pasti, jernih dan gamblang. Ide ide bawaan tersebut antara lain : Ide tentang diri yang berkesadaran, ide tentang materi yang berkeluasan dan ide tentang wujud yang sempurna. Descartes masih memberi tempat bagi Tuhan. Asumsi dasar kaum rasionalis tentang hubungan manusia dan semesta adalah adanya keselarasan antara pikiran dan semesta, atau dengan kata lain terdapat korespondensi antara struktur pikiran manusia dan struktur matematis dunia. Empirisme berasal dari bahasa Yunani empeiria yang berarti pengalaman. Bertolak belakang rasionalisme yang memandang akal-budi sebagai satu-satunya dan penjamin kepastian kebenaran pengetahuan, empirisme memandang hanya pengalaman lah sumber pengetahuan manusia. John Locke mengatakan bahwa, ide manusia pada dasarnya terbagi dua, yaitu ide sederhana dan ide kompleks. Ide sederhana adalah ide yang secara langsung kita peroleh dari pengalaman inderawi. Sedangkan ide kompleks adalah refleksi terhadap ide-ide sederhana tersebut sehingga mampu membentuk pengetahuan tentang dunia. Hume berpendapat, ide harus bisa diaslkan pada kesan inderawi. Dengan kat lain, isi pikiran manusia tergantung pada aktivitas inderanya. Pikiran menurut Hume, bekerja berdasarkan tiga prinsip pertautan ide. Pertama, prinsip kemiripan, Kedua : prinsip kedekatan, Ketiga : Prinsip sebab-akibat.
Kantianisme dikembangkan
filsuf
merupakan
paham
jerman
bersama
filsafat
ilmu
Immanuel
pengetahuan
Kant.
Kant
yang
berhasil
mendamaikan perdebatan ratusan tahun antara kubu rasionalisme dan empirisme.
Menurut Kant, pengetahuan manusia muncul dari dua sumber utama dalam akal. Pertama, fakultas pencerapan dan kedua, fakultas pemahaman yang membuat keputusan-keputusan tentang data-data inderawi yang diperoleh melalui fakultas. Filsafat Kant adalah filsafat yang menolak klaim metafisika atas pengetahuan tentang semesta dibalik penampakan. Oleh karena itu Kant mengembangkan suatu filsafat transdental yang menyelidiki cara akal manusia memahami objek atau fakultas-fakultas di dalammnya.