Anda di halaman 1dari 12

Konsep Sangkan Paraning Dumadi dalam Syiir Tanpa Waton

Kharomain Ibnu Azmi


1906297781

Javanese Literature, Faculty of Humanity, Universitas Indonesia, Depok, West Java, Indonesia

ABSTRAK
Masyarakat Jawa mempunyai ide-ide yang berhasil, terutama Syi’ir Tanpo Waton ini
berhasil terkenal pada setiap kalangan masyarakat Jawa dengan bait-bait yang mempunyai
banyak nilai-nilai yang terkandung. Setiap bait-bait yang memiliki nilai yang terkandung tersebut
untuk menjadi cerminan dari sang pencipta syair tersebut, tidak hanya untuk sang pencipta saja,
setiap Masyarakat Jawa juga menjadikan syair ini untuk cerminan dalam kespiritualan kepada
Tuhan. Terlebih lagi bagi masyarakat yang hanya memikirkan kenikmatan dunia seperti harta,
pangkat dan kekuasaan saja ketika hidup, yang dimana sangat kental juga di Masyarakat Jawa
pada Konsep Sangkan Paraning Dumadi.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode


penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai metode penelitian untuk jenis penelitian yang
temuannya tidak diperoleh melalui proses olah data statistik dan bentuk yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, dan lain-lain secara holistik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bahwa kehidupan didunia tidak hanya
memikirkan sebatas kekayaan harta, pangkat, jabatan, dan kekuasaan. Namun kita juga tidak
lupa untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan dengan cara melaksanakan segala
perintah dan segala larangannya. Adanya karya sastra yang berbentuk Syair lagu, dengan judul
Syi’ir Tanpo Waton tersebut mengungkapkan bahwa seseorang perlu adanya menuntut ilmu
dengan cara mengaji. Dari mengaji inilah seseorang bakal bahagia didunia dan akan mati dengan
derajat yang sangat mulya.
I. PENDAHULUAN

Syiir merupakan karya sastra yang telah lama berkembang dalam kegiatan keagamaan di
lingkungan masyarakat Jawa melalui perantara dakwah dan beberapa kegiatan keagamaan.
Kegiatan keagamaan tersebut lebih banyak dilaksanakan di dalam pesantren yang kemudian
diikuti oleh masyarakat lingkungan sekitar guna memperdalam pengetahuan agama Islam.
Intensitas penggunaan syiir dalam kegiatan pengajian pesantren menjadikan syiir identik
sebagai sastra pesantren yang ditulis dengan aksara pegon dan mulai dikenal luas oleh seluruh
masyarakat. Karya sastra juga merupakan Karya yang tercipta dari dulu hingga sekarang dan
berbagai macam bentuknya dengan kekreatifan para pengarang karya sastra tersebut. Terciptanya
karya sastra menjadi suatu hal yang dapat dicerna, dimanfaatkan dan dinikmati para masyarakat,
yang buat oleh pengarang.

Menurut Karsono H. Saputra (2017:92) dalam bukunya yang berjudul Puisi Jawa:
Struktur dan Estetika, singir adalah sebuah perubahan bentuk vokal dari syair yang merupakan
salah satu bentuk dari kelompok puisi Jawa. syiir adalah salah satu hasil akulturasi budaya
Melayu dengan kebudayaan sastra Jawa yang diperkirakan masuk sekitar pertengahan abad ke-
19. Keberadaan syiir di lingkungan masyarakat Jawa pada umumnya bertujuan sebagai tuntunan
dan pengingat dalam menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran agama Islam. Karya sastra syiir
dibuat dengan bahasa yang ringan namun memiliki makna mendalam, sehingga masyarakat
dapat mudah memahami pesan yang terkandung dalam syiir .

Menurut pandangan Wellek dan Warren yang mendefinisikan karya sastra sebagai proses
kreatif yang akan melahirkan sebuah karya seni yang memiliki nilai estetika di bagian dalamnya.
Karya sastra sangat kental dengan hasil karya dalam berbentuk novel, puisi dan lagu. Karya
sastra juga seringkali digunakan sebagai media untuk mengungkapkan atau mengekspresikan
perasaan si penulis melalui tulisannya. Seiring dengan berkembangnya zaman, tulisan-tulisan
yang merupakan karya sastra tersebut sudah mengalami perkembangan dalam media
perwujudannya, misalnya puisi ditampilkan dengan musikalisasi puisi dan naskah drama
ditampilkan dengan pertunjukkan teater.

Syi'ir merupakan hasil karya sastra yang berbentuk puisi dan bahasanya mempunyai
makna. Syi'ir secara etimologi yakni sya'ara berasal dari bahasa arab yang artinya merasakan dan
mengetahui. Menurut Ahmad Asy-Syayib, syi’ír atau puisi Arab adalah ucapan atau tulisan yang
memiliki wazan atau bahr (mengikuti prosodi atau ritme gaya lama) dan qafiyah (rima akhir atau
kesesuaian akhir baris/satr) serta unsur ekspresi rasa dan imajinasi yang harus dominan
disbanding prosa.

Syiir Tanpo Waton merupakan salah satu syiir yang memiliki makna tersirat mengenai
pentingnya pemahaman akan ajaran agama Islam secara mendalam. Pemahaman ajaran agama
Islam ini bukan hanya mempelajari syariat saja, melainkan penting juga mengkaji hakikat,
sehingga dapat menyikapi berbagai permasalahan yang ada dengan bijaksana. Syariat merupakan
kulit terluar dari keseluruhan ajaran agama Islam yang membahas ketentuan dan hukum-hukum
perilaku kehidupan manusia. Memahami ajaran agama Islam seharusnya tidak hanya terhenti
sampai dengan syariat, akan tetapi berlanjut sampai ke tahap hakikat hingga sampai pada
tahapan puncak makrifat.

Penelitian terdahulu yang membahas mengenai syiir telah dibahas oleh Moh. Muzakka
Mussaif pada tahun 2006 dalam karya tulis yang berjudul “Puisi Jawa Sebagai Media
Pembelajaran Alternatif di Pesantren (Kajian Fungsi terhadap Puisi Singir)”. Moh. Muzakka
membahas mengenai pentingnya kehadiran syiir dalam kalangan masyarakat santri di Jawa yang
berfungsi sebagai pembentukan sikap serta perilaku bagi para santri. Dalam penelitiannya,
ditemukan bahwa terdapat tiga fungsi syiir dalam masyarakat santri Jawa yang saling berkaitan,
yaitu fungsi spiritual (kekeramatan dan keimanan), fungsi sosial (pendidikan, pembelajaran, dan
manajemen), serta fungsi hiburan (musikalisasi dan nyanyian).

Berdasarkan fungsinya tersebut, syiir tanpo waton menjadi pedoman dalam kaitannya
dengan fungsi spiritual masyarakat Jawa tentang konsep sangkan paraning dumadi yang menjadi
dasar pemikiran dalam menjalani kehidupan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
konsep sangkan paraning dumadi yang terkandung dalam syiir tanpo waton guna menjelaskan
pemikiran masyarakat Jawa mengenai konsep ketuhanan yang dianut dan dilaksanakan.

Konsep Sangkan Paraning Dumadi

Sangkan paran secara literal bermakna darimana/asal (sangkan) dan akan ke mana
(paran) atau berarti sebuah konsep yang menggambarkan asal muasal dan akhir dari kehidupan
di dunia. Konsep sangkan paran dalam tradisi Jawa mempunyai tujuan untuk menyoalkan
permulaan dan akhir dari penciptaan (Firdausy & Syarifah, 2017). “Sangkan paraning dumadi”
mempunyai arti literal “sangkan” (asal atau sumber), “paraning” (tujuan), dan “dumadi” (hidup).
Filosofinya adalah asal serta orientasi hidup manusia. Sangkan Paraning Dumadi dalam filosofi
Kejawen mengajarkan bahwa tujuan akhir dari kehidupan manusia adalah Tuhan Yang Maha
Esa, sehingga dalam menjalani kehidupan ini kita harus mendekati nilai-nilai luhur ketuhanan.
Nilai-nilai luhur ketuhanan antara lain adalah jujur, adil, tanggung-jawab, peduli, sederhana,
ramah, disiplin dan komitmen.

Sangkan paran dalam konsep ini disebut simbolitas dari Tuhan (okultisme). Okultisme
Jawa mampu menjangkau kebenaran dengan bercorak etis-mistis. Dengan intuisi seseorang akan
mampu menunaikan pendekatan diri kepada Tuhan (Siti Nur Laili, 2020). Fungsi ruhani panca
indera manusia menjadi kunci konsep sangkan paran. Ada tiga hal substansial dari konsep
tersebut, yakni: Pertama, sangkan paraning dumadi yang berarti awal dan akhir dari adanya
penciptaan alam semesta. Kedua, sangkan paraning manungsa yang berarti awal dan akhir dari
adanya penciptaan manusia. Ketiga, sangkan paraning dumadining manungsa yang berarti awal
dan akhir dari adanya penciptaan alam semesta maupun manusia (Firdausy & Syarifah, 2017).
Berdasarkan pada tiga hal itu, disimpulkan bahwa Tuhan dalam dunia Jawa menjadi sumber dari
segala sumber kehidupan. Seluruh penciptaan akan kembali kepada kekuasaan-Nya (Firdausy &
Syarifah, 2017).

Sangkan paran memiliki tujuan untuk mengarahkan manusia guna mengenal Tuhan
melalui penelusuran jalan kehidupannya, yakni dengan menghayati dan mencari tentang hakikat
kehidupan, sampai manusia bertemu dengan Tuhan. Tumbuhnya kesadaran mengenai siapa
sejatinya dirinya merupakan konsep hidup yang ideal bagi orang Jawa (Kolis & Ajhuri, 2019).
Dasar keakuan dalam pandangan dunia Jawa yakni suatu pengertian tentang asal maupun tujuan
menjadi seorang makhluk (Lukito Kartono, 2005).

II. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan


deskriptif. Metode penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai metode penelitian untuk jenis
penelitian yang temuannya tidak diperoleh melalui proses olah data statistik dan bentuk hitungan
lainnya (Syamsuddin dan Damaianti, 2009: 73). Penelitian kualitatif menurut Moleong (2009: 6)
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan lain-lain secara holistik, dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah
dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sangkan Paraning Dumadi dalam Syiir Tanpa Waton

Syiir Tanpa Waton merupakan salah satu syiir yang sangat populer di masyarakat terlebih
ketika Presiden RI Ke-5 yakni KH. Abdurrahman Wahid wafat, tidak sedikit masyarakat yang
mengaitkan makna syiir Tanpa Waton dengan kepribadian dan pemikiran KH. Abdurrahman
Wahid mengenai pluralisme dan kedalaman religiusitasnya. KH. Abdurrahman Wahid adalah
keturunan dari KH. Hasyim Asy’ari yang merupakan tokoh pendiri organisasi Nahdlatul Ulama.
Maka tidak mengherankan jika kedalaman ilmu agama yang dimiliki oleh KH. Abdurrahman
Wahid sangat tinggi.

Syiir Tanpa Waton diciptakan oleh Gus Nizam yang merupakan pengasuh salah satu
pondok pesantren di Sidoarjo, syiir tersebut diciptakan pada tahun 2004 sebagai selingan pada
saat pengajian rutinan malam jum’at yang diadakan di ponpes beliau. Namun masyarakat
berpikir syi'ir ini ciptaannya Alm. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). dikarenakan kemiripan
suara antara Alm. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan KH. Moh. Nizam As-Shofa (Gus
Nizam). Pada Syi'ir Tanpo Waton tidak terlepas dengan nasihat untuk seseorang yang hidup
dunia untuk selalu melaksanakan spiritual keagamaan yang sangat berguna untuk keakhirat.
Lambat laun syiir tersebut mulai banyak dikenal karena dipopulerkan oleh beberapa radio di
Jawa Timur dan selain itu dari segi bahasa yang ringan namun memiliki makna mendalam juga
menjadikan syiir ini memperoleh perhatian khusus di hati masyarakat.

Dalam Syiir Tanpa Waton terdapat lirik yang membahas mengenai konsep sangkan
paraning dumadi yang menjadi pedoman hidup masyarakat Jawa. Secara umum Syiir Tanpa
Waton berisi tuntunan dan nasihat untuk senantiasa membersihkan diri dari prasangka buruk dan
mengontrol hawa nafsu terhadap kenikmatan dunia. Manusia pada dasarnya akan kembali
kepada sang pencipta, untuk itu diperlukan hati yang bersih dan harus melepaskan segala atribut
keduniawannya.
Bait Syiir Tanpa Waton

Ayo sedulur jo nglaleake # Wajibe ngaji sa’pranatane, Nggo ngandelake iman tauhide # Baguse
sangu mulyo matine. Ayo nglakoni sekabahane # Allah kang bakal ngangkat drajate, Senajan
asor tata dzohire # Ananging mulya maqom drajate, Lamun palastra ing pungkasane # Ora
kesasar roh lan sukmane, Den gadang Allah swarga manggone # Utuh mayite uga ulese.

TRANSLASI
Mari saudara jangan melupakan kewajiban mengaji (belajar) lengkap dengan aturannya, untuk
menebalkan iman tauhidnya bagusnya bekal mulia matinya. Ayo jalani semua, Allah yang akan
mengangkat derajatnya. Meskipun rendah secara lahiriyah, Namun mulia kedudukan derajatnya
di sisi Allah. Ketika ajal telah datang di akhir, tidak tersesat roh dan sukma (raga) nya).
Disanjung Allah surga tempatnya, utuh (lengkap) jasadnya juga kain kafannya.

Dalam menjalani hidup dimasyarakat Jawa tidak hanya berbuat baik kepada sesama
Manusia, melainkan Manusia juga perlu melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Tuhannya
yakni ALLAH SWT dengan cara menjalankan sholat, sedekah, menjalankan segala larangannya
dan puasa. Namun dari melaksanakan perintah-perintah tersebut perlu adanya ilmu dari setiap
aspek tersebut. Dalam bait Syi’ir Tanpo Waton tersebut yakni “Ayo sedulur jo nglaleake, Wajibe
ngaji sa’pranatane, Nggo ngandelake iman tauhide” dalam lirik tersebut mengajak masyarakat
jawa untuk wajib mengaji untuk belajar dengan ajaran-ajaran aturan yang benar.

Ada hadits yang mengatakan " Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim, dan siapa
yang menanamkan ilmu kepada yang tidak layak seperti yang meletakkan kalung permata,
mutiara, dan emas di sekitar leher hewan." (HR Ibnu Majah)

Seseorang melaksanakan perintah tanpa adanya belajar menuntut ilmu dengan cara mengaji,
maka orang tersebut setiap melaksanakan perintah-perintah tidak akan dicatat menjadi pahala
oleh malaikat. Ada beberapa penyebab melaksanakan perintah Allah namun tidak dicatat
menjadi pahala.
i. Seseorang rajin sholat namun suka minum khamr ( alkohol)

Ketika seseorang mengaji untuk menuntut ilmu pasti paham betul jika seorang muslim
dilarang keras jika meneguk minuman yang beralkohol. Diterangkan di dalam Al-qur’an pada
Surah Al maidah ayat 90 :

“ Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban


untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan “

Dilarangnya minum alkohol tersebut dikarenakan Khamr atau minuman keras dan juga
obat-obatan terlarang termasuk barang yang diharamkan karena memberikan efek kerusakan bagi
tubuh maupun pikiran. Nabi Muhammad juga mengatakan “ Allah melaknat (mengutuk) khamr,
peminumnya, penyajinya, pedagangnya, pembelinya, pemeras bahannya, penahan atau
penyimpannya, pembawanya dan juga penerimanya.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

ii. Beribadah namun percaya dukun

“ Barang siapa mendatangi peramal lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka
tidak diterima shalatnya selama 40 hari.” (HR. Muslim dan Ahmad). Lalu “ Barang siapa
mendatangi dukun lalu mempercayai apa yang dikatakannya maka ia telah kafir dengan apa
yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Suatu hal perkataan yang mempercayai dukun ini merupakan dosa yang paling besar
tidak akan diampuni dan dipastikan orang tersebut kafir atau keluar dari agama islam. Tanpa
mengaji yang didapat maka pasti terkena perkataan yang dusta oleh dukun, karena orang tersebut
tidak punya ilmu. jika menelaah orang-orang paham atas apa yang dicerna ketika mengaji pasti
orang tersebut tidak akan mendatangi seorang dukun.
iii. Kurangnya ilmu fiqih

Ibadah seperti sholat perlu adanya ilmu fiqih yang sangat penting, dikarenakan ilmu fiqih
ini adalah ilmu yang paling utama yang dipelajari. Ilmu fiqih ini mencangkup tatacara berwudhu,
tatacara membersihkan najis, tata cara sholat yang sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad Saw,
dan hal-hal apa saja yang dibolehkan dan tidak bolehkan dalam sholat. Jika seseorang tidak
mempunyai ilmu fiqih yang sempurna, itu sangat berpengaruh dari sah atau tidak sahnya sholat
tersebut. Untuk menghidari dari sah atau tidak sahnya seseorang dalam sholat, maka dari itu
mengaji inilah yang sangat berpengaruh seberapa banyakkah ilmu seseorang tersebut. Jika orang
itu salah dalam hal gerakan sholat ataupun cara membersihkan najis, lalu orang tersebut mengaji,
masih belajar banyak hal, maka akan dimaafkan oleh Allah Swt, karena selagi orang itu masih
ingin belajar untuk mencari ilmu, Allah Swt memaafkan orang tersebut.

Masyarakat Jawa yang paham akan tujuan hidupnya yakni mencapai kasampurnaning
urip, maka sejatinya akan paham betul mengenai sangkan paraning dumadi yang menjadi
pedoman untuk senantiasa berbuat baik kepada sesama. Dalam lirik baguse sangu mulya matine
‘bagusnya bekal hidup adalah mulya matinya’. Dalam lirik tersebut menjelaskan bahwa bukan
pangkat, harta, dan kekuasaan yang menjadi bekal menghadap Tuhan, semakin banyak bekal
yang didapat, maka orang tersebut bahagia diakhirat melainkan adalah kematian yang mulya, dan
ada hadits yang mengatakan "Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan
mudahkan baginya jalan menuju surga." (HR Muslim, no. 2699). kematian yang mulya
didefiniikan sebagai kematian yang menyisakan banyak kebermanfaatan sehingga menarik
penghormatan orang lain karena ilmu dan kontribusinya di masyarakat. Dari kebermanfaatan
ilmunya tersebut maka ketika Ruh Manusia yang di ambil nyawanya, bakal bahagia ketika
menghadap Tuhan.

IV. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dijabarkan bahwa konsep Sangkan Paraning Dumadi pada
Syi’ir Tanpo Waton tidak hanya berbuat baik kepada sesama manusia, tidak hanya memikirkan
kesempurnaan hidup yang dibanggakan seperti jabatan, harta, dan kekuasaan. Melainkan
seseorang sadar, siapa yang menghidupkan kita, dan kita dari mana asalnya, yakni senantiasa
juga beribadah dan bersyukur kepada Tuhan pencipta semesta alam. Terciptanya Syi’ir Tanpo
Waton ini mempunyai nilai sangat penting untuk seseorang yang mempersiapkan bekal amal
yang banyak dan menjadi meningkatkan kualitas ibadah kita yang akan dirasakan diakhirat untuk
menghadap Tuhan dengan mulya yang menyisakan banyak manfaat dengan cara mengisi
kehidupannya tidak hanya dunia saja, dengan mengaji inilah peran yang sangat penting untuk
bekal kematian yang mulya ketika diakhirat kelak menghadap sang pencipta yakni Allah Swt.
Menjalani kehidupan itu perlu adanya keseimbangan antara dunia dan akhirat yakni tidak hanya
memikirkan urusan dunia saja namun juga selalu bersyukur dengan cara melaksanakan segala
perintah dan segala larangan yang ditetapkan oleh Allah Swt.

V. Daftar Pustaka

(HR Muslim, no. 2699)

(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).

(HR. Muslim dan Ahmad)

(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).

(HR Ibnu Majah)

Haryanto, M. (2018). SYIIR TANPO WATON.

Amertha, M. F. (2019). Analisis Pesan Dakwah Syiir Tanpo Waton Pendekatan Semiotik
Ferdinand De Saussure. Inteleksia-Jurnal Pengembangan Ilmu Dakwah, 1(1), 123-123.
Rahman, L., Rizal, E. A., & Arsyada, A. Z. (2021). Syiir Tanpo Waton and The Spirit of
Indonesian Religious Moderation. Jurnal Penelitian, 13-26.

Hakim, M. S. S. (2019). Konstruksi Nilai Nasionalisme dalam Bait Sya’ir Tanpo Waton
(Analisis Semiotik Model Ferdinand De Saussure). KOMUNIDA: Media Komunikasi dan
Dakwah, 9(2), 161-175.

Liliana, P. H. (2021). Illocutionary Acts In Syi’Ir Tanpo Waton Religious Poetry Broadcasted In
Surabaya (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).

Amertha, M. F. (2016). Pesan dakwah dalam syi'ir: pemahaman terhadap content dan discourse
syi'ir tanpo waton kh. Muhammad Nizam As Shofa (Gus Nizam), Wonoayu, Sidoarjo (Doctoral
dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).

Anda mungkin juga menyukai