Filsafat=Darsana (sanskerta)
Sejarah filsafat adalah sejarah tentang refleksi manusia atas kehidupan. Artinya,
problem kehidupan manusia menjadi sumber yang disentuh oleh filsafat. Manusiapun secara
alami-natural, berpikir dan berefleksi tentang dirinya dan tentang lingkungan sekitarnya.
Pertanyaan fundamental, ialah “Who am i? Dan “How should i live? Pertanyaan siapakah
saya dan bagaimana seharusnya kita hidup, lantas menggiring kita dalam usaha mencari arti,
makna dan nilai dari hidup dan kehidupan kita. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti
ini tentu berbeda, baik dalam filsasfat Barat maupun dalam filsafat Timur.1
Dalam filsafat Timur, umumnya konsentrasi pada manusia dan pengalaman manusia
atas kehidupannya. Di China misalnya, filsafat lebih berpusat pada diskusi, refleksi tentang
kemanusiaan, harmoni dengan seluruh alam dan juga menyoal kebahagiaan. Hal yang tentu
berbeda dengan filsafat India yang cendrung menyinggung soal realitas yang penuh dengan
penderitaan. Maka seluruh filsafat India, berangkat dari pengalaman, duka, miskin dan
kesengsaraan, lantas menemukan cara agar manusia bisa keluar dari lingkaran penderitaan
itu. Kiblatnya adalah realitas mutlak, yang diyakini mampu memberikan semacam “obat
penawar”. Jalan yang ditempuh adalah refleksi, yoga dan meditasi sebagai sarana yang
dianggap dapat “memabukan” manusia , hingga masuk dalam ruang ekstasis tingkat tinggi.2
filsafat Timur: Trilogi keseimbangan/harmoni: dunia alam semesta, hidup dan kehidupan:
a. Kiri-moderat-kanan
b. Atas-tengah-bawah
c. Pandai-awam-bodoh
d. Brahmana-kesatrya-waysia (jelata)
3
Tim Redaksi Driyarkara, Jelajah Hakikat Pemikiran Timur (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), 15-16.
4
Koller, Oriental, 10.
Dari gagasan ini, tampak bahwa dalam Filsafat India, pusat utama adalah
manusia dan penderitaanya. Manusia adalah subjek yang paling penting dari
objek-objek yang lain yang masuk dalam pengalaman manusia. pribadi atau diri
yang menderita selalu merupakan subjek. Di atas subjek ini, ada diri yang Mutlak
yang selalu digambarkan sebagai subjek yang murni, yang tidak pernah menjadi
objek “The one without a second”. 5
Hinduisme adalah salah satu tradisi relijius yang tertua dan tidak diketahui
pendirinya, sebab merupakan gabungan dari berbagai cara hidup dan keyakinan
(agama a-historis dan non-historis). Hinduisme tersebar di seluruh dunia dan di India
dianggap sebagai agama negara. Hinduisme tidak sekedar agama, tetapi juga
merupakan suatu cara hidup atau boleh dikatakan sebagai sebuah Hukum atau
Kebenaran Abadi (Sanata Dharma) yang bersifat universal. Hinduisme sering disebut
sebagai “sekeluarga agama-agama’.
Para ahli mengatakan bahwa Hinduisme sudah lama berlangsung, kira-kira
5000 tahun. Diduga berasal dari bangsa Aryan yang datang ke India pada tahun 1500
SM sebagai penakluk dan penduduk. Sehingga para penulis Weda dikenal sebagai
Arya (noble). Para suku Aryans diperkirakan hidup di kutub utara, yaitu:
Skandinavia, Ukraina, Persia, Turki dan Asia Tengah lainnya. Bukti migrasi
nampak dalam bahasa yang mirip, misalnya bahasa Avesta dari kaum Zoroaster dan
Rig-Weda kaum Hindu adalah mirip. Bukti peninggalan kaum Aryan ditemukan di
Harappa dan Mohenjo Daro. Selain Weda sebagai sumber historis Hinduisme, tradisi
dari suku Adivasis (500 ribu) juga mempengaruhi Hinduisme. Ajaran animismenya
kemudian mempengaruhi konsep kelahiran kembali dalam Hinduisme. Budaya
bangsa Dravida yang sangat tua juga mempengaruhi Hinduisme. Ada unsur Dravida
dalam Rig-Weda. Weda adalah hukum universal untuk mengatur semua hal. Weda
adalah wahyu kosmik. Dalam hukum Weda ditegaskan bahwa semua manusia
memiliki hak dan kewajiban menurut kasta dimana mereka dilahirkan. Weda sebagai
literatur kanonik ini dijaga dan diturunkan secara lisan.6
1. Teks-Teks Suci
5
Koller, Oriental, 11.
6
Matius Ali, Filsafat Timur (Karang Mulia: Sanggar LUXOR, 2013), 6-7.
Sumber utama dalam memahami Hinduisme adalah Weda. Terdiri atas dua bagian
yaitu: Sruti/ Wahyu (what is revealed) dan Smriti , adalah apa yang diingat (what
is remembered). Weda sebenarnya hasil perpaduan dua budaya : Bangsa
Arya yang berbahasa Indo-Eropa dan Dravida.
1.1. Weda sebagai Wahyu (sruti)
Sruti merupakan kumpulan kidung pendek. Teks tertua Hinduisme (30.000
SM). Revisi terbaru 2300 SM. Kata weda mempunyai dua konotasi: Yaitu
luas dan sempit. Dalam konotasi luas meliputi: Rig -Veda, Yajur-Veda,
Sama-Veda dan Atharva-Veda. Setiap bagian terdiri dari tiga bagian:
Brahmanas, Aranyakas dan Upanishad. Keempat Weda ini mencerminkan
kebenaran. Rig-veda fokus pada kognisi, Yajur-Veda pada tindakan,
Sama-Veda pada keinginan/desire dan Atharva-Veda fokus pada benih dan
kesatuan. Jika keempat Weda ini dipahami secara baik maka akan
mencapai Brahman. Kebenaran Brahman hanya dicapai melalui empat
kebanaran ini. Sebab Brahman adalah totalitas transendental dan tidak
terbatas. Jadi Brahman (moksa) adalah titik terakhir yang sempurna, yang
dicapai melalu empat jalan kebenaran. 7
1.2. Tradisi Smriti (suci)
Smriti artinya apa yang diingat, memiliki nilai penting yang praktis dalam
kehidupan. Teks ini memuat aturan-aturan hidup. Dalam konotasi sempit
terdiri dari Dharmasastra: Teks tentang kewajiban dan hak umat Hindu
menurut status mereka. Dalam konotasi luas tediri dari: Itihasa, Purana,
Epos Ramayana dan Mahabrata. Dharmasastra terdiri dari: Manu-Smriti,
Yajnavalkya-Smriti dan Vishnu-smriti.8
2. Pemetaan Zaman
2.1. Masa Weda (1500SM-300 SM).
Bangsa Arya masuk membawa agama yang memuja para dewa dan
kekuatan-kekuatan alam. Berkembang dua aliran yaitu: Yang
Ritualistik dan Filosofis. Yang ritualistik nampak dalam pemujaan
alam, dewa/dewi melalui upacara kurban. Aliran Filosofis mencoba
menemukan kehadiran Roh dan Kesadaran yang meliputi semua di
balik pluralitas para dewa.
Roh tersebut dicari bukan dalam ritual tetapi dalam kesadaran batin
manusia.
Ada dewa Indra, Agni dan Soma. Ada juga dewa Varuna. Agama
Rig-Veda terdiri atas pemujaan/ pemberian sesajen pada berbagai
dewa.
2.2. Masa Reaksi/Klasik (300SM-1000M)
Periode ini ditandai dengan penolakan terhadap spekulasi mistis
dan praktek ritual pada periode sebelumnya. Mulai penekanan pada
moralitas, pengendalian diri dan kerja yang baik. Masalah
kehidupan ditafsir secara rasional dan kepercayaan terhadap Tuhan
personal dikembangkan.
7
Ali, Filsafat, 8-10.
8
Ali, Filsafat, 13-14.
Pengembangan misitisime metafisis oleh para bijak, pertapa-
munculah teks ritual yang disebut sebagai Sutra. Reaksi populer
seperti Budhisme, Jainisme, Saivinisme dan Vaisnavisme.
Budhisme dan Jainisme menolak otoritas Weda (gol. Heterodoks,
unothodoks). Disebut NASTIKA. Sedangkan keenam filsafat yang
lain (Shad Dharsanas) menerima otoritas Weda . Disebut Astika.
Saivisme dan Vaisnavisme adalah gerakan teistik yang sulit
dilacak asal-usulnya. Agama Shiwa (abad ke-6 SM).
2.3. Masa Pertengahan (1000-1800 M)
Ciri khas pada masa ini adalah munculnya Islam yang memberikan
sumbangan besar bagi perkembangan Hinduisme. Invasi ke India
dan menang. (perang dipimpin oleh Alberuni dan Mahmud
Ghazni).
Pengaruh Islam bersifat ganda: di satu sisi mengajak orang untuk
memeluk Islam, tetapi di sisi lain mendorong kecendrungan
monoteistik bagi kaum Hindu.
Lantas munculah beberapa tokoh, terutama Kabir bermaksud
menyatukan semua agama menjadi satu.
Meski ada interaksi, ajaran Hinduisme kemudian berusaha menarik
diri dari kehidupan duniawi dan berusaha bertapa-gerakan
devosional.
Gerakan devosional (bhakti) sangat berkembang dengan baik,
menyebar keseluruh wilayah India.
Ciri paling menonjol pada masa ini adalah berkembangnya agama
Wishnu (vaisnavism) yang menekankan devosi pada Khrisna dan
Radha.
Pengaruh Islam dapat dilihat dari gerakan religius dengan ciri
monoteisme ketat.
2.4. Masa Modern (1800-1947)
Pada masa ini ditandai dengan adanya pengaruh Barat, terutama-ide ide baru
yang datang. Cukup disambut baik karena ternyata Hinduisme tradisional
dirasa tidak memuaskan.
Rasionalisme dan Positivisme diterima. Masuk melalui penjajahan Inggris
dan kekristenan. Jadi Hinduisme mengalami tantangan baru yaitu: Sains,
Sekularisme dan Humanisme.
Para pemikir India mulai memeriiksa ulang tradisi-tradisi filsosofis mereka.
Mereka belajar dan terjemahkan teks-teks tua tapi tetap mempertahankan
ortodoksi ajaran Weda.
BAB II
ENAM SISTEM FILSAFAT INDIA
(Shad Darshanas)
Keenam sistem filsafat India ini merupakan hasil dari pemikiran yang berkembang
pada masa Weda, Brahmana, Upanishad dan Purana. Sistem ini berasal dari para pertapa dan
orang bijak melalui penglihatan kontemplatif. Oleh sebab itu darshana berarti persepsi
langsung, pandangan kontemplatif atau penglihatan spiritual. Darshanas lantas berarti
pengetahuan tentang Prinsip tertinggi yang melandasi semua yang ada. Keenam sistem ini
dirumuskan oleh para rshis yang melihat realitas dari sudut pandang yang bebeda-beda.
Nama keenam sistem filsafat tersebut:9
1. Nyaya: Oleh Gautama (450 SM)/ BCE: Before Christian Era. Sesudah
Masehi (Christian Era/ CE)
2. Vaisheshika: oleh Kanada (480-400 SM)
3. Samkya: Kapila (700-620 SM)
4. Yoga: Patanjali (390-310 SM)
5. Mimamsa: Purva Mimamsa: Jaimini (350 SM) dan Uttar-Mimamsa:
Badarayana (650 SM).
6. Vedanta: Vyasa (1400 SM).
Astika (Ortodoks)
1. Nyaya-Vaisheshika
2. Samkya-Yoga
3. Mimamsa-Vedanta
Nastika (heterodoks)
1. Carvakas
2. Budhist
3. Jainas
9
Ali, Filsafat, 30.
10
Ali, Filsafat, 30.
1. NYAYA-VAISHESHIKA/ VAISESIKA
(Realisme dan Pluralisme-Atomisme)
1. Pengantar
Kedua sistem filsafat ini merupakan tipe filsafat analitis yang sangat menekankan
peran akal sehat dan sains. Sistem nyaya adalah menggunakan metode sebagai sains
yaitu logis dan kritis. Nyaya mengakui kebenaran segala sesuatu berdasarkan akal-
budi. Dalam sistem Vaisheshika, tujuan utama adalah menganalisa pengalaman.
Keduanya mempercayai pluralitas jiwa, Tuhan personal, semesta yang atomistik.
Nyaya menjelaskan proses serta metode tentang pengetahuan objek yang rasional,
Vaisheshika mengembangkan konstitusi atomis benda-benda yang diterima oleh
Nyaya tanpa argumen.
1. Pengantar
Kata Samkya berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti “renungan” atau
“refleksi”. Samkya adalah metode untuk merealisasikan fakta filsafat tertinggi
melalui pengetahuan. Sedangkan Yoga berarti kontemplasi tentang realitas
tertinggi melalui meditasi yang tetap dan konsisten.
Teks fil. Samkya klasik: Samkya Karika ( Iswara Khrisna (ke-5 M).
Teks Yoga: Yoga Sutras
2. Metafisika
Samkya dan Yoga berurusan dengan dua kategori dasar dari realitas yaitu:
Purusha (self) dan Prakriti (Primordial Matter).
Purusha bersifat pasif, bebas, dan dianggap sebagai penggerak atau penyebab
pertama bagi proses kosmik. Sedangkan Prakriti bersifat aktif. Purusha adalah
prinsip inteligensi yang tidak berubah.
Samkya Yoga menjelaskan tentang proses involusi dan evolusinya prinsip
material. Samkya menekankan proses turun/ involusi yang mengikat jiwa
individu ke dalam materi. Sedangkan Yoga, lebih fokus pada proses
bagaimana sang jiwa dapat bebas dari ikatan materi.
Purusha: Kesadaran Murni, prinsip inteligensi yang tidak berbuah.
3. Epistemologi
Ada tiga faktor dalam proses mendapatkan pengetahuan: Subjek, Objek
Pengetahuan dan Proses mengetahui.
Bagi Samkya, yang mengetahui atau yang mengalami adalah Purusha dan
proses mengetahui adalah proyeksi gelombang kesan-kesan yang muncul dari
objek dan diproyeksikan ke dalam kesadaran.
Pengetahuan yang diperoleh melalui indera dan aktivitas inderawi disebut
“persepsi”.
4. Pembebasan
Dalam Samkya Sutra, ditegaskan bahwa tujuan akhir dari kehidupan adalah
menghentikan tiga macam penderitaan. Obat-obatan hanya mengobati
penyakit fisik secara sementara. Perbuatan baik dan kurban juga tidak sanggup
menghilangkan penderitaan. Hanya pengetahuan yang benarlah (pembedaan
yang benar anatar Diri dan bukan diri) antara Purusha dan Prakriti, kita dapat
menghancurkan penderitaan.
Penyebab penderitaan adalah pengetahuan yang salah dan penderitaan
ditemukan dalam prakriti.
Oleh sebab itu, pengikut Samkya mengklaim bahwa sistem Samkya
merupakan sebuah sarana langsung untuk mencapai pengalaman transendental
yang membebaskan purusha dari prakriti.
Fil. Yoga menerima seluruh sistem dasar fil. Samkya dengan menambahkan
satu kategori yaitu Ishwara (God) penguasa alam semesta. Inilah yang
membuat Yoga menjadi filsafat yang teistik.
Baik Samkya dan Yoga sama sama bertujuan mencapai Moksa. Samkya
melalui pengetahuan. Yoga melalui teknik-teknik psiko-fisik. Pengetahuan
dicapai melalui disiplin diri yang ketat...itulah Yoga.
5. Delapan Jalan Yoga: Jalan Menuju Transendensi Diri
Patanjali menyusun delapan ruas/ jalan Yoga, sebagai sebuah metode spiritualitas
praktis:
1. Disiplin Moral/ yama: Ahimsa
2. Disiplin diri/ Niyama
3. Postur tubuh/ asana
4. Pengendalian Napas/ pranayama
5. Pengendalian indera/pratyahara
6. Konsentrasi/ Dharana
7. Meditasi/ dhyana
8. Ekstasis/ Samadhi
6. Kesimpulan
MIMAMSA -VEDANTA
1. Pengantar
Sistem Mimamsa dan Vedanta adalah dua bagian dari Filsafat yang mewakili
unsur paling ortodoks dari ajaran Weda. Secara etimologis, Mimamsa
(sansekerta) berarti bertanya atau penyelidikan yang rasional.
Filsafat Mimamsa berurusan dengan sistem ritual Weda (karmakanda).
Vedanta menjelaskan bagian pengetahuan Weda dan merupakan bagian
kontemplatif dari filsafat yang mencakup aspek teoretis Weda. Kata Vedanta
berarti kebenaran terakhir atau akhir dari Weda. Vedanta memusatkan diri
pada Realitas Akhir (Brahman).
Mimamsa berhubungan dengan suara kosmis (Sabda Brahman) sedangkan
Vedanta berhubungan dengan Realitas Akhir, yang transenden dan tidak
memiliki nama dan bentuk. Namun Realitas Akhir atau Param Brahman bisa
direalisasi berkat penguasaan terhadap Sabda Brahman yang memiliki nama
dan bentuk.
Mimamsa tidak mengenal eksistensi Tuhan, yakni ada kosmis yang
memberikan hukuman atau hadiah pada tingkatan individual (karmas), yang
dilakukan oleh jiwa individual. Menurut Mimamsa, tindakan sendiri ,
menghasilkan ganjarannya sendiri. Namun Mimamsa adalah sebuah filsafat
politeistik yang percaya pada eksistensi sejumlah makhluk supranatural yaitu
para dewa yang tinggal di surga
Menurut filsafat Mimamsa, jiwa individual terbebas jika ia naik ke
surga. Sehingga butuh banyak ritual.
Mimamsa adalah sebuah disiplin yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan
surgawi dengan merealisasikan suara kosmis atau Sabda Brahman.
Sistem Vedanta mempertahankan filsafat panteistik Mimamsa, tetap
menganggap alam semesta berasal dari satu esensi abadi yakni: Brahman.
Kata Brahman dari kata “brh” berarti tumbuh, perkembangan, mengembang,
perluasan dan evolusi. Brahman adalah Roh Universal yang impersonal.
Brahman tidak memiliki sifat dan tindakan, namun ia adalah sumber pertama
yang mengalirkan semua ciptaan serta akhir dari semuanya.
Menurut Vedanta, Brahman adalah pencipta dan ciptaan. Ia menciptakan alam
semesta dari dirinya dan melalui dirinya. (contoh seekor laba-laba yang
membuat sarangnya dari air liurnya sendiri).
2. Metafisika: Hakikat Brahman
Hakikat Brahman yang sebenarnya dipahami sebagai Sat atau eksistensi
abadi, Chit atau kesadaran murni dan Ananda atau kebahagiaan. Brahman
tidak mengandung atribut tapi memiliki kekuatan intrinsik (maya), yakni
kekuatan yang menciptakan ilusi, yang juga dikenal sebagai kebodohan
(avydia). Ilusi ini juga dikenal sebagai prakriti dalam sistem Samkya.
Lepas dari Brahman, ilusi tidak memiliki eksistensi terpisah seperti sinar
matahari dan matahari. Namun ketika bermanifestasi atau menjadi operatif,
ilusi atau maya dapat mencipatkan kesan palsu.
Jika Brahman adalah Realitas abadi, maka ilusi dapat digambarkan sebagai
sesuatu yang menampakkan diri dalam realitas relatif atau sementara.
Brahman tidak memiliki bentuk, nama, tetapi memiliki kemampuan untuk
menjadi dan memiliki nama.
Brahman adalah Tuhan universal, kesadaran murni yang tidak dibatasi. Ia
mahatahu dan mahakuasa.
3. Ilusi (maya):
Menurut Vedanta, kemahatahuan dan kemahakuasaan Tuhan itu tidak tampak,
tidak real. Namun Tuhan tetap sadar akan tidak-realan dirinya yang hanya
tampak sebagai suatu entitas. Tuhan tidak dpat memiliki kebodohan ego
manusia yang sempit dan terbatas. Dia mengetahui bahwa Dia adalah
Brahman yang disalahtafsirkan melalui kekuatan ilusinya sendiri.
Ilusi hanya membentangkan diri sebagai kekuatan (shakti) ketika berhubungan
dengan Ishvara. Shakti masih bersifat laten di dalam Brahman (nirguna
Brahman), sedangkan ilusi adalah sikap dari Tuhan dalam bentuk Ishvara
(Saguna Brahman).
Ketika Tuhan terlibat dalam permainan ilahi, dan menduduki fungsi
kosmisnya, Dia memimpin pembentangan rencana kosmis melalui kekuatan
(shakti) untuk menciptakan ilusi (maya).
Di bawah pesona maya, jiwa individual terperangkap dalam fatarmorgana
bentuk-bentuk semu, serta tertarik atau tertolak oleh fenomena ilusif. Bagi
Jiwa, ego individual tampak sebagai realitas konkrit. Sang Jiwa dibatasi oleh
indvidualitas yang egois serta membayangkan dirinya berbeda dari makhluk
yang lain.
Sang Jiwa dibatasi oleh kelima pembungkus tubuh yang memisahkannya dari
Diri sejati / atman dala diri dan diri Universal/Brahman di luar diri. Karena
keburaman serta ketumpulan pembungkus ini, jiwa individual tidak mampu
melihat atau merealisasikan cahaya sang atman yang tinggal di dalam hati.
Tuhan tetap menjadi misteri yang tidak terjangkau dan tidak diketahui.
Tuhan menginginkan Jiwa individual menjadi medium transparan bagi cahaya
Nya, sehingga kegelapan sang jiwa dapat dihilangkan. Hanya jika selubung
kebodohan dihilangkan, maka si individu dapat menyadari atau mencapai
kodratnya yng sejati, kesatuannya dengan Tuhan dan akhirnya kesatuan
dengan Brahman. Jika penyatuan dengan Brahman tercapai, maka sang jiwa
terbebas dari siklus reinkarnasi.
Untuk memutuskan rantai ikatan sebab-akibat dan mencapai identitas serta
keselarasan sempurna dengan Brahman, Vedanta menganggap penghapusan
kebodohan dan pencapaian pengetahan sejati berdasarkan pengalaman
spiritual sebagai dua hal yang niscaya. Vedanta juga menganjurkan Yoga
untuk mencapai pengetahuan sejati melalui kontemplasi ekstasis.
Filsafat Vedanta
1. Pengantar
Upanishad dikenal juga sebagai Vedanta menjadi inspirasi filsafat relijius
umat Hindu. Upanishad ditulis untuk orang yang sudah meninggalkan
kehidupan duniawi. Upanishad menjadi landasan primer dan dasar metafisika
yang melandasi semua ajaran Hinduisme.
Walaupun diterima sebagai Sruti, status Upanishad menyediakan kebenaran
yang membebaskan melalui perumpamaan dan metafor. Upanishad
mengajarkan Jalan pengetahuan untuk mencapai kebebasan terakhir.
2. Metafisika: Atman dan Brahman
Atman adalah jiwa individual dan Brahman adalah dasar semesta alam. Atman
adalah jiwa dari segala sesuatu dan oleh sebab itu hanyalah kata lain untuk
Brahman. Brahman adalah yang tertinggi, yang menguasai segala yang ada
dan yang akan datang. Brahman mempertahankan langit agar senantiasa
terpisah dari bumi, namun sekaligus dia adalah seluruh dunia yang hidup dan
bernafas dan menguasai atman. Dia adalah makrokosmos dan manusia adalah
mikrokosmos.
Inti ajaran Upanishad: pengenalan adanya sesuatu yang abadi dalam jiwa
manusia, memiliki hakikat sama atau identik dengan Brahman yang kekal,
yang menopang dan menjiwai seluruh kosmos objektif ini. Brahman, Atman
dan Purusha adalah ketiga kata yang mengartikan dua hal yang sama .
Ketiganya bisa berarti baik hakikat jiwa manusia, yang karena keberadaanya
di luar waktu menjadi abadi, ataupun dasar yang tidak pernah berubah dari
alam semesta, tetapi sekaligus merupakan sumber dari segala perubahan.
Sejak masa Upanishad, meskipun kata Brahman tetap mempertahankan
artinya yang semula sebagai “ucapan suci” dan dalam arti sehari-harinya
menjadi yang Absolut, yakni yang tetap tak berubah meskipun dalam dunia
yang berubah ini.
Brahman adalah makanan, materi utama, napas, dasar dari segala kehidupan.
Fokus utama Upanishad adalah pengetahuan tentang sang Diri. Mengerti
tentang sang Diri berarti menjadi sang Diri. Yang mengerti sang Diri akan
mengerti nasibnya. Dan yang sudah menyadari sang Diri akan mengetahui
semuanya karena Atman adalah Brahman.
3. Hakikat Brahman
Brahman atau Sang Absolut adalah sumber dari segala sesuatu yang ada.
Brahman adalah “Ada” (The Ground of Being), yang menjadi landasan semua
fenomena yang ada. Semua manifestasi ini akan kembali padaNya. Brahman
tidak berbentuk, tidak berpikir, tidak bernafas, tidak dilahirkan, tidak
mengalami kematian, murni dan abadi. Dari yang absolut lahir napas, pikiran,
indra, ruang, angin, cahaya, air dan bumi. Dalam Upanishad, kepala yang
absolut digambarkan sebagai api; matanya sebagai matahari dan rembulan;
suaranya sebagai ajaran Weda. Singkatnya Brahman adalah Diri yang paling
dalam dari semuanya.
Pengetahuan tentang Brahman tidak dapat dicapai melalui metode ilmiah.
Pengetahuan dicapai melalui realisasi kesadaran tertinggi, melampaui semua
persepsi inderawi.
4. Epistemologi: Empat Tahap Pengetahuan
Dalam Upanishad ditegaskan bahwa pengetahuan yang diajarkan adalah
sangat sulit diperoleh dan membutuhkan usaha yang panjang dan melelahkan.
Pengetahuan itu yaitu tentang “sang Aku”. Ada empat tahap:
Kesadaran Bangun/ Jagrat/ fisik
Kesadaran Tidur/ Svapna
Tidur tanpa Mimpi/ Sushupti/ Mental
Kesadaran Transdendental/ Turiya/ intuitif.
Pada dua tahap pertama, manusia mengalami apa yang dilihat, dengar dan
dibicarakan. Di sini yang berfungsi adalah organ-organ indera dan organ
tindakan. Organ tersebut bekerja dalam mimpi dan mimpi adalah juga sebuah
pengalaman. Sang Aku ingat akan pengalaman mimpinya.
Teks Upanishad menyatakan bahwa penyebab mimpi adalah “daya psikis”
yang mencakup bentuk-bentuk halus indera, organ tindakan, sperti suara,
sentuhan, pencecapan...pada saat bermimpi, yang berfungsi adalah tubuh
halus. Jadi mimpi merupakan bukti adanya eksistensi batin mamnusia, baik
subjektif maupun objektif.
Pada tahap ketiga atau sushupti/ deep sleep, polarisasi pengalaman manusia
dalam subjek-objek hilang. Keduanya menjadi satu dan kesatuan itu
dibungkus oleh ketidaksadaran. Pada tahap ini Aku hadir dalam kondisi tidur.
Pada tahap keempat adalah pembebasan dan arti pencapaian
kebahagiaan secara menyeluruh.
5. Moksa (Liberation)
Kekhasan dalam ajaran Hinduisme dan Buddhisme adalah adanya ajaran
Reinkarnasi atau perpindahan jiwa. Ajaran ini ditemukan dalam Upanishad.
Inilah kemudian menjadi ajaran pokok Hinduisme. Ada tiga golongan jiwa
dalam ajaran tentang reinkarnasi.
Jiwa yang berdasar pada Iman/ dalam keabadian Atman
Jiwa yang menjalankan kurban dan sedekah mengikuti kitab Weda
Jiwa yang buta terhadap kedua jalan ini.
Golongan pertama dibebaskan dari kelahiran kembali, golongan kedua
kembali ke dunia ini dalam wujud manusia, sedangkan golongan ketiga
dkutuk menjalani kehidupan serangga atau reptil. Istilah teknis yang dipakai
adalah Karma. Setiap tindakan menghasilkan buah yang sepadan. Mereka
yang berbuat baik akan masuk dalam rahim seorang wanita Brahman, Ksatrya
dan Vaisya. Mereka yang jahat akan masuk dalam rahim seekor hewan atau
apa yang kotor dan hina.
Ajaran tentang Karma berkaitan erat dengan ajaran perpindahan jiwa. Tidak
ada ajaran lain yang menjelaskan keberadaan kelahiran dan keberuntungan
atau penderitaan orang tidak bersalah. Sebagai contoh , jiwa orang mati naik
ke bulan yang merupakan pintu surga.
Dengan mengerti Brahman dan bahwa Brahman adalah satu, semua
keberadaan fenomenal diatasi, segala pertentangan dilenyapkan , tindakan baik
dan buruk tidak lagi mengikat dan penyempurnaan diri sendiri tumbuh ke
dalam dunia Brahman yang tidak diciptakan.
Dari situ tidak ada jalan kembali, penemuan Upanishad yang penting adalah
bahwa jiwa tidak dapat mati, artinya keberadaanya yang sejati ada di luar
waktu dan ruang; dan karena itu hubungannya dengan dunia materi-samsara
tentunya bersifat sementara dan dalam arti tertentu tidak sejati.
Samsara adalah perpanjangan hidup tanpa akhir. Dan moksa dari kehidupan
ini dicari. Tujuan dari Moksa adalah mengatasi karma, artha dan dharma.
Dunia samsara diatur oleh Dharma; Dharmalah yang mengikat selama kita ada
dalam dunia dan dari dunia ini, tetapi sekali moksa dicapai, ikatan dari
Dharma dan Adharma, kebenaran dan ketidakbenaran, benar dan salah, lepas
dari kita.
Orang yang sudah mencapai moksa, dapat melihat yang abadi dalam yang
sementara, dan yang sementara, karenanya nampak bertumpu pada yang abadi
dan ambil bagian padanya.
1. Pengantar
Perasaan/ sensasi (vedana) adalah sebuah kondisi mental bagi semua jenis
kesadaran. Ada tiga macam perasaan: menyenangkan, menyakitkan dan tidak
menyenangkan.
Perasaan dibagi dalam lima kategori: Bahagia, rasa sakit, senang, tidak
menyenangkan, ketenangan hati.
Akibat kesadaran tubuh yang bermoral menghasilkan kebahagiaan. Sebaliknya
menghasilkan penderitaan.
Klasifikasi yang lebih luas menjadi lima macam.
Kebahagiaan fisik /sukha
Kebahagiaan mental/somanassa
Derita fisik/ dukkha
Derita batin/domanassa
Ketenangan batin/upekkha
2. Konsep kebahagiaan / sukha
Menurut Abidhamma, kata suka berarti kebahagiaan, sejenis perasaan yang
menyenangkan. Vs kegelisahan dan kesedihan. Ciri kebahagiaan adalah
penikmatan objek yang diinginkan (makan enak).
Berbeda dengan kegiuran, menimbulkan minat pada objek. Sedangkan sukha
membuat orang dapat menikmati objek tersebut.
Rasa kasihan-seperti melihat oase bagi pengembara yang lelah. Minum air
dan mandi merupakan sebuah kebahagiaan.
Kebahagiaan mental dibedakan dari kebahagiaan fisik, namun kebahagiaan
mental tidak terkait dengan kesenangan material. Perasaan menyenangkan
adalah akibat dari penyangkalan terhadap kesenangan material (niramisa
sukha).
Kebahagiaan Nirvana jauh lebih halus dari kebahagiaan. Dalam pengalaman
akan kebahagiaan Nirvanis, tidak ada unsur perasaan. . pembebasan
menyeluruh dari penderitaan adalah kebahagiaan tertinggi. Kebahagiaan yang
membebaskan.
Penderitaan dapat mengarah pada kebahagiaan dan akhirnya ke tahap kesucian
Arahat.
3. Sepuluh Tahap Kebahagiaan
Dalam Bahuvedaniya Sutta, Sang Buddha menyebutkan sepuluh tahap
kebahagiaan, mulai dari kesenangan material kasar yang diakibatkan oleh rangsangan
indera yang menyenangkan sampai pada kebahagiaan jhana ke 10. Jhana 1-5 disebut
Rupa Jhana. 6-10 disebut: Arupa-jhana.
1. Kebahagiaan Inderawi (sensual).
2. Kebahagiaan Jhana pertama (pathama Jhana): bebas dari keinginan inderawi,
bebas dari kondisi tidak bermoral.
3. Kebahagiaan Jhana kedua: sudah memiliki ketenangan batin dan pikiran yang
terpusat.
4. Kebahagiaan Jhana ketiga: kegiuran sudah dihilangkan, perhatian dan sadar
sepenuhnya.
5. Kebahagiaan Jhana keempat: Pelepasan rasa senang dan sakit, meninggalkan rasa
suka dan duka. Sempurna dalam ketenangan batin.
6. Kebahagiaan Jhana kelima: hilangnya reaksi inderawi, bebas dari persepsi akan
perbedaan dan fokus pada ruang tak terbatas.
7. Kebahagiaan Jhana keenam: wilayah kesadaran tidak terbatas. Ketidakterbatasan
adalah kesadaran.
8. Kebahagiaan Jhana ketujuh: ketiadaan. Tidak ada apapun dan hidup dalam
ketiadaan.
9. Kebahagiaan Jhana kedelapan: melampaui seluruh wilayah ketiadaan dan tidak
hidup dalam wilayah persepsi maupun non-persepsi.
10. Kebahagiaan Jhana kesembilan: hidup sudah mencapai penghentian persepsi dan
sensasi.
BUDDHISME TIONGKOK
( Chinese Buddhism)
1. Pengantar
Sinetsis antara pemikiran India dan Tiongkok yaitu Buddhisme Jalan Tengah
dan Taoisme.
2. Lima Aliran Utama
1. Aliran Wei Shi ( Wei Shi School)
Hsuan-Tsang adalah tokoh yang berperan dalam pengembangan Buddhisme di
Tiongkok. Dia adalah tokoh legendaris yang melakukan perjalanan ke India
lewat gurun Tobi. Ia mempelajari Buddhisme secara langsung.
Di India aliran ini disebut dengan Yogacara yang didirikan oleh Asanga (410-
500 M) dan Vasubandhu (420-500 M).
Aliran pemikiran ini disebut “Mind Only” atau “Consciuosness-Only (Wei
Shi), karena ajarannya menekankan hayalah KESADARAN. Bentuk
kesadaran yang mendasar disebut “Alaya”. Eksistensi dunia eksternal
tergantung pada ‘Kesadaran’.
Pokok Ajaran:
Wei: Posisi: Kondisi antara universalitas dan partikularitas.
Menyangkal eksistensi dunia eksternal. Dunia luar tidak real,
tidak memiliki eksistensi independen. Dunia luar tidak berdiri
sendiri.
Ada 8 jenis kesadaran: 5 kesadaran indrawi dan pikiran, intuisi
dan gudang kesadaran (alaya).
Alaya adalah bukan pikiran empiris. Pikiran ini melampaui dan
menghilangkan konsep dualisme antara ada dan tiada,
persamaan dan perbedaan. Konsep ini melampaui apapun,
maka Mind yang dimaksud adalah Sunyata.
Doktrin sentral adalah mengenai tahap Transformasi yaitu
proses terjadinya manifestasi eksternal dari sesuatu yang
internal. Kata transformasi berarti kesadaran batin yang
bertransformasi dan menghasilkan sifat-bentuk yang tampak
seolah-olah menjadi dunia luar sang diri. Dunia eksternal
adalah hasil transformasi dari kedelapan bentuk kesadaran.
2. Aliran Hua- Yen (Flower Garland School)
Filsafat Huayen bersifat ‘anti-analisis’ dan ‘anti-filsafat’, karena untuk mencapai
tujuannya, Huayen mengajarkan pengertian langsung yang melampaui kata-kata
dan konsep. Semua filsafat hanyalah hasil aktivitas mental. Ajaran ini melampaui
horison bicara dan pikiran, artinya harus menembus perangkap kata-kata dan
konsep.
Metafisika Huayen.
Dunia adalah hasil aktivitas pikiran. Pikiran adalah hasil ciptaan
pikiran Tunggal. Huayen adalah sebuah idealisme subjektif yang
melawan materialisme. Dunia fisik tidak real karena dunia
hanyalah proyeksi pikiran. Huayen menyangkal eksistensi duniai
fenomena. Dunia hanyalah ilusi, mimpi, pantulan dalam cermin.
Filsafatnya terfokus pada konsep fundamental “Penyebaban
Universal dunia fenomena”.
Makna kata Sunyata, kekosongan bersifat metafisis yaitu realitas
absolut, bebas dari dikotomi ada dan tiada, bentuk dan tidak
berbentuk.
Epistemologi Huayen
Fokus pada bahasa dan realitas. Mengakui satu bentuk skeptisisme
bahasa, bahasa tidak bisa menggambarkan dunia yang sebenarnya.
Apa yang diungkapkan dengan kata-kata tidak mampu
memperlihatkan sifat realitas.
Dengan demikian, tidak ada kemungkinan korespodensi antara
skema konseptual dan kodrat sejati benda-benda.
Kebenaran tidak dapat dimengerti, karena kebenaran tidak dapat
dijelaskan atau digambarkan lewat bahasa. Bahasa gagal
menangkap realitas, sebab bahasa didasarkan pada persepsi kita
tentang dunia.
Etika Huayen
Mencakup pengertian kata Buddha, Bodhisatva. Tahap
pengembangan moral yang ideal adalah tahap Bodhisatva sebab ia
terletak diantara wilayah para Budha dan Makluk hidup.
Pengembangan kebajikan belaskasihan/ compassion.
3. Aliran Tientai ( Lotus School)
Aliran ini berkembang di Jepang, didirikan oleh CHI-I (ZHI YI) (538-597).
Ajaran sentral mencakup tiga ide mendasar Yaitu: Kebenaran kosong:
kongdi. semua fenomena adalah kosong atau tidak memiliki kodrat diri.
Kedua, kebenaran sementara. Ketiga, kebenaran jalan tengah, yang
dimaksud adalah penghindaran dan pelampauan dua ekstrem: yaitu
eksistensi dan kekosongan. Ditengahnya Way/ Dao.
Realitas absolut identik dengan kebenaran ontologis. Dunia fenomenal
adalah Nirvana.
Konsep Tentang keselamatan universal: untuk mencapai keselamatan :
Konsentrasi dan kontemplasi.
4. Aliran Ch’an (Zen Buddhisme).
Zen dari kata mandari Chan yang berarti meditasi. Awal dibawa ke
Tiongkok pada abad ke 6 oleh Bodhidharma. Mulai hilang pada abad ke
13 dan kemudian dibawa ke Jepang.
Metafisika Zen: menjelaskan pandangan Zen tentang realitas. Aliran
Rinzai Zen tidak memiliki wilayah ontologis yang terpisah. Budhisme ada
di dunia ini dan realisasinya tidak terlepas dari dunia ini. Nirvana: bukan
berhentinya siklus hidup-mati secara harafiah-lebih berkonotasi lenyapnya
kemelekatan dan penolakan. Hanya ada satu realitas yaitu dunia ini.
Pikiran dan Kodrat Manusia: Mencius kodrat manusia baik, potensial.
Dalam Zen kodrat Buddha adalah sebuah aktualitas. Tiap orang dilahirkan
sebagai Buddha-dalam perjalanan terhalang-semakin dekat dengan kodrat
intrinsik semakin dekat menjadi Buddha. Pencerahan adalah kembali ke
kondisi orisinil kodrat.
Epistemologi Zen: pengetahuan tentang dunia luar hanya dapat
dijembatani lewat pengetahuan tentang pikiran kita sendiri. Objek
pengetahuan adalah pikiran sendiri, yang dikenali adalah pikiran dalam
kondisi tanpa pikiran.
5. Buddhisme Tanah Suci