Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan hasil ekspresi dari seorang pengarang. Apa yang
dilihat dan dirasakan oleh pengarang, merupakan objek, ide yang diungkapakan
dalam sebuah karyanya. Pengungkapan ide-ide itu diwujudkan dalam berbagai
bentuk. Ada yang berbentuk puisi, drama, dan prosa. Karya sastra yang berbentuk
puisi merupakan media pengungkapan yang berisi ekspresi penyair tentang
penghayatan terhadap kehidupan yang ada di dunia ini. Karya sastra yang
berbentuk drama berupa rentetan kejadian dalam kehidupan manusia yang
berbentuk cerita yang dipertunjukkan di atas pentas. Karya sastra yang berbentuk
prosa yaitu karya sastra yang diuraikan dengan menggunakan bahasa bebas dan
panjang yang tidak terikat oleh aturan-aturan seperti dalam puisi. Jenis sastra
bentuk prosa terdiri dari novel, cerpen, dan roman. Semua bentuk karya sastra
tersebut menggunakan bahasa sebagai alat dalam mengungkapkan ide dari
seorang pengarang.
Karya sastra lahir dari hasil perpaduan antara realitas yang ada dengan
imajinasi pengarang itu sendiri. Hasil perpaduan tersebut telah diramu dengan
mempergunakan bahasa yang indah, dan mengandung makna yang utuh.
Keberadaan sebuah karya sastra menjadi sesuatu yang sangat diharapkan dalam
masyarakat. Oleh karena cerminan dari suatu masyarakat biasanya tersirat dalam
karya tersebut. Sebuah karya sastra dapat menjadi alat untuk mengisahkan
berbagai kehidupan manusia yang penuh dengan berbagai hal kepahitan,
kepalsuan, kesengsaraan, dan kebahagiaan.
1

2
Hakikat dari sebuah karya sastra adalah adanya beberapa aspek yang
membangun karya sastra tersebut secara utuh dan menyeluruh. Keseluruhan dari
aspek tersebut membungkus suatu makna totalitas yang utuh. Sedangkan hakikat
dari sebuah drama adalah suatu aksi atau perbuatan. Sedangkan dramatik adalah
jenis karangan yang dipertunjukkan dalam suatu tingkah laku, mimik, dan
perbuatan. Hakikat dari sebuah novel adalah adanya konflik yang dialami oleh
para tokoh yang berperan dalam cerita tersebut. Konflik tersebut dapat diketahui
dari berbagai kelakuan dan dialog yang dilakukan oleh tokoh cerita.
Dua hal utama yang terdapat dalam karya sastra adalah nilai dan
keindahan. Sastra selalu menyampaikan nilai atau makna kepada pembaca,
sedangkan

keindahannya

mengacu

kepada

keindahan

kehidupan

yang

digambarkan dalam karya sastra dan keindahan bahasa yang digunakan untuk
menyampaikan kehidupan tersebut.
Sastra jika ditinjau dari fungsinya dapat memberikan kepuasan dan
pendidikan bagi pembacanya. Jika diapresiasikan dengan baik , karya sastra dapat
menambah pengetahuan pembaca

tentang kehidupan

manusia, kebudayaan,

kesenian dan bahasa. Menurut George Lukas (dalam Priyatni Enda Tri 2010 : 12)
Sastra merupakan sebuah cerminan yang memberikan kepada kita sebuah
refleksi realitas yang lebih besar, lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih dinamik.
Drama

yang menceritakan kehidupan pelaku-pelakunya yang terjadi

secara kritis tetapi tidak sampai mengakibatkan perubahan nasib. Hal inilah yang
mendorong penulis untuk meneliti Tragedi Romeo Juliet. Tragedi Romeo Juliet
menceritakan kisah cinta abadi dan bertahan dari generasi ke generasi. Kedua

3
insan ini menjadi bukti kekuatan cinta, yang tak memandang kasta atau harta, pun
tak perduli pada harga diri. Cinta mendorong Romeo menjadi pemberani, dia tidak
takut mati. Cinta juga menuntun Romeo untuk berhati lembut, tak suka membalas
dendam. Cinta Romeo pada Juliet, menjadi peredam amuk, membuat tali
persaudaraan meski akhirnya mereka jadi korban. Hal ini dapat memberikan
gambaran tentang makna sebuah nilai pendidikan. Nilai pendidikan merupakan
batasan segala sesuatu yang mendidik ke arah kedewasaan, bersifat baik maupun
buruk sehingga berguna bagi kehidupan melalui proses pendidikan. Di sisi lain
juga memberikan gambaran bagaimana jika seseorang tidak menghormati
keberadaan satu dengan lainya, walaupun di antara mereka terdapat hubungan
kasih sayang.
Di samping hal tersebut di atas, masih banyak nilai yang bisa didapatkan
dalam karya sastra, misalnya nilai moral yang terkandung dalam karya sastra itu.
Karya sastra diciptakan oleh pengarangnya dengan perasaan tertentu. Perasaan
tersebut disampaikan pengarang kepada pembacanya dengan harapan pembaca
akan mendapat nilai-nilai tertentu setelah membaca karyanya. Oleh sebab itu
peneliti ingin memfokuskan diri pada nilai pendidikan dalam tragedi Romeo
Juliet, Karya William Shakespeare.
B. Batasan Masalah
Seperti yang dikemukakan

pada latar belakang masalah bahwa ada

beberapa nilai-nilai yang terdapat dalam tragedi Romeo Juliet seperti nilai
religius, nilai moral, nilai sosial, maka pada penelitian ini hanya didasarkan pada
nilai pendidikan.

4
C. Rumusan Masalah
Sesuai dengan batasan masalah, maka masalah penelitian dirmuskan
sebagai berikut ini bagaimanakah nilai-nilai pendidikan dalam drama Romeo
Juliet?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan

penelitiang

ingin

dicapai

dari

penelitian

ini

adalah,

mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam drama Romeo


dan Juliet Karya william shakespeare.
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk:
1. Sebagai bahan pelajaran bagi penulis sendiri untuk melaksanakan suatu
penelitian ilmiah.
2. Sebagai refrensi untuk penelitian pada aspek yang lain dalam karya sastra.
3. Memberikan informasi kepada pembaca sehubungan dengan nilai-nilai
pendidikan.
4. Sebagai masukan bagi masyarakat pentingnya nilai pendidikan dalam karya
sastra.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Karya Sastra

5
Pengetahuan manusia tentang sastra semakin berkembang seiring dengan
perkembangan zaman, sehingga tidak mengherankan lagi apabila banyak orang
memberikan pendapat yang berbeda-bada tentang karya sastra. Secara etimologis
(menurut asal usul) kesusastraan berasal dari kata susastra dengan mendapat
imbuhan ke-an. Su berarti baik, dan sastra berarti buku atau tulisan. Jadi
Susastra berarti tulisan yang baik dan indah. Husana (1986 : 4), Sastra adalah
karangan

atau

tulisan

yang

indah

bahasanya

yang

mencerminkan

keadaanmasyarakat dan jiwa yang memilikinya. Attar Semi (1993 : 8), Sastra
adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah
manusia dan kehidupannya dan menggunakan bahasa sebagai medianya.
Pendapat lain dikemukakan oleh Moha Junaedi (1990 : 5), Sastra adalah karya
yang imajinatif, sebagai karya imajinatif sastra tidak hanya membawa pesan bagi
pembacanya melainkan juga meninggalkan kesan.
Menurut Sumardjo dan Saini K.M (1994 : 3), mengemukakan bahwa ada 4
unsur yang membangun karya sastra yaitu : (1) Unsur isi, yaitu berupa pikiran,
perasaan, pengalaman, ide-ide, semangat, keyakinan, dan kepercayaan. (2) Unsur
ekspresi atau ungkapan, yaitu upaya mengeluarakan sesuatu dari dalam diri
manusia. (3) Unsur bentuk, yaitu wujud pengekspresian unsur isi, misalkan dalam
bentuk bahasa, gerak, warna, suara, atau bunyi-bunyian yang dapat berupa seni
sastra, seni tari, seni rupa, seni bangunan, seni musik dan lain-lain. (4) Unsur
bahasa, yaitu ciri khas pengungkapan bentuk dalam sastra karena berperan sebagai
bahan utama untuk mewujudkan ungkapan pribadi dalam suatu bentuk yang
indah.

6
Bertolak dari ke empat unsur batasan tersebut, sastra dapat diartikan
sebagai ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan,
ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang
membangkitkan pesona dengan menggunaka bahasa.
B. Fungsi karya sastra
Teks sastra tidak disusun khusus untuk tujuan komunikasi langsung atau
praktis. Sastra berfungsi memberikan kesenangan atau kenikmatan kepada
pembacanya. Dalam membaca sebuah karya sastra kadang-kadang muncul
ketegangan-ketegangan, sehingga ketegangan itulah kita peroleh kenikmatan
estetis yang aktif. Sastra juga berfungsi memberikan manfaat secara rohaniah.
Pembaca memperoleh wawasan yang dalam tentang masalah manusiawi, sosial,
maupun intelektual dengan cara yang khusus (Luxemberg, dkk dalam
Priyatni,1998: 21). Sedangkan menurut Herman J. Waluyo (2006: 21),
menyatakan bahwa sastra berfungsi sebagai wahana katarsis, yaitu pencerahan
jiwa atau penyadaran jiwa terhadap lingkungan masyarakat atau terhadap
keterbatasan individu yang seringkali melabrak posisi Tuhan.
Sastra berfungsi sebagai alat kritik sosial. Sastra digunakan untuk
menyampaikan pesan tentang kebenaran, tentang sesuatu yang baik dan yang
buruk. Penyair mengamati kehidupan di sekitarnya, menangkap maknanya,
kemudian menyampaikan pesan dengan kritik halus kepada para pemimpin untuk
lebih memperhatikan rakyat kecil, untuk tidak memperkaya diri sendiri atau
golongannya. Sastra juga berfungsi sebagai media perlawanan terhadap slogan
omong-kosong tentang sosial kemasyarakatan (Wachid dalam Wikipedia 2009:
24).

7
Sebagai media kritik sosial, sastra juga berfungsi sebagai pembaharu.
Artinya sastra adalah ruang yang dinamis yang terus bergerak. Akan ada sesuatu
yang baru dalam dunia kesastraan. Pendapat yang baru merupakan penyusunan
kembali pendapat lama. Kadang-kadang menjadi inspirasi tiada tara. Keadaan
yang dinamis ini tentunya tidak akan menciptakan kondisi yang mengada
saja,tetapi sastra itu bergerak dan berpikir, maka polemik dan kritik adalah hal
yang biasa dalam dunia sastra (Wikipedia dalam Priyatni, 2009: 24).
Dalam kehidupan sehari-hari sastra berfungsi sebagai alat komunikasi
yaitu untuk menyatakan perasaan cinta, benci, atau marah. Sastra sebagai media
komunikasi melibatkan tiga komponen, yaitu pengarang sebagai pengirim pesan,
yaitu pembaca karya sastra

atau pembaca yang dalam teks sastra yang

dibayangkan oleh pengarang (Budianita, dkk dalam Priyatni, 2002: 24).


Fungsi sastra dari waktu ke waktu mengalami evolusi, sesuai dengan
kondisi dan kepentingan masyarakat pendukungnya. Sastra lama seperti pantun,
gurindam pada awalnya berfungsi sebagai bagian dari ritual, misalnya
mengantarkan pengantin atau dipakai dalam acara acara adat, tetapi kini fungsi
sastra semakin beragam.
Dalam kehidupan masyarakat, sastra memiliki beberapa fungsi sebagai
berikut :
1. Fungsi rekreatif, yaitu sastra dapat memberikan hiburan yang menyenangkan
bagi penikmat atau pembacanya.
2. Fungsi didaktif, yaitu sastra mampu mengarahkan atau mendidik pembacanya
karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung di didalamnya.
3. Fungsi
estetis,
yaitu
sastra
mampu
memberikan
keindahan
penikmat/pembacanya karena sifat keindahanya.

8
4. Fungsi moralitas, yaitu sastra mampu memberikan pengetahuan kepada
pembaca/ penikmatnya sehingga tahu moral yang baik dan buruk, karena
sastra yang baik selalu mengandung moral yang tinggi.
5. Fungsi religius, yaitu sastra menghadirkan karya-karya yang mengandung
ajaran agama yang dapat diteladani para penikmat/pembaca sastra.
C. Jenis-Jenis Karya Sastra
Jenis-jenis karya sastra terdiri atas dua bagian yaitu (1) karya sastra fiksi,
(2) karya sastra non fiksi. Kedua karya sastra tersebut mempunyai estetika seni
yaitu adanya keutuhan, harmoni. Karya sastra fiksi cenderung imajinatif,
sedangkan karya sastra non fiksi cenderung berupa fakta, dan bahasa yang
digunakan adalah bahasa ilmiah.
Jenis-jenis karya sastra non fiksi yaitu, essai, kritik, biografi, autobiografi,
sejarah, catatan-catatan harian, dan surat-surat. Sedangkan jenis karya sastra fiksi
yaitu : prosa, puisi, dan drama. Perbedaan ini lebih di dasari oleh sifat khayali
sastra, adanya nilai-nilai seni, dan adanya cara penggunaan bahasa secara khas.
Perbedaan tersebut didasarkan pada bentuk lahir dan bentuk penyampaiannya.
Menurut Suroto (1990 : 3), Karangan prosa adalah karangan yang bersifat
menerangkan secara jelas atau terurai mengenai suatu masalah atau hal yang
mengenai peristiwa dan lain-lain.
Dengan demikian jelas tidak bisa singkat karena harus menerangkan
secara jelas akan sesuatu sehingga kejelasan makna atau isi yang hendak
disampaikan sangat bergantung pada kejelasan kalimat yang dipergunakannya.
Sedangkan bentuk puisi berupa rangkaian kata yang sangat padu. Oleh sebab itu,
kejadian sebuah puisi sangat bergantung pada ketepatan penggunaan kata serta
kepaduan yang membentuknya.

9
Berbeda dengan drama yang berwujud kalimat-kalimat tetapi tersusun
secara dialogal. Sudah tentu bahwa kejelasan isi yang hendak disampaikan harus
dicari dari hubungan dialog-dialognya. Sebab sebuah drama pada hakikatnya
hanya terdiri atas dialog. Dalam drama ada petunjuk pementasan, namun petunjuk
pementasan ini sebenarnya hanya dijadikan pedoman oleh sutradara dan para
pemain. Oleh karena itu dialogal para tokoh dalam drama disebut sebagai teks
utama dan petunjuk lakuannya disebut teks sampingan Soemanto ( dalam Priyatni
2010 : 183).
D. Pengertian Drama Tragedi
Sebutan drama sebenarnya tidak jauh berbeda dengan karya fiksi.
Kesamaan itu berkaitan dengan aspek kesastraan yang terkandung di
dalamnya. Namun, ada perbedaan

esensial yang membedakan antara

drama dengan karya fiksi adalah tujuan utama penulisan naskah drama
yang bertujuan untuk dipentaskan. Atar Semi (1998 : 182), menyatakan
bahwa drama adalah cerita atu tiruan perilaku manusia yang dipentaskan.
Istilah drama berasal dari bahasa Yunani berarti gerak, jadi dapat
digunakan bahwa drama adalah sastra yang dinyatakan dengan gerak.
Drama itu termasuk salah satu bentuk dari kesusastraan sebab drama juga
memakai seni berbahasa. Dalam sebuah drama yang memegang peranan
pokok ialah sutradara yaitu orang yang mengatur suatu pementasan drama.
Selain itu suatu drama didasari atas percakapan antara para pemain pentas
(dialog), mimik, isyarat dan gerak gerik badan lainnya.

10
Dalam sebuah drama dapat memberikan sebuah penafsiran yaitu,
sutradara dan para pemain menafsirkan teks, sedangakan para penonton
menafsirkan versi yang telah ditafsirkan oleh para pemain. Pembaca yang
membaca teks drama tanpa menyaksikan pementasannya mau tidak mau
membayangkan jalur peristiwa di atas panggung. Pengarang drama pada
prinsipnya memperhitungkan kesempatan ataupun pembatasan khas,
akibat pementasan. Maka dari itu teks drama berkiblat pada pementasan
Luxemburg (dalam Priyatni, 2006:44).
Menurut isinya drama dapat dibagi atas :
1. Tragedi adalah lukisan drama yang sedih. Pelakunya tak putus-putusnya
dirundung malang, betapapun dia berdaya upaya melawan dan
menggelakkan nasibnya yang buruk itu (pelaku utamanya menderita
kesengsaraan lahir dan batin yang luar biasa atau sampai meninggal.
2. Komedi adalah drama yang lucu berupa penggeli hati. Biasanya berupa
sindiran terhadap orang-orang atau suatu kelakuan pelaku yang dilebihlebihkan. Temannya diambil dari kejadian yang terdapat dalam
masyarakat.
3. Tragedi komedi adalah drama yang penuh dengan kesedihan tetapi
disamping itu kita jumpai juga hal-hal yang lucu atau menggembirakan
hati kita.
4. Lelucon adalah drama yang lucu yang menimbulkan tawa penonton.
Isinya sering dangakal tidak terlalu dipentingkan. Tujuan utamanya
hanya untuk menghibur penonton.
Menurut masanya drama (terdapat

dalam

redaksi.blogspot.com/) dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu :


1. Drama baru/drama moderen

situs

http://bin-

11
Drama baru adalah drama yang memiliki tujuan untuk memberikan
pendidikan kepada masyarakat yang umumnya bertema kehidupan
manusia sehari-hari.
2. Drama lama/drama klasik
Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan
tentang kesaktian, kehidupan istana atau kerajaan, kehidupan dewadewi, kejadian luar biasa, dan lain sebagainya.
E. Unsur-unsur pembentuk Drama Tragedi
Menurut Surana (1982 : 23), mengemuakan bahwa ada dua unsur
yang membentuk sebuah karya sastra yang berbentuk prosa, yaitu unsur
ekstrinsik dan unsur intrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur luar serta
yang ikut mempengaruhi terciptanya karya sastra seperti : faktor sosial
ekonomi, faktor sosial politik, keagamaan, dan tata nilai yang dianut
masyarakat. Unsur intrinsik yaitu unsur yang membangun karya sastra dari
dalam, seperti : tema, petunjuk lakuan, babak dan adegan, latar, alur/plot,
sudut pandang, tokoh, watak dan perwatakan, dialog, dan amanat. Secara
terinci unsur intrinsik akan diuraikan sebagai berikut :
1. Tema
Tema adalah inti

persoalan yang ada dalam karangan. Menurut

Haryawan ( dalam Wiyatmi, 2006: 49), tema merupakan rumusan intisari


cerita sebagai landasan dalam menentukan arah tujuan cerita. Tema tidak
hanya disampaikan begitu saja akan tetapi disampaikan melalui sebuah
jalinan cerita, pengarang ingin mengungkapakan suatu gagasan. Gagasan, ide,
atau pikiran utama yang mendasari sebuah cerita itulah yang disebut tema.

12
Pembaca dapat menemukan tema sebuah cerita apabila ia telah membaca dan
menafsirkannya.
2. Petunjuk lakuan
Bagian lain yang ada dalam naskah drama adalah petunjuk lakuan,
yaitu bagian yang memberikan penjelasan kepada pembaca atau kru
pementasan mengenai keadaan, suasana, peristiwa, perbuatan, dan sifat tokoh.
Bagian naskah lainnya adalah prolog, yaitu bagian naskah yang ditulis
pengarang pada bagian awal, yang merupakan pengantar naskah yang dapat
berisi satu atau beberapa keterangan atau pendapat pengarang tentang cerita
yang akan disajikan. Keterangan itu dapat mengenai masalah, gagasan, pesan,
jalan cerita, latar belakang cerita, tokoh cerita, dan lain-lain yang dapat
diharapkan dapat membantu pembaca memahami, mengahayati, dan
menikmati cerita.
Selain itu, bagian lain dari drama yaitu epilog. Epilog berisi
kesimpulan pengarang mengenai cerita. baik prolog maupun epilog dalam
naskah drama sekarang sudah jarang sekali disertakan oleh pengarang.
Pengarang masa kini lebih memberi kebebasan kepada pembaca atau
penonton hingga mereka merasa tidak perlu menyertakan pendapat, sikap,
kesimpulan pengarang tentang karyanya.
3. Babak dan adegan
Sebuah naskah drama kebanyakan dibagi dalam beberapa babak.
Pembagian ke dalam babak itu dilakukan dengan seksama oleh pengarang,
atas pertimbangan yang matang, yakni didorong oleh kebutuhan yang nyata.
Kebutuhan yang berhubungan dengan pementasan diakibatan kerena
peristiwa yang dilukiskan tidak selamanya terjadi di satu tempat dan dalam
waktu yang bersamaan. Itu berarti pada awal pementasan harus mengubah

13
dan mempersiapkan berbagai peralatan yang dapat menggambarkan tempat
dan waktu peristiwa. Jadi, satu babak dalam naska drma adalah bagian dari
naskah drama itu yang merangkum semua peristiwa yang terjadi di suatu
tempat dan pada waktu tertentu.
4. Latar
Latar atau setting diartikan juga sebagai landasan sebuah cerita. Latar
dalam cerita berkenaan dengan tempat atau ruang dan waktu yang tergambar
dalam sebuah cerita. secara terperinci latar meliputi penggambaran lokasi
geokrafis, termasuk topografi, pemandangan sampai kepada perincian
perlengkapan sebuah ruangan, pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para
tokoh, waktu berlakunya kejadian, masa sejarahnya, musim terjadinya,
lingkungan agama, moral,intelektual, dan sosial para tokohnya.
Sebuah cerita akan senantiasa berlangsung pada ruang dan waktu
tertentu. Ruang dapat berwujud empat tinggal, desa, kota atau wilayah yang
lebih luas. Waktu dapat berwujud siang atau malam, hari, bulan atau pun
tahun. Pemilihan dan waktu tempat berlangsungnya cerita ada kaitanya
dengan pemilihan topik, tema, atau suasana cerita. dengan demikian latar
yang tepat akan memperkuat karakter para tokoh dan menghidupkan alur
sehingga terbentuk suatu cerita yang unik dan menarik.
5. Alur/plot
Alur merupakan kerangka dasar yang amat penting. Alur juga
mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain,
bagaimana suatu peristiwa mempunyai hubungan dengan peristiwa lain,
bagaimana pula tokoh digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu yang
semuanya terikat dalam suatu kesatuan waktu. Alur merupakan tulang
punggung suatu cerita yang menuntun kita dalam memahami keseluruhan

14
cerita dengan segala sebab akibat di dalamnya. Bila ada yang terlepas dari
pengamatan tentu kita tidakdapat memahamikemunculan peristiwa atau
kejadian yang lain.
6. Sudut pandang
Sudut pandang atau pengisahan (point of view) digunakan pengarang
dalam menciptakan cerita agar memiliki satu kesatuan. Oleh karena itu, sudut
pandang pada dasrnya adalah visi seorang pengarang. Artinya, apa yang
tergambar dalam cerita merupakan tafsiran pengarang.
Sudut pandang adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam sebuah
cerita. dengan kata lain posisi pengarang menempatkan dirinya dalam cerita
tersebut. apakah ia ikut terlibat dalam cerita itu atau hanya sebagai pengamat
yang berdiri di luar cerita.
Secara garis besar, sudut pandang di bedakan menjadi dua yakni :
sudut pandang orang pertama yang disebut dengan akuan, dan sudut pandang
orang ketiga yang disebut dengan insider atau outsider. Disamping itu ada
juga cerita yang menggunakan sudut pandang campuran, yaitu sudut pandang
orang pertama dan sudut pandang orang ketiga.
Kalau kita menghayati cerita-cerita fiksi dengan seksama akan ditemui
tiga cara pengisahan yaitu :
a. Pengarang di luar cerita. Dia bertindak seolah-olah seorang tukang potret.
Dia mengisahkan sesuatu yang ia ketahui di luar dirinya. Pelaku cerita
yang ada disebut namanya ada juga yang digelari dengan kata ganti orang
ketiga orang ketiga tunggal, ia atau nya. Cara pengisahan ini dikenal
dengan istilah Author ominiscient.
b. Pengarang terlibat dalam pengisahan. Keterlibatannya ini kadang-kadang
sebagai pencitraan dan sering pula sebagai pelaku, pelaku yang berkisah.
Dalam pengisahan pengarang biasa menggunakan kata ganti orang

15
pertama tunggal. Aku atau ku kalau penggunaan kata aku tidak menunjuk
kepada salah satu nama pelaku berarti pengaranglah dalam hal ini yang
bertindak sebagai penceritra sebagai pengisah.
c. Pengarang sebagai tokoh bawahan. Di sini pengarang ikut melibatkan diri
dalam cerita akan tetapinia mengangkat tokoh utama. Dalam posisi yang
demikian itu sering disebut sudut pandang orang pertama pasif. Kata aku
masuk dalam cerita tersebut, tetapi sebenarnya ia ingin menceritakan tokoh
utamanya.
7. Tokoh, dan Perwatakan
Seperti yang diketahui bahwa tokoh merupakan motor penggerak alur.
Tokoh dalam drama mengacu pada watak (sifat-sifat pribadi seorang pelaku
mengacu pada peran yang bertindak atau berbicara dalam hubungannya
dengan alur peristiwa. Cara mengemukakan watak di dalam drama lebih
banyak bersifat tidak langsung, tetapi melalui dialog dan lakuannya. Hal ini
bebbeda dengan yang terjadi dalam novel, watak tokoh cenderung
disampaikan secara lngsung. Dalam drama, watak pelaku dapat diketahui dapi
perbuatan dan tindakan yang mereka lakukan, dan reaksi mereka terhadap
situasi tetentu terutama situasi-situasi yang kritis, dan bagaimana sikap
mereka menghadapi situasi atau peristiwa atau watak tokoh lain Brahim
( dalam Wiyatmi, 2006 : 50).
Seperti yang ada dalam teori fiksi, tokoh dalam drama juga perlu
dipahami dengan tiga cara, yaitu dimensi fisiologis, sosiologis, dan
psikologis. Dimensi fisiologis meliputi usia, jenis kelamin, keadaan tubuh,
dan ciri-ciri muka. Dimensi sosiologis meliputi status sosial, pekerjaan,
jabatan,

peranan

di

dalam

masyarakat,

agama,

pandangan

hidup,

16
ideologi,keturunan, dan sebagainya. Sedangkan dimensi psikolgis meliputi
mentalitas, ukuran moral, keinginan dan perasaan pribadi, sikap dan
kelakuan, serta intelektualitasnya (IQ).
8. Dialog
Pada prinsipnya sebuah drama itu merupakan rangkaian dialog.
Dialog yang mengambil hampir seluruh waktu pertunjukan. Dialog atau
percakapan dalam drama juga tidak sama dengan yang terjadi dalam
kehidupan nyata. Dialog para tokoh dalam drama disebut sebagai teks utama
(hauptex) dan petunjuk lakuannya disebut teks sampingan (nebentext)
(Soemanto dalam Priyatni, 2010 : 222). Dialog dalam drama harus memenuhi
dua hal, yaitu (1) harus mempertinggi nilai gerak; seorang dramawan harus
membuat dialonya menarik, dan membuatnya baik dan wajar. Dialog harus
mencerminkan apa yang telah terjadi dan pikiran serta perasaan para tokoh;
(2) harus baik dan bernilai tinggi. Maksudnya harus terarah dan teratur
daripada percakapan sehati-hari. Tidak boleh ada kata-katayang tidak perlu,
harus berbicara jelas, dan menuju sasaran yang tepat.
Adapun fungsi dialog dalam drama adalah sebagai berikut :
1. Merupakan wadah penyampaian informasi kepada penonton.
2. Menjelaskan fakta atau ide-ide.
3. Menjelaskan watak dan perasaan pemain.dengan adanya dialog maka
4.
5.
6.
9.

tergambar bagaimana watak atau sikap, atau perasaan pemain.


Memberikan tuntunan alur kepada penonton.
Menggambarkan tema dan gagasan pengarang.
Mengatur suasana dan tempo permainan.
Amanat/pesan
Amanat adalah pemecahan persoalan biasanya berisi pandangan

pengarang tentang bagaimana sikap kita jika menghadapi persoalan tersebut.

17
Dalam sebuah cerita biasanya pesan yang ingin disampaikan pengarang tidak
langsung tertulis tetapi biasanya peannya tersirat.
Amanat dapat berwujud larangan, anjuran, dan gagasan. Perintah
hendaknya diungkapakan dengan kalimat perintah, larangan diwujudkan
dalam kalimat yang mengandung larangan, dan gagasan diungkapakan
dengan kalimat yang mengandung gagasan. Fungsi amanat adalah berisi
nasehat, maka dalam mengungkapakannya dinyatakan secara eksplisit (tegas).
Implisit jika jalan keluar atau ajaran moral itu tersirat di dalam tingkah laku
tokoh. Eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan
seruan, sasaran, peringatan, anjuran, larangan,berkenaan dengan gagasan
yang mendasari cerita itu.
F. Nilai-Nilai Yang Terkandung Dalam Karya Sastra
Karya sastra diciptakan secara sadar oleh pengarangnya dengan pesan
tertentu. Pesan tersebut disampaikan pengarang kepada pembaca dengan
harapan pembaca akan mendapatkan nilai-nilai tertentu setelah membaca
karya sastra (terdapat dalam situs: http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/),
diantaranya sebagai berikut:
1. Nilai hedonik (hedonic value), yaitu nilai yan dapat memberikan
kesenangan secara langsung kepada pembaca.
2. Nilai artistik (artistic value), yaitu nilai yang dapat memanifestasikan suatu
seni atau keterampilan dalam melakukan suatu pekerjaan.
3. Nilai kultural (cultural value), yaitu nilai yang dapat memberikan atau
mengandung hubungan yang mendalam dengan suatu masyarakat,
peradaban, atau kebudayaan.

18
4. Nilai etis, moral, agama (ethical, moral, religius value), yaitu nilai yang
dapat memberikan atau memancarkan petuah atau ajaran yang berkaitan
dengan etika, moral, atau agama.
5. Nilai praktis (praktical value), yaitu nilai yang mengandung hal-hal praktis
yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Munculnya nilai-nilai dalam sebuah karya sastra disebkan oleh
beberapa hal yaitu :
1. Perilaku hedonis, yaitu perilaku awal yang pra-simbolik, diperantai oleh
pengalaman tentang nilai kenikmatan dan kesenangan.
2. Perilaku konatif, yaitu perilaku pra-simbolik
kecenderungan-kecenderungan

tanggapan

diperantai

oleh

motorik-emosional

tak

terungakapkan/tersembunyi yang memuat tujuan secara tersirat.


3. Perilaku volisional, yaitu perilaku yang disadari mengejar objek-objek
bernilai yang dikenali atau bisa dikenali, atau tindakan-tindakan secara
gamlang menampakkan tujuan.
4. Perilaku normatif, yaitu perilaku yang disadari dalam mengejar prinsipprinsip nilai abstrak.
Adapun nilai-nilai yang dapat diperoleh setelah membaca karya sastra
diantaranya sebagai berikut:
1. Nilai religius dan keagamaan
Perjalanan religiustas tokoh-tokoh dalam cerita dapat menjadi
inspirasi keagamaan bagi pembacaya. Karya sastra yang memberikan
nilai-nilai religius dan keagamaanya banyak dijumpai dalam puisi-puisi
Abdul Hadi W.M dan M.H Ainun Najib. Dalam prosa, nilai religius dan
keagamaan dapat dijumpai pada karya-karya A. A Navis. Salah satunya
adalah cerpen Robohnya Sarau Kami.

19
2. Nilai kritik sosial
Hampir setiap karya sastra mngandung nilai-nilai kritik sosial
dengan intensitas yang berbeda-beda. Kritik sosial tersebut biasanya
muncul dari pandangan pengarangnya tentang kondisi sosial di
lingkungan sekitarnya. Seno Gemuri Adjidarma dikenal sebagai
sastrawan yang sering memasukkan nilai-nilai kritik sosial dalam
karyanya.
3. Nilai keindahan
Karya sastra merupakan karya fiksi yang disajikan dengan bahasa
yang indah. Keindahan dari segi bahasa ini, lebih muda ditemukan dalam
karya sastra sejenis puisi. Bahasa kiasan digunakan dalam penulisan puisi
untuk menyampaikan gagasan pengarang sehingga pembaca dapat
menikmati keindahan bahasa tersebut saat membaca karyanya.
4. Nilai budaya
Latar yang disajikan dalam karya sastra memberikan nilai-nilai
budaya pada pembacanya. Misalnya, kebudayaan masyarakat di Jawa
tergambar dalam novel para Priyayi karya Umar Kayam. Selain itu,
kebudayaan masyarakat di luar negeri pun akan diperoleh dengan
membaca karya-karya terjemahan.
5. Nilai moral
Nilai moral biasanya disampaikan pengarang melalui sikap dan
tingkahlaku tokoh-tokohnya. Nilai moral tersebut diharapkan dapat
memberikan gambaran kepada pembacanya mengenai sesuatu yang baik
dan buruk, sehingga pembaca dalam kehidupannya dapat menentukan
mana yang baik dan mana yang buruk.
6. Nilai Pendidikan
Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang menyuguhkan
nilai pendidikan dalam ceritanya. Nilai pendidikan tersebut secara sadar

20
maupun tidak dituliskan pengarang sebagai contoh yang baik dengan
harapan pembaca akan meniruhnya. Dengan demikian, karya sastra
tersebut dapat dikatakan sebagai guru bagi pembacanya. Karya sastra
untuk anak-anak pada umumnya menyampaikan nilai-nilai pendidikan,
seperti mengajarkan pada anak-anak untuk rajin belajar, rajin menabung,
dan saling menolong.
Nilai- nilai tersebut

dapat ditemukan setelah membaca karya

sastra. Dari setiap karya sastra yang dibaca, akan didapatkan hal-hal yang
hanya menarik, tetapi juga mendidik sehingga pembaca dapat belajar
dengan memahami nilai-nilai tersebut juga pembaca dapat menjalani
hidup lebih baik lagi. Semakin banyak karya sastra yang dibaca, berarti
semakin banyak pula nilai-nilai kehidupan yang akan didaptakan.
G. Nilai Pendidikan dalam Karya Sastra
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu nilai yang
dapat ditemukan dalam karya sastra adalah nilai pendidikan. Nilai pendidikan
tersebut secara sadar maupun tidak, dituliskan pengarang sebagai contoh yang
baik dengan harapan pembaca akan meniruhnya. Dengan demikian, karya
sastra tersebut dapat dikatakan sebagai guru bagi pembacanya. Nilai
pendidikan dalam karya sastra dapat mengajak kita untuk mengetahui dan
membedakan baik buruknya sesuatu dalam kehidupan.
Nilai pendidikan tersebut mampu melahirkan

pengalaman-

pengalaman dan menghasilkan tindakan belajar. Proses belajar itu sendiri


biasanya melahirkan kegiatan-kegiatan psikologis yang digeneralisasikan
antara orang-orang dengan kesenangan dimana orang menjadi penguat kedua
atau menjadi objek nilai yang diasosisikan.

21
Nilai pendidikan dapat membrikan teladan untuk mendorong orang
berbuat baik ,seperti yang terdapat dalam drama Romeo dan Juliet kehidupan
di dunia membutuhkan kehadiran cinta, agar manusia saling berbagi kasih
dengan sesama, menghindarkan dendam antarmanusia, mendorog manusia
berlaku bijak dan adil agar manusia tetap terjaga.Contoh kejahatan dalam
kisah ini dimaksudkan untuk menghindarkan manusia agar tidak melakukan
kejahatan. Kisah ini juga membrikan gambaran bahwa untuk mencapai
sebuah tujuan yang baik harus harus meghadapi barbagai kesulitan.
Nilai pendidikan yang menyuguhkan nilai-nilai yang baik bagi
pembacanya ,Romeo dan Juliet sejak kecil mereka diperhatikan oleh
keluarganya,bahkan dididik dengan baik sebab mereka barasal dari keluarga
yang terharmat.Berikut kutipanya.
Sebagaimana Romeo, gadis itu,Rosalina, juga berasal dari lingkungan
terhormat dirawat dengan ajaran kebajikan, menimbah ilmu kbijaksanaan di
sekalah dengan bimbingan seorang guru ysng termasyhur. (RJ,2010:11)
Kesedihan yang menyiksa pikiran bukan milikmu seorang,sebab
ketika engkau mengalami penderitaan, maka aku juga ikut merasakan.
Walaupun aku tidak mampu menggurangi kesedihan yang mengintai di balik
sisi kebahagiaanmu. Namun segalah kesedihan itu bisa di lewatkan jika kita
saling berbagi rasa. (RJ,2010:48)
Uluran tangan tuan Capulet disambuat Tuan Montague. Keduanya
bersalaman! Yang hadir bertepuk tangan. Kejadiaan amat langkah tetapi
sangat diharapkan oleh semua penghuni Verona telah berlangsung.Tuan
Montague runtuh keangkuhanya, demikian juga tuan Capulet.mereka menjadi
sahabat kembali. (RJ, 2010: 182).

22
H. Sinopsis Drama Tragedi Romeo dan Juliet
Drama Romeo dan Juliet ini mengisahkan pada zaman dahulu ada
dua orang bangsawan yang sama-sama terpandang. Mereka dinaungi
keberuntungan melebihi orang lain dikaruniai dengan kemakmuran,berasal
dari keturunan yang terhormat, menyukai orang kebanyakan,mencintai apa
yang disukai pangeran.Sayangnya keduabelah pihak menjadi tidak berbahagia
ketika nasib membuat mereka saling berselisih.Mereka mempunyai kekuatan
seimbang dan dihormati oleh seluruh penduduk.
Salah satu bangsawan itu bernama Capulet, dan bangsawan yang
satunya bernama Montague. Persamaan kedudukan mereka menimbulkan
warna warna keruh, memperkuat akar dendam dan kedengkian,memunculkan
kebencian hitam dan pertikaian.
Kedua bangsawan itu mempunyai anak dimana bangsawan Capulet
memiliki seorang puteri yang cantik yang bernama Juliet dan bangsawan
Montague memiliki seorang putra yang bernama Romeo dan tanpa disadari
Romeo dan Juliet saling jatuh cinta.Juliet pun sempat bertanya,mengapa
Romeo berasal dari keluarga Montague bukan berasal dari keluarga
Capulet.Tapi buru buru urusan nama ini hilang tak berbekas,karena cinta telah
memilihkan mereka nama tersendiri.Cinta telah menganugrahi mereka nama
keindahan dan ketulusan.Ketulusan cinta Romeo dan Juliet dianggap oleh
mereka

yang

jiwanya

kering

dan

jauh

dari

cinta

sebagai

pembangkangan,sebuah pergerakan perlawana yang dilaksanakan oleh


teroris.Mereka yang tidak memahami cinta akan menganggap cinta dapat

23
dibatasi oleh asal usul atau keturunan mereka dalam kisah ini diwakili oleh
warga Capulet,pada dasarnya ingin menundukan cinta dalam penjara penjara
tadisi yang mereka bangun dan banggakan.
Memang setelah menemukan cinta,Romeo memiliki keberanian untuk
menentang tradisi,menerobos mitos tabu,bahkan menjadi pelopor gerakan anti
diskriminasi,anti kekerasan.Ia meletakan nilai kemanusiaan lebih tinngi dari
sekedar asal usul atau keturunan,primordialisme dan sejenisnya.Dan ia pun
dengan gagah berani menghadapi tantangan. Atas nama cinta Romeo rela
diasingkan.Juga atas nama cinta Romeo tabah dianggap teroris oleh keluarga
Capulet. Ia tidak bergeming bahkan tetap memperjuangkan apa yang diyakini
sebagai

kebenaran,cinta.Ia

juga

menolak

mengadaikan

cinta

demi

keselamatannya.
Memang bila cinta telah menyapa maka kematian bukanlah suatu
yang menakutkan. Begitu pula dengan Juliet sungguh pengorbanan cinta
yang penuh arti.Walaupun cinta mereka penuh rintangan yang penuh dengan
liku tapi mereka berani menumpas segalanya. Orang tua mereka tidak ada
yang menyetujui tapi walau seperti itu cinta mereka tidak akan pernah luntur
karena bagi mereka segala penghalang yang ada adalah tantngan. Cinta suci
yang mereka miliki mampu menghadapi apapun yang ada didepannya dan
kisah cinta abadi mereka sangat melegenda,bertahan dari generasi ke
generasi. Kedua ini insan ani menjadi bukti kekuatan cinta yang tak
memandang kasta atau harta,pun tak peduli harga diri.
Cinta selalu abadi dan bagai dua sisi yaitu ia bagai jembatan mimpi
atau bagai anggur yang memabukan jiwa. Namun dalam cinta terselip
belati,bisa membunuh juga dapat melukai. Cinta mendorong Romeo menjadi

24
pemberani, tak takut mati. Cinta juga menuntut Romeo tuk berhati
lembut,tidak suka membalas dendam. Cinta Romeo kepada Juliet,menjadi
peredam amuk,membangun tali persaudaraan, meski akhirnya mereka harus
menjadi korban.Tapi walau kini mereka terpisah raga tapi hati dan jiwa
mereka tidak akan terpisahkan sampai kapanpun.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian

25
Pada umumnya seorang pembaca yang ingin mengetahui atau ingin
mencari makna karya sastra senantiasa menggunakan metode atau cara tertentu
untuk meneliti karya sastra yang dibahasnya. Metode penelitian yang digunakan
adalah penelitian kualitatif yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan
data secara deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang perilaku orang
yang diamati (Hasan, 1990 : 25). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
pendekatan pragmatik yaitu pendekatan yang memandang karya sastra untuk
menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam hal ini tujuan tersebut
adalah untuk menggambarkan secara rinci nilai pendidikan yang terdapat dalam
drama Romeo Juliet Karya William Shakespeare.
B. Sumber Data
Data dalam penelitian ini bersumber dari drama Romeo Juliet karya
William Shakespeare yang diterbitkan oleh Navila, cetakan 1-2010 dengan tebal
183 halaman.
C. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu:
1. Data Primer
Menurut Husein Umar (2003 : 42) Data primer adalah data yang didapat
dari sumber pertama dari individu atau perorangan seperti hasil wawancara atau
hasil kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Data primer dari penelitian ini
adalah diperoleh langsung dari dramai Romeo dan Juliet Karya William

26
Shakespeare yang diterbitkan oleh Navila, dalam hal ini menyangkut nilai-nilai
pendidikan.
2. Data Sekunder
Menurut Sugiono (2011 : 26) Data sekunder adalah data yang bersumber
dari pihak kedua baik yang berupa catatan, laporan atau lainnya. Jadi data
sekunder dari penelitian ini adalah buku-buku yang berhubungan dengan objek
penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian ini diperoleh dengan teknik sebagai berikut:
1. Teknik Observasi
Untuk menemukan data secara akurat, peneliti mengamati drama Romeo
Juliet secara khusus menganalisis nilai pendidikan.
2. Teknik Kepustakaan
Menurut M. Hariwijaya dan Tarigan P.B (2005 : 63) Teknik ini digunakan
dalam keseluruhan proses penelitian sejak awal hingga sampai akhir penelitian
dengan cara memanfaatkan berbagai macam pustaka yang relevan dengan
fenomena sosial yang tengah dicermati. Peneliti membaca berbagai macam buku
yang relevan guna menambah wawasan dalam melakukan analisis pada sebuah
tragedi.

E. Teknik Analisis Data

27
Teknik analisis data digunakan untuk menyaring data tertulis dari berbagai
sumber. Sehingga dapat menganalisis data, maka peneliti menggunakan langkah langkah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi setiap peristiwa yang ada dalam drama Romeo Juliet Karya
William Shakespeare.
2. Mengklasifikasikan bentuk nilai- nilai pendidikan yang ada dalam drama
Romeo Juliet Karya William Shakespeare.
3. Menganalisis dan mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan dalam drama
Romeo Juliet Karya William Shakespeare.
4. Memaparkan hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai