PENDAHULUAN
makhluk sosial. Selain menggambarkan ide dan gagasan penulisnya, sastra juga
dapat menggambarkan sistem sosial dan budaya sebagai tempat penulis itu hidup.
Hal ini dapat dilihat apabila penulis sastra adalah seorang yang berdomisili di
Arab dan berbudaya Arab maka sebagian besar karya sastra ciptaannya pasti
Riyadh’ ( banāt al -Riyadh) yang ditulis oleh Rajaa al-Sanea. Rajaa al-Sanea yang
masih sangat kental dalam sistem sosial di Saudi Arabia. Sastra dengan demikian
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sastra merupakan
Sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu atau pengetahuan yang sistematis tentang
kehidupan berkelompok manusia dalam hubungannya dengan manusia-manusia
dikenalkan pada tulisan-tulisan para kritikus dan ahli sejarah sastra yang
dengan pekerjaannya, dan jenis pembaca yang dituju. Kesemuanya itu terangkum
dalam aspek yang membangun sebuah cipta sastra, salah satu aspek yang
dan lingkungan di mana ia hidup. Demikian juga menyangkut tipe orang atau
tokohnya. Biasanya dalam setiap cerita selalu terdapat beberapa tokoh, dalam hal
Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis
oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salient being, makhluk yang
demikian, sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan
sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman
kondisi sosial yang antara lain mencakup struktur sosial, hubungan sosial,
terhadap yang lemah, dan sisi-sisi kehidupan sosial lainnya seperti layaknya
kehidupan nyata. Dengan demikian, menghayati dan memahami karya sastra sama
segala segi, yang pada hakikatnya dapat dikaji oleh disiplin-disiplin ilmu yang
berhubungan dengan manusia (ilmu humaniora atau ilmu sosial). Salah satu
disiplin ilmu yang dapat mengkaji karya sastra dalam kaitannya dengan kehidupan
masyarakat.
Karya sastra adalah artefak, adalah benda mati, baru mempunyai makna
dan menjadi objek estetik bila diberi arti oleh manusia pembaca sebagaimana
artefak peninggalan manusia purba mempunyai arti bila diberi makna oleh
sastra itu dilakukan dalam kegiatan kritik sastra. Aspek-aspek pokok kritik sastrta
pembaca, sebagai kritikus sastra, terikat pada teks karya sastra sendiri berdasarkan
kodrat atau hakikat karya sastra. Maka, untuk dapat menangkap makna sebuah
karya sastra, pastilah diperlukan cara-cara yang sesuai dengan sifat hakikat karya
mandiri, yang penelitiannya berpusat pada struktur dalam karya sastra. Sedangkan
Berkalung Sorban?
BAB II
PEMBAHASAN
dari kata sos (Yunani) yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman, dan logi
(logos) berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra dari akar kata sas
instruksi.Akhiran tra berarti alat, sarana. Merujuk dari definisi tersebut, keduanya
memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat. Meskipun demikian,
hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda bahkan bertentangan secara dianetral.
mengenai sastra karya para kritikus dan sejarawan yang terutama mengungkapkan
ideologi politik dan sosialnya, kondisi ekonomi serta khalayak yang ditujunya.
masyarakat dan hasil- hasil observasi tersebut harus disusun secara sistematis dan
Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis
pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan
adat istiadat zaman itu. Pengarang mengubah karyanya selaku seorang warga
masyarakat pula ( Luxenburg, Bal, dan Willem G. W. terjemahan Dick Hartoko.
1084: 23 ).
Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis
oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salient being, makhluk yang
demikian, sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan
sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman
Konsep dasar sosiologi sastra sebenarnya sudah dikembangkan oleh Plato dan
dan Aristoteles (384-322), dan dari abad ke abad sangat memengaruhi teori-teori
Menurut Plato, setiap benda yang berwujud mencerminkan suatu ide asti
(semacam gambar induk). Jika seorang tukang membuat sebuah kursi, maka ia
hanya menjiplak kursi yang terdapat dalam dunia Ide-ide. Jiplakan atau copy itu
selalu tidak memadai seperti aslinya; kenyataan yang kita amati dengan
pancaindra selalu kalah dari dunia Ide. Seni pada umumnya hanya menyajikan
suatu ilusi (khayalan) tentang ‘kenyataan’ (yang juga hanya tiruan dari
‘Kenyataan Yang Sebenarnya’) sehingga tetap jauh dari ‘kebenaran’. Oleh karena
itu lebih berhargalah seorang tukang daripada seniman karena seniman menjiplak
mata menjiplak kenyataan melainkan juga menciptakan sesuatu yang haru karena
‘kenyataan’ itu tergantung pula pada sikap kreatif orang dalam memandang
kenyataan. Jadi sastra bukan lagi copy (jiblakan) atas copy (kenyataan) melainkan
umum). Dari kenyataan yang wujudnya kacau, penyair memilih beberapa unsur
lalu menyusun suatu gambaran yang dapat kita pahami, karena menampilkan
kodrat manusia dan kebenaran universal yang berlaku pada segala jaman.
prinsipial antara sastra modern dan sastra kuno dengan menggariskan paham
Perancis, yang sering dipandang sebagai peletak dasar bagi sosiologi sastra
dalam ilmu alam dan pasti. Dalam bukunya History of English Literature (1863)
dia menyebutkan bahwa sebuah karya sastra dapat dijelaskan menurut tiga faktor,
yakni ras, saat (momen), dan lingkungan (milieu). Bila kita mengetahui fakta
tentang ras, lingkungan dan momen, maka kita dapat memahami iklim rohani
selanjutnya diwujudkan dalam sastra dan seni. Adapun ras itu apa yang diwarisi
manusia dalam jiwa dan raganya. Saat (momen) ialah situasi sosial-politik pada
suatu periode tertentu. Lingkungan meliputi keadaan alam, iklim, dan sosial.
Konsep Taine mengenai milieu inilah yang kemudian menjadi mata rantai yang
membuka cakrawala pemahaman baru yang berbeda dan cakrawala anatomis kaku
(strukruralisme) yang berkembang waktu itu. Bagi Amiel, buku Taine ini
membawa aroma baru yang segar bagi model kesusastraan Amerika di masa
depan. Sambutan yang hangat terutama datang dari Flaubert (1864). Dia mencatat,
bahwa Taine secara khusus telah menyerang anggapan yang berlaku pada masa itu
bahwa karya sastra seolah-olah merupakan meteor yang jatuh dari langit. Menurut
sukar bagi kita untuk mengingkari keberadaannya. Faktor lingkungan historis ini
sering kali mendapat kritik dari golongan yang percaya pada ‘misteri’ (ilham).
Menurut Taine, hal-hal yang dianggap misteri itu sebenarnya dapat dijelaskan dari
lingkungan sosial asal misteri itu. Sekalipun penjelasan Taine ini memiliki
“sampai berapa jauh nilai sastra berkaita dengan nilai sosial?”, dan “Sampai
berapa jauh nilai sastra dipengaruhi nilai sosial?”, ada tiga hal yang harus
diperhatikan.
1) Sudut pandang yang menganggap bahwa sastra sama derajatnya dengan karya
2) Sudut pandang lain yang menganggap bahwa sastra bertugas sebagai penghibur
belaka.
suatu sosiologi sastra secara general yang meliputi pendekatan yang dikemukakan
itu.Dalam penelitian novel “Sang Pemimpi” karya Andrea Hirata ini, konsep
pokok ini termasuk juga faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi karya
bantuan dari pengayom atau dari masyarakat secara langsung atau bekerja
rangkap.
3) Masyarakat yang dituju oleh sastrawan. Dalam hal ini, kaitannya antara
sastrawan dan masyarakat sangat penting sebab seringkali didapati bahwa macam
masyarakat yang dituju itu menentukan bentuk dan isi karya sastra mereka
menimbulkan gambaran yang kabur, dan oleh karenanya sering disalahartikan dan
adalah.
ditulis, sebab banyak ciri masyarakat yang ditampilkan dalam karya sastra itu
2) Sifat “lain dari yang lain” seorang sastrawan sering mempengaruhi pemilihan
3) Genre sastra sering merupakan sifat sosial suatu kelompok tertentu, dan bukan
cermatnya mungkin saja tidak bisa dipercaya atau diterima sebagai cermin
masyarakat. Demikian juga sebaliknya, karya sastra yang sama sekali tidak
Pandangan sosial sastrawan harus diperhatikan apabila sastra akan dinilai sebagai
kemasyarakatannya.
4. Sosiologi sastra adalah hubungan dua arah (dialektik) antara sastra dengan
masyarakat.
dengan masyarakat.
BAB III
PEMBAHASAN
Anissa yang merupakan anak dari seorang pimpinan Pondok Pesantren Salafiah
putri Al-Huda yang terletak di jawa timur.Anisa hidup dalam keluarga yang
Qur’an, Hadist dan Sunnah dan mereka menganggap bahwa buku-buku modern
Dari sinilah Annisa mulai berfikir bahwa Agama Islam hanya berpihak
pada pihak laki-laki.Anissa tumbuh menjadi seorang remaja dengan segala rasa
penasaran akan perbeaan yang terletak pada hak antara laki-laki dan perempuan.
Rasa iri menghampiri Anissa, hingga Anissa meminta pada Lek Kudhori yang
Bagi Anissa Lek Khudori adalah sosok idolanya, apalagi dia sangat mengerti pada
sesuatu yang tak wajar pada dirinya, sebuah perasaan yang sangat aneh.Anissa
jatuh cinta pada Lek Kudhori, di saa-saat itu pula Lek Kudhory terpaksa
Hari-hari yang dilalui Anissa terasa sangat berat, kini hari-harinya terasa
itu, Menikahlah Anissa menikah dengan lelaki yang sama sekali tak dicintainya,
lelaki itu bernama Syamsudin yang merupakan anak dari kyai pemilik Pondok
Pesantren yang merupakan rekan relasi dari ayah Anissa. Orang tua Anissa
Anissa tak berjalan sesuai harapa, perlakuan Syamsudin pada Anissa sangat tidak
manusiawi.Namun hal itu tak pernah di ketahui oleh orang tua Anissa.Hingga
suatu ketika seorang janda muda bernama Mbak Kalsum mendatangi rumah
Syamsudin. Kepelikan tak berhenti sampai disini, kini Anissa harus dimadu dan
Mbak Kalsum.
hal itu sang ayah jatuh sakit, dan berinisiatif untuk menceraikan anaknya. Sebuah
Anissa menikah dengan Lek Khudori, namun semua itu tak menghilangkan
trauma dibenak Anissa, Namun perlakuan lembut yang diberikan oleh Lek
Kini Anissa mendapatkan perlakuan yang sangat baik bak seorang ratu, perlakuan
yang sangat indah jauh dari perilaku-perilaku yang pernah diterimanya dari
haqiqi.
Tahun telah berganti tahun dan merekapun dikaruniai seorang anak yang
kecelakaan, ada yang mengatakan bila Syamsudinlah pelaku tabrak lari itu.
Sorban
Kutipan novel;
“Kita jaring betinanya!”, teriak Rizal, kakakku.
“Kamu lama sekali! Kalau saja terlambat sedetik, aku bisa mati. Bodoh!”
[Rizal]
“Tetapi janji ya, nggak bilang sama Bapak. Janji?” [Rizal] (hlm.4)
Pada saat Rizal dan Annisa sampai di rumah, ayah mereka mendapati
mereka basah kuyup dan tahu mereka pasti melakukan sesuatu sehingga
membenarkannya.
Kutipan novel;
“Dia yang mengajak, Pak,” Rizal mencari alasan dengan menunjuk mukaku.
“O…jadi rupanya kamu yang punya inisiatif bocah wedhok. Kamu yang
kakakmu mengembara?”(hlm.6)
laki-laki sehingga anak perempuan tidak memiliki hak yang sama dengan
anak laki-laki.
Kutipan novel;
kuda hanya pantas dipelajari oleh kakakmu Rizal, atau kakakmu Wildan.
Kau tahu, mengapa? Sebab kau ini anak perempuan, Nisa. Nggak pantas,
lading, sampai ke blumbang segala. Memalukan! Kau ini sudah besar masih
(hlm 7)
“Benar, Mbak. Habis Rizal dan Wildan boleh kembali tidur, sementara Nisa
Sementara Rizal dan Wildan masuk lagi ke kamar, katanya mau belajar,
shubuh.”(hlm. 21)
berbeda dari anak laki-laki.Dalam hal ini, anak perempuan tidak diperkenankan
belajar menunggang kuda, dan harus membantu ibu membersihkan rumah sehabis
shalat shubuh.Sementara, hak “istimewa” tidur setelah shalat shubuh didapat oleh
anak laki-laki.
laki-laki sehingga anak perempuan tidak memiliki hak yang sama dengan
anak laki-laki.
Kutipan novel;
“…Ia seorang sarjana hukum dan putra seorang kiai ternama. Apalagi yang
memikat”. (hlm.105)
“Kau pikir, karena kau suamiku, kau bisa seenaknya memperlakukan aku?”
serapah tujuh turunan dan kata-kata makian yang diambil dari kamus
(hlm.103)
Member semangat untuk terus belajar sampai mati. “Kau mesti belajar dan
mencari ilmu sampai jasadmu berbaring diantara dua batu nisan,” begitu
kata Lek Khudori yang selalu kuingat. “Tapi jangan juga tergantung pada
saya. Kau bisa belajar di mana saja, dan kapan saja. Kau mesti terus sekolah
kuinginkan, pendidikanmu jauh lebih tinggi dariku. Jika kau dapat meraih
gelar dkctor, itu adalah sebuah kebanggaan buatku dan anak-anak kita
nanti.” (hlm.200)
“Mengapa harus takut, sayang. Kita sudah menikah, kan. Apa kau takut
AKu ini suamimu, Khudori namnya, dan tidak punya bakat untuk
menakutimu.”
“Tidak! Tidak! Sama sekali tidak, Mas. Bukan itu.Bukan itu yang membuat
aku takut.”
“Lalu apa?”
“Bayangan.Bayangan sispa?”
mempunyai garis tegak lurus dengan perilaku seseorang.Dalam novel ini, kondisi
ini diwakili oleh Samsudin dan Khudori.Baik Samsudin maupun Lek Khudori
Lek Khudori selalu memotivasi Annisa untuk terus belajar dan mengejar cita-
citanya.
Kutipan novel;
jika telah mengaji dan khatam.Sudah ikut sorogan kitab kuning.Kami juga
begitu, Pak Hanan? Kita ini kan sama-sama orang tua…,” suara lelaki sang
tamu mempengaruhi.”
kutipan novel;
seorang perempuan lain ke rumah. Dan akan kusambut semua itu dengan
…Ia [Kalsum] pun mulai mengatur menu makanan dan mengubah letak
juga keperluanku.
Aku [Annisa] tak pernah peduli dengan semua itu….Aku pun tak pernah
merasa ada pesaing di sisiku, apalagi memiliki rasa cemburu. (hlm. 117)
seperti seorang ibu mendekap anaknya yang hilang sekian waktu. Kami
tinggi telah mencair dan kami berada dalam kehangatan kasih yang lahir
(hlm.125)
Dalam hal ketidaklaziman itu terlihat pada: (1) Annisa mengizinkan Samsudin
untuk berpoligami tanpa beban; (2) Annisa mengizinkan Samsudin membawa istri
mudanya, Kalsum, hidup bersama satu atap dengannya; (3) Annisa tidak merasa
terganggu dengan keberadaan wanita lain di rumahnya; (4) Annisa tidak pernah
merasa iri dan cemburu; dan (5) Annisa memberikan dukungan moril kepada
momongan.
Kutipan novel;
“Tidak kesepian nih, Neng Nisa tanpa momongan? Tunggu apalagi, Neng
sekalipun dari yang lain,” kata Bu Sumi gendut, mengomentari ibu yang
lain.
“Jika tanah tandus dan gersang, ubi pun jadilah dimakan,” kata bu Mila…
(hlm.152)
“Aku takut dan khawatir, Mas. Jika pada saatnya kelak, ternyata aku tak
dapat member keturunan bagimu. Apa Mas akan tetap mencintaiku?” (hlm.
249)
akan menjadi aib bagi keluarga tersebut, selalu menuai sindiran orang sekitar.
Bahkan, dengan tidak adanya momongan dapat menjadi badai dalam rumah
tangga.
Ada beberapa fungsi penbaharu yang terdapat dalam novel Perempuan Berkalung
2) Pembaharu dalam hal kedudukan anak perempuan. Dalam hal ini Annisa
menunjukkan bahwa anak perempuan juga bisa melakukan aktivitas yang selama
pendidikan yang tinggi. Dalam novel ini tokoh Annisa dengan segala upaya
b. Fungsi Pendidikan
1) Novel ini mengajarkan bahwa ajaran agama tidak dapat dipahami hanya secara
harfiah.
2) Dalam rumah tangga seorang suami harus memperlakukan istri sebagai sahabat
dan partner kerja dalam kehidupan, bukan sebagai budak atau pembantu yang
3) Novel ini mengajarkan bahwa segala sesuatu yang dipaksakan akan berdampak
tidak baik.
Anisa selalu muncul dalam setiap tahapan peristiwa pada novel tersebut. Sesuai
kodratnya sebagai manusia, yakni manusia tidak dapat hidup sendiri atau akrab
dikenal dengan sebutan makhluk sosial, maka Anisa pun demikian. Dalam cerita,
Anisa adalah seorang putri kiyai yang memiliki sebuah pondok. Anisa
hanya mampu menamatkan sekolah dasar sebelum dipaksa menikah dengan lelaki
pilihan orang tuanya. Perjuangan Anisa tak putus di situ, dalam masa
Maka sekalipun sudah hampir dua minggu aku absen dari panggilan guru,
keyakinan bahwa segalanya akan berubah ketika lautan ilmu itu berkumpul di
sini, dalam otakku. Atas nama kecintaanku pada Lek Khudori, atas nama ilmu dan
atas nama perubahan, aku bergegas masuk ke dalam kelas. Kulahap semua ilmu
yang diajarkan para guru dengan sepenuh hati dan kemampuan berpikirku. Tiga
tahun berlalu dan kini aku telah lulus dengan menduduki ranking kedua setingkat
kabupaten.
Meski telah bersuami, aku memang belum hamil. Dan jika aku hamil,
Anisa adalah menjadi seorang sarjana. Mimpi itu pun ia kejar setelah bercerai
dengan sang suami. “Uruslah pendaftaran dan segera kuliah. Dengan kuliah, kau
Atas dukungan ibu dan Wildan juga atas pertimbangan bahwa kondisiku kurang
baik untuk tinggal terlalu lama tanpa aktivitas setelah menjanda, aku putuskan
tinggi . sekali pun Rizal dan wildan juga di Yogya, aku tidak mau tinggal bersama
mereka. Aku ingin merasakan kemerdekaan hidup yang mengobsesi sekian lama
dalam benakku. Toh aku sudah dewasa kini. (N) N Anisa begitu gigih dalam
untuk itu. Terlihat dari kutipan-kutipan di atas bahwa Anisa tetap melanjutkan
melanjutkan sekolah di perguruan tinggi atas dorongan Lek Khudori dan dengan
juga memiliki kesempatan yang setara dengan laki-laki dalam bidang pendidikan.
Orang tua Anisa telah menjodohkan Anisa dengan seorang putra kiyai
sahabatnya sehingga keduanya yakin Anisa menikah dengan orang yang tepat:
Syamsudin. Namun, kenyataan yang dialami Anisa rupanya jauh dari harapan
orang tuanya. Rumah tangganya jauh dari kata harmonis. Anisa sering mendapat
kekerasan dari Syamsudin, namun ia tak tinggal diam, ia tak jarang melakukan
puas mengerjaiku. “Mana ada suami memperkosa isterinya sendiri. Kau ini
aneh, Nisa. Aku belum pernah melihat perempuan sebodoh kau ini. Tetapi
sekalipun bodoh, kau begitu molek. Tubuhmu begitu luar biasa, heh heh
heh…”
terpuji. Meskipun kata-kata itu kadang justru membuat dirinya makin dianiaya
Samsudin. Selain itu, Anisa juga membela dirinya dengan perbuatan sebagai
berikut.
badanku ke lantai. (N) Dari narasi tersebut dapat diketahui bahwa Anisa membela
Begitulah pembelaan Anisa, namun Samsudin tetap tak mau kalah. Samsudin
membanting Anisa ke lantai dari atas ranjang mereka. Itulah potret kekerasan
selama ini ia cintai: Lek Khudori. Kehidupan rumah tangga Anisa dengan lek-nya
Di antara rasa dan keindahan yang berlipat ganda itu, aku mendengaar mas
terpaksa melakukan hubungan suami istri, karena Khudori bersikap lembut dan
penuh kasih sayang, tidak seperti bersama Samsudin (ia merasa diperkosa).
menghadapi masalah pelik dalam rumah tangganya, membuat Anisa tak ingin
dengan ilmu yang merasuki otak. Membentuk pola pikir dan kepribadianku.
manajemen kata untuk menguasai massa, juga lobby dengan banyak orang
hingga beberapa teman mengira aku alergi terhadap laki-laki. Seperti Nina
forum mengenai laki-laki, lidahku menjadi pedas dan kata-kata yang ke luar
akan semakin pedas lagi dari yang dapat dikira. Jika terjadi debat kusir
seluruh anggota badanku, dari gerakan tangan atau tatapan mata akan ikut
perempuan. Belum apa-apa sudah melarang ini melarang itu, perintah sana,
perintah sini, seenaknya. Memangnya aku ini kacung?” Kata Nina sebal.
Dialog antara Anisa dan rekan organisasinya itu mengkritisi seorang laki-
laki yang suka mengatur dan itu sangat tidak disukai kaum hawa karena hal itu
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
a. Cerminan Masyarakat Dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban adalah
laki-laki sehingga anak perempuan tidak memiliki hak yang sama dengan anak
mempunyai momongan
b. Makna dan amanat yang dapat kita ambil untuk dijadikan sebagai penambahan
hari.Novel yang berlatar belakang agama ini banyak menampilkan kasus yang
sosialnya. Tidak hanya itu dalam novel inui juga ditonjolkan perbedaan yang
dilakukan terhadap laki-laki dan perempuan. Hal itu menyiratkan kita agar
manusia itu sama, yang membedakan hanya tingkah lakunya.Selain itu, dalam
membina rumah tangga, kita juga harus mengadakan suatu kesepakatan yang
disetujui kedua belah pihak, yaitu suami dan istri. Jika tidak adanya suatu
kesepakatan yang jelas, akan banyak perbedaan yang timbul dalam keluarga,
meskipun perbedaan itu memang selalu ada. Namun jika dapat mengantisipasi
membina keluarga.
c. Kehidupan sosial Anisa begitu bagus, luar biasa, utamanya dalam aksi
perempuan memiliki peran yang sama dalam hidup ini. Keduanya berhak atas
pendidikan yang sama, suara yang sama, kesempatan yang sama, dan
sebagainya. Novel ini sangat apik dan dapat menginspirsi kaum hawa untuk
emansipasi beliau tercermin dalam novel ini dan menyenangkan untuk dibaca.
DAFTAR PUSTAKA
UGM, 2005.
2001.
Intaran, 2008.
Ratna, Nyoman Kutha, Teori Metode Dan Teknik Penulisan Sastra. Yogyakarta,