Anda di halaman 1dari 13

ARTIKEL KRITIK SASTRA

RISNA ARIANTI | 1751041045


PBSI-C 2017
Pos-el: risnaariantiprasetya@gmail.com

 STUDI KRITIK SASTRA DAN RUANG LINGKUPNYA


 Sastra, Kritk Sastra Dan Masyarakat Sastra
Karya sastra merupakan karya imajinasi, suatu karya sastra atau lebih kita
kenal dengan fiksi, menawarkan berbagai permasalahan, manusia dan kemanusiaan,
hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagai permasalahan dengan penuh
kesungguhan yang kemudian diungkapkan melalui karya fiksi sesuai dengan
pandangannya. Oleh karena itu, fiksi menurut Altenbernd dan Levis dalam
Nurgiantoro (1966 : 14), yaitu prosa negatif yang bersifat imajinasi namun biasanya
masuk akal, mengandung kebenaran, dan mendramatiskan hubungan antar manusia.
Karya sastra sudah populer di katakan sebagai salah satu bentuk karya seni karena
karya sastra terangkat melalui sebuah proses kreatif seorang pengarang.
Kritik sastra adalah suatu cabang studi sastra yang langsung berhubungan
dengan karya sastra tertentu dengan melalui interpetasi, analisis, dan penilaian.
Interpretasi adalah upaya memahami karya sastra dengan memberikan tafsiran
berdasarkan sifat-sifat karya sastra itu. Analisis adalah penguraian karya sastra atas
bagian-bagian atau norma-normanya. Penilaian adalah usaha menentukan kadar
keindahan karya sastra yang dikritik.
Sosiologi sastra dalam hubungan ini adalah bagaimana suatu karya dihasilkan
oleh masyarakat tertentu, cara pandang seperti ini tidak mengurangi nilai karya sastra
tetapi justru memberikan nilai tambah. Pembicaraan dalam kaitannya dengan
masyarakat yang sesungguhnya, latar belakang sosial yang menghasilkannya
dianggap lebih luas, lebih bebas, sedangkan pembicaraan semata-mata pada
masyarakat yang terkandung dalam karya.
 Gambaran Kritik Sastra Indonesia
Ditemukan bahwa ternyata orientasi kritik akademik sastra Indonesia dalam
jurnal humaniora mengarah pada dua sasaran besar, yaitu kritik terhadap karya sastra
dan kritik terhadap hal-hal di luar karya sastra. Orientasi kritik terhadap karya sastra
secara dominan tertuju kepada novel kemudian disusul kepada cerpen dan puisi
dibandingkan kritik terhadap teori, sejarah, dan kritik sastra. Hal itu membuktikan
adanya kecenderungan bahwa kritikus telah menyadari bahwa pada hakikatnya kritik
sastra adalah kritik tentang karya sastra, bukan kritik terhadap yang lain (hal-hal lain
di luar karya sastra).
Salah satu karya kritik novel yaitu Sariyati Nadjamuddin Tome menggunakan
teori kritik sastra feminis terhadap novel La Barka karya N.H Dini. Karya kritik
cerpen, yaitu Rudi Ekasiswanto yang membahas simbol-simbol yang terdapat dalam
cerpen “Rumah yang Terbakar” karya Kuntowijoyo. Jika dobandingkan dengan kritik
novel, jumlah karya kritik puisi lebih sedikit. Didalam artikelnya Pradopo menyatakan
bahwa puisi pujangga baru adalah awal puisi Indonesia modern.
 Apresiasi Sastra dan Kritik Sastra
Apresiasi (apreciation) berasal dari bahasa Inggris, appreciation yang berarti
penghargaan. Apresiasi sastra berarti penghargaan terhadap karya sastra.
Wellek, Jassin dan Hudson menyebutkan bahwa kritik sastra adalah
penghakiman yang dilakukan oleh seorang yang ahli atau memiliki suatu kepandaian
khusus untuk membedah karya sstra, memeriksa karya sastra mengenai kebaikan-
kebaikan dan cacat-cacatnya, juga menyatakan pendapatnya tentang hal tersebut
(Pradopo, 2002: 32) Dengan kata lain, kritik sastra merupakan bidang studi sastra
untuk menghakimi karya sastra dan untuk memberi penilaian dan keputusan mengenai
bermutu atau tidak suatu karya.
Hakikat kritik sastra adalah adanya analisis, interpretasi, dan evaluasi atau
menurt Adams dalam Pradopo (1994: 187; 2002; 38): Interpretasi, analisis, dan
penilaian. Ketiga hal tadi erat kaitannya dengan teori sastra atau teori mengenai kritik
sastra.
Kritik sastra berusaha untuk mencari kelebihan dan kelemahan karya sastra.
Sementara itu, apresiasi sastra berusaha menerima nilai-nilai sastra sebagai sesuatu
yang benar (Hartoko dan Rahmanto, 1986) untuk selanjutnya memberikan
penghargaan kepada karya sastra. Di samping itu, kalau kritik sastra selalu ditandai
dengan aktivitas interpretasi, analisis, dan penilaian, apresiasi sastra tidak harus
melibatkan analisis dan penilaian. Bahkan kegiatan membaca dan memahami karya
sastra tanpa analisis dan penilaian sudah termasuk kegiatan apresiasi sastra. Sebab,
melalui kegiatan tersebut penghargaan seseorang terhadap karya sastra dapat
ditumbuhkan.
 Aspek Pokok Kritik Sastra
Aspek Deskripsi
Tahap deskripsi karya sastra merupakan tahap kegiatan mamaparkan data apa
adanya, misalnya mengklasifikasikan data sebuah cerpen atau novel berdasarkan
urutan cerita, mendeskripsikan nama-nama tokoh uatama dan tokoh-tokoh bawahan
yang menjadi ciri fisik maupun fisikisnya, mendata latar fifk ruang dan waktu atau
latar sosial tokoh-tokohnya, dan mendeskripsikan alur setiap bab atau setiap episode.
Aspek Penafsiran
Aspek penafsiran karya sastra merupakan penjelasan atau penerangan karya
sastra. Menafsirkan karya sastra berarti menangkap makna karya sastra, tidak hanya
menurut apa adanya, tetapi menerangkan juga apa yang tersirat dengan
mengemukakan pendapat sendiri. Hasil penafsiran harus dapat
dipertanggungjawabkan dengan mempertimbangkan dua hal, yaitu 1. Segala tafsiran
harus disertai dengan alasan-alasan yang logis, dapat diterima akal 2. Alasan yang
logis itu haruslah didasarkan pada sifat hakikat karya sastra sendiri (meskipun tentang
sifat hakikat karya sastra itu juga ada bermacam-macam menurut orientasinya atau
sudut pandang terhadap karya sastra
Penafsiran berdasarkan pada orientasi sastra Menurut Hirsch (1979: 8) arti
yang diberikan oleh pembaca adalah makna (significance) yang diberikan kepada
teks, sedangkan arti yang dimaksudkan oleh penulis disebut arti (meaning). Jadi, arti
yang diberikan pembaca tidak sama dengan arti yang dimaksudkan pengarangnya.
Arti yang dimaksudkan pengarang itu tetap, sedangkan makna yang diberikan oleh
pembaca itu berubah-ubah.
Aspek Analisis
Aspek Analisi merupakan tahap kritik yang sudah menguaraikan data. Pada
tahap ini kritikus sudah mencari makna dan membandingkan-bandingkan dengan
karya sastra lain, dengan sejarah atau dengan yang ada di masyarakat
Analisis Struktural: Lapis Norma Karya Sastra a) Lapis Suara (Sound Stratum)
Bila orang membaca puisi (karya sastra), yang tedengar adalah rangkaian bunyi yang
dibatasi jeda pendek, agak panjang, dan panjang. Akan tetapi, suara itu bukan hanya
bunyi tanpa arti. Sesuai dengan konvensi bahasa, bunyi itu disusun begitu rupa hingga
menimbulkan arti berdasarkan konvensi. Dengan adanya satuan-satuan suara, orang
menangkap artinya. Maka, lapis bunyi itu menjadi dasar timbulnya lapis arti.
Aspek Evaluasi
Aspek Evaluasi merupakan tahap akhir suatu kritik sastra. Dalam suatu
evaluasi dapat dilakukan melalui pujian, seperti berbobot, baik, buruk, menarik, dan
unik. Sebaliknya, dapat pula dilakukan pencemohan, ejekan, dianggap jelek dan tidak
bermutu, serta tidak menyentuhnilai-nilai kemanusiaan. Jadi kritik sastra mencapai
kesempurnaan setelah diadakan evaluasi atau penilaian. Penilaian karya sastra adalah
karya imajinatif (rekaan) bermedium bahasa yang berfungsi estetiknya dominan
(wellek dan Austin, 1968: 22-25). Dengan demikian, dalam mengkritik karya sastra
harus ditunjukkan nilai seninya. Kalau tidak demikian, kritik sastra belum sempurna
memenuhi fungsinya. 1. Aliran-aliran Penilaian Pada garis besarnnya ada tiga paham
penilaian karya sastra yang dikemukakan Wellek dan Austin (1968: 43) yaitu
absolutisme, relativisme, dan perspektivisme.
 Penilaian dalam Karya Sastra
Beberapa paham penilaian dalam dunia kritik sastra. Pada dasarnya ada 3 (tiga)
macam paham penilaian:
1. Relativisme (Critical Relativism).
Paham relativisme beranggapan bahwa nilai suatu cipta sastra itu bergantung
kepada masa cipta sastra itu diterbitkan dan kemudian tidak dimungkinkan adanya
penilaian lagi. "That aesthetic value is not inherent in the work, but dependent upon
the approval of an individual, social group, historical period, or culture". Jadi
penilaiannya yang relatif berlaku pada suatu tempat dan zaman tertentu dianggap
berlaku untuk umum di segala tempat dan jaman.
2. Absolutisme (Critical Absolutism).
Paham absolutisme berusaha menilai suatu cipta sastra berdasarkan norma-
norma di luar cipta sastra yang umumnya bersifat dogmatis, misalnya berdasarkan
paham politik, ukuran-ukuran moral, atau aliran-aliran tertentu yang berdasar
pandangan yang sempit. Paham ini menilai suatu cipta sastra tidak hakekat dan fungsi
sastra, melainkan berdasar ukuran-ukuran di luar cipta sastra yang sifatnya (absolut/
mutlak), seperti misalnya ukuran yang dipakai kaum Humanis baru, Marxis dan Neo-
Thomisdi Eropa. Di Indonesia paham ini dikembangkan oleh golongan Lekra, suatu
lembaga kebudayaan yang bernaung di bawah Partai Komunis Indonesia, suatu partai
yang sudah dibubarkan dengan Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966. Dengan paham
penilaian ini sastra Indonesia pernah diributkan dengan usaha "mengganyang" puisi-
puisi Chairil Anwar dan roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wyek karangan
Hamka, Lekra bersemboyan "politik adalah panglima", artinya segala bentuk kegiatan
kebudayaan harus mengabdi kepada kepentingan politik, yaitu politik komunisme.
Baik absolut maupun relativisme kedua-duanya merupakan paham penulisan
yang banyak mengandung kelemahan, "Relativism reduces the history of leterature to
a series of discrete and hence discontinuous fragments, while most absolutism serve
either only a passing present day situation or are based on some abstract non-literary
ideal unjust to the historical variety of literature".
3. Perspektivisme (Critical Perspectivism)
Paham penilaian perspektivisme berusaha menganalisis sesuatu cipta sastra
dari berbagai sudut pandang atau dari berbagai aspek. Paham ini beranggapan bahwa
suatu cipta sastra itu mempunyai sifat abadi (eternal) dan historis (historical). Abadi
dalam memiliki suatu ciri yang tertentu dan historis dalam arti cita sastra itu telah
melewati suatu perkembangan yang dapat diruntut. Perspektivisme memungkinkan
tiap periode atau tiap zaman untuk memberikan suatu penilaian terhadap suatu cipta
sastra, sehingga dengan demikian akan nampak masa-masa perkembangan yang telah
dilalui oleh cipta sastra itu. Perspektivisme mengakui nilai suatu cipta sastra pada
masa terbitnya, pada masa-masa yang telah dilalui dan pada masa sekarang. Mungkin
suatu cipta sastra dipandang bernilai pada masa terbitnya, akan tetapi kemudian
dipandang kurang bernilai pada masa-masa berikutnya atau dapat juga terjadi yang
sebaliknya. Puisi-puisi Chairil Anwar pada pertama kali disiarkan banyak dikecam
orang sebagai “puisi liar”, akan tetapi pada masa-masa berikutnya diyakini orang
sebagai puisi yang tinggi nilainya.
Di antara ketiga paham penilaian itu maka perspektivisme lah yang paling
tepat, oleh karena itu berusaha menilai suatu cipta sastra dari berbagai sudut dan
berdasarkan cipta sastra itu sendiri sesuai dengan hakekat dan fungsinya.
 Rancangan dan Teknik Dasar Penulisan Karya Kritik
A. Menulis Kritik Sastra untuk Pemula
1. Bacalah karya sastra dengan teliti; awal penulisan kritik bukan saat anda duduk
untuk menulis esai, tetapi saat anda duduk untuk membaca karya sastra.
2. Buatlah bagan; bagan untuk membantu menata plot dan tokoh agar anda dapat
memikirkan teksnya.
3. Pikirkan makna harfiahnya; setelah anda membaca karya sastra, pikirkan apa yang
dilakukan masing-masing tokoh dan bagaimana setiap tindakan berkontribusi pada
plot.
4. Pikirkan apa yang mungkin penulis tunjukkan tentang masyarakat atau
kemanusiaan; setelah memahami betul peristiwa dalam buku, anda dapat mencoba
memahami apa yang penulis sedang tunjukkan tentang sifat manusia melalui
tokoh dan tindakan mereka. Hal itu disebut tema.
5. Susunlah pernyataan tesis; pernyataan tesis adalah kalimat tunggal yang
menyatakan tentang karya sastra yang dapat didukung dengan menggunakan bukti
tekstual, seperti kutipan dari karya sastra.
6. Temukan bukti dalam karya sastra tersebut untuk mendukung tesis anda; lihat lagi
bagan anda dan carilah peristiwa yang menunjukkan semua alasan kebenaran tesis
anda.
7. Buatlah kerangka; buatlah kerangka menggunakan pernyataan tesis anda untuk
menyiapkan esai yang terstruktur.
8. Tulislah esai; menulis esai tidak akan sulit jika anda sudah mempersiapkan
kerangka yang terperinci. Tulislah setidaknya lima paragraf. Sertakan pernyataan
tesis pertama, dan setiap paragraf isi mengandung satu atau dua kutipan atau
contoh dari teks.
9. Lakukan revisi; pastikan anda mengoreksi dan menyunting esai anda. Carilah
kesalahan kritik, kesalahan tanda baca, dan kesalahan tata bahasa.

B. Menerapkan Teknik-teknik Lanjutan


1. Bacalah karya sastra secara kritis; saat membaca karya sastra dengan tujuan untuk
mengkritiknya, baik itu puisi, cerita pendek, esai non fiksi, atau memoir, anda
harus membacanya dengan pikiran yang aktif.
2. Lakukan evaluasi sambil membaca; anda memikirkan teks dalam kerangka
berpikir kritis, seperti mengevaluasi kejelasan, akurasi, dan relavansi karya.
Evaluasi unsur-unsur tersebut sambil membaca seperti plot, tema, perkembangan
tokoh, latar, symbol, konflik dan sudut pandang.
3. Telaah aspek mana yang harus ditulis; anda harus menelaah aspek mana dari
karya tersebut yang anda ingin tulis.
4. Rumuskan pernyataan tesis; anda harus menyusun pernyataan tesis yang berguna.
Sebuah tesis-tesis yang berguna adalah tesis yang dapat diubah dan disesuaikan
dengan tulisan anda dalam penyusunan esai.
5. Buatlah kerangka; kerangka akan mencakup unsur-unsur seperti pernyataan tesis,
isi dari paragraf isi, serta kutipan dan contoh disertai nomor halaman.
6. Pilih kutipan dan pola yang mendukung tesis anda; saat membuat kerangka, anda
dapat memulainya dengan memilih kutipan langsung dan contoh dari teks itu
sendiri, serta setiap penelitian yang telah anda lakukan.
7. Carilah kritik lain untuk mendukung tesis anda; untuk menulis kritik yang kuat,
anda perlu mencari sumber luar yang sependapat dengan anda.
8. Gunakanlah kerangka untuk menulis makalah anda; pada titik ini, anda akan
memiliki banyak informasi, dan semua pengorganisasian telah dilakukan.
9. Perhatikan ketentuan penugasan dan pedoman gaya; pastikan anda mengikuti
panduan pengajar untuk tugas tersebut.
10. Diskusikanlah kutipan anda; makalah anda harus menyertakan kutipan dari
sumber utama (karya sastra itu sendiri) dan dari sumber sekunder (artikel dan bab
yang mendukung argument anda). Pastikan anda menganalisis setiap kutipan yang
disertakan sehingga anda mengungkapkan pendapat anda sendiri daripada
mengulangi pendapat orang lain.
11. Lakukan revisi kritik; mengoreksi, menyunting, merevisi semua bagian penting
dari proses penulisan dan harus dilakukan sebelum menyerahkan atau
mempublikasikan kritik sastra.

 Tokoh-Tokoh Kritikus
Jika dicermati tokoh-tokoh kritikus mulai bermunculan pada tahun 1966
hingga 1980 dimuat pada majalah minggu pagi. Para kritikus berperan dan turut
menyiarkan karya-karya kritik sastra Indonesia. Pada tahun 1970an, muncul beberapa
kritikus di antaranya:
1. Arsyastyani (No.3, 26 April 1970)
2. Bang Azis (N0.6, 7 Juni 1970)
3. Zappa Group (N0. 3, 24 April 1977)
4. Pappi Eska (N0.3, 20 April 1980)
5. M. Sutrisno (No. 27, 5 oktober 1980)
6. Yuliani Sudarman (No. 34, 23 November 1980)
7. Yudiono KS dan tuti (No 28, 12 oktober 1980)
8. Bambang widiatmoko
9. Heru kesawa murti
10. Korrie Layvan Rampan
(No. 36, 30 november 1980) dan masih banyak lagi.
Kemudian Tokoh-tokoh kritikus di majalah harian kedaulatan rakyat antara lain:
1. linus suryadi (16 mei 1978)
2. Suluk Awang uwang kunto wijoyo (19 februari 1976) dan masih banyak lagi
Sementara itu, kritikus majalah Basis dekade 1970-an yang berasal dari kalangan
akademis antara lain:
1. Bakri Sumanto (oktober 1974, maret 1975
2. Teeuww (Mei 1978, juni 1978)
3. Dick Hartoko (Desember 1973, mei 1978)
4. Andre Hardjana (1971)
5. Sapardi Djoko Damono (Maret 1980 serta masih banyak lagi.
Kritikus pada majalah masa kini diantaranya slamet riyadi (1974), Ragil Suwarno P.
(1979), Yunus Syamsu Budhi (1979, Ajie SM (1979) dan lain-lain.
Kritikus pada majalah semangat diantaranya mayon sutrisno (1976), Julius Poer
(1971, Bakdi sumanto (1971), jakob sumardjo (1975) dllnya.
Munculnya tokoh-tokoh kritikus dari majalah minggu pagi. Kedaulatan rakyat, masa
kini dan semangat. Para kritikus yang bermunculan pada majalah suara
muhammadiyah, diantaranya:
1. Muhammad diponegoro (juli 1980)
2. A. Hanafi M.A (Juni 1968)
3. T. Loekman (No.3 dan 4 Tahun ke 56)
4. S. Tirto Admodjo (1973) dan lain-lainnya.
Sebagian besar pula, kritikus menjadi pelopor adalah mereka yang bergabung
dalam PSK (Persada Studi Klub), diantaranya umbu landu paranggi, imam
budisantoso dllnya. Demikianlah beberapa tokoh kritikus yang mengembangkan
dunia kritik sastra Indonesia. Nama-nama besar seperti teew, umar kayam, sapardi
djoko damono, emha ainun najib pada decade selanjutnya (1980an-1990). Bahkan
sebagian besar kritikus adalah juga sebagai pengarang sehingga tidak ada batasan
antara kritikus dan pengarang.

 METODE KRITIK SASTRA


 Metode Ganzhelt
Pengertian Kritik Ganzhelt:
Kritik ganzhelt merupakan suatu kritik seni ( sastra) yang diperkenalkan Arief
Budiman lewat essainya yaitu “ metode ganzhelt delam kritik seni” yang dimuat
majalah Horison pada tahun 1968. Kritik ganzhalt mengacu pada totalitas yang
membentuk sama yang merupakan bentuk dari kesatuan elemen yang akan membuat
kesatuan baru.
Asas pada Teori Kritik Ganzhelt:
 Penghayatan terhadap suatu objek pertama sekali berupa keseluruhan dan
keseluruanan yang bersifat pada kualitas.
 Penghayatan tiap manuasia terhadap suatu objek yang sama berbeda-beda sifat
atau kualitasnya.

Landasan dasar, pokok pikirano dan uraian tentang metode ganzhelt ini adalah
tidak mengenal konsepsi-konsepsi aphori yang diperguanakan untuk menganalisis
suatu cipta sastra. Menganalisis ganzelt menggunakan posisi penanaman karya
sebagai langkah awal kritik kemudian menentikan titik-titik yang berhubungan.

 Metode Analitik
Metode analitik menganalisis cipta sastra bagian demi bagian. Sebuah puisi di
analisis mulai dari kata ,frase, larik, dan bait. (Dalam prosa mulai di analisis tema,
plot, perwatakan, setting, dan gaya bahasa).jadi menganalisis unsur-unsur musikal,
korespondensi, dan gaya yang digunakan pengarang.
Metode analitik atau di sebut juga metode bedah karya sastra, mengutamakan
bagian-bagian dulu dan barulah penghayatan totalitas

 PENDEKATAN, ALIRAN DAN TOKOH KRITIK SASTRA


 Pendekatan Mimetik
Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra
berupa memahami hubungan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Kata
mimetik berasal dari kata mimesis (bahasa Yunani) yang berarti tiruan alam atau
kehidupan (Abrams, 1981). Untuk dapat menerapkannya dalam kajian sastra,
dibutuhkan data-data yang berhubungan dengan realitas yang ada diluar karya sastra.
Tokoh-tokoh Teori Mimetik
1. Plato (427-347 SM)
Dilahirkan di lingkungan keluarga bangsawan kota Athena semenjak muda ia
sangat mengagumi Socrates (470-399), seorang filsuf yang menentang ajaran para
sofis, sehingga pemikiran Plato sangat dipengaruhi sosok yang dikemudian hari
menjadi gurunya tersebut. Salah satu pemikiran-pemikiran Plato yang terkenal
ialah pandangannya mengenai realitas. Menurutnya, realitas terbagi atas dua dunia
yaitu dunia terbuka bagi rasio dan dunia yang hanya terbuka bagi panca indra.
2. MH (Meyer Howard) Abrams
Lahir di Jewis, 23 Juli 1912. Class of 1916 Profesor Emeritus Sastra Inggris, telah
menjadi anggota dari Departemen Bahasa Inggris di Cornell University sejak
1945. Dia adalah otoritas pada literature abad ke-18 dan 19, kritik sastra, dan
romantisme Eropa. Tokoh lainnya yaitu Levin dan Raverts.
Tentang Teori Mimetik
Dalam teori mimetik terdapat tiga metode yang dapat digunakan dalam kritik
mimetik, yaitu:
1. Kepada kelompok masyarakat tertentu, terutama masyarakat yang disebut dalam
karya sastra diberi angket tentang keadaan sosio-budaya masyarakatnya, baik
masa lalu maupun masa kini. Angket diolah secara kualitatif, yang ada dalam
karya sastra tersebut.
2. Dengan menghubungkan suatu unsur yang ada dalam karya sastra dengan unsur
tertentu bersamaan dengan yang terdapat dalam masyarakat. Sejauh mana unsur-
unsur itu benar-benar berfungsi dalam karya sastra, sejauh itu pula hubungan
antara karya sastra dengan masyarakat.
3. Kepada anggota masyarakat tertentu yang diminta membaca karya sastra, diberi
beberapa pertanyaan. Pertanyaan diarahkan kepada masalah sosial yang telah
bergeser atau hilang dalam masyarakat. Pengolahan secara kualitatif akan dapat
menjawab tentang hubungan karya sastra dengan keadaan sosialnya.
 Pendekatan Ekspresif
Pendekatan ekspresif merupakan pendekatan yang memfokuskan perhatiannya
pada sastrawan selaku pencipta karya sastra tersebut. Pendekatan ekspresif muncul
pada abad ke- 8 dan 19, yaitu ketika para pengkritik mencoba menyalami jiwa penyair
melalui puisi-puisinya.
Kajian sebuah karya sastra dengan pendekatan ekspresif memerlukan data-
data yang berhubungan dengan sastrawan yang membuat karya sastra tersebut, seperti
di mana dia tinggal. di mana dia dilahirkan, kapan dia hidup, bagaimana latar
belakang pendidikan, keluarga, social, budaya, agama, dan lain sebagainya.
Keberadaan data-data tersebut akan memudahkan kajian atas sebuah karya sastra.
Kita akan lebih mudah membuat analisis penting, seperti pengaruh waktu pengarang
hidup dengan isi karya sastra yang dibuatnya.
Jadi sebuah karya sastra akan dianggap berkualitas jika mampu
menggambarkan pengarangnya. Di sisi lain, dalam konteks kajian ekspresif, seorang
pengarang akan dianggap berkualitas jika mampu menggambarkan pengarangnya. Di
sisi lain, dalam konteks kajian ekspresif, seorang pengarang akan dianggap
berkualitas dalam melahirkan karya sastra jika karya karya yang dihasilkannya
mampu menjadi “media penuangan” sebanyak mungkin karakter dan pola piker yang
dimilikinya. Pada aliranya, jika si pengarang adalah seorang yang memiliki
kepribadian yang berkualitas, karya sastra yang dihasilkannya juga dengan sendirinya
akan berkualitas.
Sampai disini kita melihat bahwa jika pada pendekatan mimetic karya sastra
adalah cermin dari “alam semesta atau lingkungan sosial”, pada pendekatan ekspresif,
karya sastra dianggap sebagai cermin dari karakteristik dan kualitas pengarannya.
 Pendekatan Objektif
Pendekatan objektif adalah pendekatan yang menitik beratkan pada karya itu
sendiri. Kritik objektif memandang karya sastra hendaknya tudak dikaitkan dengan
hal-hal diluar karya ssastra tersebut, ia harus dipandang sebagai teks yang utuh dan
otonom, bebas dari hal-hal yang melatar belakanginya, seperti pengarang, kenyataan,
maupun pembaca, objek adalah teks sastra. Pendekatan yang memberikan perhatian
penuh pada karya sastra sebagai struktur yang otonom karena ia mengarah pada
analisis karya sastra sebagai struktualisme. Pendekatan struktualisme dinamakan juga
pendekatan objektif. Pendekatan ini juga disebut oleh Wellek dan Warren (1990)
sebagai pendekatan intrinsik karena kajian difokuskan pada unsur intrinsik karya
sastra yang dipandang memilikikebulatan kiherensi dan kebenaran sendiri.
Pendekatan Objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh pada
karya sastra sebagai struktur yang otonom, karena itu tulisan ini mengarah pada
analisis karya sastra secara strukturalisme. Sehingga pendekatan
strukturalisme dinamakan juga pendekatan objektif. Semi (1993:67) menyebutkan
bahwa pendekatan struktural dinamakan juga pendekatan objektif, pendekatan formal,
atau pendekatan analitik. Strukturalisme berpandangan bahwa untuk menanggapi
karya sastra secara objektif haruslah berdasarkan pemahaman terhadap teks karya
sastra itu sendiri. Proses menganalisis diarahkan pada pemahaman terhadap bagian-
bagian karya sastra dalam menyangga keseluruhan, dan sebaliknya bahwa
keseluruhan itu sendiri dari bagian-bagian (Sayuti, 2001; 63).
Oleh karena itu, untuk memahami maknanya, karya sastra harus dianalisis
berdasarkan strukturnya sendiri, lepas dari latar belakang sejarah, lepas dari diri dan
niat penulis, dan lepas pula dari efeknya pada pembaca. Mengacu istilah Teeuw
(1984:134) , jadi yang penting hanya close reading, yaitu cara membaca yang bertitik
tolak dari pendapat bahwa setiap bagian teks harus menduduki tempat di dalam
seluruh struktur sehingga kait-mengait secara masuk akal ( Pradotokusumo, 2005 :
66).
 Pendekatan Pragmatik
Secara umum pendekatan pragmatik adalah pendekatan kritik sastra yang
ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra.
Pendekatan pragmatik merupakan pendekatan yang memandang karya sastra sebagai
sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca, seperti tujuan
pendidikan, moral fungsinya untuk memberikan tujuan-tujuan tertentu bagi
pembacanya. Semakin banyak nilai-nilai, ajaran-ajaran yang diberikan kepada
membaca makna semakin baik karya sastra tersebut.
Pendekatan pragmatik mempertimbangkan implikasi pembaca melalui
berbagai kompetensinya. Dengan mempertimbangkan indicator karya sastra dan
pembaca, maka masalah-masalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan
pragmatic, diantaranya berbagai tanggapan masyarakat tertentu terhadap sebuah karya
sastra, baik sebagai pembaca eksplisit, maupun implisit, baik dalam kerangka
sinkronis maupun diakronis.
Para ahli mendefinisikan pendekatan pragmati sebagai berikut :
1. Menurut Teeuw, 1994 teori pendekatan pragmatika adalah salah satu bagian ilmu
sastra yang merupakan pragmatik kajian sastra yang menitik beratkan dimensi
pembaca sebagai penangkap dan pemberi makna terhadap karya sastra.
2. Relix Vedika (Polandia), pendekatan pragmatik merupakan pendekatan yang tak
ubahnya artefak (benda mati) pembacanyalah yang menghidupkan sebagai proses
konkritari.
3. Dause dan user 1960, pendekatan pragmatik merupakan interpensi pembaca
terhadap karya sastra ditentukan oleh apa yang di sebut “horizon penerimaan”
yang mempengaruhi kesan tanggapan dan penerimaan karya sastra.
Pendekatan ini menganut prinsip bahwa sastra yang baik adalah sastra yang dapat
memberi kesenangan bagi pembacanya.
REFERENSI:
Dhirgantoro, Donny. 2015. Analisis Sosiologi Sastra Terhadap Novel 5 CM. Universitas Sam
Ratulangi.
Sayuti, S. A. (1993). Kritik Sastra: Sebuah Tinjauan Umum. DIKSI, No.1.

Suwondo, Tirto dimuat dalam PROSIDING WORKSHOP FORUM PENELITIAN di


lingkungan KEMENDIKNAS, Balitbang, 2010. Hlm. 472-490
Isnendes, Retty. 2013. “Analisis Tugas Menulis Kritik Sastra Sunda dalam Mata Kuliah
Kritik Sastra di Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah FPBS UPI Tahun Akademik
2012/2013”. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Sayuti, Suminto A. tt. “Modul Pengantar Kritik Sastra”.
https://bocahsastra.wordpress.com/2012/12/08/kritik-sastra-2/ diakses pada Sabtu, 14
September 2019, pukul 00:42 WITA.
https://www.slideshare.net/coralreef7503/4-aspek-aspek-kritik-sastra diakses pada Jumat, 20
September 2019, pukul 20:15 WITA
Puji Santosa. Tolok Ukur dalam Kritik Sastra. Badan Bahasa. Jakarta.
https://www.google.com/amp/s/id.m.wikihow.com/menulis-kritik-sastra%3famp=1?espv=1
Suwondo,T., ismiyati, S.A dan Satiyoko, Y.A (2009). Kritik sastra Indonesia di Yogyakarta
1966-1980. Balai bahasa Yogyakarta pusat departemen pendidikan Nasional.
Ambarini,A dan Nazia,M.U (2016). Kritik sastra menjadi kritikus akademika melalui
jendela kritik sastra indoneisa. Universitas PGRI Semerang.
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Kritik_Ganzheit
Makalah Pendekatan Mimetik. Diunduh pada 27/03/2014 (15.18 WITA).
Rumpunsastra.com (Pendekatan dalam Kajian Sastra) diunduh pada tanggal 9/30/2014 (14.41
WITA)
Lubis, Wulandari. F. 2018. Analisis Deskriminasi Pada Novel “AMELIA” KARYA TERE
LIYE. Journal Of Science and Social Research. Hlm (1) 59-19
https://ikamustika444.wordpress.com/2012/11/10/pendekatan-objektif-salah-satu-
pendekatan- menganalisis-karya-sastra/.
Yasni, Asri.2012. Penerapan Pendekatan Pragmatik dalam Sastra.

Anda mungkin juga menyukai