Anda di halaman 1dari 13

Nama: Tizar Satria Framana

NIM: 1205030243
Kelas: 6/B Sastra Inggris
Sociology of Literature

Reading Report

PROSES PEMBENTUKAN DAN PEMAHAMAN KARYA SASTRA

A. Pembentukan dan Pemahaman Karya Sastra

Ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra yang perlu dipertimbangkan dalam
menemukan objektivitas hubungan antara karya sastra dan masyarakat, antara lain
sebagai berikut:

1. Pemahaman terhadap karya sastra dengan berbagai pertimbangan aspek


kemasyarakatannya.
2. Pemahaman terhadap totalitas karya sastra yang disertai dengan aspek
kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya.
3. Pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat
yang melatarbelakangi.

Ada dua corak perspektif kajian sastra secara sosiologis, yaitu sebagai berikut:

1. Sastra merupakan sebuah cermin proses sosial ekonomi belaka.


2. Mengutamakan teks sastra sebagai bahan kajian.

Swingewood beranggapan bahwa pendekatan sosiologis terhadap sastra dapat


dilaksanakan sebaik-baiknya apabila kritikus tidak melupakan dua hal:

a. peralatan sastra murni yang dipergunakan pengarang besar untuk menampilkan


masalah sosial dalam dunia rekaannya,
b. Pengarang itu sendiri lengkap dengan kesadaran dan tujuannya. Kedua hal inilah
yang menjadi dasar pengolahan data sosiologi sastra.

Homologi Struktur Sosial dengan Struktur Sastra


Homologi adalah kesamaan hukum dan tata aturan dari dua komponen yang
memiliki kemiripan. Setiap bidang memiliki kemiripan, termasuk sosial dan sastra.
Struktur masyarakat, sebagai bagian kesemestaan, ditata oleh manusia. Demikian
pula, sastra yang ditata imajinatif oleh manusia.

Sosiologi sastra apabila kita kaji lebih mendalam, cangkupannya begitu luas. Hal ini
dikarenakan sosiologi sastra bisa dibahas dalam segi realitas, reflektif, warna sosial,
sesuatu yang imajiner dan mimesis, dan lain-lain.

1. Sastra sebagai retorika penguasa.

Dalam konteks retorika itu, sastra juga tidak akan lepas dari lembaga sosial.
Karya sastra terdiri atas dua dimensi, yaitu:

 Rencana ekspresi atau penanda;


 Bidang konten, yaitu apa yang ditandai. Setiap karya sastra memiliki ujaran
atau ucapan yang disebut retorika.

Karya sastra memiliki beberapa fungsi yaitu:

 Fungsi ekspresif atau emotif mendominasi;


 Fungsi konotatif jika pesan diletakkan pada penerima;
 Fungsi pragmatis.
2. Sastra moral dan kekuasan

Menurut Endaswara ada dua moral yang digambarkan dalam sastra, yaitu:

 Moral yang membangun etika sosial dalam kehidupan antarsesama. Moral


ini mengatur hubungan dengan sesama;
 Moral yang mendorong ke arah mempertahankan diri dalam lingkungan
sosial. Moral ini selalu dibumbui oleh faktor kepribadian.
3. Dokumen konteks sosial.

Konteks sosial tersebut, yaitu:

a) Konteks sosial yang tegas, jelas disebutkan, dan eksplisit;


b) Konteks sosial bersembunyi, perlu penafsiran berlapis-lapis. Dalam
pandangan sosiologi sastra, konteks itu harus ditemukan, dicari, dan
dipahami.

Ada empat unsur yang hadir dalam produksi sastra, yaitu:

 tindakan yang dikenali sebagai sastra;


 sasaran karya, yaitu pembaca;
 wilayah artistik;
 kondisi familiar tidaknya sebuah karya sastra berada pada wilayah
pragmatis.
4. Sastra sebagai mimesis.

Tugas peneliti sastra dari sisi sosiologi sastra adalah menangkap beberapa hal:

- Seberapa jauh sastrawan dapat mengimitasi lingkungan sosial secara cermat,


teliti, tetapi tetap estetis;
- Seberapa jauh tingkat simbolisme sastrawan, ketika meniru realitas alami
menjadi realitas imajinatif;
- Seberapa jauh sastrawan meninggalkan realitas sosial sehingga membangun
dunia tersendiri;
- Seberapa jauh sastrawan ingin bertindak adil dalam meniru kehidupan sosial.
5. Karya sastra sebagai semangat zaman. Inti penelitian sosiologi sastra adalah
melacak sastra sebagai bagian semangat zaman. Sastra dan zaman tidak
mungkin terpisahkan.
6. Sastra menangkap warna kehidupan sosial.

Ada dua warna kehidupan dalam sastra:

Pertama, temuan kondisi yang menganggap bahwa yang disebut unit sastra
belum tentu seluruh teks sastra, tetapi bagian-bagian itu melibatkan imajinasi
penulis. Imajinasi menjadi bagian dari unit analisis sastra.
Kedua, untuk mengakui secara terbuka bahwa konsep pengalaman sosial
digunakan dalam sastra; salah satu yang dirancang untuk memungkinkan
kepercayaan (ideologi) dan kenyataan sosial sebagai konstituen yang
diperlukan dalam berbagai proposisi.
7. Refleksi sosial sastra.

Menurut Endaswara, ada dua kemungkinan sosial rujukan atau refektor perlu
diperhatikan peneliti sosiologi sastra.

- Pertama, seorang penulis melakukan pendekatan realitas melalui konvensi,


biasanya tidak menjelaskan mengapa ia harus melakukannya. Dorongan
sastra yang begitu aktif tetap tidak terjelaskan dengan pendekatan ini.
- Kedua, sisa jalan penyelidikan mengikuti dari kesadaran bahwa konvensi
dapat dilihat, baik sebagai perangkat yang memungkinkan investigasi
realitas maupun sebagai subjek penyelidikan dalam dirinya sendiri sejauh
batas-batas tempat atas hal-hal yang dapat dikatakannya.
8. Teori sosiologi realitas.

Teori realitas sastra adalah dunia yang imajiner. Dunia penuh dengan wacana
simbolik. Dunia simbolik adalah wilayah gagasan yang menjadi realitas ketika
terwujud dalam ekspresi.

B. Sosiologi Pengarang

Sosiologi pengarang dapat dimaknai sebagai salah satu kajian sosiologi sastra yang
memfokuskan perhatian pada pengarang sebagai pencipta karya sastra. Dalam
sosiologi pengarang, pengarang sebagai pencipta karya sastra dianggap sebagai
makhluk sosial yang keberadaannya terikat oleh status sosialnya dalam masyarakat,
ideologi yang dianutnya, posisinya dalam masyarakat, juga hubungannya dengan
pembaca. Dalam penciptaan karya sastra, campur tangan penulis sangat
menentukan. Realitas yang digambarkan dalam karya sastra ditentukan oleh pikiran
penulisnya (Caute, via Junus, 1986: 8).

Dari hal-hal yang dikemukakan oleh Wellek dan Warren, serta Watt, wilayah yang
menjadi kajian sosiologi pengarang antara lain sebagai berikut.

1. Status Sosial Pengarang


Status sosial sering disebut sebagai kedudukan, posisi, atau peringkat seseorang
dalam kelompok masyarakat. Status dengan status sosial sering diartikan
sendiri-sendiri. Status pada dasarnya digolongkan ke dalam:

- Ascribed status, adalah kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa


memperhatikan perbedaan rohaniah dan kemampuan.
- Achieved status, yaitu kedudukan yang diperoleh seseorang dengan cara
diperjuangkan, dan usaha-usaha yang disengaja oleh individu itu sendiri.
- Assigned status, yaitu kedudukan yang diperoleh seseorang karena
pemberian sebagai penghargaan jasa dari kelompok tertentu.

Dalam kaitannya dengan kajian status sosial pengarang di Indonesia, hal-hal


yang berkaitan dengan ascribed status, achieved status, dan assigned status perlu
diperhatikan dikarenakan dalam kasus pengarang tertentu, status sosialnya tidak
terlepas dari ketiga tipe status sosial tersebut.

2. Ideologi Sosial Pengarang

Dalam kaitannya dengan kajian sastra, pengertian ideologi ini sering disamakan
dengan pandangan dunia (world view), yaitu kompleks yang menyeluruh dari
gagasan, aspirasi, dan perasaan yang menghubungkan secara bersama-sama
anggota suatu kelompok sosial tertentu dan mempertentangkannya dengan
kelompok sosial lainnya (Goldmann, 1977: 17).

3. Latar Belakang Sosial Budaya Pengarang

Latar belakang sosial budaya pengarang adalah masyarakat dan kondisi sosial
budaya tempat pengarang dilahirkan, tinggal, dan berkarya. Latar belakang
tersebut, secara langsung ataupun tidak langsung, memiliki hubungan dengan
karya sastra yang dihasilkannya.

4. Posisi Sosial Pengarang dalam Masyarakat

Posisi sosial pengarang (sastrawan) berkaitan dengan kedudukan dan peran


sosial seorang sastrawan dalam masyarakat. Posisi dan kedudukan sastrawan
yang cukup penting dalam masyarakat, di samping memiliki pengaruh terhadap
isi karya sastranya, juga memiliki pengaruh terhadap keberterimaan karya-karya
yang dihasilkannya bagi masyarakat.

5. Masyarakat Pembaca yang Dituju

Dalam menulis karya sastra, pengarang (sastrawan) tidak dapat mengabaikan


masyarakat pembaca yang dituju. Agar karyanya dapat diterima masyarakat,
sastrawan harus mempertimbangkan isi dan bahasa yang dipakai.

6. Mata Pencaharian Pengarang Sastrawan (Dasar Ekonomi Produksi Sastra) dan


Profesionalisme dalam Kepengarangan

Pekerjaan rangkap bagi seorang sastrawan menyebabkan masalah


profesionalisme dalam kepengarangan. Dalam hal ini perlu dilakukan kajian
secara empiris terhadap sejumlah sastrawan. Pekerjaan rangkap yang dipilih
seorang sastrawan juga memiliki pengaruh terhadap karya sastra yang
diciptakannya, seperti sudah diuraikan dalam masalah status dan kedudukan
pengarang dalam masyarakat. Karena wilayah kajian sosiologi pengarang cukup
luas, penerapan kajian sosiologi pengarang diawali dengan penentuan masalah
yang akan dikaji, seperti status sosial ideologi sosial, latar belakang sosial
budaya, dan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat.

C. Kesadaran Pengarang dan Realitas Sosial

Sastra diyakini mempunyai hubungan tertentu dengan. masyarakat. Hal ini


dikarenakan sastra adalah lembaga sosial yang memakai medium bahasa.
Selanjutnya, sastra pun melalui medium bahasanya mengungkapan perasaan
masyarakat.

Kita bisa memahami sastra (dengan mempertimbangkan banyak hal mengenai ras
manusia, gender, teori kelas, seksualitas, nasionalisme, periode kesastraan serta para
penulis dan karya sastra mereka, dan banyak hal lainnya) dengan mengungkapkan
pemahaman sendiri bahwa ada suatu ideologi yang diangkat, diwajibkan, dan
diwariskan turun-temurun.
Ada sejumlah pengarang dan kritikus yang memiliki kesadaran semacam itu, dengan
mempertimbangkan satu atau beberapa hal tersebut. Ada pula pengarang yang
mampu memahami dengan baik berbagai kondisi sosial dan proses sosial di
sekitarnya yang jelas-jelas memengaruhi hampir seluruh kondisi dan kreasi
budayanya.

D. Peran Pengarang dan Produksi Karya Sastra

Eksistensi pengarang dalam struktur sosial menandai mekanisme dialektis


infrastruktur material dengan superstruktur ideologis, yaitu sebagai indeks
perkembangan sosial ekonomi terhadap stabilitas perkembangan sosial politik dan
kulturalnya.

Eksistensi pengarang dalam struktur sosial bukan eksistensi yang otonom, tetapi
eksistensi alternatif, personalitas pengarang sebagai personalitas sosial. Sebagai
anggota masyarakat, partisipasi subjek pengarang dalam kehidupan sehari-hari tidak
terbatas pada partisipasi kreatif dan aktivitas intelektual, tetapi meliputi totalitas
kehidupan praktis.

Isi karya mensyaratkan relevansi dunia pengarang dalam struktur naratif, yang
secara jelas dapat diidentifikasi melalui eksistensi semesta tokoh dan kejadian. Isi
karya sastra, sesuai dengan proposisi (Swingewood, 1972: 48), terutama mengacu
pada khazanah sosiokultural. Karya-karya sastra yang berhasil pada umumnya
adalah karya sastra yang melukiskan komplikasi problematika sosial.

E. Studi Biografis dan Karya Sastra

Implikasi biografis, khususnya biografi sebagai fakta sastra, bukan sebagai


curriculum vitae, tidak mesti ditolak dan dikeluarkan sama sekali dalam studi sastra.
Studi biografis, baik dalam proses produksi karya seni maupun proses produksi
karya-karya keilmuan sosial pada umumnya, dianggap memiliki sejumlah manfaat,
terutama dalam kaitannya dengan latar belakang proses rekonstruksi fakta-fakta.
Dalam sejarah sastra, studi biografis sering dibicarakan. Boris Tomasevskij (1987:
116-117) memandang studi biografis sebagai genre yang sudah kuno, dan bagian
penulisan sejarah, sebagai historiografi. Biografi pengarang sejajar dengan biografi
pada umumnya, yaitu biografi para pencipta. Studi biografis juga termasuk sebagai
bagian sejarah kultural. Oleh karena itu, menurut Tomasevskij, unsur-unsur
biografis memapankan eksistensi pengarang sebagai manusia, bukan manusia
sebagai pengarang. Artinya, bahwa dalam masyarakat etografis misalnya, eksistensi
struktur narativitas tidak pernah diasumsikan sebagai person, tetapi hanya sebagai
penghubung yang menampilkan suatu narasi, yaitu mediator.

Dalam kerangka mekanisme produksi sastra, biografi dan personalitas pengarang,


termasuk ciri-ciri autorial yang lain, mesti dipertimbangkan sebagai cadangan-
cadangan pengetahuan sosial. Ini artinya bahwa implikasi biografi literer, bukan
biografi yang disusun oleh peneliti, mesti dipertimbangkan dalam kerangka
relevansi sosialnya.

F. Intensi Autorial dalam Proses Produksi

Hubungan sosial, warisan tradisi, dan berbagai implikasi interaksi sosial


memengaruhi struktur personalitas individu, khususnya subjek pengarang. Di antara
pengaruh tersebut adalah intensi autorial, citra bahasa, dan berbagai pesan yang
terkandung dalam karya. Isi karya mengandalkan pencerapan masalah-masalah
sosial, karya sebagai manifestasi otoritas kultural, bukan semata-mata otoritas
individual. Dimensi makna dalam struktur narativitas pada dasarnya dihuni oleh
unsur-unsur sosiokultural.

TOKOH-TOKOH PENELITI SOSIOLOGI SASTRA

A. Hippolyte Taine: Fakta Sosial (Positivisme)


Adolphe Hippolyte Taine (21 April 1828 di Vouziers-5 Maret 1893 di Paris)
adalah seorang Prancis yang merupakan kritikus dan sejarawan. la adalah kepala
pengaruh teoretis Prancis naturalisme, pendukung utama positivisme sosiologis, dan
salah satu praktisi pertama historis kritik. Taine terutama dikenang karena tiga
pendekatan terhadap studi kontekstual sebuah karya seni, yang didasarkan pada aspek-
aspek ras, lingkungan, dan saat.
B. Robert Escarpit: Fragmentasi Sosial
Robert Escarpit adalah pelopor gagasan bahwa sastra memang sebuah
fragmentasi sosial. Sastra tidak mungkin mengekspresikan seluruh kehidupan, dan
hanya bagian fragmen penting saja yang digarap oleh sastrawan. Robert Escarpit adalah
pemerhati sosiologi sastra ulung yang tergolong tokoh senior dalam bidang sosiologi
sastra Tokoh besar ini lebih menawarkan ide-ide kajian sosiologi tentang proses
komunikasi sastra.
Sastra lahir sebagai komunikasi sosial. Sastra adalah hasil potongan sosial maka
tidak harus seluruh hal masuk dalam sastra. Seleksi bahan sosial sastra itu yang
menyebabkan sastra lebih sebagai pilihan hidup. Pada awalnya Escarpit (2005) menulis
teori sosiologi sastra dalam bahasa Francis. la banyak menawarkan pendekatan
sosiologi sastra, khususnya terkait dengan reproduksi sastra. Pendekatan kedua dalam
bidang sosiologi sastra jauh dari penekanan pada karya sastra itu sendiri pada sisi
produksi, terutama untuk situasi sosial penulis. Produksi sastra terkait dengan situasi.
sosial penulis dan penulis tidak mungkin lari dari realitas sosial.
C. Lowenthal: Barometer Sosial
Barometer sosial dalam sastra beragam warnanya. Suatu fenomena dapat
dinyatakan bermuatan sosial, bersifat relatif. Lowenthal (Anwar, 2010: 236) termasuk
pengembang teori sosiologi sastra yang kritis. Dalam gagasan lowenthal terdapat nuasa
Marxis, tetapi yang paling penting adalah gagasannya tentang barometer sosial. Tokoh
ini banyak disebut-sebut oleh Swingewood (1971) sebagai sosiolog sastra yang cukup
representatif pemikirannya. Ia banyak memiliki studi sosiologi sastra. Pandangan
Lowenthal telah mengantarkan para peneliti sosial sastra lebih cerdas ketika harus
menyatakan barometer sosial.
D. Coleridge: Rasa Sosial
Coleridge (M.H. Abrams, 1953) disebut tokoh impresionistik. Ia adalah penyair
yang senada dengan Anatole France, yang karya- karyanya merupakan bentuk
petualangan jiwa. Coleridge berpendapat adalah menyesatkan ketika ia mengatakan
bahwa analisis puisi meng- gunakan generalisasi induktif. Maksudnya, pengalaman
pribadi jauh lebih penting dalam puisi. Puisi dapat sejajar dengan cabang filsafat yang
kita sebut estetika. Atas keberanian membuat pernyataan tegas itu, Coleridge sering
berperan sebagai oposisi absolut dari produksi karya sastra.
E. Wordsworth
1. Alam dan Kreativitas Sosial
Alam semesta adalah guru bagi sastrawan. Hal ini dikarenakan belajar pada alam
akan semakin mendewasakan karya-karyanya. Alam menyediakan bahan kreativitas.
Sastrawan yang cerdas memainkan imajinasi atas dasar fenomena alam sehingga
karyanya semakin bagus. Alam juga akan menantang kreativitas sosial. Sastra menjadi
pembangun kreativitas sosial atas dorongan alam.
2. Keberadaan Manusia
Wordsworth (Abrams, 1953) juga banyak membicarakan eksistensi manusia.
Keberadaan manusia secara sosiologis memang sudah suratan. Sastra yang baik
membicarakan manusia dan seluk- beluknya. Manusia ada di dalam situs kehidupan
sosial. Keadaan yang saling bergantung satu sama lain, saling bertentangan, dan muncul
ketegangan, banyak menarik perhatian sastra. Sastra akan merambah dan menelisik
sampai eksistensi manusia sebagai makhluk sosial.
Wordsworth memberi tahu kita bahwa tujuan kajian sosiologi sastra adalah
melacak hukum alam. Hukum alam sering meme- ngaruhi dunia sosial. Ide-ide dalam
keadaan kegembiraan untuk menggambarkan hukum-hukum umum manusia, hidup
yang rendah hati dan berada di pedesaan pada umumnya menjadi pilihan setiap orang.
Kematangan mereka adalah pada sikap mampu menahan diri, dan berbicara dengan
lebih jelas dan dengan catatan bahasa tegas.
3. Diksi Sosial
Wordsworth (Abrams, 1953) juga penggagas diksi-diksi sosial dalam karya
sastra. Sastra menampilkan daya pikat diksi sosial yang luar biasa. Diksi-diksi puisi
misalnya, tergolong khas menyuarakan fenomena sosial. Diksi sebuah puisi juga
melukiskan kondisi sosial. Diksi-diksi sosial banyak mewarnai sejumlah puisi. Penyair
yang andal akan selektif memilih diksi-diksi sosial.
Ada diksi yang keruh, kotor, kumus, lebam, busuk, dan seterusnya melukiskan
lingkungan sosial yang tidak nyaman dan ada pula diksi nglilir, bangkit, damai, dan
nyaman, yang melukiskan suasana sosial yang nyaman. Dalam setiap teori bahwa puisi
adalah ungkapan rasa, pertanyaan tentang diksi cenderung menjadi primer. Diksi
menjadi wahana imajinasi sosial yang luar biasa yang paling mudah dipahami meluap,
tidak menjadi plot atau menjadi karakter, tetapi dalam kata-kata, dan itu menjadi tugas
utama dari kritikus untuk merumuskan standar bahasa puisi yang harus
diatur dan dinilai.
F. Subagio Sastrowardoyo
Subagio Sastrowardoyo (Madiun, 1 Februari 1924 - 18 Juli 1995) adalah
penyair, penulis cerita pendek dan esai, serta kritikus sastra Indonesia. Berpendidikan
HIS di Bandung dan Jakarta, HBS, SMP, dan SMA di Yogyakarta, Fakultas Sastra UGM
selesai tahun 1958, Universitas Yale tahun 1961-1966. Pernah menjabat Ketua Jurusan
Bahasa Indonesia Kursus B-I di Yogyakarta (1954 1958), dosen Kesusastraan Indonesia
di Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM (1958-1961), dosen UNPAD, dosen
SESKOAD keduanya di Bandung, dosen bahasa dan Kesusastraan Indonesia di
Universitas Flinders, Adelaide, dan terakhir bekerja di Penerbit Balai Pustaka. Esai-
esainya banyak yang mencoba menyelami latar persoalan manusia Indonesia sekarang
secara jujur dan tajam.
G. Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono
Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono (lahir di Surakarta, 20 Maret 1940) adalah
seorang pujangga Indonesia terkemuka. Ia dikenal dari puisi- puisi yang menggunakan
kata-kata sederhana sehingga beberapa di antaranya sangat populer. Sapardi Djoko
Damono banyak menerima penghargaan. Pada tahun 1986 Sapardi Djoko Damono
mendapatkan anugerah SEA Write Award. la juga penerima Penghargaan Achmad
Bakrie pada tahun 2003. Ia adalah salah seorang pendiri Yayasan Lontar. Selain itu, ia
adalah salah seorang kritikus yang membahas karya dari sisi sosiologis.
H. Umar Junus
Umar Junus (lahir di Silungkang, Sumatera Barat, Indonesia. 2 Mei 1934)
adalah seorang kritikus sastra Indonesia.
I. René Wellek
René Wellek (22 Agustus, 1903 10 November, 1995) adalah seorang Ceko
Amerika. Wellek, bersama dengan Erich Auerbach, dikenang sebagai unggulan dari
Eropa Tengah filologis tradisi. Dengan kritikus Austin Warren, Wellek menulis volume
tengara Teori Sastra, salah satu karya yang sistematis teori sastra, bukan kritik
mendekati yang lebih ad-hoc mode. Dimulai pada 1960-an, Wellek membela Kritik
Baru terhadap penghukuman atas pekerjaan mereka dalam nama strukturalis yang
dipengaruhi teori sastra. Untuk alasan ini, ia memikirkan hari ini sebagai sarjana sastra
yang konservatif.
J. Austin Warren
Austin Warren (4 Juli, 1899-20 Agustus, 1986) adalah seorang kritikus sastra,
penulis, dan profesor bahasa Inggris asal Amerika. Warren menggambarkan dirinya
sebagai "pelopor Kritik Baru" dan tidak setuju dengan kritikus kontemporer strukturalis.
Warren sering menolak pendekatan literatur dari setiap satu set teoretis metodologi. la
bukan kritikus agama, tetapi sering bekerja dalam konteks spiritualitas dan kekristenan.
K. Lucien Goldmann
Lucien Goldmann (20 Juli, 1913 di Bucharest, tetapi dibesarkan di Botosani,
Rumania - 8 Oktober, 1970 di Paris) adalah seorang filsuf Prancis dan sosiolog dari
Yahudi-Rumania. Sebagai seorang profesor di EHESS Paris, ia sangat berpengaruh
dalam Marxis teoretikus.
L. György Lukacs
György Lukacs (13 April, 1885-4 Juni 1971) adalah Marxis filsuf dan kritikus
sastra asal Hungaria. Kebanyakan sarjana menganggap dirinya sebagai pendiri tradisi
Marxisme Barat. Ia menyumbangkan ide-ide dari reifikasi dan kesadaran kelas untuk
Marxis filsafat dan teori, dan kritik sastra berpengaruh dalam berpikir tentang realisme
dan tentang novel sebagai genre sastra.
M. Georgi Plekhanov
Valentinovich Georgi Plekhanov (26 November, 1857 - 30 Mei 1918) adalah
seorang revolusioner Marxis dan teoretisi asal Rusia. Ia adalah pendiri gerakan Sosial-
Demokrat di Rusia dan Marxis Rusia yang pertama.
N. Raymond Williams
Henry Raymond Williams (31 Agustus 1921 - 26 Januari 1988) adalah seorang
Welsh akademis, novelis dan kritikus. Tulisan- tulisannya tentang politik, budaya, media
massa, dan sastra adalah kontribusi yang signifikan terhadap Marxis kritik budaya dan
seni. Beberapa dari 750.000 eksemplar bukunya telah terjual di Inggris. Karyanya untuk
bidang studi budaya dan materialis budaya pendekatan.
O. Franz Mehring
Franz Erdmann Mehring (lahir 27 Februari 1846 di Schlawe [Polandia: Slawno],
Pomerania, meninggal 29 Januari 1919 di Berlin), adalah seorang jurnalis Jerman,
politikus, dan sejarawan. Franz Mehring menulis kritikan analisis Marxis terhadap
tindakan kepahlawanan raja Swedia, Gustavus Adolphus yang dalam peperangan selama
tiga puluh tahun mengeklaim sebagai pembela agama (penjelasan resmi) dan
menurutnya semua itu hanya dilakukan untuk kepentingan yang berhubungan dengan
ekonomi (melalui penjelasan analisis Marxis).
Pada tahun 1918, setelah lama tertunda karena sensor (sesuai dengan yang
disebutkan oleh Edward Fitzgerald, penerjemah dalam bahasa Inggris, Edisi Amerika
Serikat 1935), Mehring berhasil menerbitkan biografi Karl Marx yang didedikasikan
untuk sesama 'Spartakus', yaitu Clara Zetkin. Mehring adalah pelaksana kritik marxis
pertama di Jerman.
P. Andrei Zhdanov
Andrei Alexandrovich Zhdanov (26 Februari 1896, Mariupol 31 Agustus 1948,
Moskow) adalah seorang politikus yang juga me- rupakan seorang pemerhati sastra
Soviet. Ia menyatakan bahwa sastra Soviet merupakan alat ideologi.
Q. Jean-Paul Sartre
Jean-Paul Sartre (lahir di Paris, Prancis, 21 Juni 1905 - meninggal di Paris, 15
April 1980 pada umur 74 tahun) adalah seorang filsuf dan penulis Perancis. Pada tahun
1964 ia diberi hadiah Nobel Sastra, tetapi ia menolaknya.
R. Theodor W. Adorno
Ludwig Wiesengrund Theodor Adorno (11 September 1903 - 6 Agustus 1969)
adalah seorang sosiolog, filsuf, musikolog, dan komponis asal Jerman. Ia merupakan
anggota Mazhab Frankfurt bersama dengan Max Horkheimer, Walter Benjamin, Herbert
Marcuse, Jürgen Habermas, dan lain-lain. Sebagai seorang kritikus musik dan amatir
sosiolog, Adorno termasuk pemikir filosofis. Karya Adorno berfokus pada seni, sastra,
dan musik sebagai bidang utama sensual, kritik tidak langsung budaya yang mapan dan
cara berpikir, serta utopianisme politik yang jelas terlihat dalam refleksi sejarah.
S. Walter Benjamin
Bendix Schönflies Walter Benjamin (15 Juli 1892 - 27 September 1940) adalah
seorang Jerman Yahudi Marxis filsuf - sosiolog kritikus sastra, penerjemah, dan penulis
esai. Ia dikaitkan dengan Mazhab Frankfurt dari teori kritis. Marxisme-Nya lebih
dipengaruhi oleh Bertolt Brecht, yang telah mengembangkan estetika kritis, yang
meminta untuk jarak emosional dari penonton (Verfremdungseffekt). Benjamin
merupakan salah satu pemikir tentang sastra yang paling penting abad kedua puluh.
T. Max Horkheimer
Max Horkheimer (14 Februari 1895-7 Juli 1973) adalah seorang filsuf Jerman
dan sosiolog. Ia terkenal sebagai pemimpin dalam Mazhab Frankfurt, karya-karyanya
yang paling penting: The Eclipse of Reason (1947), The Dialectic of Enlightenment
(1947), dan Critical Theory: Selected Essays (1972). Horkheimer bekerja sama dengan
Herbert Marcuse, Erich Fromm, Theodor Adorno, dan Walter Benjamin.
U. Herbert Marcuse
Herbert Marcuse (19 Juli 1898 29 Juli 1979) adalah seorang Jerman - Yahudi
filsuf, ahli teori politik dan sosiolog, dan anggota Mazhab Frankfurt. Marcuse adalah
seorang intelektual besar. Teorinya dianggap teori utama yang berkaitan dengan Mazhab
Frankfurt, bersama dengan Max Horkheimer dan Theodor W. Adorno.
V. Edmund Wilson
Edmund Wilson (8 Mei 1895 12 Juni 1972) adalah penulis - Amerika dan
kritikus sastra. Wilson dianggap sebagai salah satu kritikus sastra Amerika terkemuka.
Karya-karyanya dan kritik- kritiknya mencerminkan permasalahan sosial.

Anda mungkin juga menyukai