Apakah ada Filsafat Jawa? Karena selama ini kalau bicara mengenai
filsafat, pasti akan mengarah ke Filsafat Barat dan Filsafat Timur. Jika ada, di
mana kedudukan Filsafat Jawa ini?
Untuk mencari tahu lebih dalam, perlu untuk melihat historis orang Jawa
yang telah tumbuh dan berkembang sejak jaman dulu ketika masih menggunakan
bahasa Jawa Kuna. Di masa itu tradisi sastra telah berkembang pesat. Dalam
berbagai karya sastra Jawa baru itu terkandung nilai-nilai kebijaksanaan hidup
yang merupakan bagian dari Filsafat Jawa. Jadi, terhadap pertanyaan adakah
Filsafat Jawa? Maka, jawabannya adalah ada.
Filsafat Jawa tentang asal dan arahnya tercermin dalam wejangan Seh
Amongraga tentang asal-usul manusia di dunia. Disebutkan bahwa manusia
diciptakan di dunia ini harus tahu asalnya. Barang siapa tahu dirinya,
sesungguhnya tahu Tuhan. Dalam filsafat Jawa terkandung pandangan hidup
berupa hidup berselaras. Dikutip dari ajaran Sosrokartono yang diterjemahkan
sebagai berikut:
Kalau saya takut, saya tidak mantap dengan Tuhan saya. Perlindungan
saya Tuhan saya, tameng saya ya Tuhan saya. Tetapi saya tidak boleh
meninggalkan pedoman saya sendiri atau lupa dengan maksud dan tujuan hidup,
yaitu mengabdi kepada sesama umat Tuhan dan berusaha menjaga kelestarian
hidup. Yang selalu menjadi tujuan hidup saya tidak lain adalah menjauhkan dari
keingingan, doa saya tidak lain hanya memiliki harta, keselamatan, membuat
senang pada sesama. Peralatan saya tidak lain adalah badan dan budi/watak.
Perilaku saya selalu berlaku sebagai sesama hidup, selalu melakukan sebagai
murid yang membuat hidup, wajib selalu sebagai makhluk hidup untuk hidup
berselaras secara batin dan rasa (Sosrokartono dalam Soenarto-Timur, 1996:39).
Dalam etika Jawa, baik buruk tidak terlepas dari eksistensi manusia yang
terwujud dalam pelbagai keinginan yang dikaitkan dengan empat nafsu:
mutmainnah, amarah, lauwamah, dan supiah. Keinginan baik (mutmainnah) selalu
berhadapan dengan keinginan buruk (amarah-lauwamah-supiah) sebagai dasar
manifestasi perilaku manusia. Karena tujuan hidup manusia adalah kesempurnaan,
maka pertentangan antara baik dan buruk diatasi dengan peningkatan kesadaran,
yaitu kedewasaan jiwa manusia yang tidak hanya diperoleh dengan usaha sendiri
selama hidup, tetapi juga sudah ada sejak lahirnya.