KAJIAN TEORI
Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan sebuah imitasi. Sang seniman
menciptakan sebuah dunia baru, merupakan proses penciptaan di dalam semesta alam,
bahkan menyempurnakannya. Sastra juga bisa dikatakan suatu luapan emosi yang spontan.
Sastra atau sebuah nama yang dengan alasan tertentu diberikan kepada sejumlah hasil tertentu
menerangkan bahwa seorang pengarang justru karna adanya daya cipta bahwa seorang
pengarang justru kmemiliki daya cipta artistik-nya dan mampu menampilkan perbuatan
manusia secara universal. Dikalangan mayarakat sastra dapat dipandang sebagai suatu
gejala sosial, sastra dapat ditulis pada kurun waktu tertentu dan langsung berkaitan dengan
Selain itu, sastra juga dapat berarti pengungkapan fakta artistik dan imajinatif sebagai
manifestasi kehidupan manusia melalui bahasa sebagai medium dan punya efek positif
terhadap kehidupan manusia (Esten, 2013:3) . pengertian ini menegaskan hal lain dari karya
sastra, yakni imajinasi sebagai gambaran kehidupan manusia. Dengan pengertian ini, tentu
karya sastra sedekat apapun hubungannya dengan realitas (intensitas alur, sudut pandang,
latar peristiwa) harus dianggap sebagai karya imajinati. Mendekatkan realitas dengan sastra
sah-sah saja, tapi mendikotomi sastra sebagai fakta peristiwa adalah hal yang keliru.
9
Secara etimologis ( menurut asal-usul kata) kesustraan berarti karangan yang indah.
“Sastra” (dari bahasa Sansekerta) atau sebuah cipta sastra yang indah, bukanlah karena
bahasanya yang beralun-alun dan penuh irama. Ia harus dilihat secara keseluruhan temanya,
amanatnya dan strukturnya. Pada nilai-nilai yang terkandung dalam cipta sastra itu. Ada
beberapa nilai yang harus dimiliki oleh sebuah cipta sastra. Nilai-nilai itu adalah : nilai-nilai
estetika, nilai-nilai moral dan nilai-nilai yang bersifat konsepsional. Ketiga nilai tersebut
sesungguhnya tidak dapat dipisahkan sama sekali. Sesuatu yang estetis adalah sesuatu yang
memiliki nilai-nilai moral. Ia adalah nilai- nilai yang berpangkal dari nilai-nilai tentang
kemanusiaan. Tentang nilai-nilai yang baik dan buruk yang universal. Demikian juga tentang
nilai-nilai yang bersifat konsepsional iru. Dasarnya adalah juga nilai tentang keindahan yang
manusia, perjuangannya kasih sayang dan kebencian, nafsu dan segala yang dialami manusia.
Dengan cipta sastra pengarang hendak menampilkan nilai-nilai yang lebih tinggi dan lebih
Sebuah cipta sastra yang baik, mengajak orang untuk merenungkan masalah-masalah
hidup yang sulit. Mengajak orang untuk merenung dan berpikir dengan sepenuh perhatian,
menyadarkan dan membebaskannya dari segala belenggu – belenggu pikiran jahat dan
keliru.
10
Teeuw dalam (kurniawan, 2012: 12) Sastra dalam sansekerta yaitu sas- yang berarti
mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, atau intruksi. Dalam bahasa Indonesia, sastra
dikenal dengan istilah susastra, suku kata su- pada kata tersebut bermakna baik dan indah
atau dalam kata lain susastra dapat dimaknai sebagai alat untuk mengajarkan sesuatu yang
indah. Selain itu sastra juga mempunyai nilai seni atau mempunyai bakat dalam kesenian dan
imajinasi sebagai perwujudan dalam kehidupan manusia melalui bahasa sebagai ukuran dan
punya efek positif terhadap kehidupan manusia. Pengertian ini menegaskan hal lain dari
Dengan pengertian ini, tentu karya sastra sedekat apapun hubungannya dengan
realitas (intensitas alur, sudut pandang, latar peristiwa) harus dianggap sebagai karya
imajinasi. Mendekatkan realitas dengan sastra sah-sah saja, tapi membuat sastra sebagai fakta
Sebagai bagian dari masyarakat, manusia tidak terlepas dari realitas moral dan sosial
dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Damono (dalam Wiyatmi, 2006), karya sastra tidak
jatuh begitu saja dari langit, tetapi selalu ada hubungan antara sastrawan, sastra, dan
masyarakat. Dibandingkan dengan jenis karya sastra lainnya, novel merupakan suatu
karya sastra. Novel juga merupakan pengungkapan dari sebuah cerita kehidupan manusia
(dalam jangka yang telah panjang) dimana terjadi konflik yang akhirnya menyebabkan
manusia untuk menyesuaikan diri, dan usahanya untuk mengubah masyarakat tersebut.
Wujud kreativitas seorang pengarang dapat digambarkan dengan sebuah tulisan seperti puisi,
cerpen atau bahkan novel. Tulisan itu dapat diwujudkan sebagai ungkapan yang ingin
disampaikan oleh seorang pengarang kepada orang lain. Tentunya hasil karya sastra
11
yang satu dengan yang lainnya mamiliki perbedaan, misalnya dalam karya sastra yang
berupa novel, dari segi isi, karya sastra ini lebih panjang daripada cerpen atau puisi.
memiliki karakter sehingga karya sastra juga menggambarkan kejiwaan. Dengan kenyataan
tersebut karya sastra selalu terlibat dalam segala aspek hidup dan kehidupan tidak terkecuali
aspek kejiwaan atau psikologi. Hal ini tidak terlepas dari pandangan dualisme yang
menyatakan bahwa manusia pada dasarnya terdiri atas jiwa dan raga. Oleh karena itu
penelitian yang menggunakan pendekatan psikologi pada karya sastra merupakan bentuk
pemahaman dan penafsiran karya sastra dari sisi psikologi. Pendekatan psikologi pada karya
sastra merupakan bentuk pemahaman dan penafsiran karya sastra dari sisi psikologi.
Sastra dengan berbagai jenis karyanya telah dibaca oleh banyak orang. Keadaan
membcanya beragam, ada yang sering, ada yang sesekali. Peran karya sastra dalam tradisi
umat manusia memang sebuah lintasan pemikiran. Sajian alur dan penokohan didalam karya
sastra mampu membangun keyakinan atau mitos tertentu untuk dijadikan pelajaran. Misalnya
cerita tentang Malin Kundang, oleh masyarakat cerita ini dianggap sebagai sebuah kejadian
nyata untuk dijadikan pelajaran agar tidak durhaka kepada orang tua. Di sisi lain, karya sastra
dianggap keadaan kehidupan nyata. Anggapan kehidupan Buya Hamka sewaktu muda adalah
seperti tercermin pada novelnya Di Bawah Lindungan Ka’bah atau Tenggelamnya Kapal
Vanderwijk.
membentuk tanggapan penikmatnya, sehingga karya sastra bukan hanya sebuah benda yang
mati setelah ditulis, namun justru hidup setelah tulisan itu berakhir. Hidupnya sastra itu
12
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa fungsi sastra berikut ini :
Karya sastra memiliki fungsi estetik yang artinya bahwa karya sastra memberikan
keindahan kepada pembacanya. Hal ini diungkap oleh Horace dalam Wellek dan Warren
bahwa karya sastra itu harus indah (dalam Wellek dan Warren 2014:23). Dalam karya fiksi,
keindahan terdapat pada ekspresi dan narasi yang dibangun pengarang. Pembaca seakan
berada di dalam alur cerita atau tempat peristiwa entah berantah yang disajikan
pengarangnya.
pemuatan karya sastra dikoran maupun di majalah tidak lain adalah untuk
memberikan hiburan kepada pembaca setia koran tersebut. Lewat keindahan kata-kata di
dalam puisi serta rangkaian alur yang menyentuh hati dalam karya fiksi, sastra menjadi
bacaan alternatif yang ditunggu tiap minggu. Berkaitan dengan hal itu, sastra itu berfungsi
untuk menghibur (Poe dalam Wellek dan Warren, 2014: 23). Dengan demikian, penciptaan
karya sastra pada dasarnya bukan hanya untuk tujuan mendidik saja, namun bertujuan untuk
menghibur pula.
Karya sastra pada dasarnya merupakan bentuk ekspresi para pengarangnya. Endapan
pikiran dan perasaan yang kemudian dirangkai menjadi berbagai bentuk karya sastra.
tuangkan dalam bentuk narasi yang puitis atau penuh pendapat seseorang . Intinya, sastra
13
Karya sastra misalnya dijadikan sebagai alat untuk mengungkapkan perasaan cinta.
Ekspresi seperti ini lazim dilakukan oleh mudi-mudi dengan membuat puisi. Selain itu, puisi
juga kadang dijadikan sebagai ekspresi kritik sosial. Misalnya seperti puisinya berjudul Malu
(Aku) Jadi Orang Indonesia yang mengeritik tentang fenomena keruntuhan akhlak
masyarakat Indonesia.
Dalam membagi karya sastra menjadi jenis-jenis tertentu, tentu saja hal ini akan
berkaitan erat dengan sejarah panjang kesustraan dunia. Dalam buku Wallek dan Warren
tentang pembagian jenis karya sastra itu sendiri. Misalnya pendapat Aristoteles dan Horace
yang membagi jenis sastra menjadi tragedi dan epik. Namun perkembangan teori modern
hanya membaginya menjadi tiga, yakni fiksi, drama dan puisi. Penjabaran tersebut
mengenal karya sastra menjadi empat jenis, yakni puisi, cerpen, novel, dan drama. Untuk
menjadi satu genre, yakni fiksi, sementara Esten dalam bukunya kesustraan: Pengantar Teori
dan Sejarah. Menyebutnya sebagai cerita rekaan. Masih dalam bukunya, (Esten 2013:6).
Oleh karena itu, genre sastra dikatagorikan oleh Esten menjadi empat bagian, yakni puisi,
digolongkan berdasarkan medianya. Berdasarkan medianya, sastra terbagi menjadi dua, yakni
14
Sastra lisan adalah karya sastra yang menyebar dari mulut ke mulut. Umumnya sastra
lisan tumbuh dan berkembang pada saat lingkungan sastra peradaban budaya tulis-menulis
belum meyentuh lingkungan masyarakat tersebut. Dalam budaya kita sastra lisan ini terlihat
pada karya puisi. Misalnya pantun, talibun, dan seloka. Adapun dalam karya fiksi, kita
mengenalnya melalui legenda, cerita rakyat, dan fabel. Sifatnya yang menyebar dari mulut ke
mulut ini, membuat sumber pengarangnya tidak ditemukan sehingga disebut anonim.
Sastra tulis adalah sastra yang penyebarannya melalui media tertulis. Jenis sastra
inilah yang sampai sekarang bertahan. Dengan ditulisnya teks sastra, maka membuat teks
tersebut dapat dibaca secara berulang dalam jangka waktu yang panjang. Selama bukti
tertulisnya ada, maka karya itu akan terus ada. Hal ini berbeda dengan sastra lisan, yang tentu
saja akan hilang jika tidak diceritakan kembali. Selain itu, dikumentasi situasinya pun jelas.
Mulai dari nama pengarang, penerbit, dan tahun akan dengan mudah ditemukan di sastra
tulis.
Sastra cetak adalah karya sastra yang dicetak dalam bentuk buku. Sastra cetak ini
berkembang cukup pesat dan berperan penting dalam menyebarkan karya sastra di tengah
masyarakat. Umumnya dalam bentuk novel yang lebih laris dibandingkan dengan bentuk
lainnya, misalnya Di Bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, Laskar
15
1.4 Fungsi – Fungsi Sastra
Pada umumnya sifat dan fungsi sastra, tidak berubah sepanjang sejarah, sejauh
konsep-konsep tersebut dituangkan dalam istilah konseptual yang umum. Menurut teoritikus
fungsi sastra adalah untuk membebaskan pembaca dan penulisnya dari tekanan emosinya.
Munculnya sastra biasanya disebabkan adanya penumpukan ide, imajenasi, dan emosi penulis
yang mana kepuasannya hanya bisa terealisasikan melalui kegiatan menulis sastra/bersastra.
Sedangkan fungsi sastra yang lainnya adalah (1) sebagai alat komunikasi; (2) sebagai alat
penulis tradisi pelestarian budaya; (3) sebagai pembentuk nilai humaniora; dan (4) sebagai
pelipur lara.
Fungsi sastra yang pertama adalah sebagai alat komunikasi artinya didalam sastra itu
sendiri media utamanya dalam usaha penyampaian ide adalah bahasa, dimana pada sebuah
bahasa memiliki tujuan sebagai alat komunikasi, bertukar pikiran, menyampaikan ide,
informasi dan juga perasaan kita kepada orang lain. Sesungguhnya inilah yang sedang
dilakukan oleh sastra. Kalau musisi media komunikasinya adalah musik yang di dalamnya
termuat lirik-lirik lagu berisikan luapan perasaan musisi, lain halnya dengan sastrawan,
mereka menyampaikan ide dan pemikirannya dengan media komunikasi utamanya adalah
melalui sastra.
Kedua, sastra fungsi sebagai alat penulis tradisi dan pelestarian budaya, artinya
peranan sastra dalam pelestarian sejarah yang ada di indonesia sangat dominan.
perkembangan dunia sastra itu sendiri khususnya, umumnya untuk kemajuan bangsa kita.
Bisa kita bayangkan bagaimana jadinya kalau tidak ada sastra, maka sejarah-sejarah besar
daerah Negara Indonesia, peradaban manusia, budaya, agama, tatanan nilai, dan juga
16
berbagai macam kejadian lainnya tidak bisa diketahui oleh generasi penerus bangsa
Ketiga, sastra berfungsi sebagai pembentukan nilai humaniora. Di dalam sastra itu
sendiri sarat akan nilai-nilai kehidupan yang sengaja di ciptakan penulis melalui tokoh,
perwatakan tokoh, dan perilaku yang ditampilkan oleh tokoh dalam sebuah cerita. Nilai-nilai
yang terkandung dalam sastra meliputi berbagai hal mulai dari nilai yang dianggap sesuai
dengan harapan pembaca (nilai baik) atau bahkan nilai-nilai yang dianggap tidak sesuai
dengan harapan pembaca (nilai-nilai buruk). Baik nilai baik maupun nilai buruk keduanya
Keempat, sastra berfungsi sebagai pelipur lara. Dalam hal ini posisi sastra dianggap
sebagai penghibur. Bagi kalangan umum ketika seseorang membaca sastra masing-masing
memiliki tujuan dan maksud tertentu, sedangkan salah satu tujuan dari membaca sastra pada
taraf rendah adalah mencari hiburan. Walaupun kedudukan pembaca pada level ini sekedar
mencari hiburan tapi bukan berarti isi dan amanat sastra tidak bisa ditangkap secara
maksimal. Setidaknya dengan membaca sastra waktu kita tidak terbuang sia-sia, pikiran kita
bisa hidup, dan yang utama pembaca bisa mendapatkan pengalaman baru sesuai dengan
17
2. Definisi Novel
(Tarigan, 1991: 164-165). Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu
cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak
serta adegan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak
kacau atau kusut. Novel memunyai ciri bergantung pada tokoh, menyajikan lebih dari satu
impresi, menyajikan lebih dari satu efek, menyajikan lebih dari satu emosi.
yang dibangun oleh unsur-unsur pembangun, yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
Novel juga diartikan sebagai suatu karangan berbentuk prosa yang mengandung rangkaian
cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di sekelilingnya dengan menonjolkan watak
Novel merupakan jenis karya sastra yang ditulis dalam bentuk naratif yang
Biasanya novel kerap disebut sebagai suatu karya yang hanya menceritakan
bagian kehidupan seseorang. Hal ini didukung oleh pendapat (Sumardjo 1984: 65) yaitu
sedang novel sering diartikan sebagai hanya bercerita tentan kehidupan seseorang
saja, seperti masa menjelang perkawinan setelah mengalami masa percintaan; atau bagian
kehidupan waktu seseorang tokoh mengalami krisis dalam jiwanya, dan sebagainya.
masa percintaan; atau bagian kehidupan waktu seseorang tokoh mengalami krisis dalam
18
Novel ialah suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu
kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita; pen.), luar biasa
karena dari kejadian ini terlahir konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib
mereka.
berkaitan dengan unsur intrinsik karya fiksi. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yaitu
mengidentifikasi salah satu unsur intrinsik, yakni perilaku tokoh. Selain itu, pengertian
novel yang dikemukakan oleh Nurgiyantoro lebih jelas dan mudah dipahami.
Novel sebagai karya fiksi dibangun oleh sebuah unsur yang disebut unsur
intrinsik. Unsur pembangun sebuah novel tersebut meliputi tema, alur, latar, tokoh dan
penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Unsur intrinsik sebuah novel adalah
unsur-unsur yang secara langsung ikut serta dalam membangun cerita. Hal ini didukung
oleh pendapat Nurgiyantoro (2010 : 23) yaitu, unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur
yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya
sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang
membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara
Kepaduan antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud.
Atau, sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang
akan dijumpai jika kita membaca sebuah novel. Unsur yang dimaksud, untuk menyebut
sebagian saja, misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang
19
Unsur intrinsik suatu karya fiksi disebut juga sebagai unsur struktur cerita-rekaan
(fiksi). Unsur tersebut meliputi lima hal, yaitu (1) alur, (2) penokohan, (3) latar, (4) pusat
pengisahan, dan (5) gaya bahasa. Hal ini sesuai oleh pendapat Esten (2013: 25) berikut.
1. Alur
2. Penokohan/Perwatakan
3. Latar
5. Gaya Bahasa
Saad (1966) dalam (Sukada, 2013: 62) menyebut unsur-unsur penting struktur sebuah
cerita rekaan meliputi (a) tema, (b) penokohan, (c) latar, dan (d) pusat pegisahan.
(Sumardjo, 1984: 54) mengemukakan unsur-unsur fiksi meliputi tujuh hal. Hal-hal
2) karakter (perwatakan),
5) suasana cerita,
6) gaya cerita,
20
Berikut ini penjelasan mengenai unsur-unsur intrinsik suatu karya fiksi meliputi tema,
alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat.
2.1.2 Tema
Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang
terkandung di dalam teks sebagai struktur semantik dan yang menyangkut persamaan-
Nurgiyantoro (2010: 68). Tema dipandang sebagai dasar cerita atau gagasan umum dalam
sebuah karya fiksi. Tema dalam sebuah karya fiksi sebelumnya telah ditentukan oleh
2.1.3 Alur
Alur atau plot adalah jalinan peristiwa atau kejadian dalam suatu karya sastra untuk
mencapai efek tertentu. Alur merupakan urutan peristiwa atau kejadian dalam suatu cerita
yang dihubungkan secara sebab-akibat. Alur juga dapat diartikan sebagai peristiwa-
peristiwa dalam suatu cerita yang memiliki penekanan pada hubungan kausalitas. Alur juga
disebut sebagai urutan-urutan kejadian dalam sebuah cerita. Hal ini sesuai dengan pendapat
Stanton (1965: 14) dalam Nurgiyantoro (2010 : 113) yaitu, plot adalah cerita yang berisi
urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa
Istilah tokoh merujuk pada orang atau pelaku dalam sebuah cerita, sedangkan
penokohan adalah cara seorang penulis menampilkan sifat dan watak dari suatu tokoh.
Penokohan juga dapat disebut sebagai pelukisan gambaran yang jelas mengenai seseorang
yang ditampilkan dalam suatu cerita. Abrams (1981: 20) dalam Nurgiyantoro (2010: 165)
21
mengemukakan tokoh cerita (character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu
karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan
dalam tindakan.
2.1.5 Latar
Latar disebut juga setting. Latar adalah segala keterangan, pengacuan, atau petunjuk
yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan situasi terjadinya peristiwa dalam suatu cerita.
Latar berfungsi sebagai pemberi kesan realistis kepada pembaca. Selain itu, latar digunakan
untuk menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh ada dan terjadi. Hal ini
didukung oleh pendapat Abrams (1981: 175) dalam Nurgiyantoro (12010: 214), Latar atau
setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat,
diceritakan.
Yang dimaksud sudut pandang di sini adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam
cerita tersebut. Dengan kata lain posisi pengarang menempatkan dirinya dalam cerita
tersebut. Apakah ia ikut terlibat langsung dalam cerita itu atau hanya sebagai pengamat yang
Gaya bahasa adalah alat atau sarana utama pengarang untuk melukiskan,
menggambarkan, dan menghidupkan cerita secara estetika. Gaya bahasa juga dapat
diartikan sebagai cara pengarang mengungkapkan ceritanya melalui bahasa yang digunakan
dalam cerita untuk memunculkan nilai keindahan. Contohnya gaya bahasa personifikasi
22
yang digunakan untuk mendeskripsikan benda-benda mati dengan cara memberikan sifat-
sifat seperti manusia atau mengubah benda mati menjadi benda yang seolah-olah hidup.
2.1. 8 Amanat
Amanat adalah pesan moral yang disampaikan seorang pengarang melalui cerita.
Amanat juga disebut sebagai pesan yang mendasari cerita yang ingin disampaikan
2.1.10 Tokoh
dipahami. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007: 165) tokoh cerita adalah orang (-
orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca
ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan
(Aminuddin, 2013: 79) peristiwa dalam karya sastra fiksi seperti halnya peristiwa
dalam kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh tokoh atau pelaku- pelaku tertentu. Pelaku
yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah orang atau
pelaku yang ditampilkan dalam sebuah cerita atau karya sastra yang memiliki peranan yang
sangat penting. Karena tanpa adanya tokoh dalam suatu cerita bisa dikatakan cerita tersebut
tidak akan hidup dan tidak akan menarik untuk dibaca. Dalam kaitannya dengan keseluruhan
23
cerita, peranan setiap tokoh tidak sama. Ada tokoh yang dapat digolongkan sebagai tokoh
sentral atau tokoh utama dan tokoh yang dapat digolongkan sebagai tokoh tambahan.
(Nurgiyantoro, 2010: 176-178) tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan
a. Berdasarkan peranannya dalam suatu cerita, maka tokoh cerita dibagi menjadi dua, yaitu
tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan
penceritaannya dalam novel yang bersangkutan, sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh
b. Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara
populer disebut hero. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan
c. Berdasarkan perwatakan, tokoh dibagi menjadi dua, yaitu tokoh sederhana (simple atau
flat character) dan tokoh bulat (compleks character). Tokoh sederhana adalah tokoh
yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat tertentu saja. Sedangkan tokoh
bulat atau tokoh kompleks adalah tokoh yang memiliki kompleksitas yang diungkap dari
berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya (Wellek dan
Tokoh-tokoh cerita sebagaimana dikemukakan tersebut, tidak akan begitu saja secara
serta merta hadir kepada pembaca. Mereka memerlukan sarana yang memungkinkan
kehadirannya. Sebagai bagian dari karya fiksi yang bersifat menyeluruh dan padu, dan
mempunyai tujuan artistik, kehadiran dan penghadiran tokoh-tokoh cerita haruslah juga
24
dipertimbangkan dan tidak lepas dari tujuan tersebut. Masalah penokohan dalam sebuah
karya sastra tak semata-mata hanya berhubungan dengan masalah pemilihan jenis dan
perwatakan para tokoh cerita saja, melainkan juga bagaimana melukiskan kehadiran dan
penghadiran secara tepat sehingga mampu menciptakan dan mendukung tujuan artistik karya
yang bersangkutan.
2.1.11 Penokohan
menampilkan tokoh atau pelaku disebut dengan penokohan. Boulton melalui Aminuddin
tokohnya itu dapat berbagai macam. Mungkin pengarang menampilkan tokoh sebagai
pelaku yang hanya hidup di alam mimpi, pelaku yang memiliki semangat perjuangan
penggambaran yang jelas tentang diri seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita,
dengan kata lain penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh.
Pengkajian tersebut dapat berupa pemberian nama yang menyiratkan arti, uraian pengarang
secara ekspilisit mengenai tokoh, maupun percakapan atau pendapat tokoh-tokoh lain dalam
cerita. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah cara pengarang menggambarkan
atau menampilkan tokoh dalam sebuah cerita. Penokohan menunjuk kepada penempatan
tokoh-tokoh tertentu dan watak-watak tertentu pula dalam sebuah cerita. Secara garis besar
teknik pelukisan tokoh dalam karya fiksi dibedakan ke dalam dua cara, yaitu pelukisan
25
secara langsung dan pelukisan secara tidak langsung. Pelukisan secara langsung atau disebut
juga dengan teknik analisis adalah pelukisan tokoh cerita yang dilakukan dengan
memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Pelukisan tokoh secara tidak
langsung adalah pengarang mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah
laku tokoh.
Watak atau karakter menunjuk pada sifat dan sikap dari para tokoh seperti yang
ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh.
ditampilkan dalam cerita. Tokoh dalam cerita sama halnya dengan manusia dalam
kehidupan sehari-hari di sekitar kita, selalu memiliki watak-watak tertentu. Dalam upaya
26
Tokoh-tokoh yang ada dalam karya sastra kebanyakan berupa manusia, atau
makhluk lain yang mempunyai sifat seperti manusia. Artinya, tokoh cerita itu haruslah hidup
secara wajar mempunyai unsur pikiran atau perasaan yang dapat membentuk tokoh-tokoh
daripada “tokoh” dan “perwatakan” sebab ia sekaligus mencap masalah siapa tokoh cerita,
cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Nurgiyantoro,
2010: 165-166).
Meskipun kata tokoh dan penokohan sering digunakan orang untuk menyebut hal yang
sama atau kurang lebih sama, sebenarnya keduanya tidaklah mengacu pada hal yang sama
persis. Kata tokoh menyaran pada pengertian orang atau pelaku yang ditampilkan dalam
sebuah karya fiksi. Adapun penokohan ialah pelukisan gambaran yang jelas tentang
seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones melalui Nurgiyantoro, 2010: 84).
Orang-orang yang ditampilkan dalam sebuah cerita naratif atau drama, yang oleh
pembaca ditampilkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam perbuatan (Abrams
peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin sebuah cerita
(Aminuddin, 2013: 79). Dengan demikian, penokohan memiliki cakupan orang yang
27
Di samping kedua istilah di atas, sering pula digunakan kata watak dan
perwatakan mengarah pada sifat dan sikap tokoh cerita. Watak lebih mengacu pada
gambaran kualitas pribadi tokoh yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Pelaku
pelukisan rupa, watak atau pribadi tokoh dalam sebuah karya fiksi disebut perwatakan atau
para tokoh yang terdapat dalam suatu karya fiksi. Dengan kata lain, penokohan, perwatakan
ataupun karakterisasi menyaran pada hal yang sama, cara melukiskan watak tokoh.
Pelukisan karakter atau perwatakan yang baik adalah menggambarkan watak dalam setiap
ceritanya, sehingga pembaca melihat dengan jelas watak pelakunya melalui semua tingkah
laku, semua yang diucapkannya, semua sikapnya dan semua yang dikatakan orang lain
seseorang yang dapat dipandang dari segi fisik, psikis dan sosiologi. Segi fisik, pengarang
melukiskan karakter pelaku misalnya, tampang, umur, raut muka, rambut, bibir,
hidung, bentuk kepala, warna kulit dan lain-lain. Segi psikis, pengarang melukiskan
Dengan jalan ini pembaca dapat mengetahui bagaimana watak pelaku. Segi sosiologis,
Dapat disimpulkan, seorang tokoh dalam karya sastra yang memiliki bersifat lifelike,
di samping selalu merupakan hasil penjelmaan fisiknya, juga merupakan hasil penjelmaan
28
aspek yang melekat pada diri tokoh: seperti penamaan, peran, keadaan fisik, keadaan psikis,
Ada dua cara yang lazim dipergunakan untuk menampilkan tokoh di dalam cerita,
Ada pula yang membedakan cara- cara dalam menggambarkan tokoh tersebut, (Sayuti,
2000: 89) mengungkapkan, ada yang menjadikannya cara analitik dan dramatik, ada yang
membedakannya menjadi metode langsung dan tak langsung, ada yang menbedakannya
menjadi metode telling „uraian‟ dan showing „ragaan‟, dan ada pula yang membedakannya
menjadi metode diskursif, dramatik, kontekstuat, dan campuran. Pembedaan yang berlainan
itu sesungguhnya memiliki esesnsi yang kurang lebih sama. Lebih lanjut, (Sayuti, 2000:
90-111) membagi cara penggambaran tokoh menjadi empat, yakni metode diskursi,
a. Metode diskurtif atau dengan cara langsung adalah cara yang ditempuh pengarang jika
dia menggambarkan perwatakan tokoh-tokoh secara langsung. Kelebihan metode ini terletak
b. Metode dramatis atau dengan cara tidak langsung adalah pelukisan tokoh secara tidak
langsung. Ada tiga macam pelukisan tidak langsung terhadap kualitas tokoh, yaitu (1) teknik
pemberian nama (naming), (2) teknik cakapan, (3) teknik pemikiran tokoh, (4) teknik stream
of consciousness atau arus kesadaran, (5) teknik pelukisan perasaan tokoh, (6) perbuatan
tokoh, (7) teknik sikap tokoh, (8) pandangan seorang atau banyak tokoh terhadap tokoh lain,
29
Dikatakan demikian karena yang dimaksud dengan metode kontekstual ialah cara
(Minderop, 2005: 3), karakterisasi tokoh dapat ditelaah dengan lima metode yakni,
metode langsung (telling), metode tidak langsung (showing), metode sudut pandang
(point of view), metode telaah arus kesadaran (stream ofconsciousness), dan metode telaah
gaya bahasa (figurative language). Berikut adalah penjelasan mengenai metode langsung dan
tidak langsung.
pengarang. Metode ini biasanya digunakan oleh kisah-kisah rekaan zaman dahulu sehingga
pembaca hanya mengandalkan penjelasan yang dilakukan pengarang semata Pada metode
ini, karakterisasi dapat melalui penggunaan nama tokoh, penampilan tokoh, dan tuturan
tokoh lain. Dalam suatu karya sastra, penampilan para tokoh memegang peranan penting
pakaian apa yang dikenakannya atau bagaimana ekspresinya. Pemberian rincian tentang cara
berpakaian memberikan gambaran tentang pekerjaan, status sosial, dan bahkan derajat harga
dirinya. Karakterisasi melalui tuturan pengarang memberikan tempat yang luas dan bebas
30
Pengarang tidak sekadar menggiring perhatian pembaca terhadap komentarnya
tentang watak tokoh, tetapi juga mencoba membentuk presepsi pembaca tentang tokoh
yang dikisahkannya (Minderop, 2005: 8). Metode karakterisasi melalui tuturan pengarang
memberikan tempat yang luas dan bebas kepada pengarang atau narator dalam menentukan
kisahannya.
Metode yang mengabaikan kehadiran pengarang sehingga para tokoh dalam karya
sastra dapat menampikan diri secara langsung melalui tingkah laku mereka. Pada metode ini,
karakterisasi dapat mencakup enam hal, yaitu karakterisasi melalui dialog; lokasi dan situasi
percakapan; jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur; kualitas mental para tokoh; nada
suara, tekanan, dialek, dan kosa kata; dan karakterisasi melalui tindakan para tokoh.
(Purba, 2001: 2), “Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sankerta.
Akar katanya adalah cas yang berarti memberi petunjuk, mengarahkan, dan mengajar. Oleh
karena itu, sastra dapat diartikan sebagai alat untuk mengajar, buku petunjuk, instruksi atau
pengajaran”. (Wellek dan Warren ,1995 : 3) mengatakan, “Sastra adalah suatu 2004: 63)
intelektual dan emosional yang tinggi derajatnya yang akan lebih memanusiakan manusia”.
karakter bangsa yang mulai diberlakukan Diknas mulai tahun ajaran 2011, pembelajaran
watak. Dalam nilai pembelajaran sastra ada dua tuntutan yang dapat diungkapkan
31
sehubungan dengan pembentukan watak ini. Pertama, pembelajaran sastra hendaknya
mampu membina perasaan yang lebih tajam. Seseorang yang telah banyak mendalami
berbagai karya sastra biasanya memiliki perasaan yang lebih peka untuk menunjuk hal mana
yang bernilai dan mana yang tak bernilai. Tuntutan kedua, bahwa pembelajaran sastra
dan penciptaan.
Indonesia hari ini. Hal ini terjadi karena masyarakat kita saat ini sedang mengarah
teknologi, dan kebutuhan fisik dianggap lebih penting dan mendesak untuk digapai.
Pada awal perkembangannya, pendekatan dalam kritik sastra ada dua macam, yaitu
pendekatan moral dan pendekatan formal. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman,
terutama karena adanya sumbangan ilmu/ pengaruh dari dunia kemasyarakatan dan psikologi
ilmu sosiologi yang memanfaatkan ilmu sosiologi, dan 2) pendekatan ilmu psikologi
32
yang memanfaatkan ilmu psikologi, termasuk didalamnya pendekatan mitos ( Harjana,
1995: 59).
Psikologi sastra merupakan gabungan antara ilmu sastra dan psikologi. Secara
definitif, psikologi sastra adalah analisis terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan
relevansi aspek-aspek psikologi atau kejiwaan yang terkandung didalamnya. Psikologi tokoh-
tokoh dalam karya sastra, dan psikologi pembaca sastra. Sebagai ilmu yang berkaitan dengan
(Ratna, 2009 : 343) ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan
antara psikologi dengan sastra, yakni (1) memahami unsur - unsur kejiwaan pengarang
sebagai penulis, (2) memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya
sastra, (3) memahamai unsur-unsur kejiwaan para pembaca. Unsur kejiwaan pengarang dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yakni (1) studi psikologi yang khusus berkaitan dengan
pengarang, seperti kelainan jiwa, gejala neorosis, dan lain-lain, (2) studi psikologi pengarang
Pada dasarnya analisis psikologi sastra memberi perhatian pada masalah kedua, yakni
memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra. Sebagai dunia
dalam kata, karya sastra memasukkan berbagai aspek kehidupan kedalamnya, khususnya
manusia. Pada umunya, aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama
psikologi sastra, sebab semaata-mata didalam diri manusia itulah sebagai tokoh-tokoh, aspek
kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan. Dalam analisis, yang menjadi tujuan adalah tokoh
utama, tokoh kedua, tokoh ketiga, dan seterusnya. Studi psikologi sastra yang ketiga
berkaitan dengan sosiologi sastra dan resepsi sastra para pembaca sebagai psikologi sosial
33
Psikologi sastra jelas tidak bermaksud untuk membuktikan keabsahan teori psikologi,
misalnya dengan menyesuaikan apa yang dilakukan oleh teks sastra dengan apa yang
dilakukan oleh teori psikologi. Psikologi sastra adalah analisis teks dengan
pada tokoh-tokoh maka akan dapat dianalisis konflik-konflik batin para tokoh yang mungkin
saja bertentangan dengan teori psikologi. Karya- karya sastra yang memberikan intensitas
Berdasarkan etimologi “psikologi” berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua
kata, Psychedan Logos. Kata psyche berarti “jiwa” dan “ruh”, dan kata logos berarti
sebagai ilmu pengetahuan tentang jiwa atau sering disebut dengan istilah ilmu jiwa (Walgito,
terdiri dari dua alam, yaitu alam sadar (kesadaran) dan alam tak sadar
(ketidaksadaran). Kedua alam tidak hanya saling menyesuaikan atau alam sadar
menyesuaikan terhadap dunia luar, sedangkan alam tak sadar penyesuaian terhadap dunia
dalam.
kejiwaan pengarang pada saat menciptakan karya sastra dan proses kejiwaan tokoh-
tokoh dalam karya sastra. Dengan menggunakan pendekatan psikologi, dapat diamati
tingkah laku tokoh-tokoh dalam sebuah karya sastra (novel). Apabila tingkah laku tokoh-
tokoh dalam novel sesuai dengan aspek kejiwaan manusia, hal tersebut menunjukkan
34
(Endraswara, 2013: 96) Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya
sastra sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam
berkarya. Karya sastra yang dipandang sebagai fenomena psikologis, akan menampilkan
benarnya jika Jatman (dalam Endraswara (2013:97) berpendapat bahwa karya sastra dan
psikologi memang memiliki pertautan yang erat, secara tak langsung dan fungsional.
Pertautan secara tak langsung, karena baik karya sastra maupun psikologi memiliki objek
yang sama yaitu kehidupan manusia. psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional
karena sama-sama untuk mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam
psikologi gejala tersebut riil atau nyata, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif. Meskipun
karya sastra bersifat kreatif atau imajiner, pencipta tetap sering memanfaatkan hukum-hukum
Konteks demikian dapat dapat diartikan bahwa sastra tak mampu melepaskan diri dari
aspek psikis. Jiwa pula yang berkecamuk dalam sastra. Pendek kata, memasuki sastra akan
terkait dengan psikologi sastra dalam penelitian sastra. Sastra adalah fenomena yang tepat
didekati secara psikologis. Seperti wawasan yang telah lama menjadi pegangan umum dalam
dunia sastra, psikologis sastra juga memandang bahwa sastra merupakan hasil kreativitas
pengarang yang menggunakan media bahasa, yang diabadikan untuk kepentingan estetis.
Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti didalamnya
ternuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun suasana rasa
(emosi)
Pendekatan psikologi dalam studi sastra adalah suatu pendekatan yang berlandaskan
kritik sastra berawal dari semakin meluasnya teori psikoanalisis Freud yang muncul
pada tahun 1905, yang kemudian diikuti oleh murid-muridnya seperti Jung dengan
35
teori psikoanalisis, dan Richarddengan teori psikologi kepribadian. (Endraswara 2004:96),
psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktifitas kejiwaan.
karya sastra sebagai pantulan kejiwaan. Pengarang akan menangkap gejala jiwa
kemudian diolah kedalm teks dan dilengkapi dengan kejiwaannya. Proyeksi pengalaman
sendiri dan pengalaman hidup disekitar pengarang, akan terproyeks secara imajiner
kedalamtekssastra.
psikologi dapat diterapkan dalam analisis sastra. Penerapan prinsip psikologi dalam sastra
dapat dilakukan dengan empat macam cara. Pertama,diterapkan pada pembahasan tentang
pembaca.
psikologi tertentu yang dianut pengarang secara sadar atau samar-samar oleh
pengarang, dan teori ini cocok untuk menjelaskan tokoh dan situasi cerita.Hal tersebut
selaras dengan pendapat (Roekhan 1987:148-149), bahwa kajian yang menekankan pada
36
menggunakan sumbangan pemikiran, hukum-hukum psikologi dan aliran psikologi
tertentu. Dengan demikian, apa yang dilakukan para penelaah sastra dalam kajian ini
tokoh dalam suatu karya sastra dengan pandangan psikologi manusia menurut aliran
psikologi tertentu.
1. Pengertian Konflik
Dalam suatu kehidupan sosial, manusia tidak dapat melepaskan eksistensinya dari
jalinan hubungan dengan manusia lain. Suatu struktur sosial yang dibentuk oleh kelompok
masyarakat tertentu akan memberlakukan satu nilai sosial tertentu pula. Adanya perbedaan
ketegangan atau pertentangan didalam suatu cerita rekaan atau drama (pertentangan
antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri suatu tokoh, pertentangan antara dua tokoh, dan
sebagainya).
yang terjadi dan dialami oleh tokoh -tokoh cerita yang jika tokoh-tokoh itu mempunyai
kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memilih peristiwa itu menimpa
dirinya, sebagaimana diungkap oleh Meredith dan Fitzgerald (via Nurgiyantoro, 1995:122).
Sementara itu (Wellek dan Warren, 1989:285) menyatakan bahwa konflik adalah sesuatu
yang dramatik, mengacu pada pertentangan antara dua kekuatan yang seimbang dan
menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan. Dengan demikian konflik adalah sesuatu yang
tidak menyenangkan dan menyebabkan suatu aksi dan reaksi dari hal yang dipertentangkan
37
3.1.2 Wujud Konflik
(Nurgiyantoro, 1995: 61) membagi konflik dalam dua kategori yaitu konflik
fisik dan konflik batin, konflik internal dan eksternal. Konflik fisik melibatkan aktivitas fisik,
ada interaksi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang diluar dirinya: tokoh lain atau
lingkungan. Konflik batin adalah sesuatu yang terjadi dalam batin, hati seorang tokoh.
Kedua bentuk peristiwa tersebut saling berkaitan, saling menyebabkan terjadinya satu
dengan yang lain. Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh
dengan sesuatu diluar dirinya, dapat disebabkan karena budaya, hukum, etika, dan
tokoh utama cerita yaitu tokoh protagonis, sedangkan konflik eksternal juga dialami dan
disebabkan oleh adanya pertentangan antar tokoh atau antara tokoh protagonist dan
antagonis.
Konflik internal dan eksternal yang terdapat dalam sebuah fiksi dapat terdiri
dari bermacam-macam wujud, tingkat dan kefungsiannya. Konflik itu dapat berfungsi sebagai
konflik utama atau sub-sub konflik (konflik-konflik tambahan). Tiap konflik tambahan
haruslah bersifat mendukung, karenanya mungkin dapat juga disebut sebagai konflik
pendukung dan mempertegas kehadiran dan eksistensi konflik utama, konflik sentral
(central conflict), yang sendiri dapat berupa konflik internal atau eksternal atau keduanya
sekaligus. Konflik inilah yang merupakan inti plot, inti struktur cerita dan sekaligus
126).
38
3.1.3 Faktor Penyebab Terjadinya Konflik
Tingkat kompleksitan konflik yang ditampilkan dalam sebuah karya fiksi, dalam
banyak hal, menentukan kualitas, intensitas dan kemenarikan karya itu bahkan tak
berlebihan jika dikatakan bahwa menulis cerita sebenarnya tak lain adalah membangun
dan mengembangkan berdasarkan konflik yang dapat ditemui dari dunia nyata.
langsung atau tidak langsung, bersifat fisik maupun batin. Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa hubungan antar tokoh yang memiliki perbedaan watak, sikap,
macam, yaitu penyelesaian bahagia (happy end) dan penyelesaian sedih (sad end).
Penyelesaian sebuah cerita dikategorikan ke dalam dua golongan, yaitu penyelesaian terbuka
dan penyelesaian tertutup. Penyelesaian tertutup dan terbuka menunjukkan pada keadaan
akhir sebuah karya fiksi yang memang sudah selesai, cerita sudah habis sesuai dengan
tuntutan logika cerita yang dikembangkan. Sementara itu, penyelesaian terbuka memberi
mengisi sendiri “tempat kosong” sesuia dengan pemahamannya. Pembaca bebas untuk
39
B. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
Yogyakarta yang berjudul ”Konflik Psikologis Tokoh Naskah Drama Dor Karya Putu Wijaya
(Sebuah Pendekatan Psikoanalisis)”. Penelitian ini membahas tentang konflik yang dialami
oleh tokoh . Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa konflik tokoh terdiri atas
konflik internal dan konflik eksternal. Konflik eksternal berpengaruh pada psikis tokoh
yang berakibat terjadinya konflik internal. Konflik internal disebabkan oleh adanya
disebabkan oleh adanya ancaman, status sosial, pemaksaan kehendak, dan kekecewaan.
Konflik eksternal diselesaikan dengan cara penetapan individuasi, balas dendam, dan
kejujuran. Sedangkan konflik internal diselesaikan dengan cara pengambilan keputusan yang
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka yang berjudul ” Konflik Psikologis Tokoh Ben Barata
dalam Novel Dirty Little Secret Karya Aliazalea (Kajian Psikologis Sastra) ”. Penelitian ini
membahas tentang konflik yang dialami oleh tokoh. Hasil yang diperoleh menyatakan
bahwa konflik tokoh terdiri atas konflik internal dan konflik eksternal. Konflik
eksternal berpengaruh pada psikis tokoh yang berakibat terjadinya konflik internal. Konflik
sedangkan konflik eksternal disebabkan oleh adanya , status sosial, , dan kekecewaan.
Konflik eksternal diselesaikan dengan cara penetapan individuasi, minta maaf, dan kejujuran.
40
Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama melakukan penelitian konflik tokoh
meskipun cakupannya lebih luas. Sedangkan teori yang digunakan berbeda dengan penelitian
ini. Dalam skripsi yang ditulis oleh Septiana digunakan pendekatan Psikoanalisis Sastra,
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Alur Penelitian
Alur penelitian ini digunakan pada penelitian kualitatif yaitu dengan teknik kajian
analisis isi, pengumpulan data dilakukan dengan data yang sudah dikumpulkan dan di analisis
terlebih dahulu. Lalu dikelompokkan menjadi beberapa bagian. Dimulai dari membaca
novelnya terlebih dahulu, melalukan penelitian dengan cara menganalisis data, setelah itu
melakukan pembahasan hasil dari penelitian yang sudah dilakukan, menarik kesimpulan,
serta langkah terakhir yaitu penulisan laporan. Untuk lebih jelas penelitian yang dilakukan
Melakukan penelitian
Dimulai dari membaca novelnya terlebih
dengan cara menganisis data
dahulu
Menarik kesimpulan
Penelitian ini merupakan penelitian karya sastra melalui analisis dokumen berupa
studi pustaka. Tempat penelitian tidak terikat pada satu tempat karna objek yang dikaji
berupa naskah (teks) sastra, yaitu novel Dirty Little Secret Karya AliaZalea. Penelitian ini
tidak terpancang pada tempat dan waktu sehingga penelitian ini dapat dilakukan kapan saja
dan dimana saja. Penelitian ini bukan penelitian lapangan yang analisisnya besrsifat statis
melainkan sebuah analisis yang dinamis yang dapat terus dikembangkan. Adapun rincian
Kegiatan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1. Pengajuan
Judul
2. Pengajuan
Proposal
3. Seminar
Proposal
4. Pengumpulan
Data
Keabsahan
Data
Analisis Data
5. Penyusunan
43
Laporan
Penelitian
6. Seminar hasil
dan
Perbaikan
7. Ujian dan
perbaikan
C. Latar Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sikologis dari Tokoh Ben Barata, serta
wujud konflik, penyebab terjadinya konflik, dan bentuk penyelesaian konflik dari Tokoh Ben
Barata Dimulai dari membaca novelnya terlebih dahulu, melalukan penelitian dengan cara
menganalisis data, setelah itu melakukan pembahasan hasil dari penelitian yang sudah
tertulis atau lisan dari orang-orang danprilaku yang dapat diamati”. Penelitian kualitatif
bertumpu pada lata rbelakang alamiah secara menyeluruh , memposisikan manusia sebagai
alat penelitian, melakukan analisis data secara induktif, lebih mementingkanproses daripada
hasil penelitian yang dilakukan disepakati oleh peneliti dansubjek penelitiane Penelitian
44
b. Prosedur Data
penelitian yang dilakukan dengan cara teratur dan bertujuan untuk menyelesaikan sebuah
penelitian. Agar penelitian yang dilakukan bisa sesuai dengan hasil dan pembahasan yang
E. Peran Peneliti
Peran peneliti dalam melakukan sebuah penelitian sangatlah penting, karena seorang
penelitilah yang akan merencanakan suatu kegiatan peneliti, peneliti juga harus
harus bersumber atau dari sumber yang jelas, dari buku maupun jurnal yang diperoleh .
data, dan penghasil penelitian. Tanpa adanya peran peneliti, penelitian yang akan dilakukan
Teknik Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh
dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif. Langkah-langkah yang dilakukan adalah (1)
perbandingan data, dilakukan dengan cara membanding-bandingkan data yang ada didalam
novel yang digunakan sebagai referensi untuk memudahkan analisis, (2) kategorisasi,
dilakukan dengan cara mengelompokkan data yang sejenis dalam suatu kategori, (3)
penyajian data dengan tabulasi dan deskripsi, dan (4) inferensi dengan menarik
45
G. Pemeriksaan Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian ini diperoleh melalui validitas dan reliabilitas data.
Validitas data penelitian ini menggunakan validitas semantik (Endraswara, 2006:164), yaitu
mengamati data yang berupa unit-unit kata, kalimat, wacana, dialog, monolog, interaksi antar
tokoh, dan peristiwa dari berbagai data yang ditemukan untuk mengamati seberapa jauh data
tersebut dapat dimaknai sesuai dengan konteksnya. Berbagai pustaka dan penelitian yang
Reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu reliabilitas intrarater, yaitu
dengan pembacaan terhadap sumber data berupa novel secara berulang-ulang untuk
mendapatkan data dengan hasil yang sama. Selain itu penelitian ini juga menggunakan
reliabilitas interater. Reliabilitas ini juga dilakukan dengan berdiskusi dengan teman sejawat
yang dianggap memiliki kemampuan intelektual dan kapasitas apresiasi sastra yang baik.
Teman sejawat itu antara lain Dodi Probo Wibowo, dan Jarot Waskito.
46