KAJIAN TEORI
Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama- tama sebuah imitasi.
Sang seniman menciptakan sebuah dunia baru, merupakan proses penciptaan di dalam
semesta alam, bahkan menyempurnakannya. Sastra juga bisa dikatakan suatu luapan emosi
yang spontan. Sastra atau sebuah nama yang dengan alasan tertentu diberikan kepada
sejumlah hasil tertentu dalam suatu lingkungan kebudayaan agar mencerminkan kenyataan.
Aristoteles telah menerangkan bahwa seorang pengarang justru karna adanya daya cipta
bahwa seorang pengarang justru kmemiliki daya cipta artistik-nya dan mampu menampilkan
perbuatan manusia secara universal. Dikalangan mayarakat sastra dapat dipandang sebagai
suatu gejala sosial, sastra dapat ditulis pada kurun waktu tertentu dan langsung berkaitan
Secara etimologis ( menurut asal-usul kata) kesustraan berarti karangan yang indah.
“Sastra” (dari bahasa Sansekerta) atau sebuah cipta sastra yang indah, bukanlah karena
bahasanya yang beralun-alun dan penuh irama. Ia harus dilihat secara keseluruhan temanya,
amanatnya dan strukturnya. Pada nilai-nilai yang terkandung dalam cipta sastra itu. Ada
beberapa nilai yang harus dimiliki oleh sebuah cipta sastra. Nilai-nilai itu adalah : nilai-nilai
estetika, nilai-nilai moral dan nilai-nilai yang bersifat konsepsional. Ketiga nilai tersebut
sesungguhnya tidak dapat dipisahkan sama sekali. Sesuatu yang estetis adalah sesuatu yang
memiliki nilai-nilai moral. Ia adalah nilai- nilai yang berpangkal dari nilai-nilai tentang
kemanusiaan. Tentang nilai-nilai yang baik dan buruk yang universal. Demikian juga tentang
nilai-nilai yang bersifat konsepsional iru. Dasarnya adalah juga nilai tentang keindahan yang
manusia, perjuangannya kasih sayang dan kebencian, nafsu dan segala yang dialami manusia.
Dengan cipta sastra pengarang hendak menampilkan nilai-nilai yang lebih tinggi dan lebih
Sebuah cipta sastra yang baik, mengajak orang untuk merenungkan masalah-masalah
hidup yang sulit. Mengajak orang untuk merenung dan berpikir dengan sepenuh perhatian,
menyadarkan dan membebaskannya dari segala belenggu – belenggu pikiran jahat dan
keliru.
Teeuw dalam (kurniawan, 2012: 12) Sastra dalam sansekekerta yaitu sas- yang berarti
mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, atau intruksi. Dalam bahasa Indonesia, sastra
dikenal dengan istilah susastra, suku kata su- pada kata tersebut bermakna baik dan indah
atau dalam kata lain susastra dapat dimaknai sebagai alat untuk mengajarkan sesuatu yang
indah. Selain itu sastra juga mempunyai nilai seni atau mempunyai bakat dalam kesenian dan
imajinasi sebagai perwujudan dalam kehidupan manusia melalui bahasa sebagai ukuran dan
punya efek positif terhadap kehidupan manusia. Pengertian ini menegaskan hal lain dari
Dengan pengertian ini, tentu karya sastra sedekat apapun hubungannya dengan
realitas (intensitas alur, sudut pandang, latar peristiwa) harus dianggap sebagai karya
imajinasi. Mendekatkan realitas dengan sastra sah-sah saja, tapi membuat sastra sebagai fakta
Sebagai bagian dari masyarakat, manusia tidak terlepas dari realitas moral dan sosial
dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Damono (dalam Wiyatmi, 2006), karya sastra tidak
jatuh begitu saja dari langit, tetapi selalu ada hubungan antara sastrawan, sastra, dan
masyarakat. Dibandingkan dengan jenis karya sastra lainnya, novel merupakan suatu
karya sastra. Novel juga merupakan pengungkapan dari sebuah cerita kehidupan manusia
(dalam jangka yang telah panjang) dimana terjadi konflik yang akhirnya menyebabkan
manusia untuk menyesuaikan diri, dan usahanya untuk mengubah masyarakat tersebut.
Wujud kreatifitas seorang pengarang dapat digambarkan dengan sebuah tulisan seperti puisi,
cerpen atau bahkan novel. Tulisan itu dapat diwujudkan sebagai ungkapan yang ingin
disampaikan oleh seorang pengarang kepada orang lain. Tentunya hasil karya sastra
yang satu dengan yang lainnya mamiliki perbedaan, misalnya dalam karya sastra yang
berupa novel, dari segi isi, karya sastra ini lebih panjang daripada cerpen atau puisi.
memiliki karakter sehingga karya sastra juga menggambarkan kejiwaan. Dengan kenyataan
tersebut karya sastra selalu terlibat dalam segala aspek hidup dan kehidupan tidak terkecuali
aspek kejiwaan atau psikologi. Hal ini tidak terlepas dari pandangan dualisme yang
menyatakan bahwa manusia pada dasarnya terdiri atas jiwa dan raga. Oleh karena itu
penelitian yang menggunakan pendekatan psikologi pada karya sastra merupakan bentuk
Sastra dengan berbagai jenis karyanya telah dibaca oleh banyak orang. Keadaan membcanya
beragam, ada yang sering, ada yang sesekali. Peran karya sastra dalam tradisi umat manusia
memang sebuah lintasan pemikiran. Sajian alur dan penokohan didalam karya sastra mampu
membangun keyakinan atau mitos tertentu untuk dijadikan pelajaran. Misalnya cerita tentang
Malin Kundang, oleh masyarakat cerita ini dianggap sebagai sebuah kejadian nyata untuk
dijadikan pelajaran agar tidak durhaka kepada orang tua. Di sisi lain, karya sastra dianggap
keadaan kehidupan nyata. Anggapan kehidupan Buya Hamka sewaktu muda adalah seperti
Vanderwijk.
membentuk tanggapan penikmatnya, sehingga karya sastra bukan hanya sebuah benda yang
mati setelah ditulis, namun justru hidup setelah tulisan itu berakhir. Hidupnya sastra itu
berikut ini :
1. Fungsi Estetik
Karya sastra memiliki fungsi estetik yang artinya bahwa karya sastra memberikan
keindahan kepada pembacanya. Hal ini diungkap oleh Horace dalam Wellek dan Warren
bahwa karya sastra itu harus indah (dalam Wellek dan Warren 2014:23).
Dalam karya fiksi, keindahan terdapat pada ekspresi dan narasi yang dibangun
pengarang. Pembaca seakan berada di dalam alur cerita atau tempat peristiwa entah
2. Fungsi hiburan
Fenomena pemuatan karya sastra dikoran maupun di majalah tidak lain adalah
untuk memberikan hiburan kepada pembaca setia koran tersebut. Lewat keindahan
kata-kata di dalam puisi serta rangkaian alur yang menyentuh hati dalam karya
Berkaitan dengan hal itu, sastra itu berfungsi untuk menghibur (Poe dalam
Wellek dan Warren, 2014: 23). Dengan demikian, penciptaan karya sastra pada
dasarnya bukan hanya untuk tujuan mendidik saja, namun bertujuan untuk
menghibur pula.
3. Fungsi Ekspresi
Endapan pikiran dan perasaan yang kemudian dirangkai menjadi berbagai bentuk
karya sastra. Kegelisahan terhadap apa ysng terjadi di lingkungan masyrakatnya yang
kemudian di tuangkan dalam bentuk narasi yang puitis atau penuh pendapat seseorang
cinta. Ekspresi seperti ini lazim dilakukan oleh mudi-mudi dengan membuat puisi.
Selain itu, puisi juga kadang dijadikan sebagai ekspresi kritik sosial. Misalnya seperti
puisinya berjudul Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia yang mengeritik tentang
Dalam membagi karya sastra menjadi jenis-jenis tertentu, tentu saja hal ini akan
berkaitan erat dengan sejarah panjang kesustraan dunia. Dalam buku Wallek dan
yang terjadi tentang pembagian jenis karya sastra itu sendiri. Misalnya pendapat
Aristoteles dan Horace yang membagi jenis sastra menjadi tragedi dan epik. Namun
perkembangan teori modern hanya membaginya menjadi tiga, yakni fiksi, drama dan
mengenal karya sastra menjadi empat jenis, yakni puisi, cerpen, novel, dan drama.
menggolongkannya menjadi satu genre, yakni fiksi, sementara Esten dalam bukunya
Masih dalam bukunya, (Esten 2013:6). Oleh karena itu, genre sastra dikatagorikan
oleh Esten menjadi empat bagian, yakni puisi, cerita rekaan, esai dan kritik, dan
drama.
Sastra lisan adalah karya sastra yang menyebar dari mulut ke mulut. Umumnya
sastra lisan tumbuh dan berkembang pada saat lingkungan sastra peradaban budaya
sastra lisan ini terlihat pada karya puisi. Misalnya pantun, talibun, dan seloka. Adapun
dalam karya fiksi, kita mengenalnya melalui legenda, cerita rakyat, dan fabel.
Sifatnya yang menyebar dari mulut ke mulut ini, membuat sumber pengarangnya
Sastra tulis adalah sastra yang penyebarannya melalui media tertulis. Jenis sastra
inilah yang sampai sekarang bertahan. Dengan ditulisnya teks sastra, maka membuat
teks tersebut dapat dibaca secara berulang dalam jangka waktu yang panjang. Selama
bukti tertulisnya ada, maka karya itu akan terus ada. Hal ini berbeda dengan sastra
lisan, yang tentu saja akan hilang jika tidak diceritakan kembali. Selain itu,
dikumentasi situasinya pun jelas. Mulai dari nama pengarang, penerbit, dan tahun
Sastra cetak adalah karya sastra yang dicetak dalam bentuk buku. Sastra cetak ini
berkembang cukup pesat dan berperan penting dalam menyebarkan karya sastra di
tengah masyarakat. Umumnya dalam bentuk novel yang lebih laris dibandingkan
Van Der Wijk, Laskar Pelangi, Negeri 5 Menara, dan lain sebagainya yang dicetak
berulang-ulang.
Pada umumnya sifat dan fungsi sastra, tidak berubah sepanjang sejarah, sejauh
teoritikus fungsi sastra adalah untuk membebaskan pembaca dan penulisnya dari
imajenasi, dan emosi penulis yang mana kepuasannya hanya bisa terealisasikan
adalah (1) sebagai alat komunikasi; (2) sebagai alat penulis tradisi pelestarian budaya;
(3) sebagai pembentuk nilai humaniora; dan (4) sebagai pelipur lara.
Fungsi sastra yang pertama adalah sebagai alat komunikasi artinya didalam
sastra itu sendiri media utamanya dalam usaha penyampaian ide adalah bahasa,
dimana pada sebuah bahasa memiliki tujuan sebagai alat komunikasi, bertukar
pikiran, menyampaikan ide, informasi dan juga perasaan kita kepada orang lain.
Sesungguhnya inilah yang sedang dilakukan oleh sastra. Kalau musisi media
luapan perasaan musisi, lain halnya dengan sastrawan, mereka menyampaikan ide dan
Kedua, sastra fungsi sebagai alat penulis tradisi dan pelestarian budaya,
artinya peranan sastra dalam pelestarian sejarah yang ada di indonesia sangat
bagi perkembangan dunia sastra itu sendiri khususnya, umumnya untuk kemajuan
bangsa kita. Bisa kita bayangkan bagaimana jadinya kalau tidak ada sastra, maka
tatanan nilai, dan juga berbagai macam kejadian lainnya tidak bisa diketahui oleh
sastra itu sendiri sarat akan nilai-nilai kehidupan yang sengaja di ciptakan penulis
melalui tokoh, perwatakan tokoh, dan perilaku yang ditampilkan oleh tokoh dalam
sebuah cerita. Nilai-nilai yang terkandung dalam sastra meliputi berbagai hal mulai
dari nilai yang dianggap sesuai dengan harapan pembaca (nilai baik) atau bahkan
nilai-nilai yang dianggap tidak sesuai dengan harapan pembaca (nilai-nilai buruk).
Baik nilai baik maupun nilai buruk keduanya bisa diambil sisi positifnya untuk
dianggap sebagai penghibur. Bagi kalangan umum ketika seseorang membaca sastra
masing-masing memiliki tujuan dan maksud tertentu, sedangkan salah satu tujuan dari
membaca sastra pada taraf rendah adalah mencari hiburan. Walaupun kedudukan
pembaca pada level ini sekedar mencari hiburan tapi bukan berarti isi dan amanat
sastra tidak bisa ditangkap secara maksimal. Setidaknya dengan membaca sastra
waktu kita tidak terbuang sia-sia, pikiran kita bisa hidup, dan yang utama pembaca
bisa mendapatkan pengalaman baru sesuai dengan karya sastra yang kita baca.
Pada awal perkembangannya, pendekatan dalam kritik sastra ada dua macam, yaitu
terdapat dalam suatu karya sastra. Psikologi memasuki sastra melalui empat
jalan, yaitu: (1) pembahasan tentang proses penciptaan sastra, (2) pembahasan
psikologi yang dapat ditimba dari karya sastra, dan (4) pengaruh karya sastra
kata, Psychedan Logos.Kata psyche berarti “jiwa” dan “ruh”, dan kata logos
diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang jiwa atau sering disebut dengan istilah
merupakan ilmu yang mempelajari dan menyelidiki aktivitas dan tingkah laku
jiwanya.Jadi, jiwa manusia terdiri dari dua alam, yaitu alam sadar (kesadaran)
dan alam tak sadar (ketidaksadaran). Kedua alam tidak hanya saling
kejiwaan pengarang pada saat menciptakan karya sastra dan proses kejiwaan
dapat diamati tingkah laku tokoh-tokoh dalam sebuah karya sastra (novel). Apabila
tingkah laku tokoh-tokoh dalam novel sesuaidengan aspek kejiwaan manusia, hal
1985:66).
Ilmu psikologi digunakan sebagai salah satu kajian dalam menelaah karya
yang disadari maupun tidak disadari.Jadi jiwa manusia terdiri dari dua alam,
yaitu (1) alamsadar (kesadaran), dan (2) alam tak sadar (ketidaksadaran). Kedua
alam sadar : penyesuaian terhadap dunia luar, (2) alam tak sadar penyesuaian
terhadap dunia dalam. Batas antara kedua alam itu tidak tetap, melainkan dapat
berubah-ubah, artinya luas daerah kesadaran atau ketidaksadaran itu dapat bertambah
atau berkurang.
Konteks demikian dapat dapat diartikan bahwa sastra tak mampu melepaskan diri dari
aspek psikis. Jiwa pula yang berkecamuk dalam sastra. Pendek kata, memasuki sastra
akan terkait dengan psikologi sastra dalam penelitian sastra. Sastra adalah fenomena
yang tepat didekati secara psikologis. Seperti wawasan yang telah lama menjadi
pegangan umum dalam dunia sastra, psikologis sastra juga memandang bahwa sastra
psikologi dalam kritik sastra berawal dari semakin meluasnya teori psikoanalisis
Freud yang muncul pada tahun 1905, yang kemudian diikuti oleh murid-
cipta, rasa, dan karsa dalam berkarya. Begitu pula pembaca dalam menanggapi
Pengarang akan menangkap gejala jiwa kemudian diolah kedalm teks dan
dilengkapi dengan kejiwaannya. Proyeksi pengalaman sendiri dan pengalaman
hidup disekitar pengarang, akan terproyeksi secara imajiner kedalam teks sastra.
psikologi dapat diterapkan dalam analisis sastra. Penerapan prinsip psikologi dalam
(Allan A. Stone dan Sue Smart Stone, via Jatman, 1985: 170-171),
agaknya psikologi sendiri (sudah) pernah didaya gunakan sebagai sumber oleh para
bawah sadar. Bahkan sempat pula muncul gejala yang disebut sebagai “psikologisme”
dalam kesusastraan, dimana semua perwatakan tokoh coba dijelaskan dari sudut ilmu
adateori psikologi tertentu yang dianut pengarang secara sadar atau samar-samar
oleh pengarang, dan teori ini cocok untuk menjelaskan tokoh dan situasi cerita.Hal
ini penelaahan dapat menganalisis psikologi para tokoh melalui dialog dan
perilakuunya dengan menggunakan sumbangan pemikiran, hukum-hukum
psikologi dan aliran psikologi tertentu. Dengan demikian, apa yang dilakukan
para penelaah sastra dalam kajian ini lebih merupakan mencari kesejajaran
1. Pengertian Konflik
Dalam suatu kehidupan sosial, manusia tidak dapat melepaskan eksistensinya dari
jalinan hubungan dengan manusia lain. Suatu struktur sosial yang dibentuk oleh
kelompok masyarakat tertentu akan memberlakukan satu nilai sosial tertentu pula.
suatu ketegangan atau pertentangan didalam suatu cerita rekaan atau drama
(pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri suatu tokoh, pertentangan
antara dua tokoh, dan sebagainya).Konflik mengarah pada pengertian sesuatu yang
bersifat tidak menyenangkan yang terjadi dan dialami oleh tokoh -tokoh cerita yang
jika tokoh-tokoh itu mempunyai kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan
memilih peristiwa itu menimpa dirinya, sebagaimana diungkap oleh Meredith dan
pada pertentangan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi
dan aksi balasan. Dengan demikian konflik adalah sesuatu yang tidak menyenangkan
dan menyebabkan suatu aksi dan reaksi dari hal yang dipertentangkan tokoh dalam
suatu peristiwa
.
2. Wujud Konflik
(Nurgiyantoro, 1995: 61) membagi konflik dalam dua kategori yaitu konflik
fisik dan konflik batin, konflik internal dan eksternal. Konflik fisik melibatkan
aktivitas fisik, ada interaksi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang diluar
dirinya: tokoh lain atau lingkungan. Konflik batin adalah sesuatu yang terjadi
dalam batin, hati seorang tokoh. Kedua bentuk peristiwa tersebut saling
eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu diluar
internal pada umumnya dialami, (dan atau ditimpakan kepada) tokoh utama
cerita yaitu tokoh protagonis, sedangkan konflik eksternal juga dialami dan
disebabkan oleh adanya pertentangan antar tokoh atau antara tokoh protagonist dan
antagonis.
Konflik internal dan eksternal yang terdapat dalam sebuah fiksi dapat
terdiri dari bermacam-macam wujud, tingkat dan kefungsiannya. Konflik itu dapat
konflik utama, konflik sentral (central conflict), yang sendiri dapat berupa konflik
internal atau eksternal atau keduanya sekaligus. Konflik inilah yang merupakan inti
plot, inti struktur cerita dan sekaligus merupakan pusat pengembangan plot karya
banyak hal, menentukan kualitas, intensitas dan kemenarikan karya itu bahkan
tak berlebihan jika dikatakan bahwa menulis cerita sebenarnya tak lain adalah
protagonis secara langsung atau tidak langsung, bersifat fisik maupun batin. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa hubungan antar tokoh yang memiliki perbedaan
watak, sikap, kepentingan, cita-cita dan harapan menjadi penyebab konflik dalam
cerita.
macam, yaitu penyelesaian bahagia (happy end) dan penyelesaian sedih (sad
menunjukkan pada keadaan akhir sebuah karya fiksi yang memang sudah
selesai, cerita sudah habis sesuai dengan tuntutan logika cerita yang
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
Yogyakarta yang berjudul ”Konflik Psikologis Tokoh Naskah Drama Dor Karya Putu
yang dialami oleh tokoh . Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa konflik tokoh
terdiri atas konflik internal dan konflik eksternal. Konflik eksternal berpengaruh
pada psikis tokoh yang berakibat terjadinya konflik internal. Konflik internal
cara penetapan individuasi, balas dendam, dan kejujuran. Sedangkan konflik internal
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka yang berjudul ” Konflik Psikologis Tokoh Ben
Barata dalam Novel Dirty Little Secret Karya Aliazalea (Kajian Psikologis Sastra) ”.
Penelitian ini membahas tentang konflik yang dialami oleh tokoh. Hasil yang
diperoleh menyatakan bahwa konflik tokoh terdiri atas konflik internal dan
konflik eksternal. Konflik eksternal berpengaruh pada psikis tokoh yang berakibat
oleh adanya , status sosial, , dan kekecewaan. Konflik eksternal diselesaikan dengan
cara penetapan individuasi, minta maaf, dan kejujuran. Sedangkan konflik internal
tokoh meskipun cakupannya lebih luas. Sedangkan teori yang digunakan berbeda
dengan penelitian ini. Dalam skripsi yang ditulis oleh Septiana digunakan pendekatan
METODOLOGI PENELITIAN
A. Alur Penelitian
Alur penelitian ini digunakan pada penelitian kualitatif yaitu dengan teknik
kajian analisis isi, pengumpulan data dilakukan dengan data yang sudah
hasil dari penelitian yang sudah dilakukan, menarik kesimpulan, serta langkah
terakhir yaitu penulisan laporan. Untuk lebih jelas penelitian yang dilakukan
Melakukan penelitian
Dimulai dari membaca novelnya terlebih
dengan cara menganisis data
dahulu
Menarik kesimpulan
berupa studi pustaka. Tempat penelitian tidak terikat pada satu tempat karna
objek yang dikaji berupa naskah (teks) sastra, yaitu novel Dirty Little Secret
Karya AliaZalea. Penelitian ini tidak terpancang pada tempat dan waktu
sehingga penelitian ini dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Penelitian
sebuah analisis yang dinamis yang dapat terus dikembangkan. Adapun rincian
Kegiatan
1. Pengajuan
Judul
2. Pengajuan
Proposal
3. Seminar
Proposal
4. Pengumpulan
Data
Keabsahan
Data
Analisis Data
5. Penyusunan
Laporan
Penelitian
6. Seminar hasil
dan
Perbaikan
7. Ujian dan
perbaikan
C. Latar Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sikologi Tokoh Ben Barata, serta
kata tertulis atau lisan dari orang-orang danprilaku yang dapat diamati”. Penelitian
manusia sebagai alat penelitian, melakukan analisis data secara induktif, lebih
b. Prosedur Data
penelitian yang dilakukan dengan cara teratur dan bertujuan untuk menyelesaikan
sebuah penelitian. Agar penelitian yang dilakukan bisa sesuai dengan hasil dan
D. Peran Peneliti
seorang penelitilah yang akan merencanakan suatu kegiatan peneliti, peneliti juga
harus mempertanggung jawabkan keabsahan data-data yang sudah diperoleh. Data-
data tersebut harus bersumber atau dari sumber yang jelas, dari buku maupun jurnal
yang diperoleh .
penganalisis data, dan penghasil penelitian. Tanpa adanya peran peneliti, penelitian
yang akan dilakukan tidak akan berjalan dengan rencana sesuai yang diinginkan.
bandingkan data yang ada didalam novel yang digunakan sebagai referensi untuk
yang sejenis dalam suatu kategori, (3) penyajian data dengan tabulasi dan deskripsi,
a. Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian ini diperoleh melalui validitas dan reliabilitas data.
2006:164), yaitu mengamati data yang berupa unit-unit kata, kalimat, wacana, dialog,
monolog, interaksi antar tokoh, dan peristiwa dari berbagai data yang ditemukan
untuk mengamati seberapa jauh data tersebut dapat dimaknai sesuai dengan
konteksnya. Berbagai pustaka dan penelitian yang relevan juga dirujuk untuk
dengan pembacaan terhadap sumber data berupa novel secara berulang-ulang untuk
mendapatkan data dengan hasil yang sama. Selain itu penelitian ini juga
dengan teman sejawat yang dianggap memiliki kemampuan intelektual dan kapasitas
apresiasi sastra yang baik. Teman sejawat itu antara lain Dodi Probo Wibowo, dan
Jarot Waskito.