Anda di halaman 1dari 20

Hakikat Sastra dan Hakikat Teks Sastra

(Genre, Jenis Teks, Wacana, Teks Primer dan Teks


Sekunder)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Teori, Apresiasi,
dan Pengajaran Sastra

Disusun oleh:
Abdul Haris Faisal 9905817002
Billy Antoro 9905817009
Billy Yonasis M. 9905817013

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Emzir, M.Pd.
Eva Leiliyanti, Ph.D.

PENDIDIKAN BAHASA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Karya sastra mampu menarik minat pembacanya untuk mengetahui

lebih jauh apa yang menjadi isi pikiran dalam sebuah sastra.

Perkembangan pesat karya sastra di dunia terus bergulir dan makin maju

seirama dengan pola pikir, penemuan, dan kreativitas manusia.

Kedudukan karya sastra dalam pengaruh kebudayaan dapat

mengukuhkan nilai-nilai positif dalam pikiran dan perasaan manusia.

Karya sastra dapat membuat siapapun yang membacanya bisa menjadi

kreatif, berwawasan luas, dan bahkan bisa menjadi pemimpin yang baik

apabila ia mampu menimba nilai-nilai yang dituangkan oleh pengarang

dalam karya sastra.

Dalam banyak macam karya sastra terdapat berbagai butir-butir

moral yang terungkap dan dapat dijadikan kajian dan renungan bagi

pembacanya. Karya sastra mampu menggugah kesadaran masyarakat

untuk menyerap dan mengolah pengaruh dari luar. Karya sastra selalu

terkandung di dalamnya pesan dan amanat yang dapat diaplikasikan

dalam kehidupan  bermasyarakat.

Pada pembahasan makalah ini berisi penjelasan mengenai hakikat

sastra dan hakikat teks sastra yang terdiri atas sub bagian:

a) Genre, jenis teks, dan wacana

b) Teks primer dan teks sekunder

1
B. Masalah yang dibahas

Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai

berikut.

1. Bagaimana hakikat sastra?

2. Bagaimana hakikat teks sastra?

3. Apakah pengertian dan contoh genre, jenis teks dan wacana?

4. Apakah pengertian dan contoh teks primer dan teks sekunder?

C. Tujuan Penulisan

Setelah membaca dan mempelajari materi ini, pembaca mampu:

1. Menjelaskan pengertian hakikat sastra dan hakikat teks sastra

2. Menjelaskan genre dalam karya sastra

3. Menjelaskan jenis teks dan wacana

4. Menjelaskan teks primer dan teks sekunder

D. Manfaat

Pembaca makalah ini diharapkan mampu mengambil manfaat baik

dalam proses pemahaman maupun praktit dalam kegiatan bersastra.

Pembaca mampu mendalami hakikat sastra, subjek dan objek sastra,

genre sastra, jenis teks, wacana, teks primer dan teks sekunder.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hakikat Sastra dan Teks Sastra

1. Hakikat Sastra

Sastra secara etimologi diambil dari bahasa-bahasa Barat (Eropa)

seperti literature (bahasa Inggris), littérature (bahasa Prancis), literatur

(bahasa Jerman), dan literatuur (bahasa Belanda). Semuanya berasal dari

kata litteratura (bahasa Latin) yang sebenarnya tercipta dari terjemahan

kata grammatika (bahasa Yunani). Litteratura dan grammatika masing-

masing berdasarkan kata “littera” dan “gramma” yang berarti huruf (tulisan

atau letter). Dalam bahasa Prancis, dikenal adanya istilah belles-lettres

untuk menyebut sastra yang bernilai estetik. Istilah belles-lettres tersebut

juga digunakan dalam bahasa Inggris sebagai kata serapan, sedangkan

dalam bahasa Belanda terdapat istilah bellettrie untuk merujuk makna

belles-lettres. Dijelaskan juga, sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari

bahasa Sansekerta yang merupakan gabungan dari kata sas, berarti

mengarahkan, mengajarkan dan memberi petunjuk. Kata sastra tersebut

mendapat akhiran tra yang biasanya digunakan untuk menunjukkan alat

atau sarana. Sehingga, sastra berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk

atau pengajaran. Sebuah kata lain yang juga diambil dari bahasa

Sansekerta adalah kata pustaka yang secara luas berarti buku (Teeuw,

1984: 22-23).

3
Pengertian tentang sastra sangat beragam. Berbagai kalangan

mendefinisikan pengertian tersebut menurut versi pemahaman mereka

masing-masing. Menurut Mario Klarer, sastra disebut sebagai

keseluruhan ekspresi tertulis, dengan batasan bahwa tidak setiap

dokumen tertulis dapat dikategorikan sebagai sastra dalam arti kata yang

lebih tepat. Oleh karena itu, biasanya mencakup kata sifat tambahan

seperti "estetika" atau "artistik" untuk membedakan karya sastra dari teks-

teks penggunaan sehari-hari. seperti buku telepon, surat kabar, dokumen

hukum, dan ilmiah tulisan.

Menurut A. Teeuw, sastra dideskripsikan sebagai segala sesuatu

yang tertulis; pemakaian bahasa dalam bentuk tulis. Sementara itu, Jacob

Sumardjo dan Saini K.M. mendefnisikan sastra dengan 5 buah pengertian,

dan dari ke-5 pengertian tersebut dibatasi menjadi sebuah definisi. Sastra

adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran,

semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang

membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Secara lebih rinci lagi, Faruk

mengemukakan bahwa pada mulanya pengertian sastra amat luas, yakni

mencakup segala macam hasil aktivitas bahasa atau tulis-menulis. Jadi

dapat disimpulkan berdasarkan pendapat para ahli sastra didefinisikan

sebagai segala hasil aktivitas bahasa yang bersifat imajinatif, baik dalam

kehidupan yang tergambar di dalamnya, maupun dalam hal bahasa yang

digunakan untuk menggambarkan kehidupan itu.

            Untuk mempelajari sastra lebih dalam lagi, setidaknya terdapat 5

karakteristik (hakikat) sastra yang mesti dipahami. Pertama, pemahaman

4
bahwa sastra memiliki tafsiran mimesis. Artinya, sastra yang diciptakan

harus mencerminkan kenyataan. Kalau pun belum, karya sastra yang

diciptakan dituntut untuk mendekati kenyataan. Kedua, manfaat sastra.

Mempelajari sastra mau tidak mau harus mengetahui apa manfaat sastra

bagi para penikmatnya. Dengan mengetahui manfaat yang ada, paling

tidak kita mampu memberikan kesan bahwa sastra yang diciptakan

berguna untuk kemaslahatan manusia. Ketiga, dalam sastra harus

disepakati adanya unsur fiksionalitas. Unsur fiksionalitas sendiri

merupakan cerminan kenyataan, merupakan unsur realitas yang tidak

‘terkesan’ dibuat-buat.Keempat, pemahaman bahwa karya sastra

merupakan sebuah karya seni. Dengan adanya karakteristik sebagai

karya seni ini, pada akhirnya kita dapat membedakan mana karya yang

termasuk sastra dan bukan sastra. Kelima, setelah empat karakteristik ini

kita pahami, pada akhirnya harus bermuara pada kenyataan bahwa sastra

merupakan bagian dari masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa sastra

yang ditulis pada kurun waktu tertentu memiliki tanda-tanda, yang kurang

lebih sama, dengan norma, adat, atau kebiasaan yang muncul

berbarengan dengan hadirnya sebuah karya sastra.

2. Teks Sastra

Teks sastra adalah teks-teks yang disusun dengan tujuan artistik

dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan adalah bahasa

lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, ada sastra lisan dan ada pula

sastra tulis.

5
Terdapat enam faktor yang menentukan sebuah teks sastra. Faktor

tersebut selanjutnya disebut sebagai faktor-faktor yang berperan dalam

tindak komunikasi. Keenam faktor tersebut adalah: (1) pemancar, (2)

penerima, (3) pesan (teks itu sendiri), (4) kenyataan atau konteks yang

diacu, (5) kode, dan (6) saluran. Sementara itu, terdapat empat jenis teks,

yakni: (1) teks acuan, (2) teks ekspresif, (3) teks persuasif, dan (4) teks-

teks mengenai teks. Teks acuan dibedakan lagi menjadi tiga, yakni: (1)

teks informatif, (2) teks diakursif, dan (3) teks instruktif.

Pada akhirnya, semua pembahasan mengenai teks harus

bermuara pada bagaimana cara menilai teks-teks sastra. Memang, ilmu

sastra tidak memberikan penilaian pada teks, tidak menghakimi baik-

buruknya teks, tetapi ia bersama para ahli estetika dan juga kritikus

sastra, mempelajari fakta dan relasi-relasi atau instrumen-instrumen yang

diungkapkan dalam sebuah penilaian.

B. Genre, Jenis Teks, dan Wacana

1. Genre

Menurut Klarer (1999:9), istilah genre yang biasanya mengacu

pada salah satu dari tiga literatur klasik bentuk-bentuk epik, drama, atau

puisi. Kategorisasi ini sedikit membingungkan karena epik terjadi dalam

ayat juga, tapi tidak diklasifikasikan sebagai puisi. Sebenarnya, ini

merupakan prekursor dari novel modern (yaitu, prosa fiksi) karena fitur

strukturalnya seperti plot, karakter presentasi, dan perspektif naratif. Meski

sudah tua ini, klasifikasi yang masih digunakan, kecenderungan saat ini

adalah meninggalkan istilah tersebut "epik" dan memperkenalkan "prosa,"

6
"fiksi," atau "prosa fiksi" untuk film bentuk sastra yang relatif muda dari

novel dan cerita pendek.

Pembagian genre sastra imajinatif dapat dirangkumkan dalam

bentuk puisi, fiksi atau prosa naratif, dan drama. Penjelasan tentang

ketiga karya sastra ini akan kita kupas secara terperinci.

a) Puisi: Puisi adalah rangkaian kata yang sangat padu. Oleh

karena itu, kejelasan sebuah puisi sangat bergantung pada

ketepatan penggunaan kata serta kepaduan yang

membentuknya. Puisi adalah salah satu genre tertua dalam

sejarah sastra.

Istilah "puisi", bagaimanapun, kembali ke kata Yunani "poieo"

("membuat", "menghasilkan"), yang menunjukkan bahwa penyair

adalah orang yang "membuat" ayat. Meskipun etimologi

menyoroti cahaya pada beberapa aspek lirik dan puitis, tidak

dapat menawarkan penjelasan yang memuaskan tentang

fenomena seperti itu (Mario, 1999: 28)

b) Fiksi atau prosa naratif: Fiksi atau prosa naratif adalah karangan

yang bersifat menjelaskan secara terurai mengenai suatu

masalah atau hal atau peristiwa dan lain-lain. Fiksi pada

dasarnya terbagi menjadi novel, roman, dan cerita pendek.

c) Seni dramatis atau pertunjukan, namun, gabungkan kata-kata

verbal dengan sejumlah sarana non-verbal atau optikvisual,

termasuk panggung, pemandangan, pergeseran adegan,

ekspresi wajah, gerak tubuh, make-up, alat peraga, dan

7
pencahayaan (Mario, 1999: 44). Drama adalah proses lakon

sebagai tokoh dalam peran, mencontoh, meniruh gerak

pembicaraan perseorangan, menggunakan secara nyata dari

perangkat yang dibayangkan, penggunaan pengalaman yang

selalu serta pengetahuan, karakter dan situasi dalam suatu

lakuan, dialog, monolog, guna menghindarkan peristiwa dan

rangkaian cerita cerita tertentu.

Suroto dalam bukunya yang berjudul "Apresiasi Sastra Indonesia"

menjelaskan secara terperinci tentang pengertian tiga genre yang

termasuk dalam prosa naratif berikut ini.

a) Novel: Novel ialah suatu karangan prosa yang bersifat cerita,

yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari

kehidupan orang-orang (tokoh cerita). Dikatakan kejadian yang

luar biasa karena dari kejadian ini lahir suatu konflik, suatu

pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib para tokoh. Novel

hanya menceritakan salah satu segi kehidupan sang tokoh

yang benar-benar istimewa, yang mengakibatkan terjadinya

perubahan nasib.

b) Roman: Istilah roman berasal dari genre romance dari Abad

Pertengahan, yang merupakan cerita panjang tentang

kepahlawanan dan percintaan. Istilah roman berkembang di

Jerman, Belanda, Perancis, dan bagian-bagian Eropa Daratan

yang lain. Ada sedikit perbedaan antara roman dan novel, yakni

8
bahwa bentuk novel lebih pendek dibanding dengan roman,

tetapi ukuran luasnya unsur cerita hampir sama.

c) Cerita pendek: Cerita atau cerita pendek adalah suatu

karangan prosa yang berisi cerita sebuah peristiwa kehidupan

manusia -- pelaku/tokoh dalam cerita tersebut. Dalam karangan

tersebut terdapat pula peristiwa lain tetapi peristiwa tersebut

tidak dikembangkan, sehingga kehadirannya hanya sekadar

sebagai pendukung peristiwa pokok agar cerita tampak wajar.

Ini berarti cerita hanya dikonsentrasikan pada suatu peristiwa

yang menjadi pokok ceritanya.

d) Drama: Genre sastra imajinatif yang ketiga adalah drama.

Drama adalah karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui

dialog-dialog para tokohnya. Drama sebagai karya sastra

sebenarnya hanya bersifat sementara, sebab naskah drama

ditulis sebagai dasar untuk dipentaskan. Dengan demikian,

tujuan drama bukanlah untuk dibaca seperti orang membaca

novel atau puisi. Drama yang sebenarnya adalah kalau naskah

sastra tadi telah dipentaskan. Tetapi bagaimanapun, naskah

tertulis drama selalu dimasukkan sebagai karya sastra.

Selanjutnya adalah pembagian genre sastra nonimajinatif, di

mana kadar fakta dalam genre sastra ini agak menonjol.

Sastrawan bekerja berdasarkan fakta atau kenyataan yang

benar-benar ada dan terjadi sepanjang yang mampu

diperolehnya. Penyajiannya dalam bentuk sastra disertai oleh

9
daya imajinasinya, yang memang menjadi ciri khas karya

sastra.

a) Esai: Esai adalah karangan pendek tentang sesuatu fakta

yang dikupas menurut pandangan pribadi manusia. Dalam

esai, baik pikiran maupun perasaan dan keseluruhan pribadi

penulisnya tergambar dengan jelas, sebab esai merupakan

ungkapan pribadi penulisnya terhadap sesuatu fakta.

b) Kritik: Kritik adalah analisis untuk menilai sesuatu karya seni,

dalam hal ini karya sastra. Jadi, karya kritik sebenarnya

termasuk argumentasi dengan faktanya sebuah karya sastra,

sebab kritik berakhir dengan sebuah kesimpulan analisis.

Tujuan kritik tidak hanya menunjukkan keunggulan,

kelemahan, benar dan salahnya sebuah karya sastra

dipandang dari sudut tertentu, tetapi tujuan akhirnya adalah

mendorong sastrawan untuk mencapai penciptaan sastra

setinggi mungkin, dan juga mendorong pembaca untuk

mengapresiasi karya sastra secara lebih baik.

c) Biografi: Biografi atau riwayat hidup adalah cerita tentang

hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain. Tugas penulis

biografi adalah menghadirkan kembali jalan hidup seseorang

berdasarkan sumber-sumber atau fakta-fakta yang dapat

dikumpulkannya. Teknik penyusunan riwayat hidup itu

biasanya kronologis yakni dimulai dari kelahirannya, masa

10
kanak-kanak, masa muda, dewasa, dan akhir hayatnya.

Sebuah karya biografi biasanya menyangkut kehidupan tokoh-

tokoh penting dalam masyarakat atau tokoh-tokoh sejarah.

d) Autobiografi: Autobiografi adalah biografi yang ditulis oleh

tokohnya  sendiri, atau kadang-kadang ditulis oleh orang lain

atas penuturan dan sepengetahuan tokohnya. Kelebihan

autobiografi adalah bahwa peristiwa-peristiwa kecil yang tidak

diketahui orang lain, karena tidak ada bukti yang dapat

diungkapkan. Begitu pula sikap, pendapat, dan perasaan

tokoh yang tak pernah diketahui orang lain dapat

diungkapkan.

e) Sejarah: Sejarah adalah cerita tentang zaman lampau sesuatu

masyarakat berdasarkan sumber-sumber tertulis maupun

tidak tertulis. Meskipun karya sejarah berdasarkan fakta yang

diperoleh dari beberapa sumber, namun penyajiannya tidak

pernah lepas dari unsur khayali pengarangnya. Fakta sejarah

biasanya terbatas dan tidak lengkap, sehingga untuk

menggambarkan zaman lampau itu, pengarang perlu

merekonstruksinya berdasarkan daya khayal atau

imajinasinya, sehingga peristiwa itu menjadi lengkap dan

terpahami.

f) Memoar: Memoar pada dasarnya adalah sebuah autobiografi,

yakni riwayat yang ditulis oleh tokohnya sendiri. Bedanya,

memoar terbatas pada sepenggal pengalaman tokohnya,

11
misalnya peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh selama

Perang Dunia II saja. Fakta dalam memoar itu unsur imajinasi

penulisnya ikut berperanan.

Genre sastra nonimajinatif ini belum berkembang dengan baik,

sehingga adanya genre tersebut kurang dikenal sebagai bagian dari

sastra. Apa yang disebut karya sastra selama ini hanya menyangkut

karya-karya imajinasi saja. Hal ini bisa kita lihat dari pemahaman

masyarakat, khususnya pelajar tentang sastra.

2. Jenis Teks

      Jenis teks berdasarkan ragamnya terdiri teks sastra dan nonsastra.

a) Teks Sastra
Teks sastra adalah teks-teks yang disusun dengan tujuan artistik

dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan terdiri atas

bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, ada sastra lisan dan ada

pula sastra tulis. Kajian ini berfokus pada kajian sastra tulis.

b) Teks Nonsastra

Bahasa nonsastra bersifat denotatif, artinya mengacu pada satu

pengertian saja. Tidak ada tambahan makna lain dari kata-kata yang

digunakannya. Dia bermakna konkret dan wajar. Berbeda dengan bahasa

sastra, pada umumnya menggunakan kata-kata yang bermakna konotatif,

yaitu yang memiliki pengertian tambahan atau arti sekunder di samping

arti primernya. Bahkan sering kali terjadi justru makna sekundernya yang

lebih penting daripada makna primernya. Bahasa sastra bersifat multi-

interpretabel artinya bahasa sastra cenderung mengandung penafsiran

12
ganda dari pembacanya. Hal itu terjadi karena sifat konotatif  bahasa

sastra, berbeda dengan bahasa nonsastra yang tidak memiliki sifat multi-

interpretatif artinya bahasa yang digunakan mudah sekali dipahami.

3. Wacana

Wacana adalah definisi yang disampaikan oleh Badudu dalam

Eriyanto (2001:2), yaitu: (1) wacana adalah rentetan kalimat yang

berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi

yang lainnya, yang membentuk satu kesatuan sehingga terbentuklah

makna yang serasi di antara kalimat-kalimat tersebut, dan (2) wacana

adalah kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi di atas kalimat atau

klausa dengan kohesi dan koherensi yang berkesinambungan,

disampaikan secara lisan atau tulisan.

Wacana adalah cara untuk menghasilkan pengetahuan, beserta

praktik sosial yang menyertainya. (Ratna, 2007: 607-608). Wacana adalah

ujaran atau ucapan, sebagai bahasa yang sedang digunakan. ( Ratna,

2012: 244). Wacana dan teks merupakan sinonim yang mana dalam

wacana digunakan pada linguistik dan ilmu-ilmu sosial, sedangkan teks

khusus dalam sastra (Ratna, 2007: 608). Jadi dapat disimpulkan wacana

adalah cara untuk menghasilkan pengetahuan beserta praktik sosial yang

menyertainya dan sebagai bahasa yang digunakan yang terdiri dari

kalimat yang didalamnya terdapat kohesi atau koherensi

berkesinambungan yang disampaikan secara lisan atau tulisan.

Wacana secara kasat mata dapat dibedakan berdasarkan  struktur

generik (generic structure) dan fitur-fitur bahasanya (language features).

13
Struktur generik adalah struktur yang terbentuk dari perbedaan fungsi-

fungsi paragraf dalam membangun sebuah wacana (seperti tesis,

argumen, klimaks, dst). Yang disebut fitur bahasa di sini adalah

penggunaan atau pemanfaatan bahasa (baik itu tata bahasa maupun

diksinya) untuk membangun sebuah wacana.

Berdasarkan struktur generik dan fitur-fitur bahasanya, wacana-

wacana yang sering kita jumpai dapat kita kelompokkan dalam tiga

kelompok wacana yaitu; (1) kelompok wacana naratif, (2) kelompok

wacana deskriptif dan (3) kelompok wacana argumentatif.

Kelompok wacana Naratif dapat dibagi menjadi beberapa genre

seperti; (a) Naratif itu sendiri, (b) Rekon, (c) Anekdot, (d) Spoof, (e) dan

Item berita (news item). Genre di atas dibuat dengan tujuan untuk

menginformasikan sesuatu dalam bentuk cerita.

Kelompok wacana deskriptif dibagi menjadi beberapa genre seperti;

(1) Deskriptif, (2) Report, (3) Prosedur dan (4) Eksplanasi. Genre-genre

jenis ini pada dasarnya dibuat untuk memerikan (mendeskripsikan)

sesuatu atau proses terjadinya sesuatu serta tidak dimaksudkan untuk

menceritakan sesuatu.

Kelompok wacana Argumentatif dibagi menjadi beberapa genre

seperti; (1) Eksposisi Analitik, (2) Eksposisi Hortatorik, (3) Diskusi serta (4)

Argumentatif. Genre-genre tersebut dibuat dengan tujuan untuk

melakukan eksplorasi terhadap argumen-argumen yang ditujukan untuk

menjawab pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana.”

14
C. Teks Primer dan Teks Sekunder

Menurut Mario Klarer, studi sastra tradisional membedakan antara

objek artistik, atau sumber utama, dan perlakuan ilmiahnya dalam teks

kritis, atau sumber sekunder. Sumber utama menunjukkan objek

tradisional analisis dalam kritik sastra, termasuk teks dari semua genre

sastra, seperti fiksi, puisi, atau drama.

1. Teks Primer

Teks (data) primer adalah suatu karya sastra yang berbentuk

teks yang datanya akan digunakan atau diambil secara langsung

dan akan dianalisis oleh peneliti. Contoh teks (data) primer adalah

novel dan cerpen.

2. Teks Sekunder

Istilah sumber sekunder berlaku untuk teks seperti artikel

(atau esai), ulasan buku, dan catatan (komentar singkat yang

sangat spesifik topik), semuanya diterbitkan terutama dalam jurnal

ilmiah.

Teks (data) sekunder adalah suatu karya sastra yang

berbentuk teks (data) yang akan digunakan atau diambil secara

tidak langsung atau melalui perantara dan akan dianalisis oleh

peneliti sering disebut juga data-data pendukung. Berikut adalah

sumber teks sekunder. Bentuk sumber sekunder di antaranya

adalah esai (artikel), catatan, review buku, dan monograf.

15
Beberapa sumber yang dapat didapatkan dari media penerbitan

adalah jurnal penelitian, festschrift, antologi (koleksi), dan buku.

16
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Sastra didefinisikan sebagai segala hasil aktivitas bahasa yang

bersifat imajinatif, baik dalam kehidupan yang tergambar di dalamnya,

maupun dalam hal bahasa yang digunakan untuk menggambarkan

kehidupan itu. Untuk mempelajari sastra lebih dalam lagi, setidaknya

terdapat 5 karakteristik (hakikat) sastra yang mesti dipahami. Pertama,

pemahaman bahwa sastra memiliki tafsiran mimesis. Kedua, manfaat

sastra. Ketiga, dalam sastra harus disepakati adanya unsur

fiksionalitas. Keempat, pemahaman bahwa karya sastra merupakan

sebuah karya seni. Kelima, setelah empat karakteristik ini kita pahami,

pada akhirnya harus bermuara pada kenyataan bahwa sastra

merupakan bagian dari masyarakat.

Genre adalah jenis khas atau kategori komposisi sastra, seperti

epik, tragedi, komedi, novel dan cerita pendek. Pembagian genre

sastra imajinatif dapat dirangkumkan dalam bentuk puisi, fiksi atau

prosa naratif, dan drama. Genre yang termasuk dalam karya sastra

nonimajinatif, yaitu: esai, kritik, biografi, autobiografi, sejarah, memoar,

catatan harian, surat-surat.

Wacana adalah cara untuk menghasilkan pengetahuan beserta

praktik sosial yang menyertainya dan sebagai bahasa yang digunakan

yang terdiri dari kalimat yang didalamnya terdapat kohesi atau

17
koherensi berkesinambungan yang disampaikan secara lisan atau

tulisan.

Teks (data) primer adalah suatu karya sastra yang berbentuk

teks yang datanya akan digunakan atau diambil secara langsung dan

akan dianalisis oleh peneliti. Contoh teks (data) primer adalah novel

dan cerpen.

Teks (data) sekunder adalah suatu karya sastra yang berbentuk

teks (data) yang akan digunakan atau diambil secara tidak langsung

atau melalui perantara dan akan dianalisis oleh peneliti sering disebut

juga data-data pendukung. Contoh teks (data) sekunder adalah buku

catatan sejarah atau biografi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Emzir dan Saifur Rohman. 2015. Teori dan Pengajaran Sastra. Depok:

Rajagrafindo Persada.

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media.

Yogyakarta : Lkis Yogyakarta.

Faruk. 2015. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik

sampai Post-modernisme. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Klarer, Mario. 1999. An Introduction to Literary Studies. London:

Routledge.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia

Modern. Yogyakarta: Gama Media.

Priyanti, Endah Tri. 2010. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi

Krisis. Jakarta: Bumi Aksara.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Metode dan Teknik Penelitian

Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumardjo, Jakob, dan Saini K.M. 1994. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama.

Teuw, Andreas. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra (Pengantar Teori

Sastra). Jakarta: Pustaka Jaya.

Wellek, Rene & Warren Austin. 1990. Teori Kesusastraan, terjemahan

Melani Budiatna. Jakarta: PT. Gramedia.

19

Anda mungkin juga menyukai