Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Karya sastra merupakan karya seorang pengarang yang merupakan hasil perenungan dan imajinasi
secara sadar dari hal-hal yang diketauhi, dihindari, dirasa, ditanggapi, dan difantasikan, disampaikan
kepada khalayak melalui media bahassa dengan segala perangkatnya, sehingga menjadi sebuah karya
yang indah. Itulah sebabnjya masalh-masalh yang te5rdapat di dalam karya sastra mempunyai kemiripan
dengan keadaan diluar karya sastra. Sesuai pendapat yang menyatakan bahwa karya sastra merupakan
cermin dari dunia nyata. Baik cermin dari dunia nyata yang sesungguhnya, maupun cermin dari dunia
nyata yang sudah bercampur dengan imajinasi dan perunangan pengarang (Siswanto, 1993: 19).Sastra
menurut etimologinya adalah tulisan. Sedangkan kesusastraan adalah segala tulisan yang indah. Sastra
dalam pemahaman saya, adalah segala bentuk ekspresi dengan memakai bahasa sebagai basisnya.
Bukan hanya apa yang tertulis, apa yang tidak tertulis pun bisa masuk dalam sastra. Tidak hanya yang
indah, catatan-catatan, surat-surat, renungan, beritaberita, apalagi cerita dan puisi, anekdot, grafiti,
bahkan pidato, doa dan pernyataan-pernyataan, apabila semuanya mengandung ekspresi, itu adalah
sastra. Wijaya (2007)Sarjono (1998) mengatakan bahwa sastra dalam banyak hal memberi peluang
kepada pembaca untuk mengalami posisi orang lain, sebuah kegiatan berempati kepada nasib dan
situasi manusia lain. Membaca sastra berarti mengenal berbagai karakter yang sebagian besar
merupakan refleksi dari realitas kehidupan. Dengan demikian, pembaca akan memahami motif yang
dilakukan setiap karakter baik yang protagonis maupun yang antagonis sehingga pembaca dapat
memahami alasan pelaku dalam setiap perbuatannya. Bahkan jika karakter tersebut adalah karakter
yang tidak ingin dijumpai oleh pembaca dalam kehidupan nyata karena kejahatannya, maka dalam fiksi
pembaca akan bertemu berbagai karakter sehingga pembaca mampu memahami motif dan tujuan
mereka tanpa resiko yang membahayakan pembaca.Pendekatan adalah salah sau prinsip dasar yang
digunakan sebagai alat untuk mengapresiasi karya sastra, salah satunya ialah ditentukan oleh tujuan dan
pa yang hendak ditentukan lewat teks sastra, pembaca dapat menggunakan beberapa pendekatan,
salah satunya adalah pendekatan psikologis. Semi (1993:76) menyatakan pendekatan psikologi sastra
adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu membahas tentang kehidupan
manusia yang senantiasa memperlihatkan perilaku yang beragam. Apresiasai sastra menggunakan
pendekatan psikologi sastra pada mulanya diperkenalkan di Barat oleh L.A Richard, dan di Indonesia
pertama kali dilakukan oleh M.S Hutahulung, Boen S. Oemarjati, dan Made Mukada.

B.RUMUSAN MASLAH

1. APA YANG DIMAKSUD DENGAN PENDEKATAN MORAL?


2. APA YANG DIMAKSUD DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI?
BAB II

PEMBAHASAN

A.Pendekatan Moral

Pendekatan moral bertolak dari asumsi dasar bahwa salah satu tujuan kehadiran sastra ditengah-tengah
masyarakat pembaca adalah berupaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk berbudaya, berpikir dan berketuhanan. Memang karya sastra tidak safah, gagasan, tema, dan
pesan-pesan tertentu. Dengan pendekatan moral ini, peneliti hendak melihat sejauh mana karya sastra
itu memiliki moral. Moral dalam pengertian filsafat merupakan suatu konsep yang telah dirumuskan
oleh sebuah masyarakat bagi menentukan kebaikan atau keburukan. Karena itu moral merupakan suatu
norma tentang kehidupan yang telah diberikan kedudukan istimewa dalam kegiatan ataupun kegiatan
sebuah masyarakat (Semi, 1993:72).

a Konsep dan Criteria

Menurut Semi pendekatan moral mempunyai konsep sebagai berikut:

Sebuah karya sastra yang bernilai tinggi adalah sebuah karya sastra yang mengandung moral yang
tinggi, yang dapat mengangkat harkat umat. Dalam hal ini karya sastra, karya sastra diciptakan penulis
tidak semata-mata mengandalkan bakat dan kemahiran berekspresi, lebih dari itu, seorang penulis
melahirkan karya sastra karena ia juga memiliki visi, aspirasi, itikad baik, dan perjuangan, sehingga karya
sastra yang dihasilkannya memiliki nilai tinggi. Karya sastra yang hanya mementingkan nilai seni tanpa
memperhatikan moral dinilai sebagai karya yang tidak bermutu. Dalam memberikan ukuran baik dan
buruk lebih menititk beratkan kepada masalah isi seperti tema, pemikiran, falsafah, dan pesan-pesan
dibandingkan dengan masalah bentuk. Masalah bentuk dalam pendekatan ini memang agak diabaikan,
karena pandangan bahwa mutu karya sastra bukan ditentukan oleh bagaimana karya sastra disajikan
tetapi bagaimana kemampuan karya tersebut memotivasi masyaraat kearah kehidupan yang lebih baik.

Masalah didaktis, yakni pendidikan dan pengajaran, yang dapat mengantarkan pembaca kepada suatu
arah tertentu. Oleh sebab itu karya sastra yang baik adalah karya sasra yang memperlihatkan tokoh-
tokoh yang memiliki kebijaksanaan dan kearifan sehingga pembaca dapat mengambilnya sebagai
teladan. Pendekatan moral menghendaki sastra menjadi medium perekaman keperluan zaman, yang
memiliki semangat menggerakkan masyarakat kearah budi pekerti yang terpuji. Karya sastra dalam hal
ini dinilai guru yang dapat dijadikan panutan. Pendekatan ini percaya bahwa masyrakat tidak dapat
meningkatkan kualitas hidupnya bila dibantu oleh pemikir, ilmuwan, budayawan, sastrawan. Oleh
karena itu, pendekatan moral menempatkan karya sastra lebih dari suatu seni.

Aspek kesejarahan pergerakkan kemajuan masyarakat dari suatu zaman ke zaman yang lain. Artinya
pendekatan moral menganalisis juga masalah perjuangan umat manusia melepaskan diri dari
keterbelakangan dan kebodohan.Dari gambaran tentang criteria pendekatan moral diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa pendekatan ini menitik beratkan misi sastra sebagai alat perjuangan meningkatkan
mutu kehidupan umat manusia, meningkatkan budi pekerti anggota masyarakat
b Metode atau Langkah Kerja

Metode atau langkah kerja pendekatan moral adalah sebagai berikut

Didalam menghadapi karya sastra yang paling pokok diperhatikan adalah isinya yang terdiri dari
pemikiran, falsafah, dan nilai-nilai. Disamping itu, diperhatikan pula tujuan dan pesan-pesan penulis.

Aspek didaktis mendapat kajian secara kitis. Hal ini dapat melihat melalui kajian perwatakan peran
tokoh-tokoh.

Pembahasan aspek moral hendaknya dibedakan dengan pembahasan moral yang berada dalam buku
teks sekolah. Bagaimanapun masalah moral ini menjadi titik perhatian utama, namun aspek
kesastraannya jangan terlalu dikorbankan. Karya sastra yang dihadapi mesti tetap dipandang sebagai
karya sastra. Bila tidak demikian, bisa terjadi pemakaian pendekatan moral ini menjadi kaku. Disamping
itu harus dipahami bahwa moral yang diperlihatkan didalam karya sastra tidak semata-mata segi
putihnya saja, tetapi sekaligus diperlihatkann segi hitamnya sebagai perbandingan. Justru dialektika ini
merupakan kekhasan karya sastra. Pendekatan moral memperhatikan pula masalah kesan dan
resepsi pembaca, karena yang mentukan berfaedah atau tidak berfaedah sebuah karya sastra
tergantung kepada kesan dan rersepsi pembaca. Bisa saja sebuah karya sastra membawa misi yang
besar ditinjau dari segi konsep moralitas, namun tidak banyak gunanya bila pembaca tidka mampu
menangkap atau memhami misi tersebut.

c Kekuatan dan Kelemahan

Memperhatikan kosepsi pendekatan moral ini terlihat bahwa kekuatan pendekatan moral ini adalah
pada upaya memandang karya sastra sebagai karya yang mengandung nilai-nilai, pemikiran dan falsafah
hidup yang akan membawa manusia menuju kearah kehidupan manusia yang lebih bermutu.

Kelemahan pendekatan ini antara lain :

 Berkecenderungan untuk melengahkan masalah bentuk dengan lebih banyak memperhatikan


aspek isi,
 Sukar sekali merumuskan konsep moral, karena pengertian moral bisa berubah-ubah dan tidak
sama bagi setiap orang dan pada setiap waktu
 Pendekatan moral berkecenderungan untuk menjurus kepada ukuran nilai moral keagamaan
 Terdapat kemungkinan untuk mengidentikkan apa yang dilukiskan pengarang dalam karyanya
dengan sikap hidup beragama pengarang.

B.PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA

Bimo Walgito (dalam Fananie, 2000: 177) mengemukakan psikologi adalah salah satu cabang ilmu
pengetahuan yang objek studinya adalah manusia, karena perkataan psyche atau psicho mengandung
pengertian “jiwa”. Dengan demikian, psikologi mengandung makna “ilmu pengetahuan tentang
jiwa”.Psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan
tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam sastra. Aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan
objek utama psikologi sastra sebab semata-mata dalam diri manusia itulah aspek kejiwaan dicangkokkan
dan diinvestasikan. Penelitian psikologi sastra dilakukan melalui dua cara. Pertama, melalui pemahaman
teori-teori psikologi kemudian diadakan analisis terhadap suatu karya sastra. Kedua, dengan terlebih
dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori
psikologi yang dianggap relefan untuk melakukan analisis (Ratna, 2004: 344).

Siswantoro (2004: 31-32) menyatakan bahwa secara kategori, sastra berbeda dengan psikologi, sebab
sastra berhubungan dengan dunia fiksi, drama, puisi, dan esay yang diklasifikasikan ke dalam seni (art),
sedangkan psikologi merujuk kepada studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental. Meski
berbeda, keduanya memiliki titik temu atau kesamaan, yakni keduanya berangkat dari manusia dan
kehidupan sebagai sumber kajian. Bicara tentang manusia, psikologi jelas terlibat erat, karena psikologi
mempelajari perilaku. Perilaku manusia tidak lepas dari aspek kehidupan yang membungkusnya dan
mewarnai perilakunya. Psikologi sastra mempelajari fenomena, kejiwaan tertentu yang dialami oleh
tokoh utama dalam karya sastra ketika merespon atau bereaksi terhadap diri dan lingkunganya. Dengan
demikian, gejala kejiwaaan dapat terungkap lewat perilaku tokoh dalam sebuah karya sastra.Istilah
psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian. Yaitu studi proses kreatif, psikologi
pengarang baik sebagai suatu tipe maupun individual, studi tipe-tipe dan hukum-hukum psikologi dalam
karya sastra, dan studi yang mempelajari dampak karya sastra terhadap pembaca atau psikologi
pembaca. Dalam penelitian ini peneliti menggabungkan keempat kemungkinan pengertian dalam
melakukan penelitian. terhadap pembaca atau psikologi pembaca.

Budi Utama (2004:138)_ mengemukakah tiga alasan psikologi sastra masuk dalam kajian sastra adalah
sebagai berikut :

(1) mengetahui perilaku dan motivasi para tokoh dalam karya sastra.
Langsung atau tidak langsung, perilaku dan motivasi para tokoh nampak juga dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan demikian dalam kehidupan sehari-hari mungkin kita juga bertemu dengan
orang-orang yang perilaku dan motivasinya mirip dengan perilaku dan motivasi para t tokoh
dalam karya sastra,

(2) mengetahui perilaku dan motivasi pengarang, dan

(3) mengetahui reaksi psikologi pembaca.

Karya sastra merupakan hasil ungkapan jiwa seorang pengaran yang di dalamnya melukiskan suasana
kejiwaan pengarang,baik suasana pikit maupun emosi. Roekan (dalam aminudin 1990:91). Psikologi
sastra memandang bahwa karya sastra merupakan hasil kreativitas pengarang yang menggunakan
media bahasa dan diababdikan untuk kepentingan estetik. Melalui bagan diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa sebagai manusia yang hidup berdampingan dengan manusia lain dan pengarang
banyak melakukan pengamatan dengan manusia-manusia lain di sekitarnya, seperti yang dikemukakan
oleh Freud, manusia sebagai sistem yang kompleks memiliki energi untuk berbagai tujuan seperti
bernafas, bergerak, mengamati, dan mengingat. Mereka mempunyai kepekaan tinggi sehingga mereka
mampu menangkap suassana batin manusia lain yang paling dalam.Hubungan antara karya sastra dan
psikologi juga dikemukakan oleh suwardi (2004:96) yang mengemukakah bahwa karya sastra dipandang
sebagai gejala psikologis, akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh jika kebetulan
teks berupa prosa atau drama sedangkan jika dalam bentuk puisi akan disampaikan melalui larik-larik
dan pilihan kata khas.
Sastra sebagai “gejala kejiwaan” yang didalamnya terkandung fenomena yang tampak melalui perilaku
tokoh-tokohnya. Sedangkan psikologi (Pasaribu dan Simanjuntak, 1984:3-4), adalah ilmu jiwa atau studi
tentang jiwa. Dengan demikian, teks sastra (karya sastra) dapat didekati dengan menggunakan
pendekatan psikologi. Hal ini dikarenakan sastra dan psikologi memiliki hubungan lintas yang bersifat tak
langsung dan fungsional (Darmanto yatman dan Roekhan dalam Aminudin, 1990:93).Hubungan tak
langsung yang dimaksudkan adalah baik sastra maupun psikologi sastra kebetulan memiliki tempat
berangkat yang sama, yaitu kejiwaan manusia. Pengarang dan psikolog adalah sama-sama manusia
biasa. Mereka menangkap kejiwaan manusia secatra mendalam, kemudian diungkapkan dalam bentuk
karya sastr. Sedangkan hubungan fungsional antara sastra dan psikologi adalah keduanya sama-sama
berguna sebagai sarana untuk mempelajari keadaan kejiwaan orang lain. Perbedaannya adalah adalah
dalam karya sastra gejala-gejala kejiwaan dari manusia-masia imajiner sebagai tokoh dalam karya sastra,
sedangkan dalam psikologi adalah gejala kejiwaan manusia-manusia riil (Suwardi,2004:97).Fiksi psikologi
sastra adalah salah satu aliran sastra yang berusaha mengeksplorasi pikiran sang tokoh utama, terutama
pada bagian yang terdalam yaitu alam bawah sadar. Fiksi psikologis sering mengunakan teknik bernama
“arus kesadaran”. Istilah ini ditemukan oleh William James pada tahun 1890 dan digunakan untuk
mengambarkan kepingan-kepingan inspirasi, gagasan, kenangan dan sensasi yang membentuk
kesadaran manusia ( Stanton, 2007: 134).

Ada beberapa kategori yang dipakai sebagai landasan pendekatan psikoanalisis, sebagaimana
dikemukakan oleh Norman H. Holland (dalam Fananie., 2000: 181) adalah sebagai berikut:

1) Histeri, manic, dan schizophrenic,


2) Freud dan pengikutnya menambah dengan tipe perilaku birahi seperti anal, phallic, oral, genital,
dan urethral.,
3) ego-psikologi, yaitu cara yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan internal dan eksternal yang
bisa sama dan juga berbeda untuk tiap-tiap individu.,
4) Defence, exspectation, fantasy, transformation (DEFT). Maksud dari karegori tersebut dalam
konteks sastra adalah apakah karakter pelaku dan permasalahan-pernasalahan yang mendasari
tema cerita melibatkan pula unsur-unsur di atas.
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Moral adalah tolak ukur untuk menetukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi
baik buruknya. Nilai moral bertolak pada sikap, kelakuan yang dapat dilihat melaui perbuatan.
Perbuatan yang dapat terlihat terpuji dan baik secara lahiriyah akan dinilai memiliki niai moral yang baik.

”.Psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan
tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam sastra. Aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan
objek utama psikologi sastra sebab semata-mata dalam diri manusia itulah aspek kejiwaan dicangkokkan
dan diinvestasikan
DAFTAR PUSTAKA

https://majalahpendidikan.com/pendekatan-psikologi-sastra/

https://vickcipotramathan.blogspot.com/2015/12/makalah-pendekatan-moral.html

Anda mungkin juga menyukai