leh
Oleh:
Sekalipun istilah sastra (literature) dengan pengertiannya yang sekarang baru muncul di
Eropa pada abad ke-18, sastra sesungguhnya berakar dari masa prasejarah atau masa purba
dalam wujud sastra lisan dan bentuk-bentuk mitos. Mitos merupakan wilayah kesusastraan
seperti dijelaskan oleh Carl Jung mengenai memorial rasial,diffuse historis, dan kesamaan dasar
dalam pemikiran manusia (Vickery dalam Taum,1997:10). Chase (dalam Taum,1997)
mnenyatakan bahwa mitos adalah karya sastra yang harus dipahami sebagai kreasi estetik dari
imajinasi manusia. Pengertian mitos sebagai seni sastra berkaitan dengan fungsi primer mitos
dan pemikiran manusia sebelum munculnya bidang-bidang lain, seperti ilmu
religi,ekonomi,dogma teologi,dan lain-lain. Sebagai ekspersi kesenian, mitos mengungkapkan
kekuatan magic impersonal yang mengacu kepada pengalaman akan hal-hal yang luar biasa
indah,menakutkan,mengagumkan, dahsyat yang berkaitan dengan emosi-emosi supernatural
(Chase dalam Taum,1997).
Persoalan yang selalu menjadi perdebatan yang tidak pernah selesai adalah persoalan
tentang pemberian makna terhadap kata sastra. Namun demikian, telah ada berbagai usaha
dari para pakar sastra untuk mendefinisikan sastra tersebut. Misalnya,ada yang mendefinisikan
sastra sebagai tulisan ‘imajinatif’ dalam artian fiksi, tulisan yang secara harfiah tidak harus
benar.
Definisi mengenai sastra dan upaya merumuskan ciri khas sastra sudah banyak dilakukan
orang sampai sekarang, namun agaknya belum memuaskan semua kalangan. Adapun yang
dikemukakan oleh Van Luxemburg (dalam Taum, 1997: 12) adalah sebagai berikut:
Para ahli kesusatraan sepakat menyatakan bahwa tidak mungkin merumuskan sebuah
definisi sastra secara universal karena sastra sangatlah bergantung pada lingkungan
kebudayaan dimana sastra iti dilahirkan dan dijalankan sebagai media untuk menyampaikan
pesan. Sastra hanyalah istilah yang digunakan untuk sebuah karya yang mempunytai nilai
estetika tertentu. Definisi sastra secara ontologisme misalnya; “ sastra adalah karangan
imajinatif yang dilukiskan dengan menggunakan bahasa yang indah”.
C. Karakteristik Sastra
Karakteristik sastra dapat dikategorikan menjadi beberapa bagian yaitu sastra sebagai
wadah, sastra universal, sastra mengalami deotomatisasi/ devamiliarisasi, sastra merupakan
proses mimesis.
Definisi mengenai hakikat fungsi dan tugas teori sastra tidak mudah untuk dirumuskan.
Bahkan istilah-istilah yang digunakan untuk menyebutkan konsep-konsep yang paling mendasar
pun berbeda-beda. Wiriamarta (1992) menyatakan bahwa antara teori dan ilmu sastra belum
memiliki batasan yang nyata, sehingga sastra menjadi ilmu yang banyak menghadapi
hambatan-hambatan.
Wellek Warren (2014) menyatakan bahwa untuk menentukan wilayah studi sastra, perlu
ditarik sebuah perbedaan antara sastra denga teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra.
Teori sastra adalah studi prinsip, katagori, dan kriteria,sedangkan studi karya-karya konkret
disebut dengan kritik sastra (pendekatan statis) dan sejarah sastra.
Dengan demikian, jelaslah bahwa tugas teori sastra adalah menetapkan prinsip-prinsip,
kategori-kategori,dan kriteria-kriteria mengenai sifat sastra pada umumnya dengan
memanfaatkan hasil-hasil dari kritik sastra dan sejarah sastra.
1. Penekatan Mimesis
Pendekatan ini beranjak dari pemikiran bahwa sastra sebagai mana hasil seni yang lain,
merupakan pencerminan atau refresentasi kehidupan nyata.
2. Pendekan objektif
Pendekatan ini membatasi diri pada penelaahan karya sastra itu sendiri, terlepas dari
soal pengarang dan pembaca. Dalam hal ini, karya sastra dipandang sebagai suatu
lebulatan makna, akibat perpaduan isi dengan pemanfaatan bahsa sebagai alatnya.
Dengan kata lain, pendekatan ini memandang dan menelaah sastra dari segi
intrinsiknya.
3. Pendekatan Ekspresif
Pendekatan Ekspresif menempatkan karya sastra sebagai curahan,ucapan, dan proyeksi
pikiran dan perasaan pengarang.
4. Pendekatan Pragmatis
Pendekatan Pragmatis memberikan perhatian utama terhadap peranan
pembaca.dengan mempertimbangkan indikator karya sastra dan pembaca,maka
masalah-masalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan pragmatis diantaranya
berbagai tanggapan masyarakat atau penerimaan pembaca tertentu terhadap sebuah
karya sastra.