Anda di halaman 1dari 49

ANALISIS NILAI MORAL DALAM BUKU ANTOLOGI CERPEN PANGGIL

AKU AISYAH KARYA THAMRIN PAELORI


¹Efy Nurhasanah, ²Widyasari Sandi
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
1efynurhasanahgani@gmail.com, 2widyasaari257@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai moral
yang terdapat dalam buku antologi cerpen Panggil Aku Aisyah
dengan judul cerpen Hadiah Buat Ayah dan Utang karya
Thamrin Paelori. Jenis penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh dari penelitian ini yaitu
nilai moral dalam buku antologi cerpen Panggil Aku Aisyah
dengan judul cerpen Hadiah Buat Ayah dan Utang karya
Thamrin Paelori. Analisis ini menggunakan pendekatan
sosiologi karya sastra Wellek dan Werren. Setelah melakukan
analisis nilai moral terhadap buku antologi cerpen Panggil Aku
Aisyah dengan judul yang dipilih Hadiah Buat Ayah dan Utang
karya Thamrin Paelori maka peneliti dapat menyimpulkan
bahwa nilai-nilai moral yang ada dalam cerpen tersebut yaitu
pada cerpen pertama yang berjudul Hadiah Buat Ayah terdapat
tiga nilai moral diantaranya, mandiri, jujur, dan ulet. Adapun
nilai moral yang terdapat pada cerpen kedua dengan judul
Utang diantaranya murah senyum, senang membantu, peduli
dan terbuka. Nilai-nilai tersebut dikemukan oleh Notonagoro.
Kata Kunci: Nilai moral, Antologi Cerpen, Panggil Aku Aisyah.

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia memunyai kesadaran berbuat baik untuk menjalani kehidupan.


Siapapun akan memiliki keinginan untuk diperlakukan baik. Kesadaran berbuat baik
dan keinginan diperlakukan baik itulah yang mendorong manusia berorientasi kepada
nilai-nilai hidup. Nilai merupakan persoalan universal dalam peradaban manusia di
dunia. Semua manusia di belahan dunia manapun mengakui bahwa kebaikan akan
selalu menentramkan dan angkara murka pasti akan menimbulkan kerusakan. Hal
tersebut dalam kebudayaan manusia biasa disebut filosofi kehidupan.
Pramulia (2017:37) menyatakan filosofi dalam sebuah kebudayaan memuat
nilai-nilai yang merupakan hasil dari perbuatan atau perilaku manusia. Maka, untuk
mengetahui nilai-nilai yang terdapat dalam kebudayaan manusia, seseorang butuh
pengamatan dan perenungan yang mendalam. Tujuannya, agar setiap manusia dapat
mengimplementasikan nilai-nilai yang di dapat dalam menjalani kehidupan sehari-
hari. Di sisi lain, seseorang dapat mencari nilai-nilai hidup di dalam cerita-cerita
leluhur atau dari hasil membaca karya-karya tulisan orang lain.
Penanaman nilai bisa menggunakan media beragam, misalnya dengan
menggunakan karya sastra. Karya sastra diciptakan bukan sekadar untuk dinikmati,
tetapi juga untuk dipahami dan diambil manfaatnya yakni berupa nilai atau pesan
yang berisi amanat atau nasihat. Karya sastra memuat suatu ajaran berupa nilai-nilai
hidup dan pesan-pesan luhur yang mampu menambah wawasan manusia dalam
memahami kehidupan. Cerpen merupakan salah satu bentuk karya sastra yang banyak
memberikan penjelasan secara jelas tentang nilai. Nilai yang mengungkapkan
perbuatan apa yang dipuji dan dicela, pandangan hidup mana yang dianut dan dijauhi,
dan hal apa saja yang dijunjung tinggi.

2
Karya sastra, seperti cerpen banyak memuat nilai dalam hal ini nilai moral
sebagai pembelajaran kepada siapapun. Karya sastra identik dengan keindahan yang
pada dasarnya keindahan tersebut dibutuhkan oleh setiap manusia. Frondizi (2011:1 –
2) menyatakan keindahan merupakan perwujudan cara pandang yang khas terhadap
dunia. Cara pandang tersebut biasa dikatakan sebagai nilai. Keindahan di dalamnya
terdapat kebaikan dan kebenaran, sehingga kecenderungan manusia terhadap
keindahan begitu kuat. Karya sastra yang baik adalah yang langsung memberi didikan
kepada pembaca tentang budi pekerti dan nilai-nilai moral (Pradopo, 2007).
Oleh karena itu, dalam penelitian ini, penulis akan memaparkan nilai-nilai
moral dalam buku antologi cerpen yang berjudul Panggil Aku Aisyah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, fokus dalam penelitian ini adalah nilai
moral yang terdapat dalam buku antologi cerpen yang berjudul Panggil Aku Aisyah.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan nilai moral yang terdapat
dalam buku antologi cerpen yang berjudul Panggil Aku Aisyah.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat mencapai tujuan secara optimal, menghasilkan
laporan yang sistematis dan dapat bermanfaat secara umum. Adapun manfaat yang
didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan terutama

jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Di samping itu, bermanfaat

dalam upaya pengembangan mutu dan hasil pembelajaran.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pembaca

3
Penelitian buku antologi cerpen yang berjudul Panggil Aku Aisyah

ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan perbandingan dengan

penelitian-penelitian lain yang telah ada sebelumnya dalam menganalisis

nilai moral.

b. Bagi mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan mahasiswa untuk

memotivasi ide atau gagasan baru yang lebih kreatif dan inovatif di masa

yang akan datang, demi kemajuan diri dan mahasiswa.

c. Bagi peneliti

Diharapkan dapat memeroleh pengalaman langsung dalam

menganalisis sebuah karya sastra dan memberi dorongan kepada peneliti

lain untuk melaksanakan penelitian sejenis.

4
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Sastra
1. Pengertian Sastra
Sastra merupakan bagian dari gambaran kehidupan social yang disajikan
melalui perenungan sehingga dapat hasil karya yang tercipta benar-benar citraan
dari perkemangan zaman yang terjadi pada masyarakat. Di dalam karya sastra
sering kita jumpai berbagai kisah yang menggambarkan kehidupan sosial
masyarakat seperti politik, ekonomi sosial, budaya, dan agama. Oleh karena itu,
meskipun dikatakan karya fiksi, sebuah karya sastra tidak serta-merta murni
sebuah hayalan dan imajinasi. Akan tetapi, sebuah karya sastra lahir melalui
tempaan pengalaman penulisnya.
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) sastra adalah karya tulis
yang jika dibandingkan dengan tulisan biasa lainnya, memiliki berbagai ciri
keunggulan, keaslian, keartistikan, keindahan, isi dan ungkapan. Karya sastra
sendiri merupakan karangan yang memiliki nilai kebaikan berupa tulisan dengan
bahasa yang indah penuh estetika. Sastra sendiri juga memberikan pengetahuan
dan wawasan umum mengenai manusia, sosial, intelek, dengan gaya yang khas
dan unik. Di mana pembaca sastra dapat menginterpretasikan teks sastra sesuai
dengan pengalamanan dan wawasannya, Semua kembali ke pembaca dan
penikmat(Cakiel, 2018).
Menurut Sumardjo dan Saini (1988:3) sastra adalah ungkapan pribadi
manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat keyakinan
dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat
bahasa(Rokhmansyah, 2014).
Sastra merupakan ungkapan dari pengalaman penciptanya, berarti sastra
tidak dapat dilepaskan dari pengalaman hidup penyair, pengarangnya atau
sastrawannya. Setiap genre sastra, baik itu prosa, puisi, maupun drama hadir

5
sebagai media berbagai pengalaman sastrawan kepada pembaca. Setiap jenis
sastra selalu hadir sebagai sebuah sistem lambang budaya yang merupakan hasil
intelektual sastrawannya dalam merespon berbagai fenomena yang hadir di
sekelilingnya. Jadilah teks sastra sebagai sebuah fakta kemanusiaan, fakta
kejiwaan, dan fakta kesadaran kolektif sosialkultural. Sastra sebagai proyeksi
segala kegelisahan manusia dengan segala macam persoalan kultural, sosial,
sekaligus kejiwaan(Wicaksono, n.d.)
Berbicara mengenai sastra, banyak batasan mengenai definisi sastra itu
sendiri, di antaranya : 1. Sastra adalah seni ; 2. Sastra adalah ungkapan spontan
dari perasaan yang mendalam ; 3. Sastra adalah ekspresi pikiran dalam
bahasa,sedang yang dimaksud dengan pikiran adalah pandangan, ide-ide,
perasaan, pemikiran, dan semua kegiatan mental manusia ; 4. Sastra adalah
inspirasi kehidupan yang dimaterikan (diwujudkan) dalam suatu bentuk
keindahan ; 5. Sastra adalah semua buku yang memuat perasaan kemanusiaan
yang mendalam dan kekuatan moral dengan sentuhan kesucian kebebasan
pandangan dan bentuk yang mempesona.
Melalui karya sastra, seorang pengarang menyampaikan pandangannya
tentang kehidupan yang ada di sekitarnya. Banyak nilai-nilai kehidupan yang
dapat di temukan dalam sebuah karya sastra. Sastra sebagai hasil pengolahan
jiwa pengarangnya, dihasilkan melalui suatu proses perenungan yang panjang
mengenai hakikat hidup dan kehidupan. Sastra ditulis dengan penuh penghayatan
dan sentuhan jiwa yang dikemas dalam imajinasi yang dalam tentang kehidupan.
2. Jenis-jenis Karya Sastra
Karya sastra adalah suatu hasil karya manusia baik lisan maupun nonlisan
(tulisan) yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki nilai
estetik (keindahan bahasa) yang dominan di dalamnya.
Karya sastra terbagi dua, yaitu karya sastra lama dan karya sastra baru.
Karya sastra lama adalah Sesuai dengan namanya, sastra lama ini muncul pada

6
zaman dahulu. Format dari sastra lama ini lebih berbentuk ucapan atau lisan.
Sastra lama ini juga disebut sebagai sastra melayu, karena muncul di era melayu
pada orang-orang terdahulu. Sedangkan karya sastra baru (Modern) adalah
kebalikannya dari sastra lama, Sastra baru ini muncul menggantikan sastra lama.
Tapi bukan berarti menghapus segala bentuk sastra lama. Hanya saja di karya
sastra baru ini mengalami perkembangan yang cukup signifikan mulai dari gaya
penulisan, latar belajar, sifat dan lain-lain.
Adapun yang termasuk dalam jenis karya sastra lama yaitu pada jenis
puisi lama ada yang namanya mantra, pantun, talibun, karmina, seloka,
gurindam, dan syair. Sedangkan jenis puisi baru ada yang namanya balada, elegi,
romansa, ode, dan himne. Pada jenis karya sastra prosa lama ada yang namanya
dongeng, hikayat, dan tambo atau silsilah. Sedangkan pada jenis karya sastra
prosa baru ada yang namanya roman, novel, cerpen, biografi, dan drama.
Secara umum, karya sastra terbagi tiga yaitu :
a. Drama
Secara etimologi, kata drama berasal dari bahasa Yunani dram yang
berarti gerak. Drama dalam masyarakat kita, memunyai dua arti yaitu drama
dalam arti luas dan drama dalam arti sempit. Dalam arti luas, drama adalah
semua bentuk tontonan yang mengandung cerita yang dipertunjukkan di depan
orang banyak. Dalam arti sempit, drama adalah kisah hidup manusia dalam
masyarakat yang diproyeksikan ke atas panggung, disajikan dalam bentuk
dialog dan gerak berdasarkan naskah, didukung tata panggung, tata lampu, tata
musik, tata arias, dan tata busana. Dengan kata lain, drama dalam arti luas
mencakup teater tradisional dan teater modern, sedangkan drama dalam arti
sempit mengacu pada drama modern saja (Wiyanto, 2002).
Drama adalah bentuk karya sastra yang dilukiskan dengan menggunakan
gaya bahasa yang bebas dan panjang. Drama merupakan karya sastra yang
mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para tokohnya.

7
b. Puisi
Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam
sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik
dan bait. Herman J. Waluyo mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya
sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan
disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan
pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya. Dengan kata lain, puisi
adalah bentuk karya sastra yang mengekspresikan secara padat pemikiran dan
perasaan penyairnya, diubah dalam wujud dan bahasa yang paling berkesan.
Puisi merupakan bentuk karya sastra yang diuraikan dengan
menggunakan bahasa yang singkat dan padat serta indah. Puisi mengutamakan
unsure fiksionalitas, nilai seni, dan rekayasa bahasa.
c. Prosa
Prosa dalam pengertian kesastraan juga disebut fiksi (fiction), teks naratif
(narrative text),atau wacana naratif (Narrative discource) dalam pendekatan
struktural dan semiotik). Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan
atau cerita khayalan. Hal itu disebabkan fiksi merupakan karya naratif yang
isinya tidak menyaran pada kebenaran faktual, sesuatu yang benar-benar terjadi
(Abrams, 1999:94). Karya fiksi, dengan demikian, menunjuk pada suatu karya
yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak
ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu di cari kebenarannya
pada dunia nyata. Padahal dalam kenyataan, karya sastra yang berwujud prosa
diciptakan dengan bahan gabungan antara kenyataan dan khayalan. Banyak
karya prosa yang justru idenya berangkat dari kenyataan (Wiyanto, 2002).
Istilah fiksi sering dipergunakan dalam pertentangannya dengan realitas,
sesuatu yang benar ada dan terjadi di dunia nyata sehingga kebenarannya pun
dapat dibuktikan dengan data empiris. Ada tidaknya atau dapat tidaknya sesuatu
yang dikemukakan dalam suatu karya dibuktikan secara empiris inilah antara

8
lain yang membedakan karya fiksi dengan karya nonfiksi. Tokoh, peristiwa,
dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah tokoh, peristiwa, dan tempat
yang bersifat imajinatif, sedang pada karya nonfiksi bersifat faktual. Artinya
sesuatu yang disebut dalam teks nonfiksi harus dapat ditunjukkan data
empiriknya, dan kalau ternyata tidak dapat dibuktikan kebenaranny, itu berarti
salah.
Sebagai sebuah karya imajinatif, fiksi menawarkan berbagai
permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang
menghayati berbagai permasalahan tersebut denganpenuh kesungguhan yang
kemudian diungkapkannya melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya
(Nurgiyantoro, 2018).
Prosa terbagi atas dua yaitu :
a. Prosa lama
Yang dimaksud dengan istilah prosa lama di sini adalah karya prosa
yang hidup dan berkembang dalam masyarakat lama Indonesia, yakni
masyarakat tradisional di wilayah Nusantara. Jenis sastra ini pada awalnya
muncul sebagai sastra lisan. Di antara jenis-jenis prosa lama itu adalah mite,
legenda, fabel, hikayat, dan lain-lain. Jenis-jenis prosa lama tersebut sering
pula diistilahkan dengan folklor (cerita rakyat), yakni cerita dalam kehidupan
rakyat yang diwariskan dari generasi ke generasi secara lisan. Dalam istilah
masyarakat umum, jenis-jenis tersebut sering disebut dengan dongeng.
Adapun yang termsuk jenis prosa lama yaitu :
1) Dongeng, adalah cerita yang sepenuhnya merupakan hasil imajinasi
atau khayalan pengarang di mana yang diceritakan seluruhnya belum
pernah terjadi.
2) Fabel adalah cerita rekaan tentang binatang dan dilakukan atau para
pelakunya binatang yang diperlakukan seperti manusia. Contoh:
Cerita Si Kancil yang Cerdik, Kera Menipu Harimau, dan lain-lain.

9
3) Hikayat adalah cerita, baik sejarah, maupun cerita roman fiktif, yang
dibaca untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau sekadar
untuk meramaikan pesta. Contoh; Hikayat Hang Tuah, Hikayat Seribu
Satu Malam, dan lain-lain.
4) Legenda adalah dongeng tentang suatu kejadian alam, asal-usul suatu
tempat, benda, atau kejadian di suatu tempat atau daerah. Contoh: Asal
Mula Tangkuban Perahu, Malin Kundang, Asal Mula Candi
Prambanan, dan lain-lain.
5) Mite adalah cerita yang mengandung dan berlatar belakang sejarah
atau hal yang sudah dipercayai orang banyak bahwa cerita tersebut
pernah terjadi dan mengandung hal-hal gaib dan kesaktian luar biasa.
Contoh: Nyi Roro Kidul.
6) Cerita Penggeli Hati, sering pula diistilahkan dengan cerita noodlehead
karena terdapat dalam hampir semua budaya rakyat. Cerita-cerita ini
mengandung unsur komedi (kelucuan), omong kosong, kemustahilan,
ketololan dan kedunguan, tapi biasanya mengandung unsur kritik
terhadap perilaku manusia/mayarakat. Contohnya adalah Cerita Si
Kabayan, Pak Belalang, Lebai Malang, dan lain-lain.
7) Cerita Perumpamaan adalah dongeng yang mengandung kiasan atau
ibarat yang berisi nasihat dan bersifat mendidik. Sebagai contoh, orang
pelit akan dinasihati dengan cerita seorang Haji Bakhil.
8) Kisah adalah karya sastra lama yang berisi cerita tentang perjalanan
atau pelayaran seseorang dari satu tempat ke tempat lain. Contoh:
Kisah Perjalanan Abdullah ke Negeri Kelantan, Kisah Abullah ke
Jeddah, dan lain-lain.
Dari jenis-jenis cerita di atas, ada juga yang dikhususkan sebagai cerita
anak. Yang termasuk cerita anak dari khasanah prosa lama antara lain: cerita
binatang (contohnya Cerita Kancil dan Buaya, Burung Gagak dan Serigala,
dan lain-lain), cerita noodlehead (contohnya: Cerita Pak Kodok, Pak Pandir,

10
Pak Belalang, Si Kabayan, dan lain-lain(Bahan_Ajar_Prosa-
Fiksi_PLPG_SMP.pdf, n.d.)
b. Prosa baru (Modern)
Ada beberapa jenis karya prosa fiksi, yaitu :
1) Cerita Pendek (cerpen)
Sesuai dengan namanya, cerita pendek dapat diartikan sebagai
cerita berbentuk prosa yang pendek. Ukuran pendek di sini bersifat relatif.
Menurut Edgar Allan Poe, sastrawan kenamaan Amerika, ukuran pendek di
sini adalah selesai dibaca dalam sekali duduk, yakni kira-kira kurang dari
satu jam. Adapun Sumardjo dan Saini (1995:30) menilai ukuran pendek ini
lebih didasarkan pada keterbatasan pengembangan unsur-unsurnya. Cerpen
memiliki efek tunggal dan tidak kompleks. Cerpen ,dilihat dari segi
panjangnya, cukup bervariasi. Ada cerpen yang pendek (short short story),
berkisar 500-an kata; ada cerpen yang panjangnya cukupan (middle short
story), dan ada cerpen yang panjang (long short story) biasanya terdiri atas
puluhan ribu kata. Dalam kesusastraan di Indonesia, cerpen yang
diistilahkan dengan short short story, disebut dengan cerpen mini. Sudah
ada antologi cerpen seperti ini, misalnya antologi : Ti Pulpen Nepi Ka
Pajaratan Cinta. Contoh untuk cerpen-cerpen yang panjangnya sedang
(middle short story) cukup banyak. Cerpen-cerpen yang dimuat di surat
kabar adalah salah satu contohnya.. Adapun cerpen yang long short story
biasanya cerpen yang dimuat di majalah. Cerpen ”Sri Sumariah” dan
“Bawuk” karya Umar Khayam juga termasuk ke dalam cerpen yang
panjang ini.
Kelebihan cerpen yang khas adalah kemampuannya megemukakan
secara lebih banyak, jadi secara implicit,dari sekadar apa yang diceritakan.
Karena bentuknya yang pendek, cerpen memiliki karakteristik pemadatan
dan pemusatan terhadap sesuatu yang dikisahkan. Cerita tidak dikisahkan

11
secara panjang lebar sampai mendetil, tetapi dipadatkan dan difokuskan
pada satu permasalahan saja (Nurgiyantoro, 2018).
2) Novel
Kata novel berasal dari bahasa Italia, novella, yang berati barang
baru yang kecil. Pada awalnya, dari segi panjangnya noovella memang
sama dengan cerita pendek dan novelet. Novel kemudian berkemban di
Inggris dan Amerika. Novel di wilayah ini awalnya berkembang dari
bentuk-bentuk naratif nonfiksi, seperti surat, biografi, dan sejarah. Namun
seiring pergeseran masyarakat dan perkembangan waktu, novel tidak hanya
didasarkan pada data-data nonfiksi, pengarang bisa mengubah novel sesuai
dengan imajinasi yang dikehendakinya. Yang membedakan novel dengan
cerpen dan novelet adalah segi panjang dan keluasan cakupannya. Dalam
novel, karena jauh lebih panjang, pengarang dapat menyajikan unsur-unsur
pembangun novel itu: tokoh, plot, latar, tema, dan lain-lain. Secara lebih
bebas, banyak, dan detil. Permasalahan yang diangkatnya pun lebih
kompleks. Dengan demikian novel dapat diartikan sebagai cerita berbentuk
prosa yang menyajikan permasalahn-permasalahan secara kompleks,
dengan penggarapan unsur-unsurnya secara lebih luas dan rinci.
Kelebihan yang khas dari sebuah novel adalah kemampuannya
menyampaikan permasalahan yang kompleks secara penuh, mengreasikan
sebuah dunia yang “jadi”. Hal itu berarti membaca sebuah novel menjadi
lebih mudah sekaligus lebih sulit daripada membaca cerpen. Ia lebih
mudah karena tidak menuntut kita memahami masalah yang kompleks
dalam bentuk dan waktu yang sedikit. Sebaliknya, ia lebih sulit karena
berupa penulisan dalam skala yang besar yang berisi unt organisasi yang
lebih besar daripada cerpen (Nurgiyantoro, 2018).
3) Roman

12
Kehadiran dan keberadaan roman sebenarnya lebih tua dari pada
novel. Roman (romance) berasal dari jenis sastra epik dan romansa abad
pertengahan. Jenis sastra ini banyak berkisah tentang hal-hal yang sifatnya
romantik, penuh dengan angan-angan, biasanya bertema kepahlawanan dan
percintaan. Istilah roman dalam sastra Indonesia diacu pada cerita-cerita
yang ditulis dalam bahasa roman (bahasa rakyat Prancis abad pertengahan)
yang masuk ke Indonesia melalui kesusastraan Belanda. Di Indonesia apa
yang diistilahkan dengan roman, ternyata tidak berbeda dengan novel, baik
bentuk, maupun isinya. Oleh karena itu, sebaiknya istilah roman dan novel
disamakan saja. Cerpen, novel/roman, dan novelet di atas berjenis-jenis
lagi. Penjenisan itu dapat dilihat dari temanya, alirannya, maupun dari
kategori usia pembaca. Terkait dengan penjenisan berdasarkan kategori
usia pembaca, kita mengenal pengistilahan sastra anak, sastra remaja, dan
sastra dewasa. Begitu pula dengan jenis prosa di atas, baik cerpen, novel,
maupun novelet. Penjenisan itu disesuaikan dengan karakteristik usia
pembacanya, baik dari segi isi, maupun penyajiannya. Sebagai contoh,
sastra anak (cerpen anak, novel anak) dari segi isinya akan menyuguhkan
persoalan-persoalan dan cara pandang sesuai dengan dunia anak-anak.
Begitu pula dengan penyajiannya, yang menggunakan pola penyajian dan
berbahasa sederhana yang dapat dipahami anak-anak. Sastra remaja pun
demikian, persoalan dan penyajiannya adalah sesuai dengan dunia remaja,
seperti percintaan, persahabatan, petualangan, dan lain-lain. Sesuai dengan
lingkup materi yang terdapat dalam kurikulum, pembahasan jenis prosa di
atas akan dibatasi pada cerpen anak dan novel remaja.
4) Riwayat
Istilah ‘riwayat’ diartikan sebagai ‘sebuah cerita yang turun
temurun’ atau ‘sejarah’ atau ‘tambo’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI). Riwayat dapat didefinisikan sebagai sebuah kisah yang berisi
tentang pengalaman pengalaman hidup seseorang yang diangkat dari kisah

13
nyata orang tersebut dari lahir hingga meninggal. Pada umumnya tokoh
yang menjadi fokus utama dalam riwayat merupakan tokoh-tokoh terkenal
atau tokoh-tokoh yang berpengaruh di masyarakat dan menginspirasi.
Riwayat dalam kehidupan sehari hari lebih sering dikenal sebagai biografi
atau autobiografi. Biografi merupakan riwayat yang ditulis oleh orang lain
yang menceritakan tokoh tertentu. Sedangkan autobiografi merupakan
sebuah kisah tokoh yang ditulis sendiri oleh tokoh yang bersangkutan.
Contoh riwayat yang cukup di kenal adalah ‘Soeharto Anak Desa’ yang
mengisahkan perjalanan hidup Presiden kedua Repulik Indonesia, Bapak
Soeharto; ‘Chairul Tanjung Si Anak Singkong’ karya Tjahya Gunawan
Diredja yang menceritakan tentang salah satu pengusaha sukses Indonesia
yang memiliki Trans Corp, Chairil Tanjung; dan lain sebagainya.
5) Kritik
Secara umum, kritik merupakan tulisan yang menilai baik atau
buruk, bermanfaat atau tidaknya, kelebihan atau kekurangan suatu hal, baik
berupa karya seni maupun karya sastra. Kritik akan membicarakan dan
menilai berbagai unsut yang membentuk karya tersebut dan dikemas dalam
sebuah tulisan. Merujuk pada pengertian dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), istilah kritik didefinisikan sebagai kecaman atau
tanggapan, kadang kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk
terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya. Dalam
penyampaikan kritik tentu tidak boleh sembarangan. Ada beberapa patokan
atau dasar yang harus kita pahami sebelum menyampaikan kritik, antara
lain:
a) Pengalaman yang cukup dalam materi kritik;
b) Keilmuan serta pengetahuan yang relevan dengan karya atau suatu
hal yang akan dikritik;
c) Penguasaan penerapan metode kritik yang tepat;
d) Penguasaan terhadap media kritik.

14
6) Resensi
Secara etimologi, istilah resensi berasal dari bahasa Latin, yakni
‘revidere’ atau ‘recensie’ yang memiliki arti menimbang, melihat kembali,
tau menilai. Merujuk pada pengertian dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), istilah ‘resensi’ didefinisikan sebagai sebuah ulasan dari
sebuah buku. Namun, dalam perkembangannya, resensi tidak hanya
terbatas pada buku saja, akan tetapi merembet pula pada karya lainnya,
seperti isi majalah, novel, drama, film, dan lain sebagainya. Berdasarkan
definisi di atas, resensi tidak jauh berbeda dengan kritik, yakni suatu
tindakan berupa pemberian penilaian, pembahasaan, kritikan pada suatu
karya.
Pembeda resensi dengan kritik ialah selain menilai baik buruknya
suatu karya, resensi juga menceritakan kembali apa yang ada atau yang
menjadi inti dari karya tersebut. Resensi memiliki beberapa tujuan,
diantaranya adalah untuk memberikan suatu informasi secara luas dan
lengkap kepada pembaca atau masyarakat tentang isi dari karya yang
diresensi (buku, film, dan sebagainnya). Selain itu, penulisan resensi juga
bertujuan untuk mengajak pembaca atau masyarakat untuk mendiskusikan
dan memikirkan lebih jauh tentang masalah yang diangkat yang terdapat
pada karya yang diresensi. Resensi ditulis dengan tujuan memberikan
pertimbangan kepada pembaca tentang pantas atau tidaknya suatu karya
untuk dibaca, diterbitkan, atau ditonton. Terakhir, resensi memiliki tujuan
untuk memberikan jawaban atas pertanyaan dari masyarakat ketika sebuah
buku atau film pertama kali diterbitkan atau ditayangkan. Untuk itu, resensi
biasanya akan disiarkan atau disebarkan secara luas melalui media
pemberitaan yang ada maupun melalui media sosial. Seseorang yang
memberikan resensi disebut resensor.
7) Esai

15
Merujuk pada definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah ‘esai’
diartikan sebagai suatu karangan atau karya tulis yang termasuk dalam
prosa yang membahas suatu masalah (kajian) secara sekilas dari sudut
pandang pribadi sang penulis. Hal serupa juga dikemukakan ahli, Soetomo,
yang mendefinisikan esai sebagai suatu karangan pendek berdasarkan cara
pandang seseorang dalam menyikapi suatu masalah. Berdasarkan dua
definisi yang dijelaskan sebelumnya, dapat kita simpulkan jika esai sangat
dipengaruhi sudut pandang penulis dalam menilai suatu masalah, sehingga
tulisan pada esai pastilah mengandung opini yang bersifat subjektif serta
argumentatif. Meskipun bersifat subjektif, namun argument-argumen yang
disampaikan dalam esai tetaplah harus bersifat logis, dapat dipahami
dengan baik, serta berdasarkan pada teori teori atau data data serta fakta
yang ada di lapang. Dengan begitu, esai tidak hanya menjadi tulisan fiktif
atau imajinasi dari sang penulis saja.
Secara umum, esai memiliki kesamaan dengan tajuk rencana yang
terdapat pada surat kabar, yakni memiliki tujuan untuk meyakinkan
masyarakat terhadap sudut pandang penulis mengenai suatu isu, atau
dengan kata lain menggiring opini publik, Bedanya, tajuk rencana hanya
ditulis oleh seorang kepala editor, sedangkan esai dapat ditulis oleh siapa
saja. Contoh salah satu karangan esai dapat kita temukan dalam tajuk yang
ada di surat kabar.(S.Pd, 2017)
B. Sosiologi Sastra
1. Definisi sosiologi Sastra
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal
dari kata sos (Yunani) yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman, dan logi
(logos) berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra dari akar kata sas
(Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajarkan, memberi petunjuk dan instruksi.

16
Akhiran tra berarti alat, sarana. Merujuk dari definisi tersebut, keduanya
memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat (Unknown, 2013).
Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis
oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salient being, makhluk
yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya.
Dengan demikian, sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam
jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul
pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat
tertentu dengan masyarakatnya dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan
antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya.
2. Pendekatan Sosiologi Sastra
Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya
dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan.
Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang
berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra.
Menurut Wellek dan Warren (1990:109) hubungan antara sastra dan
masyarakat sastra adalah intuisi sosial yang menggunakan medium bahasa.
Dalam hal ini sastra menyajikan kehidupan dan kehidupan itu sendiri sebagian
besar dari kenyataan sosial, meskipun karya sastra itu sendiri bersifat fiksi dalam
artian hanya meniru. Hal tersebut mencerminkan bahwa karya sastra memiliki
kaitan yang erat dengan intuisi sosial yang pengungkapannya menggunakan
bahasa sebagai medium penyampaian pesan antara pengarang terhadap pembaca
mengenai sebuah karya sastra.
Pedekatan yang dilakukan terhadap karya sastra pada dasarnya ada dua,
yaitu pendekatan intrinsik dan pendekatan ekstrinsik. Unsur-unsur merupakan
unsur-unsur dalam yang diangkat dari isi karya sastra, seperti tema, alur atau
plot, perwatakan, gaya bahasa dan penokohan. Sedangkan unsur-unsur ekstrinsik
berupa pengaruh dari luar yang terdapat dalam karya sastra itu diantaranya

17
sosiologi, politik, filsafat, antropologi dan lain-lain. Ilmu-ilmu ini merupakan
pendukung dalam pengembangan karya sastra, dengan demikian ilmu-ilmu
tersebut erat hubungannya dengan karya sastra. Analisis aspek ekstrinsik karya
sastra ialah analisis karya sastra itu sendiri dari segi isinya, dan sepanjang
mungkin melihat kaitannya dengan kenyataan-kenyataan dari luar karya sastra itu
sendiri.
Pendekatan sosiologis atau pendekatan ekstrinsik biasanya
mempermasalahkan sesuatu diseputar sastra dan masyarakat bersifat sempit dan
eksternal. Yang dipersoalkan biasanya mengenai hubungan sastra dan situasi
sosial tertentu, sistem ekonomi, sosial, adat istiadat, dan politik. Dapat dipahami
bahwa bilamana seseorang ingin mengetahui keadaan sosiologis dari suatu masa
karya tertentu ditulis, kita memang belum tentu dapat mengenal tata
kemasyarakatan yang ada pada waktu itu, tetapi setidak-tidaknya kita dapat
mengenal tema mana yang kira-kira dominan pada waktu itu melalui pendekatan
sosiologis.
Suatu hal yang perlu dipahami dalam melakukan pendekatan sosiologi ini
adalah bahwa walaupun seorang pengarang melukiskan kondisi sosial yang
berada di lingkungannya, namun ia belum tentu menyuarakan keinginan
masyarakatnya. Dari arti ia tidaklah mewakili atau menyalurkan keinginan-
keinginan kelompok masyarakat tertentu, yang pasti pengarang menyalurkan atau
mewakili hati nuraninya sendiri, dan bila ia kebetulan mengucapkan sesuatu yang
bergejolak dimasyarakat, hal ini merupakan suatu kebetulan ketajaman batinnya
dapat menangkap isyarat-isyarat tersebut.
Analisis sosiologi sastra bertujuan untuk memaparkan dengan cermat
fungsi dan keterkaitan antar unsur yang membangun sebuah karya sastra dari
aspek kemasyarakatan pengarang, pembaca, dan gejala sosial yang ada.
Wellek dan Warren menawarkan dalam bukunya Theory of Literature
(1994:109-133), bahwa untuk pembagian sosiologi sastra itu terbagi tiga, yaitu :
a. Sosiologi Pengarang

18
Dengan fokus agak berbeda wilayah kajian sosiologi sastra yang
berorientasi pada pengarang, yaitu pada posisi sosial sastrawan dalam
masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca. Dari yang
dikemukakan oleh Wellek dan Warren wilayah yang menjadi kajian sosiologi
pengarang antara lain adalah:
1. Status sosial pengarang;
2. Ideologi sosial pengarang;
3. Latar belakang sosial budaya pengarang;
4. Posisi sosial pengarang dalam masyarakat;
5. Masyarakat pembaca yang dituju;
6. Mata pencaharian sastrawan (dasar ekonomi produksi sastra);
7. Profesionalisme dalam kepengarangan.
b. Sosiologi Karya Sastra
Sosiologi karya sastra adalah kajian sosiologi sastra yang mengkaji
karya sastra dalam hubungannya dengan masalah-masalah sosial yang hidup
dalam masyarakat. Sosiologi sastra ini berangkat dari teori mimesis Plato,
yang menganggap sastra sebagai tiruan dari kenyataan.
Fokus perhatian sosiologi karya sastra adalah pada isi karya sastra,
tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang
berkaitan dengan masalah sosial (Wellek dan Warren, 1994).
Kajian sosiologi karya sastra memiliki kecenderungan untuk tidak
melihat karya sastra sebagai suatu keseluruhan, tetapi hanya tertarik kepada
unsur-unsur sosiobudaya yang ada di dalam karya sastra. Kajian hanya
mendasarkan pada isi cerita, tanpa mempersoalkan struktur karya sastra atau
unsur intrinsik karya sastra.
c. Sosiologi Pembaca
Sosiologi pembaca merupakan salah satu model kajian sosiologi sastra
yang memfokuskan perhatian kepada hubungan antara karya sastra dengan
pembaca. Pembaca merupakan audiens yang dituju oleh pengarang dalam

19
menciptakan karya sastranya. Dalam hubungannya dengan masyarakat
pembaca atau publiknya, menurut Wellek dan Warren (1994), seorang
sastrawan tidak hanya mengikuti selera publiknya atau pelindungnya, tetapi
juga dapat menciptakan publiknya dan harus menciptakan cita rasa baru untuk
dinikmati oleh publiknya.
Hal-hal yang menjadi wilayah kajian sosiologi pembaca antara lain
adalah permasalahan pembaca dan dampak sosial karya sastra, serta sejauh
mana karya sastra ditentukan atau tergantung dari latar sosial, perubahan dan
perkembangan sosial (Wellek dan Warren, 1994). Di samping itu, juga
mengkaji fungsi sosial sastra mengkaji sampai berapa jauh nilai sastra
berkaitan dengan nilai sosial (Watt, via Damono, 1979).
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini menggunakan teori sosiologi
sastra Rene Wellek dan Austin Warren yang berfokus pada klasifikasi
masalah yang kedua, yaitu sosiologi karya yang mempermasalahkan karya itu
sendiri.
3. Unsur Intrinsik Cerpen
Unsur intrinsik adalah unsur pembangun cerpen yang berasal dari dalam
cerpen itu sendiri. Jika diibaratkan sebuah bangunan, maka unsur intrinsik adalah
komponen-komponen bangunan tersebut. Salah satu poin saja hilang, maka
bangunan tersebut akan roboh. Begitupun dengan unsur intrinsik, jika salah satu
unsur ini hilang, maka karya tulis tersebut tidak bisa disebut sebagai cerpen.
Unsur intrinsik cerpen terdiri dari :
a) Tema
Unsur intrinsik cerpen yang pertama adalah tema. Dalam sebuah
cerpen tema merupakan ruh atau nyawa dari setiap karya cerpen. Dengan kata
lain tema merupakan ide atau gagasan dasar yang melatarbelakangi
keseluruhan cerita yang ada dari cerpen. Tema memiliki sifat umum dan
general yang dapat diambil dari lingkungan sekitar, permasalahan yang ada di

20
masyarakat, kisah pribadi pengarang sendiri, pendidikan, sejarah, perjuangan
romansa, persahabatan dan lain-lain.
b) Tokoh dan Penokohan
Tokoh atau penokohan adalah salah satu bagian yang wajib ada dalam
sebuah cerpen. Namun, yang perlu diketahui adalah tokoh dan penokohan
merupakan dua hal yang berbeda dalam sebuah penulisan cerpen. Tokoh
merupakan pelaku atau orang yang terlibat di dalam cerita tersebut.
Sedangkan penokohan adalah penentuan watak atau sifat tokoh yang ada di
dalam cerita. Watak yang diberikan dapat digambarkan dalam sebuah ucapan,
pemikiran dan pandangan dalam melihat suatu masalah.
Ada 4 jenis tokoh yang digambarkan dalam cerpen, antara lain:
1) Protagonis: Tokoh yang yang menjadi aktor atau pemeran utama dan
mempunyai sifat yang baik;
2) Antagonis: Tokoh ini juga menjadi pemeran utama yang menjadi
lawan daripada tokoh. Tokoh antagonis memiliki watak yang negatif
seperti: iri, dengki, sombong, angkuh, congkak dan lain-lain;
3) Tritagonis: Tokoh ini adalah tokoh penengah dari protagonis dan
antara antagonis. Tokoh ini biasanya memiliki sifat yang arif dan
bijaksana;
4) Figuran: Tokoh ini merupakan tokoh pendukung yang memberikan
tambahan warna dalam cerita.
Penokohan watak dari 4 tokoh diatas akan disampaikan dengan 2
metode, diantaranya:
1) Analitik, yaitu sebuah metode penyampaian oleh penulis mengenai
sifat atau watak tokoh dengan cara memaparkan secara langsung.
Seperti : keras kepala, penakut, pemberani, pemalu dan lain
sebagainya;

21
2) Dramatik, yaitu sebuah metode penyampaian sifat tokoh secara
tersirat. Biasanya disampaikan melalui tingkah laku si tokoh dalam
cerita.
c) Alur (Plot)
Unsur intrinsik yang ketiga adalah alur. Alur adalah urutan jalan cerita
dalam cerpen yang disampaikan oleh penulis. Dalam menyampaikan cerita,
ada tahapan-tahapan alur yang disampaikan oleh sang penulis. Diantaranya:
1) Tahap perkenalan;
2) Tahap penanjakan;
3) Tahap klimaks;
4) Anti klimaks;
5) Tahap penyelesaian.
Tahap-tahap alur tersebut harus ada di dalam sebuah cerita. Hal ini
bertujuan agar cerita tidak membingungkan orang yang membacanya. Ada 2
macam alur yang kerapkali digunakan oleh para penulis, yakni:
1) Alur maju. Alur ini menggambarkan jalan cerita yang urut dari awal
perkenalan tokoh, situasi lalu menimbulkan konflik hingga puncak
konflik dan terakhir penyelesaian konflik. Intinya adalah, pada alur
maju ditemukan jalan cerita yang runtut sesuai dengan tahapan-
tahapannya.
2) Alur mundur. Di alur ini, penulis menggambarkan jalan cerita secara
tidak urut. Bisa saja penulis menceritakan konflik terlebih dahulu,
setelah itu menengok kembali peristiwa yang menjadi sebab konflik itu
terjadi.
d) Setting (Latar)
Setting atau latar mengacu pada waktu, suasana, dan tempat terjadinya
cerita tersebut. Latar akan memberikan persepsi konkret pada sebuah cerita
pendek. Ada 3 jenis latar dalam sebuah cerpen yakni latar tempat, waktu dan
suasana.

22
e) Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan strategi yang digunakan oleh pengarang
cerpen untuk menyampaikan ceritanya. Baik itu sebagai orang pertama,
kedua, ketiga. Bahkan acapkali para penulis menggunakan sudut pandang
orang yang berada di luar cerita.
f) Gaya bahasa
Gaya bahasa merupakan ciri khas sang penulis dalam menyampaikan
tulisannya kepada publik. Baik itu penggunaan majasnya, diksi dan pemilihan
kalimat yang tepat di dalam cerpennya.
g) Amanat
Amanat (Moral value) adalah pesan moral atau pelajaran yang dapat
kita petik dari cerita pendek tersebut. Di dalam suatu cerpen, moral biasanya
tidak ditulis secara langsung, melainkan tersirat dan akan bergantung sesuai
pemahaman pembaca akan cerita pendek tersebut (“7 Unsur Intrinsik Cerpen
Beserta Pengertiannya [Lengkap],” 2017)
4. Unsur Ekstrinsik Cerpen
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur cerpen yang berada di luar karya
sastra. Akan tetapi, secara tidak langsung unsur ini memengaruhi proses
pembuatan suatu cerpen. Unsur ekstrinsik cerpen antara lain:
a) Latar Belakang Masyarakat
Latar belakang masyarakat merupakan faktor lingkungan masyarakat
sekitar yang memengaruhi penulis dalam membuat cerpen tersebut. Ada
beberapa faktor yang dapat memengaruhi penulis, diantaranya sebagai
berikut:
1) Ideologi Negara
Suatu karya sastra bisa dipengaruhi oleh ideologi suatu negara,
termasuk cerpen. Masing-masing negara yang memiliki ideologi
yang berbeda akan menghasilkan karya sastra yang berbeda-beda.

23
2) Kondisi Politik
Karya sastra juga dipengaruhi oleh kondisi politik di suatu
negara. Sebagai contoh, ketika terjadi gejolak kondisi politik di suatu
negara dalam jangka waktu tertentu maka karya sastra yang
dihasilkan para penulis akan berbeda.
3) Kondisi Sosial
Kondisi sosial suatu negara juga merupakan faktor yang
mempengaruhi suatu karya sastra yang dihasilkan para penulis
cerpen. Seringkali para pengarang cerita pendek terinspirasi dari hal-
hal yang dilihatnya dalam kehidupan sosial sehari-hari.
4) Kondisi Ekonomi
Seperti halnya kondisi politik, kondisi ekonomi suatu negara
juga dapat mempengaruhi suatu karya sastra, termasuk cerpen.
b) Latar Belakang Penulis
Latar belakang penulis adalah sebuah faktor dari dalam diri penulis
yang mendorong penulis dalam membuat cerpen. Latar belakang penulis
terdiri dari beberapa faktor, diantaranya adalah:
1) Riwayat Hidup Penulis
Riwayat hidup penulis adalah biografi pengarang cerpen secara
keseluruhan. Riwayat hidup seorang pengarang cerpen akan sangat
berpengaruh kepada cara berpikir dan sudut pandangnya.
Cerita pendek yang dihasilkan seorang penulis biasanya terinspirasi
dari berbagai pengalaman hidup mereka. Dan seringkali gaya bahasa
di dalam cerpen juga dipengaruhi oleh faktor riwayat hidup seorang
penulis cerita pendek.
2) Kondisi Psikologis
Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kondisi psikologis
adalah motivasi atau mood seorang penulis cerpen ketika membuat
sebuah cerita pendek.

24
Kondisi psikologis seseorang penulis sangat berkaitan dengan
produktivitasnya sehingga mempengaruhi isi dari cerita pendek yang
dibuat. Sebagai contoh, ketika seorang penulis mengalami masalah
percintaan di kehidupan nyata maka kemungkinan besar cerpen yang
diciptakan akan berhubungan dengan perasaannya, misalnya sedih,
bahagia, marah, dan lain-lai.
3) Aliran Sastra Penulis
Bagi seorang penulis, aliran sastra dianggap seperti ‘agama’
sehingga sangat mempengaruhi mereka dalam membuat suatu karya
tulis. Setiap penulis memiliki aliran sastra yang berbeda-beda. Hal
inilah yang mempengaruhi gaya penulisan dan genre cerpen yang
biasa diusung oleh seorang penulis dalam setiap karyanya (“3 Unsur
Ekstrinsik Cerpen dan Penjelasannya Secara Lengkap,” n.d.)
c) Nilai yang Terkandung di dalam Cerpen
Ada beberapa nilai yang menjadi unsur ekstrinsik dalam sebuah
cerpen. Dan nilai-nilai tersebut diantaranya adalah:
1) Nilai Agama
Banyak hal baik terkandung dalam nilai-nilai agama yang
kemudian menginspirasi pembuatan sebuah cerpen. Misalnya sebuah
cerpen yang mengisahkan pertobatan seseorang setelah belajar dan
memeluk suatu agama.
2) Nilai Sosial
Cerita pendek juga seringkali terinspirasi dari nilai-nilai sosial
yang ada di masyarakat. Misalnya, sebuah cerpen yang mengisahkan
cara berinteraksi yang dilakukan para tokoh sesuai dengan nilai-nilai
sosial yang berlaku di masyarakat Indonesia.
3) Nilai Moral
Dalam hal ini, moral berhubungan dengan akhlak dan etika
yang berlaku di masyarakat. Nilai-nilai moral yang terdapat pada suatu

25
masyarakat juga dapat menjadi inspirasi dalam pembuatan suatu cerita
pendek.
4) Nilai Budaya
Tidak jarang penulis cerpen terinspirasi oleh nilai budaya,
tradisi, atau adat istiadat yang berlaku di suatu daerah. Misalnya,
cerpen yang mengisahkan tokoh utama dalam cerpen yang berasal dari
suku tertentu dan berbagai kebiasaan dan adat istiadatnya.
5. Jenis Nilai Menurut Notonagoro
Menurut Notonegoro, nilai dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu nilai
material, nilai vital, dan nilai kerohanian.
a) Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia.
Contohnya uang yang berguna bagi manusia karena dapat digunakan
untuk membeli kebutuhan hidupnya.
b) Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas. Contoh: Kendaraan bermotor dewasa
ini menjadi alat transportasi vital bagi manusia untuk melakukan aktivitas
kesehariannya, misalnya untuk pergi ke tempat kerja.
c) Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani
manusia. Secara garis besar, nilai kerohanian dapat dibagi ke dalam
empat macam.
1) Nilai kebenaran (kenyataan), yaitu nilai yang bersumber pada unsur
akal manusia. Contohnya orang yang dituduh bersalah tetapi belum
terbukti melakukan kesalahan tidak lantas dihukum, tetapi harus
melalui proses pengadilan.
2) Nilai keindahan, yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia
(estetika). Contohnya rumah akan terasa lebih asri apabila ditanami
bunga.

26
3) Nilai moral (kebaikan), yaitu nilai yang berasal dari kehendak atau
kemauan. Contohnya Ardi menyumbangkan darahnya untuk
kemanusiaan.
4) Nilai religius, yaitu nilai ketuhanan. Contohnya agama Islam
mengakui Allah SWT sebagai Tuhannya (“Klasifikasi Nilai Sosial
Menurut Notonegoro,” n.d.)

C. Kerangka Pikir
Sastra

Drama Prosa Puisi

Prosa lama Prosa Baru

Cerpen
“Panggil Aku Aisyah”

Sosiologi Sastra
Wellek dan Werren

Sosiologi Sosiologi Sosiologi


pengarang Karya Sastra pembaca
27
Intrinsik Ekstrinsik
k

Notonagoro

Nilai Material Nilai Kerohanian Nilai Vital

Nilai Nilai Nilai Nilai


Kebenaran Moral Keindahan Religius

Analisis

Temuan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kualitatif,
Karena jenis penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan
penemuan-penemuan yang tidak dapat dipercaya dengan menggunakan prosedur-
prosedur statistik atau dengan cara kuantitatif lainnya (Basrowi dan Suwadi, 2008:1).
Bogdan dan Taylor (dalam Basrowi dan Suwadi, 2008:1) menjelaskan bahwa
penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Jadi
dapat disimpulkan bahwa, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan apa yang akan diteliti dan datanya tidak dianalisis menggunakan
rumus statistik.

28
B. Data dan Sumber Data
1. Data
Data pada penelitian ini berupa data yang di ambil dari buku antologi
cerpen yang berjudul Panggil Aku Aisyah yang di terbitkan oleh MEMBUMI
PUBLISHING, dengan menggunakan teori sosiologi sastra oleh Wellek and
Werren, dengan lebih memfokuskan pada bagian sosiologi karya sastra dengan
melakukan pengkajian dari segi unsur ekstrinsiknya (Nilai Moral).
2. Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini bersumber dari buku antologi cerpen yang
berjudul Panggil Aku Aisyah. Pada buku antologi cerpen tersebut, hanya dipilih
duah buah cerpen, yang berjudul Hadiah buat Ayah dan Utang karya Thamrin
Paelori.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan membaca cerpen
tersebut secara berulang-ulang, kemudian menandai bagian-bagian kalimat
menggunakan pensil yang dianggap termasuk dalam kajian penelitian ini yaitu
mengenai unsur ekstrinsik (Nilai moral).
D. Teknik Analisis Data
Data yang ditemukan pada proses pengumpulan data, selanjutnya dianalisis
menggunakan teori Wellek dan Warren yang terbagi atas tiga bagian yaitu sosiologi
pengarang, sosiologi karya sastra, dan sosiologi pembaca. Pada penelitian ini, peneliti
hanya memfokuskan pada satu bagian sosiologi sastra saja yaitu sosiologi karya
sastra yang mengkaji unsur ekstrinsik dalam hal ini nilai moral menurut Notonagoro.

29
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian
Unsur intrinsik dalam buku Antologi cerpen Panggil Aku Aisyah yang
berjudul Hadiah Buat Ayah karya Thamrin Paelori
1) Tema
Tema merupakan ide atau gagasan permasalahan yang mendasari
suatu cerita yang merupakan titik dalam menyusun cerita atau karya sastra
seperti kutipan berikut.
“Mulai sekarang kamu harus memasukkan uang ke dalam
celenganmu sejumlah uang yang di gunakan ayahmu untuk membeli
rokok setiap hari.”…(hal 84)

30
...Hari-hari selanjutnya, pekerjaan Tiara bertambah lagi. Selain
harus membersihkan puntung rokok di kamar kerja Ayah atau di
ruang tamu, ia juga mengawasi beberapa bungkus rokok yang di isap.
Selain itu, berapa harganya serta yang paling berat adalah harus
memasukkan sebagian uang jajannya ke dalam celengan sesuai
jumlah harga rokok yang di isap Ayahnya.(hal 85)
“Sudah lama Tiara ingin memberikan hadiah buat Ayah pada hari
ulang tahun Ayah, namun tidak kesampaian. Kali ini Tiara berhasil
mewujudkan dengan perjuangan yang cukup lama yaitu, selama
setahun. (hal 90)
Kutipan di atas menggambarakan perjuangan Tiara dalam
memberikan hadiah untuk Ayahnya.
2) Alur
Alur adalah rangakaian cerita yang di bentuk oleh tahapan-tahapan
peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku
dalam suatu cerita. Dalam cerpen Hadiah Buat Ayah ini, alur yang
digunakan adalah alur maju. Di mulai dari keinginan tulus Tiara untuk
menyenangkan hati Ayahnya dengan sebuah hadiah ulang tahun. Kemudian
Tiara mulai menyisihkan uang jajannya dengan memasukkanya ke dalam
celengan. Pada tahap penanjakan, Tiara merasa bingung, ia tidak bisa
memprogramkan hadiah apa kelak yang berarti buat Ayahnya. Tiara tidak
bisa memecahakan masalahnya sendiri, maka dicobanya meminta pendapat
dari temannya Dila. Tahap klimaks terjadi pada saat mendapatkan ide dari
temannya Dila yaitu memasukkan uang ke dalam celengan sesuai dengan
harga rokok yang diisap setiap hari oleh Ayahnya. Ia harus berjalan kaki
pulang –pergi sekolah, langganan becaknya terpaksa di-PHK demi
menyisihkan uang sesuai dengan harga rokok Ayahnya. Setelah beberapa
bulan, Ayahnya kemudian mengganti rokoknya dengan merek yang lebih
mahal. Tiara tidak mau memanipulasi jumlah uang yang ia masukkan ke

31
dalam celengan namun ia semakin kesulitan karena untuk merek rokok yang
lama saja uang jajannya hampir sepenuhnya ia sisihkan. Pada tahap
penyelesaian, Dila memberi ide untuk membat kue lalu diantarkannya ke
toko roti.
3) Tokoh dan Penokohan
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra sedangkan penokohan adalah
cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh
dalam cerita. Hal itu tampak pada kutipan berikut :
a. Tiara
“Maaf Deng,saya harus jalan kaki. Soalnya, anjuran dokter aku harus
berolahraga,”kata Tiara ketika ditanya oleh langganan becaknya.
Tiara sengaja memberi alasan seperti itu agar langganan becaknya
tidak kecewa.” (hal 86)
Dari kutipan di atas dapat kita lihat bahwa Tiara adalah pribadi
yang menghormati orang tua, dari cara berbicaranya pun terlihat
sopan.
“Mulanya, Tiara agak kewalahan. Ia harus menyisihkan uang jajan
kira-kira lima puluh persen. Selain itu, terpaksa ramai-ramai bersama
temannya jalan kaki pulang-pergi sekolah.Tiara agak capek jalan
kaki. Akan tetapi lama kelamaan sudah terbiasa.(hal 85)
Dari kutipan di atas menunjukkan baahwa Tiara adalah pribadi
yang penuh semangat walaupun ia capai namun ia tetap berjalan kaki
demi hadiah buat Ayahnya.
b. Dila
“Dila diam sejenak . Seperti memikirkan sesuatu. Ia sudah teramat
sering mendengar teori tentang bagiamana berhenti merokok. Tetapi
tidak ada yang efektif. Menurut orang pintar, hanya ada satu cara
berhenti merokok yaitu berhenti merokok.
“Aku punya ide,” kata Dila memecah keheningan.

32
“Ide apa?”.
Mulai sekarang,kamu harus memasukkan uang ke dalam celengen
sejumlah uang dengan yang digunakan Ayahmu untuk membeli rokok
setiap hari.”(hal 84)
Dari kutipan di atas menunjukan sikap Dila yang cerdas
memberi ide kepada Tiara yaitu menabung sesuai dengan harga rokok
Ayahnya setiap harinya, hal ini akan menyadarkan Ayah Tiara untuk
berhenti merokok ketika melihat jumlah uang yang digunakannya
begitu banyak hanya untuk merokok.
c. Ibu
”Ra, kamu tidak capek jalan kaki?” Tanya Ibunya ketika menemui
Tiara sangat lelah sepulang sekolah.”(hal 86)
Dari kutipan di atas Ibu Tiara adalah sosok yng perhatian
terhadap anaknya, walaupun ia tahu bahwa jalan kaki adalah hal yang
bagus karena bisa berhemat dan bagus untuk kesehatan namun ia tetap
prihatin akan Tiara yang kecapaian.
d. Ayah
“Itu berarti Ayah senang aku menderita, kamu tahu tidak Dila, aku
paling benci kalau setiap hari membersihkan puntung rokok atau abu
rokok yang sangat menusuk hidung membuat aku serasa ingin
muntah. Cuman aku tidak mau protes.(hal 83)
Dari kutipan di atas, melihat cara Tiara menceritakan apa yang
dialaminya setiap pagi menandakaan bahwa ayahnya adalah seseorang
yang perokok berat.
4) Latar atau setting
Latar atau setting adalah latar belakang fisik, yakni tempat waktu
dan suasana dalam cerita. Latar atau setting tampak pada kutipan di bawah
ini.
”Tanggal dua puluh satu tiba. Hari-hari yang dinantikan telah tiba.”

33
Dari kutipan di atas menunjukkan latar waktu yaitu pada
kalimat tanggal dua puluh satu tiba.
“…Ia mampir di rumah Dila. Sementara Ibunya, membuat kue untuk
merayakaan ulang tahun Ayahnya secara sederhana.” (hal 88)
Dari kutipan di atas menunjukkan latar tempat yaitu rumah
terlihat pada kalimat Ia mampir di rumah Dila.
“...Meja makan ditata rapi dengan makanan yang lezat. Meja kerja
Ayah yang di ada di sudut ruangan diatur rapii. Suasana rumah
benar-benar istimewa.” (hal 88)
Dari kutipan di atas menunjukkan latar suasana yaitu istimewa
pada kalimat suasana rumah benar-benar istimewa.
5) Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada
pembaca atau pendengar.
Adapun pesan yang dapat di ambil dari cerpen Hadiah Buat Ayah
adalah jika menginginkan sesuatu hal, tentu diperlukan usaha serta
pengorbanan yang sangat keras untuk mencapai sesuatu hal tersebut, seperti
yang dilakukan oleh Tiara untuk memberi hadiah buat Ayahnya.
6) Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa
secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau
pemakai bahasa. Hal itu tampak pada kutipan berikut :
“Hari-hari selanjutnya, pekerjaan Tiara bertambah satu lagi. Selain
harus membersihkan puntung rokok di ruang kerja atau di ruang
tamu,ia juga mengawasi berapa bungkus rokok yang Ayahnya isap.
Selain itu, berapa harganya serta yang paling berat adalah harus
memasukkan uang jajannya ke dalam celengan sesuai jumlah harga
rokok yang di isap Ayahnya.”

34
Dari kutipan di atas menggunakan gaya bahasa atau majas
polisindenton yaitu gaya bahasa yang menyebutkan beberapa hal dengan
menggunakan kata penghubung.
7) Sudut pandang
Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku
dalam cerita yang di paparkannya. Hal ini terdapat pada kutipan berikut ini :
“Mulanya, Tiara agak kewalahan. Ia harus menyisihkan uang jajan
kira-kira lima puluh persen. Selain itu, terpaksa ramai-ramai bersama
temannya jalan kaki pulang-pergi sekolah.
Kutipan di atas menjelaskan bagaimana pengarang menggunakan
sudut pandang orang ketiga pengamat, pengarang hanya berperan sebagai
orang yang benar-benar menceritakan ceritanya.

Unsur intrinsik dalam buku Antologi cerpen Panggil Aku Aisyah yang
berjudul Utang karya Thamrin Paelori.
1) Tema
Tema merupakan ide atau gagasan permasalahan yang mendasari
suatu cerita yang merupakan titik dalam menyusun cerita atau karya sastra.
Seperti kutipan berikut :

2) Alur
Alur adalah rangkaian cerita yang di bentuk oleh tahapan-tahapan
peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku
dalam suatu cerita.
Dalam cerpen yang berjudul Utang ini, alur yang digunakan adalah
alur maju, yakni dimulai dari tokoh Aku yang pertama kali melihat tokoh

35
lelaki, tidak sedikit pun memunyai rasa ingin tahu terhadap si lelaki. Pada
suatu waktu tokoh Aku kebetulan bertemu dengan si lelaki dalam perjalanan
pulang di angkutan umum menuju rumahnya dan si lelaki membayar ongkos
untuknya, namun tetap saja tokoh Aku masih cuek dan tidak tertarik dengan si
lelaki. Tahap klimaks terjadi pada saat si lelaki menemui tokoh Aku di
rumahnya dan meminjam uang kepadanya, dimulai dari kejadian itu tokoh
Aku semakin sering menemui si lelaki dan menjadi akrab sehingga suatu
ketika si lelaki menghilang dari pemukiman dan tokoh Aku mendengar berita
bahwa si lelaki ternyata adalah seorang pengedar narkoba yang mengaku
sebagai guru.
3) Tokoh dan Penokohan
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra sedangkan penokohan adalah
cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh
dalam cerita.hal itu tampak pada kutipan berikut:

a) Aku
“Pertama kali aku melihat lelaki itu tak sedikit pun rasa ingin tahu,
apalgi simpati yang ada dalam batinku. Biasa saja. Bahkan acuh. Meskipun
setiap kali lelaki itu melintas di depan rumahku, senyumnya yang tak pernah
lepas mengembang.” (hal. 55)
Dari kutipan di atas pengarang menggambarkan tokoh Aku memiliki
sifat yang acuh atau masa bodoh terhadap si lelaki meskipun si lelaki setiap
kali tersenyum kepadanya.
“Anu, Dik, eh, anu,…”lelaki itu kian gugup” boleh saya minta
tolong?”akhirnya suaranya menyeruak seperti keluar dari beban yang
amat berat.
“Insyaallah kalau saya mampu,” jawabku sedikit memberi harapan.
(hal. 58)

36
Dari kutipan di atas menggambarkan pribadi tokoh Aku yang baik,
meskipun Ia masih tidak simpati dengan si lelaki tetapi ia akhirnya membantu
si lelaki itu.
b) Lelaki
“Cerita para tetangga yang aku sempat dengar ,konon lelaki itu
seorang guru di salah satu sekolah swasta. Orangnya ramah dan
sabar”. (hal. 55)
Dari kutipan di atas diketahui bahwa si lelaki adalah pria ramah dan
sabar yang diketahui tokoh Aku dari cerita para tetangga.
“ Suatu ketika aku bertemu dengan lelaki itu dalam sebuah kendaraan
umum. Entah Ia dari mana. Dengan sebuah tas warna cokelat agak
kumal, sderhana sekali. Wajahnya sedikit kusut, rambutnya tak teratur
rapi. Meskipun demikian tidak ada kesan urakan dan asal-asalan
tetapi semata-mata mencirikan kesederhanaan.” (hal. 56)

Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa pengarang menggambarkan


karakter tohoh si Lelaki dengan menguraikan apa yang dikenakannya yaitu
karakter sederhana.
“memangnya kenapa dengan lelaki itu?” tanyaku tidak sabar.
“Dia telah mengambil uang dengan meminjam kepada warga di sini.
Hampir seluruh warga telah di utangi dan kini ia sudah kabur entah
kemana,” jelas pemuda itu yang juga katanya Ia termasuk salah satu
korbannya.” (hal. 62)
Dari kutipan di atas diketahui bahwa si lelaki adalah sosok penipu Ia
meminjam uang ke semua warga lalu menghilang tanpa jejak.
4) Latar atau setting
Latar atau setting adalah latar belakang fisik yakni tempat waktu dan
suasana dalam cerita. Latar atau setting tampak pada kutipan di bawah ini :

37
“Suatu ketika aku bertemu dengan lelaki itu dalam sebuah kendaraan
umum. Entah Ia dari mana. Dengan sebuah tas warna cokelat agak
kumal.” (ha. 56)
Kutipan di atas menujukkan latar tempat di kendaraan umum.
“Aku pura-pura tidak melihatnya. Sengaja wajahku kutenggelamkan
dalam sebuah buku ,tetapi ia memergokiku (hal. 56)
Kutipan di atas menggambarkan suasana canggung yaitu pada saat
tokoh Aku berpura-pura tidak melihatnya dan malu pada saat si lelaki
memergokinya saat tokoh Aku sengaja menenggelamkan wajahnya dalam
sebuah buku.
“ sore seperti ini, warga kebanyakan istirahat di rumah, kalau tidak
ada acara majelis taklim di masjid...”(hal. 62)
Kutipan di atas menunjukkan latar waktu sore.
5) Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikaan pengarang kepada
pembaca atau pendengar.
Dari cerpen yang berjudul Utang peneliti dapat mengambil hikmah
bahwa jangan menilai seseorang dari satu sisi saja tapi lihatlah sisi lainnya
juga. Seperti yang dialami tokoh Aku dan masyarakat dalam cerpen yang
menilai si Lelaki adalah pria baik, ramah, sopan dan sabar namun
kenyataannya mereka semua menjadi korban dari kebusukan si lelaki.
6) Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa
secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai
bahasa. Hal itu tampak pada kutipan berikut:
“ kasihan orang tua saya…ibu saya, dik. Dia sakit keras.Tidak ada
yang bisa membantunya kecuali saya. Ia tinggal bersama adik saya
Dik, Ayah saya sudah lama tiada”

38
Gaya bahasa yang digunakan dalam cerpen yang berjudul Utang ini
adalah gaya bahasa prolepsis adalah gaya bahasa yang serupa kalimat arti
sebenarnya baru diketahui dikalimat sebelumnya.
7) Sudut pandang
Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam
cerita yang dipaparkannya. Hal ini terdapat pada kutipan berikut ini:
“Pertama kali aku melihat lelaki itu tak sedikit pun rasa ingin tahu,
apalgi simpati yang ada dalam batinku. Biasa saja. Bahkan acuh.
Meskipun setiap kali lelaki itu melintas di depan rumahku, senyumnya
yang tak pernah lepas mengembang. Aku tak pernah mau tau
keberadaanya.”
Sudut pandang digunakan dalam cerpen ini adalah sudut pandang
pertama tokoh utama yakni orang pertama (tokoh utama) si penulis seolah-
olah masuk dalam cerita tersebut sebagai tokoh utama. Segala hal yang
berkaitan dengan pikiran perasaan, tingkah laku atau kejadian yang tokoh“
Aku” lakukan akan digambarkan pada cerita tersebut.

Nilai moral yang terkandung dalam buku Antologi cerpen Panggil Aku
Aisyah yang berjudul Hadiah Buat Ayah karya Thamrin Paelori
Menurut Notonagoro Nilai moral (kebaikan), yaitu nilai yang berasal
dari kehendak atau kemauan. Adapun jenis- jenis nilai moral yaitu jujur, ulet,
teguh, terbuka, mandiri, tegar, pemberani, tanggung jawab, disiplin, senang
membantu, toleransi, murah senyum, mampu bekerja sama, komunikatif,
peduli, adil, ikhlas, takwa kepada Allah.
1. Mandiri
Mandiri menurut Masrun (1986:8) adalah suatu sikap yang
memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu
atas dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan
dari orang lain, maupun berpikir dan bertindak original/kreatif, dan

39
penuh inisiatif, mampu memengaruhi lingkungan, memunyai rasa
percaya diri dan memeroleh kepuasan dari usahanya.
“ Setiap sore, Dila berada di rumah Tiara untuk membantu membuat
kue. Ibu Tiara heran. Tidak biasanya mereka praktik kue di rumah,
tetapi di Sekolah. Terpaksa Tiara berbohong kepada Ibunya bahwa
itu sebagai tugas praktek. Ia takut kalau dilarang karena mengganggu
sekolahnya. Setiap sore setelah selesai kue dibuat, Tiara dan Dila
mengantarnya ke toko roti. Lumayan tiap hari bisa dapat untung
menghampiri cerutu Ayahnya.”
Kutipan di atas menggambarkan sifat kemandirian Tiara dan
Dila menjual kue untuk menambah tabungannya sehingga sesuai
dengan harga rokok Ayahnya yang kini digantinya dengan merek lebih
mahal dari sebelumnya.
2. Jujur
Jujur menurut KBBI adalah tidak berbohong (berkata apa
adanya), tidak curang (misalnya dalam permainan, dengan mengikuti
aturan yang berlaku)
“ ... tiba-tiba Ayahnya mengganti rokoknya dengan merek yang lebih
mahal dibanding dengan rokoknya yang lalu, harganya naik empat
puluh persen. Tiara tidak mau memanipulasi jumlah uang yang ia
masukkan ke dalam celengan. Terpaksa beberapa pos belanjaannya
diirit lagi…”
kutipan di atas menunjukkan sifat Tiara yang jujur sesuai
dengan persyaratan awal yaitu menabung sesuai dengan harga rokok
Ayahnya perharinya, meskipun ia merasa semakin berat tetapi ia tetap
konsisten dan tidak memanipulasi jumlah uang sesuai dengan harga
rokok Ayahnya.
3. Ulet

40
Ulet menurut KBBI adalah tidak mudah putus asa yang disertai
kemauan keras dalam berusaha mencapai tujuan dan cita-cita.
“ Hari ulang tahun Ayahnya sisa dua bulan. Tiara mulai lega Ia
hampir berhasil. Namun Ia semakin tersiksa dengan keuangannya.
Untung Tiara di suruh mengikuti bimbingan belajar untuk ujian
masuk perguruan tinggi. Otomatis biaya transportasi ia sunat lagi.
Akan tetapi, Tiara terpaksa menambah frekuensi jalan kakinya
menjadi empat kali sehari. Tiara tidak mengeluh karena Ia sendiri
yang memilih cara itu, tidak dipaksa.”
Kutipan di atas menunjukkan keuletan Tiara dalam memberi
hadiah untuk Ayahnya, meskipun ia harus berjalan kaki empat kali
sehari, ia tetap semangat dan tidak mengeluh.

Nilai moral yang terkandung dalam Buku Antologi cerpen Panggil Aku
Aisyah yang berjudul Utang karya Thamrin Paelori
Menurut Notonagoro Nilai moral (kebaikan), yaitu nilai yang berasal
dari kehendak atau kemauan. Adapun jenis- jenis nilai moral yaitu jujur, ulet,
teguh, terbuka, mandiri, tegar, pemberani,tanggung jawab, disiplin, senang
membantu, toleransi, murah senyum, mampu bekerja sama, komunikatif,
peduli, adil, iklas, takwa kepada Allah.
1. Murah Senyum
“ Dari mana Dik,?” tanyanya dengan sopan disertai dengan senyum
yang ramah.
Kutipan di atas menggambarkan sikap si Lelaki yang murah
senyum dan ramah saat bertemu dengan tokoh Aku.
2. Senang Membantu
“Gampang itu pak,” tukasku ramah. Tak sedikitpun keberatan.
Setelah sedikit basa-basi, aku mengambilkan sejumlah uang yang

41
nilainya tidak seberapa bagiku, tapi menurutku bagi dia sangat
berharga. Tak apalah itu toh sudah sering kulakukan.
Kutipan di atas menunjukkan tokoh Aku yang membantu si
Lelaki walau ia tidak terlalu simpati terhadapnya.
3. Peduli
“kemarin saya dapat telegram dari adik, ia minta dikirimi uang untuk
biaya pengobatan ibu,” tuturnya tanpa aku minta, tatkala aku sempat
terdiam sejenak. Aku terenyuh dengan penuturannya, naluri
kemanusiaanku tidak membantah sedikitpun. Aku mengangguk.
Pertanda titik terang untuknya.
Kutipan di atas menggambarkan sifat kepedulian tokoh Aku
terhadap masalah yang dialami si lelaki.
4. Terbuka
“Anu, Dik, eh, anu,…”lelaki itu kian gugup”boleh saya minta
tolong?”akhirnya suaranya menyeruak seperti keluar dari beban yang
amat berat.
“Insyaallah kalau saya mampu,” jawabku sedikit memberi harapan.
Kutipan di atas menggambarkan keterbukaan si Lelaki
terhadap tokoh aku mengenai masalah yang dialaminya.

B. Pembahasan
Nilai moral yang terkandung dalam buku Antologi cerpen Panggil Aku
Aisyah yang berjudul Hadiah Buat Ayah karya Thamrin Paelori.
1. Mandiri
Mandiri menurut Masrun (1986:8), adalah suatu sikap yang
memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas
dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari orang
lain, maupun berpikir dan bertindak original/kreatif, dan penuh inisiatif,

42
mampu memengaruhi lingkungan, mempunyai rasa percaya diri dan
memperoleh kepuasan dari usahanya.
“ Setiap sore, Dila berada di rumah Tiara untuk membantu membuat
kue.Ibu Tiara heran. Tidak biasanya mereka praktik kue di rumah , tetapi
di Sekolah. Terpaksa Tiara berbohong kepada ibunya bahwa itu sebagai
tugas praktek. Ia takut kalau dilarang karena mengganggu sekolahnya.
Setiap sore setelah selesai kue dibuat , Tiara dan Dila mengantarnya ke
toko roti. Lumayan tiap hari bisa dapat untung menghampiri cerutu
ayahnya.”
Berdasarkan pendapat Masrun (1986:8) mengenai mandiri maka
kutipan di atas termasuk nilai moral kemandirian menurut Prof. Dr.
Notonagoro, yakni kutipan Setiap sore, Dila berada di rumah Tiara untuk
membantu membuat kue menandakan kreatifitas dan inisiatif Dila dan Tiara
menambah pemasukan agar uang yang di masukkan dalam tabungan tetap
sama dengan harga rokok ayahnya.
2. Jujur
Jujur menurut KBBI adalah tidak berbohong (berkata apa adanya),
tidak curang (misalnya dalam permainan, dengan mengikuti aturan yang
berlaku)
“ ... tiba-tiba ayahnya mengganti rokoknya dengan merek yang lebih
mahal disbanding dengan rokonya yang lalu, harganya naik empat puluh
persen. Tiara tidak mau memanipulasi jumlah uang yang ia masukkan ke
dalam celengan. Terpaksa beberapa pos belanjaannya diirit lagi…”
Berdasarkan pengertian jujur menurut KBBI yakni tidak berbohong,
selaras dengan kutipan di atas yaitu Tiara tidak mau memanipulasi jumlah
uang yang ia masukkan ke dalam celengan. Kutipan ini mengartikan bahwa
tiara memiliki sikap jujur dalam memasukkan uang kedalam celengannya
sesuai dengan syarat awal, agar ia memberikan hadiah kepada ayahnya.
3. Ulet

43
Ulet menurut KBBI adalah tidak mudah putus asa yang disertai
kemauan keras dalam berusaha mencapai tujuan dan cita-cita.
“ Hari ulang tahun ayahnya sisa dua bulan. Tiara mulai lega Ia
hampir berhasil. Namun Ia semakin tersiksa dengan keungannya.
Untung Tiara di suruh mengkuti bimbingan belajar untuk ujian masuk
perguruan tinggi. Otomatis biaya transportasi ia sunat lagi. Akan
tetapi, Tiara terpaksa menambah prekuensi jalan kakinyabmenjadi
empat kali sehari. Tiara tidak mengeluh karena Ia sendiri yang
memilih cara itu, tidak dipaksa.”
Kutipan di atas menujukkan keuletan Tiara dalam mengumpulkan
uang untuk hadiah ulang tahun ayahnya meskipun ia harus menyisihkan uang
transfortasi bimbingan belajarnya serta jalan kaki empat kali sehari ia tidak
putus asa dan tetap semangat demi hadiah untuk ayahnya.
Nilai moral yang terkandung dalam buku Antologi cerpen Panggil
Aku Aisyah yang berjudul Utang karya Thamrin Paelori
1. Murah Senyum
Murah senyum menurut KBBI adalah banyak senyum (karena baik
hati)
“ Dari mana Dik,?” tanyanya dengan sopan disertai dengan senyum
yang ramah.
Kutipan di atas menggambarkan sikap si Lelaki yang murah
senyum dan ramah saat bertemu dengan tokoh Aku.
2. Senang Membantu
“Gampang itu pak,”tukasku ramah. Tak sedikitpun keberatan.Setelah
sedikit basa-basi, aku mengambilkan sejumlah uang yang nilainya
tidak seberapa bagiku,Tapi menurutku bagi dia sangat berharga. Tak
apalah itu toh sudah sering kulakukan.
Kutipan di atas menunjukkan tokoh Aku yang membantu si Lelaki
walau ia tidak terlalu simpati terhadapnya. Terdapat kaliamat Tak apalah

44
itu toh sudah sering kulakukan . yang menandakan bahwa tokoh Aku
memeng gemar membantu berdasarkan kutipan tersebut.
3. Peduli
“kemarin saya dapat telegram dari adik, ia minta dikirimi uang untuk
biaya pengobatan itu,” tuturnya tanpa aku minta, tatkala aku sempat
terdiam beberapa jenak. Aku terenyuh dengan penuturannya, naluri
kemanusiaanku tidak membanta sedikitpun.Aku mengngguk. Pertanda
titik terang untuknya.
Kutipan di atas mengammbarkan sifat kepedulian tokoh Aku
terhadap masalah yang dialami si Lelaki. Kalimat Aku terenyuh dengan
penuturannya, naluri kemanusiaanku tidak membanta sedikitpun Aku
mengngguk. Pertanda titik terang untuknya. Maksudnya tokoh Aku sangat
tersentuh dengan penuturan si Lelaki, sehingga tokoh Aku mengiyakan
untuk membantunya.
4. Terbuka
“ Anu, Dik,eh, anu,…”lelaki itu kian gugup”boleh saya…minta
tolong?”akhirnya suaranya menyeruak seperti keluar dari beban yang
amat berat.
“insyaallah kalau saya mampu,” jawabku sedikit memberi harapan.”
Kutipan di atas menggambarkan keterbukaan si Lelaki terhadap
tokoh aku mengenai masalah yang dialaminya. Menurut KBBI tebuka
adalah perasaan toleransi dan hati merupakan landasan utamaa untuk
berkomunikasi.

45
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan
Setelah melakukan analis nilai moral terhadap buku antologi cerpen Panggil
Aku Aisyah dengan judul yang dipilih Hadiah Buat Ayah dan Utang karya Thamrin
Paelori dengan menggunkan pendekatan sosiologi karya sastra (Wellek dan Werren)
maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa nilai-nilai moral yang ada dalam cerpen
tersebut yaitu pada cerpen pertama yang berjudul Hadiah Buat Ayah terdapat tiga
nilai moral diantaranya, mandiri, jujur, dan ulet. Adapun nilai moral yang terdapat

46
pada cerpen kedua dengan judul Utang diantaranya murah senyum, senang
membantu, peduli dan terbuka. Nilai-nilai tersebut dikemukan oleh Notonagoro.
B. Saran
Bagi para peneliti sastra dengan kajian harus sangat sabar, telaten, teliti, dan
memiliki kegemaran membaca. Bila tidak maka kebosanan yang melanda akan
menghentikan sang peneliti melanjutkan penelitiannya.
Dalam penulisan penelitian ini, penulis menyadari bahwa penyusunannya
masih jauh dari kesempurnaan, artinya masih banyak kekurangan di dalamnya.
Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulisan
dan penyusunan ini ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat bagi penulis,
pembaca dan bagi seluruh mahasiswa terkhusus mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Makassar. Saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan

DAFTAR PUSTAKA

3 Unsur Ekstrinsik Cerpen dan Penjelasannya Secara Lengkap. (n.d.). Retrieved April
26, 2019, from https://www.maxmanroe.com/vid/umum/unsur-ekstrinsik-
cerpen.html
7 Unsur Intrinsik Cerpen Beserta Pengertiannya [Lengkap]. (2017, November 28).
Retrieved April 26, 2019, from Notepam website: https://notepam.com/unsur-
intrinsik-cerpen/
Akbar, Amal dan Harifin H. (2018). Representasi Generasi Pada Novel Taman Sunyi
Sekala Karya Aida Vyasa. Retrieved April 26, 2019, from
https://osf.io/preprints/inarxiv/yq523/.
Bahan_Ajar_Prosa-Fiksi_PLPG_SMP.pdf. (n.d.). Retrieved from http://file.upi.edu/
Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/

47
196606291991031-DENNY_ISKANDAR/Bahan_Ajar_Prosa-
Fiksi_PLPG_SMP.pdf
Cakiel, H. (2018, November 1). Sastra : Pengertian, Fungsi dan Contoh Macam Jenis.
Retrieved April 9, 2019, from Jagad.id website: https://jagad.id/definisi-
sastra/
Frondizi, Risieri. 2011. Pengantar Filsafat Nilai. Cetakan III. Cetakan 1 tahun 2001.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Klasifikasi Nilai Sosial Menurut Notonegoro. (n.d.). Retrieved April 26, 2019, from
Layanan-Guru website: http://layanan-guru.blogspot.com/2013/10/klasifikasi-
nilai-sosial-menurut.html
Nurgiyantoro, B. (2018). Teori Pengkajian Fiksi. UGM PRESS.
Pradopo, Rahmat Djoko. 2007. Prinsip-prinsip Kritik Sastra Teori dan
Penerapannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pramulia, Pana. 2017. Sanggit: Filosofi Pergelaran Wayang Kulit. Lamongan: Pagan
Press.
Rokhmansyah, A. (2014). Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal Terhadap
Ilmu Sastra. Graha Ilmu.
S.Pd, R. S. (2017, January 24). 7 Jenis-Jenis Prosa Baru - Pengertian dan Contohnya.
Retrieved April 26, 2019, from DosenBahasa.com website:
https://dosenbahasa.com/jenis-jenis-prosa-baru
Unknown. (2013, November 23). Nurul Komala: MAKALAH SOSIOLOGI
SASTRA. Retrieved April 26, 2019, from Nurul Komala website:
http://nurulkomala48.blogspot.com/2013/11/makalah-sosiologi-sastra.html
Wicaksono, A. (n.d.). Pengkajian Prosa Fiksi (edisi revisi). Penerbit Garudhawaca.
Wiyanto, A. (2002). Terampil bermain drama. Grasindo.
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1995. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia

48
49

Anda mungkin juga menyukai