Anda di halaman 1dari 26

FILSAFAT INDIA

Filsafat=Darsana (sanskerta)

Sejarah filsafat adalah sejarah tentang refleksi manusia atas kehidupan. Artinya,
problem kehidupan manusia menjadi sumber yang disentuh oleh filsafat. Manusiapun secara
alami-natural, berpikir dan berefleksi tentang dirinya dan tentang lingkungan sekitarnya.
Pertanyaan fundamental, ialah “Who am i? Dan “How should i live? Pertanyaan siapakah
saya dan bagaimana seharusnya kita hidup, lantas menggiring kita dalam usaha mencari arti,
makna dan nilai dari hidup dan kehidupan kita. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti
ini tentu berbeda, baik dalam filsasfat Barat maupun dalam filsafat Timur.1
Dalam filsafat Timur, umumnya konsentrasi pada manusia dan pengalaman manusia
atas kehidupannya. Di China misalnya, filsafat lebih berpusat pada diskusi, refleksi tentang
kemanusiaan, harmoni dengan seluruh alam dan juga menyoal kebahagiaan. Hal yang tentu
berbeda dengan filsafat India yang cendrung menyinggung soal realitas yang penuh dengan
penderitaan. Maka seluruh filsafat India, berangkat dari pengalaman, duka, miskin dan
kesengsaraan, lantas menemukan cara agar manusia bisa keluar dari lingkaran penderitaan
itu. Kiblatnya adalah realitas mutlak, yang diyakini mampu memberikan semacam “obat
penawar”. Jalan yang ditempuh adalah refleksi, yoga dan meditasi sebagai sarana yang
dianggap dapat “memabukan” manusia , hingga masuk dalam ruang ekstasis tingkat tinggi.2
filsafat Timur: Trilogi keseimbangan/harmoni: dunia alam semesta, hidup dan kehidupan:
a. Kiri-moderat-kanan
b. Atas-tengah-bawah
c. Pandai-awam-bodoh
d. Brahmana-kesatrya-waysia (jelata)

Konsep Darsana dalam filsafat Timur dilandasi:


a. Tridharma: kebenaran, kesucian dan keindahan
b. Trihitakarana: korelasi yang harmonis
c. Trikayaparisudha: berpikir, berucap dan bertingkah laku benar
A. Gambaran Umum Filsafat India
Filsafat India tentu berbeda dengan filsafat Barat. Semua sistem filsafatnya
berkembang hampir bersamaan dan berdampingan satu sama lain serta memiliki pola
pendekatan yang berbeda. Ada beberapa karakter yang menjadi pembeda filsafat India
dengan filsafat yang lain.
1. Motif Spiritual
Menurut Prof. Radhakrisnan motif ini merupakan motif yang paling dominan dan
menjadi karakter utama filsafat India. Motif ini mewarnai seluruh usaha filsafat India,
kecuali aliran Carvaka. Semua aliran lain yang akan kita bahas dalam filsafat India
selalu mengakui adanya hakekat spiritual. Oleh sebab itu terkadang sulit dibedakan
mana yang merupakan filsafat dan mana yang merupakan penghayatan agama.
2. Sikap Introspektif
1
John M. Koller, Oriental Philosophies (New York: Charles Scribner’s sons, 1978), 1.
2
Koller, Oriental, 2-3.
Filsafat India ditandai dengan sikap introspektif terhadap realitas, terutama diri
sendiri atau pengetahuan akan diri. Konsekuensinya pengetahuan lebih fokus pada
diri sendiri/ subyektif dari pada hal-hal di luar diri atau objektivitas luar. Dengan
begitu, Psikologi dan etika dipandang begitu penting.
3. Hubungan erat antara Hidup dan Filsafat
Filasafat bukan sekedar aktivitas otak, tapi suatu usaha mencari kebenaran yang dapat
membebaskan manusia. Kebenaran dapat membawa keselamatan.
4. Filsafat India, Monisme idealis
5. Hanya antuisilah yang mampu menyingkap kebenaran. Hal ini tidak dimaksudkan
bahwa rasio/ pemikiran manusia ditolak. Pikiran manusia dianggap tidaklah cukup
dalam memahami suatu realitas. Oleh sebab itu kata yang tepat untuk filsafat adalah
Darsana yang dari kata dasarnya “drs” yang berarti melihat (VISION) , suatu
pengalaman intuitif langsung. Drs, cara pandang merujuk pada suatu
pengalaman mendalam terhadap kebenaran. Visi filsafat Barat yang melihat
realitas, Tuhan, Jiwa sebagai konsep spekulatif dan problematik.
6. Penerimaan terhadap otoritas. Para filsuf India selalu memperhatikan tradisi. Itulah
yang sangat mempengaruhi cara mereka dalam berfilsafat, sehingga langkah yang
pertama adalah: MENDENGARKAN (sravana) lalu MEMPERBINCANGKAN
(manana) dan duduk diam dengan pikiran yang berpusat pada ajaran sampai ia
diresapi oleh pengetahuan intuitif, hingga filsafat bukan hanya sebagai suatu kekuatan
teoretis tetapi sebagai kekuatan yang mengubah manusia.
7. Pendekatan Sintetis. Filsafat India mendekat semua aspek pengalaman manuisa
melalui pendekatan sintetis. Agama dan filsafat, pengetahuan dan perbuatan, intuisi
dan pemikiran, Tuhan dan manusia semua dipandang dan diletakan dalam suatu
harmoni.3
8. Agama dan filsafat satu sebagai media mencapai kebenaran, maka seorang filsuf
disebur sebagai Rsi, yang sudah mengalami anubhava jnana. Filsafat sebagai sebuah
proses mengalami secara langsung kebenaran itu,bukan berkutat dengan perdebatan
intelek, logika dan inderawi yang lebih rendah sifatnya. Oleh sebab itu, Darsana
menggunakan akal budhi sebagai alat yang paling tinggi dalam menangkap
wahyu...wahyu adalah kebenaran rohani.
Filsafat India bukanlah suatu produk rasio manusia semata tetapi lebih
merupakan suatu produk intuisi manusia. Itulah mengapa selalu dipakai terminologi
Darsana yang berarti vision, suatu penglihatan. Vision adalah apa yang dilihat. Dalam
makna teknisnya, vision atau darsana adalah apa yang dilihat ketika realitas mutlak
terinvestigasi. Para pelihat/visioner India mencari solusi atau cara agar keluar dari
hidup yang penuh dengan kesengsaraan. Menurut Koller setidaknya ada dua metode
yang dipakai dalam justifikasi penglihatan atau intuisi filosofis ini:
1. Logical Analysis: teknik ini digunakan untuk menentukan apakah sebuah gagasan
dibenarkan atau tidak. Untuk melihat gagasan dan pernyataan/ ungkapan yang
kontradiktif atau tidak.
2. Menemukan justifikasi pandangan dalam kehidupan praktis.4

3
Tim Redaksi Driyarkara, Jelajah Hakikat Pemikiran Timur (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), 15-16.
4
Koller, Oriental, 10.
Dari gagasan ini, tampak bahwa dalam Filsafat India, pusat utama adalah
manusia dan penderitaanya. Manusia adalah subjek yang paling penting dari
objek-objek yang lain yang masuk dalam pengalaman manusia. pribadi atau diri
yang menderita selalu merupakan subjek. Di atas subjek ini, ada diri yang Mutlak
yang selalu digambarkan sebagai subjek yang murni, yang tidak pernah menjadi
objek “The one without a second”. 5

Ex. Singkatnya: Spirit Filsafat India:


1. Hubungan Agama dan Filsafat
Agama bagi orang Hindu bukanlah sejenis keyakinan, dogma dan
kepercayaan, tetapi merupakan anubhuti, keinsafan dan pengalaman.
Kehidupan Rohani dimulai dari tahap Samadhi. Filsuf adalah orang suci dan
orang suci adalah filsuf.
2. Kedudukan akal Budi: Akal budi dibantu dengan pengalaman.
3. Veda: sebagai otoritas
4. Masalah Sentral dalam Filsafat India

B. Sejarah Singkat Hinduisme

Hinduisme adalah salah satu tradisi relijius yang tertua dan tidak diketahui
pendirinya, sebab merupakan gabungan dari berbagai cara hidup dan keyakinan
(agama a-historis dan non-historis). Hinduisme tersebar di seluruh dunia dan di India
dianggap sebagai agama negara. Hinduisme tidak sekedar agama, tetapi juga
merupakan suatu cara hidup atau boleh dikatakan sebagai sebuah Hukum atau
Kebenaran Abadi (Sanata Dharma) yang bersifat universal. Hinduisme sering disebut
sebagai “sekeluarga agama-agama’.
Para ahli mengatakan bahwa Hinduisme sudah lama berlangsung, kira-kira
5000 tahun. Diduga berasal dari bangsa Aryan yang datang ke India pada tahun 1500
SM sebagai penakluk dan penduduk. Sehingga para penulis Weda dikenal sebagai
Arya (noble). Para suku Aryans diperkirakan hidup di kutub utara, yaitu:
Skandinavia, Ukraina, Persia, Turki dan Asia Tengah lainnya. Bukti migrasi
nampak dalam bahasa yang mirip, misalnya bahasa Avesta dari kaum Zoroaster dan
Rig-Weda kaum Hindu adalah mirip. Bukti peninggalan kaum Aryan ditemukan di
Harappa dan Mohenjo Daro. Selain Weda sebagai sumber historis Hinduisme, tradisi
dari suku Adivasis (500 ribu) juga mempengaruhi Hinduisme. Ajaran animismenya
kemudian mempengaruhi konsep kelahiran kembali dalam Hinduisme. Budaya
bangsa Dravida yang sangat tua juga mempengaruhi Hinduisme. Ada unsur Dravida
dalam Rig-Weda. Weda adalah hukum universal untuk mengatur semua hal. Weda
adalah wahyu kosmik. Dalam hukum Weda ditegaskan bahwa semua manusia
memiliki hak dan kewajiban menurut kasta dimana mereka dilahirkan. Weda sebagai
literatur kanonik ini dijaga dan diturunkan secara lisan.6

1. Teks-Teks Suci

5
Koller, Oriental, 11.
6
Matius Ali, Filsafat Timur (Karang Mulia: Sanggar LUXOR, 2013), 6-7.
Sumber utama dalam memahami Hinduisme adalah Weda. Terdiri atas dua bagian
yaitu: Sruti/ Wahyu (what is revealed) dan Smriti , adalah apa yang diingat (what
is remembered). Weda sebenarnya hasil perpaduan dua budaya : Bangsa
Arya yang berbahasa Indo-Eropa dan Dravida.
1.1. Weda sebagai Wahyu (sruti)
Sruti merupakan kumpulan kidung pendek. Teks tertua Hinduisme (30.000
SM). Revisi terbaru 2300 SM. Kata weda mempunyai dua konotasi: Yaitu
luas dan sempit. Dalam konotasi luas meliputi: Rig -Veda, Yajur-Veda,
Sama-Veda dan Atharva-Veda. Setiap bagian terdiri dari tiga bagian:
Brahmanas, Aranyakas dan Upanishad. Keempat Weda ini mencerminkan
kebenaran. Rig-veda fokus pada kognisi, Yajur-Veda pada tindakan,
Sama-Veda pada keinginan/desire dan Atharva-Veda fokus pada benih dan
kesatuan. Jika keempat Weda ini dipahami secara baik maka akan
mencapai Brahman. Kebenaran Brahman hanya dicapai melalui empat
kebanaran ini. Sebab Brahman adalah totalitas transendental dan tidak
terbatas. Jadi Brahman (moksa) adalah titik terakhir yang sempurna, yang
dicapai melalu empat jalan kebenaran. 7
1.2. Tradisi Smriti (suci)
Smriti artinya apa yang diingat, memiliki nilai penting yang praktis dalam
kehidupan. Teks ini memuat aturan-aturan hidup. Dalam konotasi sempit
terdiri dari Dharmasastra: Teks tentang kewajiban dan hak umat Hindu
menurut status mereka. Dalam konotasi luas tediri dari: Itihasa, Purana,
Epos Ramayana dan Mahabrata. Dharmasastra terdiri dari: Manu-Smriti,
Yajnavalkya-Smriti dan Vishnu-smriti.8
2. Pemetaan Zaman
2.1. Masa Weda (1500SM-300 SM).
 Bangsa Arya masuk membawa agama yang memuja para dewa dan
kekuatan-kekuatan alam. Berkembang dua aliran yaitu: Yang
Ritualistik dan Filosofis. Yang ritualistik nampak dalam pemujaan
alam, dewa/dewi melalui upacara kurban. Aliran Filosofis mencoba
menemukan kehadiran Roh dan Kesadaran yang meliputi semua di
balik pluralitas para dewa.
 Roh tersebut dicari bukan dalam ritual tetapi dalam kesadaran batin
manusia.
 Ada dewa Indra, Agni dan Soma. Ada juga dewa Varuna. Agama
Rig-Veda terdiri atas pemujaan/ pemberian sesajen pada berbagai
dewa.
2.2. Masa Reaksi/Klasik (300SM-1000M)
 Periode ini ditandai dengan penolakan terhadap spekulasi mistis
dan praktek ritual pada periode sebelumnya. Mulai penekanan pada
moralitas, pengendalian diri dan kerja yang baik. Masalah
kehidupan ditafsir secara rasional dan kepercayaan terhadap Tuhan
personal dikembangkan.

7
Ali, Filsafat, 8-10.
8
Ali, Filsafat, 13-14.
 Pengembangan misitisime metafisis oleh para bijak, pertapa-
munculah teks ritual yang disebut sebagai Sutra. Reaksi populer
seperti Budhisme, Jainisme, Saivinisme dan Vaisnavisme.
 Budhisme dan Jainisme menolak otoritas Weda (gol. Heterodoks,
unothodoks). Disebut NASTIKA. Sedangkan keenam filsafat yang
lain (Shad Dharsanas) menerima otoritas Weda . Disebut Astika.
 Saivisme dan Vaisnavisme adalah gerakan teistik yang sulit
dilacak asal-usulnya. Agama Shiwa (abad ke-6 SM).
2.3. Masa Pertengahan (1000-1800 M)
 Ciri khas pada masa ini adalah munculnya Islam yang memberikan
sumbangan besar bagi perkembangan Hinduisme. Invasi ke India
dan menang. (perang dipimpin oleh Alberuni dan Mahmud
Ghazni).
 Pengaruh Islam bersifat ganda: di satu sisi mengajak orang untuk
memeluk Islam, tetapi di sisi lain mendorong kecendrungan
monoteistik bagi kaum Hindu.
 Lantas munculah beberapa tokoh, terutama Kabir bermaksud
menyatukan semua agama menjadi satu.
 Meski ada interaksi, ajaran Hinduisme kemudian berusaha menarik
diri dari kehidupan duniawi dan berusaha bertapa-gerakan
devosional.
 Gerakan devosional (bhakti) sangat berkembang dengan baik,
menyebar keseluruh wilayah India.
 Ciri paling menonjol pada masa ini adalah berkembangnya agama
Wishnu (vaisnavism) yang menekankan devosi pada Khrisna dan
Radha.
 Pengaruh Islam dapat dilihat dari gerakan religius dengan ciri
monoteisme ketat.
2.4. Masa Modern (1800-1947)
 Pada masa ini ditandai dengan adanya pengaruh Barat, terutama-ide ide baru
yang datang. Cukup disambut baik karena ternyata Hinduisme tradisional
dirasa tidak memuaskan.
 Rasionalisme dan Positivisme diterima. Masuk melalui penjajahan Inggris
dan kekristenan. Jadi Hinduisme mengalami tantangan baru yaitu: Sains,
Sekularisme dan Humanisme.
 Para pemikir India mulai memeriiksa ulang tradisi-tradisi filsosofis mereka.
Mereka belajar dan terjemahkan teks-teks tua tapi tetap mempertahankan
ortodoksi ajaran Weda.
BAB II
ENAM SISTEM FILSAFAT INDIA
(Shad Darshanas)
Keenam sistem filsafat India ini merupakan hasil dari pemikiran yang berkembang
pada masa Weda, Brahmana, Upanishad dan Purana. Sistem ini berasal dari para pertapa dan
orang bijak melalui penglihatan kontemplatif. Oleh sebab itu darshana berarti persepsi
langsung, pandangan kontemplatif atau penglihatan spiritual. Darshanas lantas berarti
pengetahuan tentang Prinsip tertinggi yang melandasi semua yang ada. Keenam sistem ini
dirumuskan oleh para rshis yang melihat realitas dari sudut pandang yang bebeda-beda.
Nama keenam sistem filsafat tersebut:9

1. Nyaya: Oleh Gautama (450 SM)/ BCE: Before Christian Era. Sesudah
Masehi (Christian Era/ CE)
2. Vaisheshika: oleh Kanada (480-400 SM)
3. Samkya: Kapila (700-620 SM)
4. Yoga: Patanjali (390-310 SM)
5. Mimamsa: Purva Mimamsa: Jaimini (350 SM) dan Uttar-Mimamsa:
Badarayana (650 SM).
6. Vedanta: Vyasa (1400 SM).

Diagram aliran-aliran Filsafat.10

Astika (Ortodoks)
1. Nyaya-Vaisheshika
2. Samkya-Yoga
3. Mimamsa-Vedanta
Nastika (heterodoks)
1. Carvakas
2. Budhist
3. Jainas

9
Ali, Filsafat, 30.
10
Ali, Filsafat, 30.
1. NYAYA-VAISHESHIKA/ VAISESIKA
(Realisme dan Pluralisme-Atomisme)

1. Pengantar
Kedua sistem filsafat ini merupakan tipe filsafat analitis yang sangat menekankan
peran akal sehat dan sains. Sistem nyaya adalah menggunakan metode sebagai sains
yaitu logis dan kritis. Nyaya mengakui kebenaran segala sesuatu berdasarkan akal-
budi. Dalam sistem Vaisheshika, tujuan utama adalah menganalisa pengalaman.
Keduanya mempercayai pluralitas jiwa, Tuhan personal, semesta yang atomistik.
Nyaya menjelaskan proses serta metode tentang pengetahuan objek yang rasional,
Vaisheshika mengembangkan konstitusi atomis benda-benda yang diterima oleh
Nyaya tanpa argumen.

 Filsafat nyaya didirikan oleh Gautama/ Aksapada..cara berpikir yang benar


untuk memperoleh pengetahuan yang benar (logis, kritis, diskusi). Realisme
logis.
 Disebut juga Naiyayika (penganut), Tarkasastra (ilmu pengetahuan berpikir
dan Anviksiki (pengetahuan belajar kritis).
 Kitab populer: Tarkasamgraha oleh Annambhata

2. Definisi, Ruang Lingkup Nyaya: ARGUMEN/ BENAR/TIDAK/SAH/TIDAK


Nyaya berarti sarana melalui mana pikiran dibimbing untuk mencapai suatu
kesimpulan. Sistem filsafat yang menggunakan argumen untuk sampai pada suatu
kebenaran. Nyaya menjadi sebuah sains pembuktian atau pengetahuan yang benar
(pramanasastra).
3. Epistemologi
Menurut sistem filsafat Nyaya, ada empat kondisi yang diperlukan dalam
pengetahuan yaitu: Subjek pengenal (pramatr), Objek (prameya), kondisi hasil dari
pengenalan (pramiti) dan sarana atau cara mendapatkan pengetahuan:
persepsi/intuisi (Pratyaksa) penyimpulan (anumana) analogi (upamana) dan
bukti terpercaya (sabda) Vaisheshika hanya menerima dua sarana yaitu: Persepsi
dan penyimpulan.
4. Metafisika
Ditegaskan bahwa Filsafat Nyaya mengakui ada objek luar yang mandiri. Objek-objek
ini, mandiri, lepas dari pengetahuan dan terpisah satu sama lain (realisme
pluralistis). Pluralitas benda ini memiliki substansi (dravya). Namun substansi ini
tidak bersifat material tetapi lebih bersifat metafisik. Substansi-substansi ini
berfungsi sebagai kerangka kerja alam semesta. Sistem metafisika Vaisheshika
mempunyai tujuh kategori dalam pembagian realitas yang melandasi alam semesta:
1. Substansi (dravya): Tanah (Prthivi) api (apah, jala) udara (vayu) waktu (kala)
ruang (dik) diri (atman) pikiran (manas)
2. Kualitas (Guna)
3. Tindakan-Macam-macam gerak (karma): Karma mewakili berbagai jenis gerak:
ke atas, ke bawah, mendatar, mengkerut dan mengembang.
4. Identitas umum (samanya): Aspek objek yang menjadi label umum, mirip konsep
universalia dan idea Plato. Ia ada dalam semua dan dalam masing-masing objek.
Dari universalia ini, Ada (being, satta) adalah yang tertinggi.
5. Individualitas-Partikularitas (visesa): bahwa kategori menunjukkan sifat atau ciri
yang membedakan satu objek dengan objek yang lain.
6. Hubungan-Relasi (Samavaya): hubungan atau relasi antar kualitas-kaulitas
inheren dari objek. Hubungan ini bersifat sementara (samyoga) dan permanen
(samavaya).
7. Penyangkalan, Negasi, Non-Eksistensi (Abhava) VS BHAVA: YANG ADA
DAN YANG BERNAMA
5. Epistemologi dan Silogisme Nyaya
Dalam Nyaya, Ada empat sarana untuk memperoleh pengetahuan yang benar, yakni:
Intuisi, penyimpulan, perbandingan dan bukti verbal. Vais: Persepsi/intuisi dan
kesimpulan. Sah atau tidaknya tindakan pengetahuan : Subjek, isi dan korelasi.
Sistem penalaran: Ada lima bagian yaitu: Proposisi, sebab, contoh, aplikasi pada
kasus khusus dan kesimpulan. Contoh:
1. Ada api di gunung itu (p)
2. Karena di situ ada asap (S)
3. Di mana ada asap, di situ ada api (c)
4. Jadi di gunung ada asap dan ada api (a)
5. Oleh karena itu, di gunung itu ada api (k)

6. Jalan Pembebasan (Moksa)


 Realisme Nyaya dan Vaisheshika menegaskan bahwa Kebodohan (avidya)
adalah penyebab yang menimbulkan keterikatan, penderitaan dan kematian.
Kebodohan lebih pada kurangnya pengetahuan akan Diri dan pengetahuan
yang salah (moha/ delusion).
 Pengetahuan yang salah (moha), dapat dihilangkan dengan pengetahuan
yang benar.
 Cara mencapai pembebasan: memahami berbagai kategori dan menyadari
kodrat sejati sang Diri. Caranya melalui penyembahan kepada Tuhan,
Devosi dan penyerahan diri. Pembebasan dicapai setelah kita terbebas dari
tubuh fisik.
 Dalam sistem Nyaya, pembebasan adalah kondisi tanpa kesusahan atau
kesenangan. Menurut Vaisheshika, moksa adalah penghancuran semua ciri
khusus substansi yang mengikat jiwa individual.
 Pada tahap akhir, kedua sistem ini percaya bahwa pada tahap akhir
pembebasan, jiwa individual terpisah dari tubuh dan pikiran dan tinggal
dalam ketidaksadaran absolut dan abadi.
7. Rangkuman singkat
 Kedua sistem ini berbeda tapi saling melengkapi.
 S. Vaisheshika mulai dengan konsep Ada/being dan kemudian
mengembangkan ide.
 Realisme Nyaya mulai dengan mengetahui.
 Sama -sama menganggap kebodohan sebagai hambatan menuju pembebasan
atau moksa. Nyaya: kebodohan terjadi krn identifikasi sang diri dengan tubuh
dan indra, pikiran. identifikasi tersebut membuat manusia menjadi budak dari
kemelekatan (raga).
2. SAMKYA-YOGA
(Self and the World)

1. Pengantar
 Kata Samkya berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti “renungan” atau
“refleksi”. Samkya adalah metode untuk merealisasikan fakta filsafat tertinggi
melalui pengetahuan. Sedangkan Yoga berarti kontemplasi tentang realitas
tertinggi melalui meditasi yang tetap dan konsisten.
 Teks fil. Samkya klasik: Samkya Karika ( Iswara Khrisna (ke-5 M).
 Teks Yoga: Yoga Sutras
2. Metafisika
 Samkya dan Yoga berurusan dengan dua kategori dasar dari realitas yaitu:
Purusha (self) dan Prakriti (Primordial Matter).
 Purusha bersifat pasif, bebas, dan dianggap sebagai penggerak atau penyebab
pertama bagi proses kosmik. Sedangkan Prakriti bersifat aktif. Purusha adalah
prinsip inteligensi yang tidak berubah.
 Samkya Yoga menjelaskan tentang proses involusi dan evolusinya prinsip
material. Samkya menekankan proses turun/ involusi yang mengikat jiwa
individu ke dalam materi. Sedangkan Yoga, lebih fokus pada proses
bagaimana sang jiwa dapat bebas dari ikatan materi.
 Purusha: Kesadaran Murni, prinsip inteligensi yang tidak berbuah.
3. Epistemologi
 Ada tiga faktor dalam proses mendapatkan pengetahuan: Subjek, Objek
Pengetahuan dan Proses mengetahui.
 Bagi Samkya, yang mengetahui atau yang mengalami adalah Purusha dan
proses mengetahui adalah proyeksi gelombang kesan-kesan yang muncul dari
objek dan diproyeksikan ke dalam kesadaran.
 Pengetahuan yang diperoleh melalui indera dan aktivitas inderawi disebut
“persepsi”.
4. Pembebasan
 Dalam Samkya Sutra, ditegaskan bahwa tujuan akhir dari kehidupan adalah
menghentikan tiga macam penderitaan. Obat-obatan hanya mengobati
penyakit fisik secara sementara. Perbuatan baik dan kurban juga tidak sanggup
menghilangkan penderitaan. Hanya pengetahuan yang benarlah (pembedaan
yang benar anatar Diri dan bukan diri) antara Purusha dan Prakriti, kita dapat
menghancurkan penderitaan.
 Penyebab penderitaan adalah pengetahuan yang salah dan penderitaan
ditemukan dalam prakriti.
 Oleh sebab itu, pengikut Samkya mengklaim bahwa sistem Samkya
merupakan sebuah sarana langsung untuk mencapai pengalaman transendental
yang membebaskan purusha dari prakriti.
 Fil. Yoga menerima seluruh sistem dasar fil. Samkya dengan menambahkan
satu kategori yaitu Ishwara (God) penguasa alam semesta. Inilah yang
membuat Yoga menjadi filsafat yang teistik.
 Baik Samkya dan Yoga sama sama bertujuan mencapai Moksa. Samkya
melalui pengetahuan. Yoga melalui teknik-teknik psiko-fisik. Pengetahuan
dicapai melalui disiplin diri yang ketat...itulah Yoga.
5. Delapan Jalan Yoga: Jalan Menuju Transendensi Diri
Patanjali menyusun delapan ruas/ jalan Yoga, sebagai sebuah metode spiritualitas
praktis:
1. Disiplin Moral/ yama: Ahimsa
2. Disiplin diri/ Niyama
3. Postur tubuh/ asana
4. Pengendalian Napas/ pranayama
5. Pengendalian indera/pratyahara
6. Konsentrasi/ Dharana
7. Meditasi/ dhyana
8. Ekstasis/ Samadhi
6. Kesimpulan

MIMAMSA -VEDANTA

1. Pengantar
 Sistem Mimamsa dan Vedanta adalah dua bagian dari Filsafat yang mewakili
unsur paling ortodoks dari ajaran Weda. Secara etimologis, Mimamsa
(sansekerta) berarti bertanya atau penyelidikan yang rasional.
 Filsafat Mimamsa berurusan dengan sistem ritual Weda (karmakanda).
 Vedanta menjelaskan bagian pengetahuan Weda dan merupakan bagian
kontemplatif dari filsafat yang mencakup aspek teoretis Weda. Kata Vedanta
berarti kebenaran terakhir atau akhir dari Weda. Vedanta memusatkan diri
pada Realitas Akhir (Brahman).
 Mimamsa berhubungan dengan suara kosmis (Sabda Brahman) sedangkan
Vedanta berhubungan dengan Realitas Akhir, yang transenden dan tidak
memiliki nama dan bentuk. Namun Realitas Akhir atau Param Brahman bisa
direalisasi berkat penguasaan terhadap Sabda Brahman yang memiliki nama
dan bentuk.
 Mimamsa tidak mengenal eksistensi Tuhan, yakni ada kosmis yang
memberikan hukuman atau hadiah pada tingkatan individual (karmas), yang
dilakukan oleh jiwa individual. Menurut Mimamsa, tindakan sendiri ,
menghasilkan ganjarannya sendiri. Namun Mimamsa adalah sebuah filsafat
politeistik yang percaya pada eksistensi sejumlah makhluk supranatural yaitu
para dewa yang tinggal di surga
 Menurut filsafat Mimamsa, jiwa individual terbebas jika ia naik ke
surga. Sehingga butuh banyak ritual.
 Mimamsa adalah sebuah disiplin yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan
surgawi dengan merealisasikan suara kosmis atau Sabda Brahman.
 Sistem Vedanta mempertahankan filsafat panteistik Mimamsa, tetap
menganggap alam semesta berasal dari satu esensi abadi yakni: Brahman.
Kata Brahman dari kata “brh” berarti tumbuh, perkembangan, mengembang,
perluasan dan evolusi. Brahman adalah Roh Universal yang impersonal.
Brahman tidak memiliki sifat dan tindakan, namun ia adalah sumber pertama
yang mengalirkan semua ciptaan serta akhir dari semuanya.
 Menurut Vedanta, Brahman adalah pencipta dan ciptaan. Ia menciptakan alam
semesta dari dirinya dan melalui dirinya. (contoh seekor laba-laba yang
membuat sarangnya dari air liurnya sendiri).
2. Metafisika: Hakikat Brahman
 Hakikat Brahman yang sebenarnya dipahami sebagai Sat atau eksistensi
abadi, Chit atau kesadaran murni dan Ananda atau kebahagiaan. Brahman
tidak mengandung atribut tapi memiliki kekuatan intrinsik (maya), yakni
kekuatan yang menciptakan ilusi, yang juga dikenal sebagai kebodohan
(avydia). Ilusi ini juga dikenal sebagai prakriti dalam sistem Samkya.
 Lepas dari Brahman, ilusi tidak memiliki eksistensi terpisah seperti sinar
matahari dan matahari. Namun ketika bermanifestasi atau menjadi operatif,
ilusi atau maya dapat mencipatkan kesan palsu.
 Jika Brahman adalah Realitas abadi, maka ilusi dapat digambarkan sebagai
sesuatu yang menampakkan diri dalam realitas relatif atau sementara.
Brahman tidak memiliki bentuk, nama, tetapi memiliki kemampuan untuk
menjadi dan memiliki nama.
 Brahman adalah Tuhan universal, kesadaran murni yang tidak dibatasi. Ia
mahatahu dan mahakuasa.
3. Ilusi (maya):
 Menurut Vedanta, kemahatahuan dan kemahakuasaan Tuhan itu tidak tampak,
tidak real. Namun Tuhan tetap sadar akan tidak-realan dirinya yang hanya
tampak sebagai suatu entitas. Tuhan tidak dpat memiliki kebodohan ego
manusia yang sempit dan terbatas. Dia mengetahui bahwa Dia adalah
Brahman yang disalahtafsirkan melalui kekuatan ilusinya sendiri.
 Ilusi hanya membentangkan diri sebagai kekuatan (shakti) ketika berhubungan
dengan Ishvara. Shakti masih bersifat laten di dalam Brahman (nirguna
Brahman), sedangkan ilusi adalah sikap dari Tuhan dalam bentuk Ishvara
(Saguna Brahman).
 Ketika Tuhan terlibat dalam permainan ilahi, dan menduduki fungsi
kosmisnya, Dia memimpin pembentangan rencana kosmis melalui kekuatan
(shakti) untuk menciptakan ilusi (maya).
 Di bawah pesona maya, jiwa individual terperangkap dalam fatarmorgana
bentuk-bentuk semu, serta tertarik atau tertolak oleh fenomena ilusif. Bagi
Jiwa, ego individual tampak sebagai realitas konkrit. Sang Jiwa dibatasi oleh
indvidualitas yang egois serta membayangkan dirinya berbeda dari makhluk
yang lain.
 Sang Jiwa dibatasi oleh kelima pembungkus tubuh yang memisahkannya dari
Diri sejati / atman dala diri dan diri Universal/Brahman di luar diri. Karena
keburaman serta ketumpulan pembungkus ini, jiwa individual tidak mampu
melihat atau merealisasikan cahaya sang atman yang tinggal di dalam hati.
Tuhan tetap menjadi misteri yang tidak terjangkau dan tidak diketahui.
 Tuhan menginginkan Jiwa individual menjadi medium transparan bagi cahaya
Nya, sehingga kegelapan sang jiwa dapat dihilangkan. Hanya jika selubung
kebodohan dihilangkan, maka si individu dapat menyadari atau mencapai
kodratnya yng sejati, kesatuannya dengan Tuhan dan akhirnya kesatuan
dengan Brahman. Jika penyatuan dengan Brahman tercapai, maka sang jiwa
terbebas dari siklus reinkarnasi.
 Untuk memutuskan rantai ikatan sebab-akibat dan mencapai identitas serta
keselarasan sempurna dengan Brahman, Vedanta menganggap penghapusan
kebodohan dan pencapaian pengetahan sejati berdasarkan pengalaman
spiritual sebagai dua hal yang niscaya. Vedanta juga menganjurkan Yoga
untuk mencapai pengetahuan sejati melalui kontemplasi ekstasis.

Filsafat Vedanta

1. Pengantar
 Upanishad dikenal juga sebagai Vedanta menjadi inspirasi filsafat relijius
umat Hindu. Upanishad ditulis untuk orang yang sudah meninggalkan
kehidupan duniawi. Upanishad menjadi landasan primer dan dasar metafisika
yang melandasi semua ajaran Hinduisme.
 Walaupun diterima sebagai Sruti, status Upanishad menyediakan kebenaran
yang membebaskan melalui perumpamaan dan metafor. Upanishad
mengajarkan Jalan pengetahuan untuk mencapai kebebasan terakhir.
2. Metafisika: Atman dan Brahman
 Atman adalah jiwa individual dan Brahman adalah dasar semesta alam. Atman
adalah jiwa dari segala sesuatu dan oleh sebab itu hanyalah kata lain untuk
Brahman. Brahman adalah yang tertinggi, yang menguasai segala yang ada
dan yang akan datang. Brahman mempertahankan langit agar senantiasa
terpisah dari bumi, namun sekaligus dia adalah seluruh dunia yang hidup dan
bernafas dan menguasai atman. Dia adalah makrokosmos dan manusia adalah
mikrokosmos.
 Inti ajaran Upanishad: pengenalan adanya sesuatu yang abadi dalam jiwa
manusia, memiliki hakikat sama atau identik dengan Brahman yang kekal,
yang menopang dan menjiwai seluruh kosmos objektif ini. Brahman, Atman
dan Purusha adalah ketiga kata yang mengartikan dua hal yang sama .
Ketiganya bisa berarti baik hakikat jiwa manusia, yang karena keberadaanya
di luar waktu menjadi abadi, ataupun dasar yang tidak pernah berubah dari
alam semesta, tetapi sekaligus merupakan sumber dari segala perubahan.
 Sejak masa Upanishad, meskipun kata Brahman tetap mempertahankan
artinya yang semula sebagai “ucapan suci” dan dalam arti sehari-harinya
menjadi yang Absolut, yakni yang tetap tak berubah meskipun dalam dunia
yang berubah ini.
 Brahman adalah makanan, materi utama, napas, dasar dari segala kehidupan.
 Fokus utama Upanishad adalah pengetahuan tentang sang Diri. Mengerti
tentang sang Diri berarti menjadi sang Diri. Yang mengerti sang Diri akan
mengerti nasibnya. Dan yang sudah menyadari sang Diri akan mengetahui
semuanya karena Atman adalah Brahman.
3. Hakikat Brahman
 Brahman atau Sang Absolut adalah sumber dari segala sesuatu yang ada.
Brahman adalah “Ada” (The Ground of Being), yang menjadi landasan semua
fenomena yang ada. Semua manifestasi ini akan kembali padaNya. Brahman
tidak berbentuk, tidak berpikir, tidak bernafas, tidak dilahirkan, tidak
mengalami kematian, murni dan abadi. Dari yang absolut lahir napas, pikiran,
indra, ruang, angin, cahaya, air dan bumi. Dalam Upanishad, kepala yang
absolut digambarkan sebagai api; matanya sebagai matahari dan rembulan;
suaranya sebagai ajaran Weda. Singkatnya Brahman adalah Diri yang paling
dalam dari semuanya.
 Pengetahuan tentang Brahman tidak dapat dicapai melalui metode ilmiah.
Pengetahuan dicapai melalui realisasi kesadaran tertinggi, melampaui semua
persepsi inderawi.
4. Epistemologi: Empat Tahap Pengetahuan
 Dalam Upanishad ditegaskan bahwa pengetahuan yang diajarkan adalah
sangat sulit diperoleh dan membutuhkan usaha yang panjang dan melelahkan.
Pengetahuan itu yaitu tentang “sang Aku”. Ada empat tahap:
 Kesadaran Bangun/ Jagrat/ fisik
 Kesadaran Tidur/ Svapna
 Tidur tanpa Mimpi/ Sushupti/ Mental
 Kesadaran Transdendental/ Turiya/ intuitif.
 Pada dua tahap pertama, manusia mengalami apa yang dilihat, dengar dan
dibicarakan. Di sini yang berfungsi adalah organ-organ indera dan organ
tindakan. Organ tersebut bekerja dalam mimpi dan mimpi adalah juga sebuah
pengalaman. Sang Aku ingat akan pengalaman mimpinya.
 Teks Upanishad menyatakan bahwa penyebab mimpi adalah “daya psikis”
yang mencakup bentuk-bentuk halus indera, organ tindakan, sperti suara,
sentuhan, pencecapan...pada saat bermimpi, yang berfungsi adalah tubuh
halus. Jadi mimpi merupakan bukti adanya eksistensi batin mamnusia, baik
subjektif maupun objektif.
 Pada tahap ketiga atau sushupti/ deep sleep, polarisasi pengalaman manusia
dalam subjek-objek hilang. Keduanya menjadi satu dan kesatuan itu
dibungkus oleh ketidaksadaran. Pada tahap ini Aku hadir dalam kondisi tidur.
 Pada tahap keempat adalah pembebasan dan arti pencapaian
kebahagiaan secara menyeluruh.
5. Moksa (Liberation)
 Kekhasan dalam ajaran Hinduisme dan Buddhisme adalah adanya ajaran
Reinkarnasi atau perpindahan jiwa. Ajaran ini ditemukan dalam Upanishad.
Inilah kemudian menjadi ajaran pokok Hinduisme. Ada tiga golongan jiwa
dalam ajaran tentang reinkarnasi.
 Jiwa yang berdasar pada Iman/ dalam keabadian Atman
 Jiwa yang menjalankan kurban dan sedekah mengikuti kitab Weda
 Jiwa yang buta terhadap kedua jalan ini.
 Golongan pertama dibebaskan dari kelahiran kembali, golongan kedua
kembali ke dunia ini dalam wujud manusia, sedangkan golongan ketiga
dkutuk menjalani kehidupan serangga atau reptil. Istilah teknis yang dipakai
adalah Karma. Setiap tindakan menghasilkan buah yang sepadan. Mereka
yang berbuat baik akan masuk dalam rahim seorang wanita Brahman, Ksatrya
dan Vaisya. Mereka yang jahat akan masuk dalam rahim seekor hewan atau
apa yang kotor dan hina.
 Ajaran tentang Karma berkaitan erat dengan ajaran perpindahan jiwa. Tidak
ada ajaran lain yang menjelaskan keberadaan kelahiran dan keberuntungan
atau penderitaan orang tidak bersalah. Sebagai contoh , jiwa orang mati naik
ke bulan yang merupakan pintu surga.
 Dengan mengerti Brahman dan bahwa Brahman adalah satu, semua
keberadaan fenomenal diatasi, segala pertentangan dilenyapkan , tindakan baik
dan buruk tidak lagi mengikat dan penyempurnaan diri sendiri tumbuh ke
dalam dunia Brahman yang tidak diciptakan.
 Dari situ tidak ada jalan kembali, penemuan Upanishad yang penting adalah
bahwa jiwa tidak dapat mati, artinya keberadaanya yang sejati ada di luar
waktu dan ruang; dan karena itu hubungannya dengan dunia materi-samsara
tentunya bersifat sementara dan dalam arti tertentu tidak sejati.
 Samsara adalah perpanjangan hidup tanpa akhir. Dan moksa dari kehidupan
ini dicari. Tujuan dari Moksa adalah mengatasi karma, artha dan dharma.
Dunia samsara diatur oleh Dharma; Dharmalah yang mengikat selama kita ada
dalam dunia dan dari dunia ini, tetapi sekali moksa dicapai, ikatan dari
Dharma dan Adharma, kebenaran dan ketidakbenaran, benar dan salah, lepas
dari kita.
 Orang yang sudah mencapai moksa, dapat melihat yang abadi dalam yang
sementara, dan yang sementara, karenanya nampak bertumpu pada yang abadi
dan ambil bagian padanya.

BUDHISME DAN CHINESE BUDDHISME


1. Pengantar
 Buddhisme berasal dari India dan tumbuh dalam konteks relijius dan sosial
Hinduisme, Buddhisme mengambil ide-ide dari Hinduisme tetapi juga
menolak sebagian. Contoh, Buddhisme menerima ide tentang reinkarnasi
(samsara) dan karma, namun menolak sistem kasta, Brahman sebagai realitas
absolut, dan keintian jiwa manusia. Buddhisme memiliki seorang pendiri yaitu
Siddharta Gautama. Dia dilahirkan dan hidup di bagian Timur laut India pada
abad ke-6 SM. Abad ini dianggap sebagai masa paling penting dalam sejarah
pemikiran Timur, karena banyak tokoh besar dilahirkan pada masa itu;
Gautama di India, Konfusius, Lao Tzu.
 Gautama adalah nama keluarga, sedangkan Siddharta adalah namanya. Dia
juga sering disebut Sakyamuni. Dia juga dijuluki sebagai Tathagata. Julukan
lain adalah Buddha yang berarti “yang sudah mencapai pencerahan”. Secara
teoretis siapapun yang sudah mencapai pencerahan disebut Buddha dan
semua orang mempunyai potensi mencapai keBuddhaan.
 Gautama dilahirkan pada 2500 tahun (563 SM) di desa Lumbini, India Utara.
Ia menikah dan memiliki seorang putra. Pada usia 29 ia berkelana di sekitar
sungai Gangga, mempelajari agama tradisional. Namun dia menyadari bahwa
asketisme ekstreem bukan merupakan jalan spiritual yang benar- akhirnya ia
memproklamirkan “jalan tengah” (the middle way), yang secara ekstreem
tidak memanjakan diri dalam kemewahan atau matiraga sebagai jalan untuk
mencapai pencerahan spiritual.
 Buddha meninggal di Kusinara pada usia 80 tahun (483 SM).
2. Perkembangan Buddhisme di India
Buddhisme di India berkembang dalam tiga tahap filosofis utama:
 Hinayana: Sistem Pluralistis dan realistis
 Sebagai doktrin dialektis “Jalan Tengah” filsafat Madhyamaka.
 Sebagai doktrin monistis “Mind Only” dari filsafat Yogacara.
Menurut Beatrice L. Zuzuki, perkembangan Buddhisme dibagi dalam empat
periode.
 Periode awal Buddhisme dari mulai mengajar samapai 100 tahun
sesudah Buddha Parinirwana.
 Periode perkembangan aliran Hinayana. Sesudah Buddha Parinirwana-
tahun 100 masehi.
 Periode aliran Mahayana: Hinayana dan Mahayana tumbuh bersama.
 Dominasi Budhisme Mahayana
3. Inti Ajaran Buddhisme
Baik Buddhisme Mahayana maupun Theravada sama sama mengakui beberapa ajaran
mendasar : Empat kesunyataan Mulia, Delapan Jalan Mulia (noble eigthfolf path),
Tiga Prinsip dasar (Duka, annica dan annata), Hukum Karma, Reinkarnasi-Samsara,
Pencerahan dan Nirwana sebagai tujuan akhir.
3.1. Empat KeSunyataan Mulia
Seluruh ajaran Buddha terdiri atas tiga kumpulan buku yang disebut dengan
Tripitaka, yang berarti tiga keranjang: Vinaya-Pitaka (peraturan para Bhikku),
Sutta-Pitaka (ceramah, tanya jawab dan diskusi) dan Abidhamma-Pitaka (uraian
tentang KeSunyataan terakhir.
Empat KeSunyataan Mulia adalah sebagai berikut:
 Tentang Penderitaan (dukkha, ariya, sacca): Segala sesuatu adalah
penderitaan.
 Asalnya penderitaan (dukkha-samudaya-ariya-sacca): Keinginan sebagai
sumber penderitaan.
 Lenyapnya penderitaan (dukkha, Niroda, ariya-sacca)
 Jalan untuk melenyapkan penderitaan (dukkha-Nirodha-Gamini-Patipada),
yakni delapan jalan mulia.
 Pengertian yang benar
 Pikiran yang benar
 Bicara yang benar
 Perbuatan yang benar
 Penghidupan yang benar
 Usaha yang benar
 Perhatian yang benar
 Konsentrasi yang benar
Di sini kita temukan fenomena relijius dalam Buddhisme.
1. KeSunyataan pertama: menguraikan bahwa semua kehidupan dan segala bentuknya
merupakan sesuatu yang menyedihkan dan dicengkram oleh penderitaan (jasmani,
perasaan, kesadaran, mental.
2. KeSunyataan kedua: semua penderitaan atau kehidupan adalah karena keinginan.
Keinginan atau tanha inilah yang menyebabkan reinkarnasi serta penderitaan yang
menjelma sebagai aktivitas badan, perkataan dan pikiran.
3. KeSunyataan ketiga: mengajarkan tentang lenyapnya atau hilangnya sama sekali rasa
ke-akuan atau keinginan yang menjadi sumber penderitaan. keSunyataan ini bertujuan
membebaskan semua makhluk dari rantai reinkarnasi dan penderitaan, yakni menuju
tercapainya Nirwana.
4. KeSunyataan keempat: Tentang delapan jalan utama yang menjadi resep menuju jalan
pembebasan dari penderitaan dan mengandung praktek seluruh ajaran sang Buddha.
Tidak adanya pengetahuan membuat orang tidak bisa sampai pada tahap Keempat
kesunyataan ini....akhirnya lama mengembara dalam lingkaran reinkarnasi dan hidup
dalam penderitaan.

3.1. 1 Kesadaran Moral (sila)


 Dalam ajaran tentang kesadaran moral atau Sila, ke 8 Jalan Utama
dikelompokkan dalam tiga bagian yaitu Sila, Samadhi dan Panna/ Cahaya
Kebijaksanaan . Dalam delapan jalan ini, pengertian yang benar
merupakan kebutuhan mutlak-syarat untuk mencapai kesempurnaan yang
paling tinggi yaitu panna.
 Pengertian Sila: sila adalah keadaan dari gerak gerik batin yang menjelma
dalam perbuatan yang benar dan perkataan yang benar. Sila diartikan lebih
secara positif, yaitu kesadaran yang terang dan kemauan yang terkendali,
berdasarkan pada pikiran dan batin luhur yang timbul bersama. Panca-sila
kaum Buddhis adalah menjauhi pembunuhan, pencurian, perzinahan dan
kebohongan serta mabuk-mabukan. Dasa-Sila diberlakukan bagi semua,
termasuk siswa/bhikkhu, yang menjauhi pembunuhan, pencurian,
hubungan seksual, kebohongan, mabuk, makan setelah jam 12 siang,
nyanyi, musik, pertunjukkan, perhiasan, parfum, alat kecantikan, tempat
tidur yang mewah, menerima mas dan perak.
 Berkah dari Sila: Pahala dan buah dari Sila yang baik adalah bebas dari
penyesalan, kegembiraan, kesenangan, ketenangan, kebahagiaan,
pemusatan pikiran, kebebasan. Budi pekerti yang baik akan menuntun
orang ke tahap yang tertinggi.
3.1.2 Samadhi (Bhavana) (kls senin)
 Samadhi/ konsentrasi adalah seluruh pengendalian, perkembangan pikiran,
dan kekuatan batin yang disebut juga bhavana. Secara etimologis, kata
samadhi bearti penempatan bersama yang kuat” dan konsentrasi juga
dijelaskan sebagai “keadaan pikiran yang ditujukan pada satu objek. Dalam
arti yang luas, samadhi berarti suatu tingkat pemusatan pikiran, yang bersatu
dan tidak dapat dipisahkan dari unsur-unsur kesadaran.
 Samdhi yang benar (samma samadhi) adalah bersatu dengan kesadaran dari
karma yang baik; sedangkan samadhi yang salah (micca samadhi) adalah
bersatu dengan semua kesadaran dari karma yang tidak baik. Samadhi dapat
dibagi dalam tiga tahap: Konsentrasi awal, konsentrasi akses/lingkungan dan
konsentrasi penuh.
 Meditasi: ada dua meditasi: Meditasi ketenangan batin, untuk menyadari dan
menghitung napas yang keluar masuk. Tenang, aman, damai. Meditasi
Pandangan-Terang/ Vippassana, adalah nyala pikiran yang seperti kilat
menembus tidak-kekalan (annica), ketidakpuasan (dukkha) dan
ketidakberintian (annata) dari badan jasmani, perasaan, penccerapan, formasi
pikiran dan kesadaran.
 Ada juga dikenal meditasi Cinta-Kasih, Welas Kasih dan Simpati.
3.2. Kebijaksanaan Transendental
Ada enam kebajikan transendental untuk menyebrangi lautan penderitaan dan
sampai pada tingkatan Nirwana.
 Dana: memberi, dermawan, menginginkan kesejahteraan semua makhluk
 Sila : aturan moral atau disiplin. Harmoni antara kata dan perbuatan. Untuk mengunci
dampak karmis.
 Ksanti: menerima dengan sabar dan rendah hati apapun yang ada dan yang terjadi
dalam kehidupan kita.
 Virya : rajin dan energik, tanpa rasa takut, jujur pada diri sendiri dan kontrol pikiran.
Pikiran yang teguh pada prinsip dasar, yaitu realitas di belakang fenomena.
 Dhyana: meditasi atau kontemplasi. Menuju kesadaran akan kesatuan.
 Prajna: kebijaksanaan adalah kebebasan. Wisdom is freedom. Menurut filsafat
Jalan Tengah, prajna adalah negasi terhadap semua bentuk pikiran konseptual.

3.3. Tiga Ciri Utama Kehidupan (Ti-Lakkhana).


 Semua bentuk adalah tidak kekal ( Anicca)
Bahwa ketidakekalan merupakan sebuah fenomena yang mendasar
dalam semua eksistensi. Semua fenomena yang terkondisi adalah tidak
kekal. Semua hal terlibat dalam proses menjadi, berkelanjutan,
perubahan serta kematian. Setiap akibat ada penyebabnya.
Penghentian akibat hanya melalui penghentian penyebabnya. Ajaran
tentang kesementaraan ini bermaksud menghindarkan kedua ekstrem:
antara realisme dan nihilisme (ada dan tidak ada). Untuk itu Buddha
mengajarkan Jalan Tengah: Segalanya merupakan sebuah “proses
menjadi” (becoming). Karena dalam dunia samsara tidak ada momen
yang statis.
 Semua bentuk adalah penderitaan (Dukkha)
Penderitaan adalah fenomena hidup yang paling mendasar dalam dunia
ini. Penderitaan menjadi ciri paling khas dari dunia ini mulai dari kelahiran
sampai dengan kematian. Penderitaan merupakan sebuah fakta fisik dan
mental dari kehidupan manusia karena ia tertanam di dalam eksistensi semua
makhluk. Sumber utama penderitaan adalah nafsu atau kesenangan idrawi
manusia.
 Semua kondisi adalah Tanpa Aku dan Tidak Berinti (Annata)
Ketidakberintian merupakan aspek penting lain dalam Buddhisme.
Annata atau non-self artinya tidak ada jiwa permanen dan kekal
seperti substansi dalam diri manusia. Sang diri adalah hampa atau
kosong. Buddhisme menyangkal eksistensi Diri (self).
3.4. Samsara dan Karma
 Menurut Yong Choon Kim, samsara dapat diterjemahkan sebagai
reinkarnasi atau “tumimbal lahir”. Siklus kehidupan dan kematian
adalah tanda mendasar kehdiupan tidak real yang diwariskan oleh
Hinduisme. Ajaran Buddha bukan mengenai perpindahan jiwa, tetapi
hanya mengenai perpindahan karakter atau personalitas. Karenanya
ada perbedaan antara konsep samsara dalam Buddhisme dan
Hinduisme. Namun Buddhisme juga mengajarkan bahwa dalam dunia
samsara adalah dunia penderitaan dan ilusi. Manusia harus
membebaskan diri dari samsara untuk mencapai keselamatan. Artinya
pandangan Buddhisme tentang dunia tidak bersifat pesimistis tetapi
realistis dan idealistis.
 Ajaran tentang samsara ini terkait dengan doktrin Karma. Karma
berarti hukum kausalitas, kerja atau tindakan. Kondisi seorang dalam
dunia samsara menjadi ciri karma kehidupan sebelumnya, karena
karma menentukan masa depan seseorang. Jika orang menabuh benih
karma baik, maka dia akan menuai akibat baik sebaliknya, maka dia
akan terikat roda penderitaan.
 Dalam Buddhisme, sumber utama karma adalah kebodohan. Ada 12
rantai penyebab (kebodohan, kontak idrawi, sensasi, perasaan,
keinginan, kemelekatan dll...
Dalam Buddhisme tetap dittegaskan bahwa tindakan seseorang menentukan nasibnya
di masa yang akan datang. Hanya melalui usaha yang benar dan sungguh-sungguh,
keBuddhaan atau Nirwana dapat tercapai. Secara singkat hubungan antara karma dan samsara
dapat dikatakan sebagai berikut: “ seluruh eksistensi diri kita yang sekarang adalah akibat
dari apa yang telah kita pikirkan. Pembuat kejahatan menderita di dunia ini, ia juga akan
menderita pada alam berkutnya; ia menderita di kedua alam ini. Ia bahkan lebih menderita
lagi bilamana telah jauh menyusuri jalan kejahatan” (Dhammapada, 1. 17).
3.5. Nirvana, Sunyata dan Tathata
 Dalam Buddhisme, Realitas absolut digambarkan sebagai Nirvana atau
pencerahan. Yang absolut juga disebut sebagai “kedemikianan” (tathata,
suchness) atau kekosongan (sunyata). Menurut Buddhisme, orang yang
sudah menghapuskan keinginan atau ego nya adalah orang yang sudah
mencapai pencerahan (buddha). Orang yang sudah tercerahkan adalah satu
dengan Realitas Absolut atau kebenaran Absolut (Tathata).
 Kata Nirvana berarti “penghapusan”, yakni penghapusan ego dan
keinginan. Dengan menghapuskan keinginan dan kebodohan-kegelapan
batin, maka penghapusan penderitaan akan kelahiran, usia tua, kecemasan.
Dengan hilangnya penderitaan, yang tertinggal hanyalah kedamaian serta
keheningan absolut, yakni Nirvana.
 Nirvana adalah dunia kebahagiaan sempurna dan kedamaian absolut
merupakan wilayah yang berseberangan dengan dunia samsura, yakni
dunia penderitaan dan kecemasan. Jadi Nirvana adalah Kebaikan tertinggi
(Summum Bonum). Nirvana juga adalah sunyata atau kekosongan, karena
kondisi Nirvana semua ego dan keinginan dihancurkan seluruhnya. Yang
tertinggal hanyalah ketenangan absolut.
 Tathata (suchness) adalah esensi spiritual tertinggi. Dalam Buddhisme
Mahayana, tathata berarti yang Absolut atau Realitas. Dalam arti yang
sederhana tathata berarti melihat benda-benda sebagaimana adanya.
Menurut Buddhisme, tathata, sebenarnya bearti “tidak ada pemisahan
antara yang mengetahui dan yang diketahui, antara subjek dan objek.
Tathata adalah kondisi pikiran otentik.
 Dalam Buddhisme Mahayana, tathata sebagai sunyata/ kekosongan,
karena sunyata lepas dari segala macam atribut. Jadi sunyata adalah
tathata dan tathata adalah sunyata.
3.6. Pencerahan dan Keselamatan
 Nirvana adalah sebuah kondisi yang sudah terbebas dari diri yang semu
atau diri ilsuif dan sudah sadar atau bangun ke arah Diri atau Realitas
sejati. Keselamatan dalam Buddhisme dicapai melalui penyadaran dan
pencerahan. Pada saat pencerahan, cara padang dualistis yang ilusif
berhenti dan muncul sebuah “kearifan transendental” (prajna). Pikiran
tidak lagi berada di bawah kendali ilusi karena bagi orang yang sudah
mengalami pencerahan, hanya prajna yang menjadi pembimbing.
 Konsep keselamatan dalam buddhisme umumnya merupakan sebuah
perubahan psikologis kondisi batin manusia. pencapaian nirvana
diungkapkan sebagai “realisasi kekosongan” sebagai kebenaran dan
kedemikianan (tathata), sebagai Realitas Absolut.
 Baik aliran Mahayana maupun Theravada sama sama menganjurkan
ketiga disiplin dari 8 Jalan utama yakni Sila, Samadhi dan Prajna/
Kearifan sebagai saran untuk mencapai Pencerahan. Aliran Theravada
menekankan keselamatan individual dan Buddhisme Mahayana
menekankan keseamatan semua makhluk melalui bantuan para Buddha.
Aliran Mahayana menekankan “kewelasasihan agung dan “kearifan
agung” sebagai kunci bagi keselamatan semua makhluk.
 Kearifan dalam Mahayana dipakai untuk pelayanan bagi orang lain
sehingga semua dapat mencapai Nirwana. Secara mendasar makna
keselamatan dalam Buddhisme bersifat humanistis. Sementara pencerahan
hanya mungkin melalui usaha manusia sendiri.
KONSEP KEBAHAGIAAN DALAM BUDDHISME

1. Pengantar
 Perasaan/ sensasi (vedana) adalah sebuah kondisi mental bagi semua jenis
kesadaran. Ada tiga macam perasaan: menyenangkan, menyakitkan dan tidak
menyenangkan.
 Perasaan dibagi dalam lima kategori: Bahagia, rasa sakit, senang, tidak
menyenangkan, ketenangan hati.
 Akibat kesadaran tubuh yang bermoral menghasilkan kebahagiaan. Sebaliknya
menghasilkan penderitaan.
 Klasifikasi yang lebih luas menjadi lima macam.
 Kebahagiaan fisik /sukha
 Kebahagiaan mental/somanassa
 Derita fisik/ dukkha
 Derita batin/domanassa
 Ketenangan batin/upekkha
2. Konsep kebahagiaan / sukha
 Menurut Abidhamma, kata suka berarti kebahagiaan, sejenis perasaan yang
menyenangkan. Vs kegelisahan dan kesedihan. Ciri kebahagiaan adalah
penikmatan objek yang diinginkan (makan enak).
 Berbeda dengan kegiuran, menimbulkan minat pada objek. Sedangkan sukha
membuat orang dapat menikmati objek tersebut.
 Rasa kasihan-seperti melihat oase bagi pengembara yang lelah. Minum air
dan mandi merupakan sebuah kebahagiaan.
 Kebahagiaan mental dibedakan dari kebahagiaan fisik, namun kebahagiaan
mental tidak terkait dengan kesenangan material. Perasaan menyenangkan
adalah akibat dari penyangkalan terhadap kesenangan material (niramisa
sukha).
 Kebahagiaan Nirvana jauh lebih halus dari kebahagiaan. Dalam pengalaman
akan kebahagiaan Nirvanis, tidak ada unsur perasaan. . pembebasan
menyeluruh dari penderitaan adalah kebahagiaan tertinggi. Kebahagiaan yang
membebaskan.
 Penderitaan dapat mengarah pada kebahagiaan dan akhirnya ke tahap kesucian
Arahat.
3. Sepuluh Tahap Kebahagiaan
Dalam Bahuvedaniya Sutta, Sang Buddha menyebutkan sepuluh tahap
kebahagiaan, mulai dari kesenangan material kasar yang diakibatkan oleh rangsangan
indera yang menyenangkan sampai pada kebahagiaan jhana ke 10. Jhana 1-5 disebut
Rupa Jhana. 6-10 disebut: Arupa-jhana.
1. Kebahagiaan Inderawi (sensual).
2. Kebahagiaan Jhana pertama (pathama Jhana): bebas dari keinginan inderawi,
bebas dari kondisi tidak bermoral.
3. Kebahagiaan Jhana kedua: sudah memiliki ketenangan batin dan pikiran yang
terpusat.
4. Kebahagiaan Jhana ketiga: kegiuran sudah dihilangkan, perhatian dan sadar
sepenuhnya.
5. Kebahagiaan Jhana keempat: Pelepasan rasa senang dan sakit, meninggalkan rasa
suka dan duka. Sempurna dalam ketenangan batin.
6. Kebahagiaan Jhana kelima: hilangnya reaksi inderawi, bebas dari persepsi akan
perbedaan dan fokus pada ruang tak terbatas.
7. Kebahagiaan Jhana keenam: wilayah kesadaran tidak terbatas. Ketidakterbatasan
adalah kesadaran.
8. Kebahagiaan Jhana ketujuh: ketiadaan. Tidak ada apapun dan hidup dalam
ketiadaan.
9. Kebahagiaan Jhana kedelapan: melampaui seluruh wilayah ketiadaan dan tidak
hidup dalam wilayah persepsi maupun non-persepsi.
10. Kebahagiaan Jhana kesembilan: hidup sudah mencapai penghentian persepsi dan
sensasi.

BUDDHISME THERAVADA (HINAYANA)


DAN MAHAYANA

1. Latar Belakang Historis


 Setelah Budha meninggal, berkembanglah Hinayana dan Mahayana.
Inilah yang berkembang sampai saat ini. Pembagian ini sejak abad 1
SM. Istilahnya pertama kali dipakai dalam teks Sutra Teratai. Aliran
Hinayana dikenal juga sebagai Theravada karena mengklaim bahwa
merekalah yang memiliki tradisi tertua. Aliran ini bersifat konservatif
yang mempertahankan ajaran ortodoks Buddhisme Tradisional.
Buddhisme Mahayana, adalah aliran liberal yang berkembang
kemudian dan melakukan tafsir baru terhadap Buddhisme. Kaum ini
meyakini ada banyak Buddha sementara Hinayana meyakini hanya ada
satu Buddha yakni Gautama. Theravada mengakui realitas unsur-unsur
atau entitas dan Mahayana menyatakana bahwa semua benda adalah
kosong.
 Secara geografis, aliran Mahayana berkembang di Utara dan Timur
Asia ( Tiongkok, Tibet, Mongolia, Korea dan Jepang. Sedangkan
Theravada berkembang di Asia Selatan atau Tenggara: Sri Lanka,
Thailand, Birma dan Laos. Buddhisme di Vietnam adalah campuran
antara Mahayana dan Hinayana.
2. Theravada/ Hinayana
 Aliran ini dikenal juga Hinayana. Theravada adalah nama umum yang
dikenal bagi ajaran Buddhisme awal pada masa raja Asoka di India
Selatan, Sri Lanka. KS mereka ditulis dalam bahasa Pali. Tujuan ajaran ini
adalah untuk mencapai tingkat Arahat. Ajaran ini secara unum
menganggap bahwa diri adalah tanpa inti (annata); hanya dharmas yang
nyata, dan tujuan akhirnya adalah Nibbana, yakni, peleburan atau
penghapusan total.
 Perbedaan antara Theravada dan Mahayana adalah: Theravada
menekankan pembebasan diri sendiri, sedangkan Mahayana menekankan
pencapaian keBuddhaan bagi semua makhluk.
 Tradisi Theravada tidak mengakui Buddha Amitabha, Bodhisatwa. Aliran
Tehravada percaya pada Sakyamuni Buddha dan Bodhisatwa Maitreya.
Teheravada lebih menekankan Buddha sejarah serta ajaran awalnya.
 Ada dua aliran penting dalam Buddhisme Hinayana:
1. Vaibhasika (direct realism). Aliran ini menyatakan bahwa realitas
adalah objek jasmani dan batin. Substansi benda-benda memiliki
eksistensi tetap di masa lampau, sekarang dan akan datang. Objek
eksternal diketahui langsung melalui persepsi, bukan melalui
penyimpulan. Pengetahuan tentang objek eksternal bukan merupakan
ciptaan pemikiran subjektif tetapi penemuan objek yang disodorkan
kepada kita.
2. Sautrantika (indirect realism): realitas adalah objek jasmani dan batin,
tetapi kita tidak memiliki persepsi langsung terhadap objek eksternal.
Apa yang kita persepsikan secara langsung adalah ide yang merupakan
salinan atau tiruan saja.
Ketika kita melihat atau memahami sebuah objek eksternal, ada empat
hal yang harus dipenuhi:
 Objek yang memberikan bentuk tertentu kepada kesadaran
 Harus ada pikiran yang menyebabkan kesadaran akan bentuk
 Harus ada sebuah indra untuk menentukan apa itu kesadaran
 Harus ada kondisi pendukung, sperti cahaya dan poisisi.
3. Mahayana
 Aliran ini dikenal sebagai Budhisme Utara. Aliran Tantra (tibet) dan Ch’an
(zen) juga termasuk dalam aliran Mahayana di Tiongkok dan Jepang.
 Sistematika dasar pemikiran Buddisme Mahayana disusun pertama kali
oleh Asvaghosha.
 Aliran ini mengajarkan idealnya kehidupan seorang Bodhisatva
adalah mencapai pencerahan diri sendiri dan semua makhluk.
Bodhisatva adalah orang yang sudah mencapai penerangan atau di
depan pintu Nirvana tetapi menolak masuk karena ingin
menyelamatkan orag lain yang masih dalam penderitaan.
Ciri-ciri Budhisme Mahayana:
 Mencapai cita-cita ideal kehidupan Bodhisatva
 Orientasi filsafat yang berlandaskan pada pengalaman akan Sunyata atau kekosongan
 Menekankan paramithas sebagai jalan menuju nirvana
 Menekankan konsep trikaya sebagai jantung ajaran Mahayana
 Memuja Buddha Cahaya abadi/ Amitabha, terutama dalam aliran Buddha Tanah Suci.
 Secara praktis, Amitabha dilihat sebagai penyelamat dengan cinta kasih,
kebijaksanaan dan kekuatan tanpa batas.
Persamaan Buddhisme Theravada dan Mahayana
 Tujuan Budhisme adalah membersihkan diri dari delusi (moha), mencapai pencerahan
dan memasuki dunia yang tidak terbatas.
 Dunia tidak memiliki awal dan akhir. Semuanya dijelaskan berdasrkan hukum sebab-
akibat, tetapi tidak ada sebab pertama.
 Segala sesuatu berubah, bersifat sementara.
 Tidak ada entitas substansial yang tetap, seperti ego atau aku. Kerana semuanya tidak
ada yang tetap dan bersifat sementara, maka tidak ada diri yang abadi di balik
kesadaran.
 Ada kelahiran kembali, karma yang dihasilakan oleh perbuatan. Kelahiran kembali
atau reinkarnasi menyebabkan penderitaan.
 Praktik moral adalah Jalan Mulia untuk melenyapkan delusi.

Persamaan Pandangan Tentang Nirvana:


 Nirvana tidak dapat diungkapkan, tidak berubah dan abadi (amrita)
 Nirvana harus direalisasikan dalam diri, jika keinginan dilenyapakan
 Dalam Nirvana, diri personal tidak lagi berfungsi.
 Nirvana merupakan sebuah kedamaian/ sama atau upasama, yang melampau
pengertian.
 Nirvana memberikan rasa aman yang abadi. Secara harafiah, Nirvana berarti
“disirnakan “atau “dihilangkan”.
Dalam literatur Buddhisme, Nirvana dijelaskan melalui empat cara: Pertama, secara negatif:
tidak mengalami kematian, tidak berubah, tidak diproduksi, tidak diciptakan, bebas dari
penderitaan. Kedua, secara positif: Kebahagiaan tertinggi, kebijaksanaan transendental,
penerangan dan kesadaran murni. Ketiga, secara paradoks: Tinggal dalam kondisi yang tidak
ditinggali. Merupakan realitas hampa. Keempat Secara simbolis: Sebagai gua yang dingin,
pulau di dalam banjir, kota suci, tempat berlindung.
Distingsi Filsofis Antara Hinayana dan Mahayana (filsafat Madhyamika)
 Perbedaan Interpertasi tentang konsep hukum kausal (pratiyasamutpada). Konsep ini
merupakan salah satu doktrin yang sangat penting dalam buddhisme. Tidak ada
fenomena yang tidak didahului oleh penyebab. Semua kejadian merupakan
serangkaian hukum kausal. Menurut Hinayana, hukum kausalitas adalah
penampakkan benda yang bersifat sementara, sedangkan menurut sistem
Madhyamika, muncul atau hilangnya unsur-unsur (dharmah) bukanlah tafsir yang
benar tentang hukum kausalitas. Aliran Hinayana melihat hukum kausalitas sebagai
urutan atau rangkaian entitas nyata yang temporal, dimana terdapat hubungan kausal
antara entitas tersebut. Sedangkan bagi penganut Madhyamika, kausalitas merupakan
sebuah asas ketergantungan yang esensial antara benda-benda, bukan sebagai prinsip
urutan yang temporal.
Jadi dapat disimpulkan bahwa: Kausalitas menjadi identik dengan relativitas. Menurut
Nagarjuna, apa yang kita sebut sebagai Sunyata adalah kausalitas. Karena itu Sunyata
merupakan konsep paling penting dalam filsafat Madhyamika.
 Tafsir Tentang Nirvana: menurut Hinayana, Nirvana adalah abadi dan
membahagiakan, sedangkan bagi penganut Madhyamika, Nirvana tidak memiliki
predikat apapun. Kaum Hinayana, percaya bahwa Nirvana adalah sesuatu yang harus
dicapai sedangkan kaum Madhyamika, Nirvana bukan merupakan sesuatu yang harus
dicapai.
 Bagi Buddhisme, manusia ideal adalah pencerahan / kesucian peribadi sedangkan
bagi Mahayana mencapai keBuddhaan dan Bodhisattwa.
 Dalam hal cara mencapai Nirvana: Hinayana melalui realisasi ketiadaan diri,
sedangkan Mahayana, baik melalui realisasi ketiadaan diri maupun melalui realisasi
dharma-nairatnya, artinya semua unsur eksistensi adalah tidak substansial, tdak
memiliki realitas mandiri. Bagi kaum Mahayana, realisasi keduanya adalah niscaya
mencapai Nirvana.
 Sistem Hinayana bersifat intelektual, sedangkan Mahayana bersifat Devosional.
 Sistem Hinayana menganut sebuah pluralisme radikal, sedangkan Mahayana adalah
sebuah sistem filsafat non-dualisme.
 Pendekatan Hinayana terhadap kebenaran adalah melalui rasionalitas dengan sedikit
unsur mistisisme, sedangkan Mahayana bersifat supra-rasional dan mengandung
sistem mistisime yang dalam.

BUDDHISME TIONGKOK
( Chinese Buddhism)
1. Pengantar
 Sinetsis antara pemikiran India dan Tiongkok yaitu Buddhisme Jalan Tengah
dan Taoisme.
2. Lima Aliran Utama
1. Aliran Wei Shi ( Wei Shi School)
 Hsuan-Tsang adalah tokoh yang berperan dalam pengembangan Buddhisme di
Tiongkok. Dia adalah tokoh legendaris yang melakukan perjalanan ke India
lewat gurun Tobi. Ia mempelajari Buddhisme secara langsung.
 Di India aliran ini disebut dengan Yogacara yang didirikan oleh Asanga (410-
500 M) dan Vasubandhu (420-500 M).
 Aliran pemikiran ini disebut “Mind Only” atau “Consciuosness-Only (Wei
Shi), karena ajarannya menekankan hayalah KESADARAN. Bentuk
kesadaran yang mendasar disebut “Alaya”. Eksistensi dunia eksternal
tergantung pada ‘Kesadaran’.
 Pokok Ajaran:
 Wei: Posisi: Kondisi antara universalitas dan partikularitas.
Menyangkal eksistensi dunia eksternal. Dunia luar tidak real,
tidak memiliki eksistensi independen. Dunia luar tidak berdiri
sendiri.
 Ada 8 jenis kesadaran: 5 kesadaran indrawi dan pikiran, intuisi
dan gudang kesadaran (alaya).
 Alaya adalah bukan pikiran empiris. Pikiran ini melampaui dan
menghilangkan konsep dualisme antara ada dan tiada,
persamaan dan perbedaan. Konsep ini melampaui apapun,
maka Mind yang dimaksud adalah Sunyata.
 Doktrin sentral adalah mengenai tahap Transformasi yaitu
proses terjadinya manifestasi eksternal dari sesuatu yang
internal. Kata transformasi berarti kesadaran batin yang
bertransformasi dan menghasilkan sifat-bentuk yang tampak
seolah-olah menjadi dunia luar sang diri. Dunia eksternal
adalah hasil transformasi dari kedelapan bentuk kesadaran.
2. Aliran Hua- Yen (Flower Garland School)
Filsafat Huayen bersifat ‘anti-analisis’ dan ‘anti-filsafat’, karena untuk mencapai
tujuannya, Huayen mengajarkan pengertian langsung yang melampaui kata-kata
dan konsep. Semua filsafat hanyalah hasil aktivitas mental. Ajaran ini melampaui
horison bicara dan pikiran, artinya harus menembus perangkap kata-kata dan
konsep.
 Metafisika Huayen.
 Dunia adalah hasil aktivitas pikiran. Pikiran adalah hasil ciptaan
pikiran Tunggal. Huayen adalah sebuah idealisme subjektif yang
melawan materialisme. Dunia fisik tidak real karena dunia
hanyalah proyeksi pikiran. Huayen menyangkal eksistensi duniai
fenomena. Dunia hanyalah ilusi, mimpi, pantulan dalam cermin.
Filsafatnya terfokus pada konsep fundamental “Penyebaban
Universal dunia fenomena”.
 Makna kata Sunyata, kekosongan bersifat metafisis yaitu realitas
absolut, bebas dari dikotomi ada dan tiada, bentuk dan tidak
berbentuk.
 Epistemologi Huayen
 Fokus pada bahasa dan realitas. Mengakui satu bentuk skeptisisme
bahasa, bahasa tidak bisa menggambarkan dunia yang sebenarnya.
Apa yang diungkapkan dengan kata-kata tidak mampu
memperlihatkan sifat realitas.
 Dengan demikian, tidak ada kemungkinan korespodensi antara
skema konseptual dan kodrat sejati benda-benda.
 Kebenaran tidak dapat dimengerti, karena kebenaran tidak dapat
dijelaskan atau digambarkan lewat bahasa. Bahasa gagal
menangkap realitas, sebab bahasa didasarkan pada persepsi kita
tentang dunia.
 Etika Huayen
 Mencakup pengertian kata Buddha, Bodhisatva. Tahap
pengembangan moral yang ideal adalah tahap Bodhisatva sebab ia
terletak diantara wilayah para Budha dan Makluk hidup.
 Pengembangan kebajikan belaskasihan/ compassion.
3. Aliran Tientai ( Lotus School)
Aliran ini berkembang di Jepang, didirikan oleh CHI-I (ZHI YI) (538-597).
 Ajaran sentral mencakup tiga ide mendasar Yaitu: Kebenaran kosong:
kongdi. semua fenomena adalah kosong atau tidak memiliki kodrat diri.
Kedua, kebenaran sementara. Ketiga, kebenaran jalan tengah, yang
dimaksud adalah penghindaran dan pelampauan dua ekstrem: yaitu
eksistensi dan kekosongan. Ditengahnya Way/ Dao.
 Realitas absolut identik dengan kebenaran ontologis. Dunia fenomenal
adalah Nirvana.
 Konsep Tentang keselamatan universal: untuk mencapai keselamatan :
Konsentrasi dan kontemplasi.
4. Aliran Ch’an (Zen Buddhisme).
 Zen dari kata mandari Chan yang berarti meditasi. Awal dibawa ke
Tiongkok pada abad ke 6 oleh Bodhidharma. Mulai hilang pada abad ke
13 dan kemudian dibawa ke Jepang.
 Metafisika Zen: menjelaskan pandangan Zen tentang realitas. Aliran
Rinzai Zen tidak memiliki wilayah ontologis yang terpisah. Budhisme ada
di dunia ini dan realisasinya tidak terlepas dari dunia ini. Nirvana: bukan
berhentinya siklus hidup-mati secara harafiah-lebih berkonotasi lenyapnya
kemelekatan dan penolakan. Hanya ada satu realitas yaitu dunia ini.
 Pikiran dan Kodrat Manusia: Mencius kodrat manusia baik, potensial.
Dalam Zen kodrat Buddha adalah sebuah aktualitas. Tiap orang dilahirkan
sebagai Buddha-dalam perjalanan terhalang-semakin dekat dengan kodrat
intrinsik semakin dekat menjadi Buddha. Pencerahan adalah kembali ke
kondisi orisinil kodrat.
 Epistemologi Zen: pengetahuan tentang dunia luar hanya dapat
dijembatani lewat pengetahuan tentang pikiran kita sendiri. Objek
pengetahuan adalah pikiran sendiri, yang dikenali adalah pikiran dalam
kondisi tanpa pikiran.
5. Buddhisme Tanah Suci

Anda mungkin juga menyukai