13010117130054
Tugas 2
BAB 1
PENDAHULUAN
Pengertian sastra tidak berlaku universal sepanjang sejarah zaman di Indonesia. Di mana saja
pengertian sastra selalu berubah-ubah sejalan dengan perkembangan sastra itu yang
Indonesia. Misalnya apakah yang dimaksud dengan sastra yang berbahasa Indonesia, sastra
yang ditulis oleh pengarang Indonesia, sastra yang berisi tentang Indonesia, atau sastra-sastra
yang ada di (se-)Indonesia. Tentu saja penentuan pengertian itu bergantung pada kesepakatan.
Misalnya orang sepakat untuk membatasi pengertian sastra Indonesia itu pada bahasanya, maka
sastra Indonesia adalah sastra yang berbahasa Indonesia. Dalam hal ini bahasa ditempatkan
sebgai unsur utama sastra Indonesia, (Yudiono, 1986:8-11). Dengan pengertian itu, orang akan
menempatkan sekian banyak puisi, cerita pendek, novel, novelette, roman, naskah lakon, sebagai
objek studi, tetapi akan timbul kesulitan. Sebab, objek yang disebut sastra Indonesia itu tidak
dengan sendirinya muncul dihadapan pembaca, tidak dengan mudah mereka kenali dan mereka
tangkap sosoknya. Orang harus membacanya sendiri agar dapat menyatakan pendapat. Setiap
saat ia harus melakukan dua hal sekaligus, menangkap objeknya dan menggapai-gapai teorinya.
Jadi, pembaca tidak boleh hanya berteori saja tanpa membaca karya sastra, atau sebaliknya
BAB II
TEORI SASTRA
Ada dua istilah penting berkaitan dengan sastra, yaitu seni sastra dan ilmu sastra. Karya sastra
sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya
bahasa yang bersifat estetik (dalam arti seni), hasilnya berupa karya sastra, misalnya novel, puisi,
cerita pendek, drama, dan lain-lain, sedang ilmu sastra mempunyai ciri-ciri keilmuan, yaitu
objek, teori, dan metode. Artinya, sastra dapat berlaku sebagai objek atau subjek penelitian.
Dapat dipakai sebagai perangkat teori yang dijadikan alat penelitian, misalnya teori sastra, kritik
sastra, dan sebagainya. Selain pengertian itu masih ada pengertian lainnya yaitu pengetahuan
sastra. Pengetahuan sastra bersifat informative, artinya sebagai informasi seputar teks-teks karya
sastra yang berupa keterangan, penjelasan serta fakta-fakta dan data-data tentang suatu teks
Karya sastra itu ialah segala sesuatu yang tercetak atau tertulis saja. Sebab, pengertian tersebut
tidak mencakup sastra lisan. Lagi pula tidak semua teks yang tercetak atau tertulis itu termasuk
karya sastra. Karya sastra ialah karya yang bersifat fiktif (rekaan). Sebuah karya sastra meskipun
bahannya (inspirasinya) diambil dari dunia nyata, tetapi sudah diolah oleh pengarang melalui
imajinasinya sehingga tidak dapat diharapkan realitas karya sastra sama dengan realitas dunia
nyata. Sebab, realitas dalam karya sastra sudah ditambah sesuatu oleh pengarang, sehingga
kebenaran dalam karya sastra ialah kebenaran yang dianggap idela oleh pengarangnya.
Secara garis besar fungsi karya sastra, sebagaimana dikatakan Horatio, adalah dulce et utile
(menyenangkan dan berguna). Dianggap berguna karena pengalaman jiwa yang dibeberkan
dalam kongkretisasi cerita, dan dikatakan menyenangkan karena cara pembeberannya. Oleh
karena itu, jika sebuah karya sastra menunjukkan sifat-sifat menyenangkan dan berguna yang
kuat, maka karya sastra itu dapat dianggap sebagai karya sastra yang bernilai. Pendapat ini
Yang dimaksud jarak estetik adalah jarak antara realitas dalam karya sastra dengan realitas
kehidupan sehari-hari. Jarak estetik ini merupakan salah satu, bukan satu-satunya, kriteria yang
dahulu dipakai oleh oara kritikus sastra untuk menentukan nilai mutu sebuah karya. Dasarnya
adalah apabila sebuah karya sastra mempunyai jarak estetika dekat maka karya sastra itu
BAB III
ILMU SASTRA
Tiga bidang tersebut meliputi teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra.
1. Teori sastra adalah cabang ilmu sastra yang mempelajari teori kesusastraan, meliputi latar
balakang sastra, istilah-istilah sastra, konsep sastra, prinsip umum sastra, bermacam-
sastra dari awal hingga yang terakhir, mencakup sejarah lahirnya karya sastra, jenis-jenis
3. Kritik sastra adalah cabang ilmu sastra yang mempelajari karya sastra dengan langsung
Telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa selain unsur imajinatif, unsure keindahan
memegang peranan penting bagi sebuah karya sastra. Jika seseorang membaca karya sastra yang
melukiskan kesedihan, kemelaratan, kebobrokan, kemudian ia merasa bahwa pelukisan itu indah;
apakah dengan demikian kesedihan, kemelaratan, kebobrokan itu indah? Tentu saja tidak, yang
C. Genre Sastra
istilah genre (baca: zyangre) berasal dari bahasa Prancis yang berarti jenis. Jadi, genre sastra
berarti jenis karya sastra. Ahli pikir yang pertama meletakkan dasar teori genre adalah
Aristoteles dalam tulisannya yang terkenal poetica. Teori Aristoteles tentang jenis karya sastra
didasarkan pada karya sastra Yunani klasik, tetapi yang menarik dari teori Aristoteles ini adalah
bahwa ia cocok diterapkan pada karya sastra lain di seluruh dunia. Misalnya puisi dan prosa,
Unsur-unsur yang secara organic membangun sebuah karya sastra. Unsur-unsur itu jalin-
Telah disinggung bahwa segi ekstrinsik adalah hal-hal yang mempengaruhi isi karya sastra,
misalnya aspek-aspek sosial disekitar pengarang yang ikut mewarnai isi karya sastra; atau
Pendekatan mimetik memandang karya sastra sebagai tiruan atau pembayangan dunia nyata.
Pendekatan pragmatik memandang makna karya sastra ditentukan oleh public pembacanya
selaku penyambut karya sastra. Pendekatan ekspresif memandang karya sastra sebagai
pernyataan dunia batin pengarang yang bersangkutan. Pendekatan objektif memandang karya
sastra sebagai dunia otonom yang dapat dilepaskan dari siapa pengarang dan lingkungan sosial-
budaya zamannya, sehingga karya sastra dapat dianalisis berdasarkan strukturnya sendiri.
BAB IV
Menurut Saad (melalui Sudjiman, 1988:16:17) penelitian sastra sedikit banyak harus
mengharapkan peranan ilmu-ilmu bantu. Sastra adalah produk masyarakat, sastra merupakan
pengalaman yang intens, yang ditunjukkan melalui keberadaan jiwa dan perilaku tokoh-
tokohnya. Jadi, jelas betapa penelitian sastra memerlukan sekali uluran tangan ilmu-ilmu bantu
tersebut. Penelitian intrinsik misalnya, jelas memerlukan bantuan linguistik. Demikian pula
penelitian ekstrinsik perlu bantuan psikologi, sosiologi, sejarah, filsafat, dan sebagainya.
Sastra diciptakan pengarang tidak dalam keadaan kosong. Pengarang tentu mempunyai misi
tertntu yang harus disampaikan kepada pembaca. Mungkin berupa gagasan, cita-cita, saran,
hasutan, dan lain-lain. Pengarang menulis tentu ada sesuatu yang ingin disampaikan kepada
pembaca. Mungkin karena terlihat realitas yang menyentuh atau katakanlah yang istimewa,
misalnya tentang keadilan, kejujuran, atau kebobrokan. Kepekaan naluri pengarang dengan
kreativitas dan latar belakang sosialnya mampu mendorong untuk mengungkapkan realitas
istimewa yang ditangkap batin melalui indera itu untuk disampaikan kepada orang lain.
pangkal pembicaraan hubungan karya sastra dengan masyarakat, meskipun tidak sepenuhnya
benar bahwa karya sastra adalah pencerminan masyarakat. Sebab, apa yang diucapkan pengarang
sebenarnya adalah pengalaman dan keseluruhan pendapatnya tentang hidup, bukan keseluruhan
Tidak dapat disangkal bahwa hubungan karya sastra dengan sistem sosial budaya sangat erat.
Sebagai bagian dari budaya, karya sastra mempunyai kaitan dengan segi-segi budaya lainnya,
seperti, seperti bahasa, agama, bermacam-macam kesenian, sistem sosial yang meliputi sistem
nilai dalam masyarakat, tradisi, pola pikir, dan sebagainya. Hal itu terlihat jelas jika
memperhatikan fungsi sosial karya sastra dalam hubungannya dengan sistem sosial budaya.
BAB V
PENELITIAN SASTRA
Ada enam tingkatan dalam penelitian sastra, antara lain sebagai berikut:
2. Taraf Liris
3. Taraf Impresionistis
4. Taraf Esei
5. Taraf Stilistika
6. Taraf Ilmiah
2. Penelitian Pengarang
3. Penelitian Pembaca
BAB VI
A. Formalisme
B. Strukturalisme
C. Dekonstruksi (Post-Struturalisme)
D. Semiotik
E. Sosiologi Sastra
F. Psikologi Sastra
G. Psikoanalisis
H. Feminisme
I. Resepsi
J. Intertekstual
K. Estetika
L. Stilistika
M. Kritika Baru
BAB VII
Bagi sebagian orang, termasuk sebagian ahli sastra, segala macam cara dan bentuk penciptaan
hakikat dan fungsi sastra sejati. Hal tersebut merupakan kongkretisasi itu prinsip ekuivalen dan
deviasi dalam sistem penciptaan sastra dan mekanisme pengkomunikasian sastra. Sebab,
menurut Teeuw perkembangan penciptaan sastra memang selamanya selalu berada dalam
ketegangan antara tradisi dan inovasi, antara konvensi dan inovasi (1983:11). Salah satu contoh
adalah sastra hibrida. Masyarakat sekarang dihadapkan pada realitas perkembangan penciptaan
dan penyebarluasan sastra yang membawa aneka ragam bentuk (visual dan audio) yang serba
belum jelas identitasnya: sastra instalasi, sastra cyber, sastra graffiti, sastra flash, sastra facebook,
sastra twitter, sastra blog, sastra diary, sastra cinema, sastra electronic, sastra science, dan sastra
digital. Penelitian terhadap berbagai fenomena penciptaan dan penyebarluasan karya sastra itu
tidak dapat dipisahkan dari kajian sastra bandingan. Oleh karena itu, sebelum orang mempelajari
seluk-bluk pendekatan dan teori sastra bandingan tentau lebih penting adalah mempelajari
A. Sastra Bandingan
Menurut Remak, sastra bandingan merupakan kajian karya sastra di luar batas negara, mencakup
hubungan karya sastra dengan karya sastra atau karya sastra dengan bidang ilmu/karya lain
seperti seni (seni rupa, seni musik, seni tari), sejarah, filsafat, politik, ekonomi, sosiologi,
psikologi, agama, dan lain-lain. Jadi, sastra bandingan bertujuan membandingkan karya sastra
sebuah negara dengan karya sastra negara lain, atau membandingkan karya sastra dengan bidang
menurut Remak, yang penting bahwa sastra bandingan adalah studi sastra yang melintasi batas-
batas negara (geopolitik), tanpa memperhatikan segi bahasa. Contohnya, kajian bandingan karya
sastra Amerika dengan Inggris atau Australia dianggap lebih sah kajian karya sastra Belgia yang
ditulis dalam bahasa Belanda dan Prancis oleh pengarang yang berasal dari dua bangsa itu. Jadi,
dalam hal ini Remak mengesampingkan segi sosial kebudayaan dan ideologi. Prinsip Remak itu
kemungkinan besar didasari oleh anggapan bahwa setiap negara memiliki satu kebudayaan,
Bagi teori sastra, kajian sastra bandingan hasilnya member peluang untuk merevisi teori-teori
sastra sastra yang sudah ada. Sastra bandingan menemukan gejala atau bukti perkembangan
karya sastra yang berupa konversi, deviasi, ekspansi, dan transformasi dalam semua jenis dan
bentuk karya sastra sebagai akibat terjadinya pengaruh, kemiripan, saduran, terjemahan,
adaptasi, edisi, versi, dan alih wahana dari karya yang satu terhadap atau dengan karya yang lain.
Bagi sejarah sastra, hasil kajian sastra bandingan memberi bahan masukan penting bagi
Sastra bandingan pertama dikenal di Eropa Barat sekitar akhir abad ke-19 sejalan dengan
banyaknya tulisan yang mempersoalkan bermacam-macam aliran sastra yang muncul di Inggris
dan Perancis, serta masalah pengaruh dan penyebaran aliran-aliran itu ke berbagai wilayah di
Eropa. Akan tetapi, ketika itu belum ada sistem yang dapat disebut sebagai sesuatu
kuliah yang hakekatnya merupakan sastra bandingan. Misalnya, kajian tentang karya sastra
romantic, dengan sendirinya harus membicarakan beberapa karya sastra romantic dari beberapa
Menurut Remak, objek kajian sastra bandingan terdiri atas karya sastra umum, nasional, dan
dunia. Kaya sastra terjemahan dalam bahasa Inggris dari mana pun asalnya termasuk objek
kajian sastra bandingan. Menurut Damono, karya sastra apa pun dapat dijadikan objek kajian
sastra bandingan, tidak terbatas pada karya agung seperti tersebut pada karya sastra dunia.
6. Segi-segi Sastra Bandingan
a. Genre
b. Form (bentuk)
c. Style (Stilistika)
Perbedaan bahasa.
e. Pengaruh
B. Sastra Hibrida
Jika mencermati asal-usul bahasa dan sastra, maka dapat disimpulkan bahwa sastra modern
adalah sastra hibrida, sastra hasil penyilangan dari berbagai bahasa dan kebudayaan. Menurut
Saparti Djoko Damono, sastra Indonesia modern adalah sastra hasil penyilangan, baik alamiah
maupun rekayasa, dari berbagai bahasa dan kebudayaan yang ada di Indonesia.
C. Alih Wahana
Sebagai istilah baru dalam ranah pengetahuan sastra merupakan salah satu tema perbincangan
yang menarik. Damono dalam bukunya yang berjudul Sastra Bandingan (2011:121) mengatakan
bahwa alih wahana adalah perubahan dari satu jenis kesenian ke jenis kesenian yang lain.
D. Poskolonial
Istilah ini erat kaitannya dengan imperialisme (penjajahan). Karya sastra poskolonial itu apakah
karya sastra yang bercerita tentang peristiwa masa kolonial; apakah karya sastra yang ditulis oleh
pengarang yang berasal dari bangsa/negara terjajah; apakah karya sastra yang ditulis pertama di
Ilmu sastra adalah sebuah sistem ilmu yang menelaah sistematika sastra dan komunikasi sastra
yang pada dasarnya menghiraukan batas-batas perbedaan antara batas negara, bangsa, dan antara
kebudayaan. Faktor sastra itu terdiri atas faktor historik dan faktor sosial. Permasalahannya
adalah ketika ilmu sastra umum tidak ada perhatian yang sifatnya individual untuk karya sastra
sebagai sebuah karya seni yang unik. Sifat sastra yang menerangkan teks penafsiran serta
Pada dasarnya ilmu sastra dan bahasa erat kaitannya dengan pelajaran sastra namun
harus dibedakan secara tersendiri. Tidak sedikit pengertian sastra yang ada, karena tidak bisa
dipungkiri bahwa sastra terus berkembang dan definisi mengikuti alur perkembangan itu.
Pembicaraan tentang sastra, tentu tak pernah lepas kaitannya dengan penikmat karya
sastra yang umumnya adalah masyarakat. Sastra dan masyarakat terbagi menjadi dua yaitu
mimesis dan fiksionalitas. Menurut plato, karya sastra sepenuhnya menjiplak kenyataan. Namun,
Aritoteles beranggapan bahwa karya sastra tidak sepenuhnya menjiplak. Melainkan, merupakan
prose kreatif, pemyair, sambil terinspirasi dengan kenyataan, menciptakan sesuatu yang baru.
Sementara Marx dan Lenin memandang hubungan sastra dan masyarakat dari segi
tatanan masyarakat. Lenin berpendapat bahwa karya sastra tidak hanya mencerminkan
kenyataan, melainkan juga dapat dan harus turut membangun masyarakat. Di lain sisi, kaum
formalis beranggapan bahwa sastra itu sama seperti seni, mempunyai kemampuan untuk
memperlihatkan kenyataan dengan suatu cara baru. Dengan demikian, kita menjadi lebih sadar
akan knyataan menurut sifat yang sesungguhnya. Muncul lagi yang namanya kaum strukturalis
yang memiliki pandangan tidak jauh dari pendapat lain, namun disini kaum strukturalis sangat
Di dunia barat pun sastra juga berkembang, misalnya di Eropa Timur berkembang
aliran strukturalisme dan formalism lebih khusus pada sifat umum sastra. Di Eropa Barat pun
demikian, kemudian Amerika Serikat mulai muncul aliran yang berfokus pada analisa, tafsiran
Penilaian-penilaian terhadap karya sastra tidak sama, dikarenakan karena karya itu
lahir pada zaman yang berbeda pula. Perubahan evaluasi penilaian sangat erat kaitannya dengan
perubahan keadaan sosial dan sejarah masyarakat dengan pandangan yang berubah pula. Dalam
kurun waktu yang sama kelihatan pasti akan kelihatan antara pembaca dari berbagai aliran.
Disini akan dibahas mengenai pembaca di dalam teks yaitu pembaca yang benar-
benar memahami isi dan maksud yang ingin disampaikan oleh teks tersebut. Jika benar begitu,
maka mereka telah mencapai estetika pembaca untuk itu dibutuhkan pengolahan teks untuk
Ilmu sastra sebagian besar meneliti sekelompok teks tertentu. Teks-teks ditinjau
sebagai pesan-pesan di dalam situasi komunikasi yang merupakan ungkapan bahasa yang
menurut sintaksis, isi, dan pragmatic merupakan suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
Walaupun teks karya sastra itu panjang kalau tidak jelas teksnya pasti tidak akan bisa
diterjemahkan dan dianalisa yang pada akhirnya melahirkan sebuah tema. Yang digunakan untuk
Setelah membahas tes secara menyeluruh, kemudian teks-teks naratif akan dibahas
dan tidak dibatasi oleh teks sastra saja. Melainkan. Banyak yang dibahas disini dan juga tidak
dibatasi penggunaan teks naratif, misalnya warta berita, laporan surat kabar, dan sebagainya. Di
teks naratif juga membahas tentang teks dan juru bicara, biasanya juru bicara mengutip sebuah
teks untuk dibagikan ke pendengar dengan tujuan agar yang mendengar menangkap pesan yang
telah dikirim. Objek yang difokalisasi, susunan dunia rekaan adalah tokoh-tokoh, ruang,
Berbeda dengan teks naratif yang sifatnya non dialog, teks-teks drama lebih
menekankan dialog-dialog antar dua tokoh atau lebih. Terbetang alur, penokohan, tokoh, dan
Dialaog disini merupakan situasi dram utama dalam sebuah drama bertemakan sesuatu yang
Teks monolog salah satunya puisi, yang isinya bercirikan penyajian tipografik
tertentu. Pandangan Luxemburg dan kawan-kawan mengenai puisi sangat dipengaruhi oleh
pengalaman mereka dengan puisi barat pada abad ke-19 dan ke-20. Pemilihan tema sangat
diperhitungkan dalam menyusun sebuah puisi. Variasi dalam hal sintaksi, bentuk, sajak,
Karya sastra mempunyai logika tersendiri. Logika karya sastra erat berkaitan
dengan konvensi karya sastra. Logika karya sastra mencakup isi dan bentuk karya sastra.
Bentuk pantun setiap bait terdiri atas empat baris. Setiap baris terdiri atas empat kata atau
9 10 suku kata. Persajakan ab ab. Dari isinya baris satu dan dua hanya merupakan pengantar
(sampiran), sedangkan isinya ada pada baris ketiga dan keempat. Semua itu merupakan logika
puisi yang disebut pantun. Berubah sedikit saja, berubah pula logikanya. Jika semua berupa
isi maka disebut syair. Dalam puisi ada yang tidak masuk akal jika menggunakan logika biasa.
Tetapi masuk akal dalam logika puisi. Dalam logika biasa tidak mungkin lembaran daun
berbunyi gemerincing apalagi seperti lonceng katedral. Tetapi dalam logika puisi lembaran
daun berbunyi gemerincing seperti lonceng katedral justru logis. Dalam tersunyian, sedikit saja
usikan akan terasa besar akibatnya hingga daun yang jatuh saja dirasakan berbunyi.Hal yang
sama juga ditemukan bila membaca novel Rafilus karya Budi Darma. Tokoh Rafilus
digambarkan sebagai tokoh yang tubuhnya seperti terbuat dari besi tidak bisa mati, kebal
Penggambaran tokoh rafilus yang demikian masuk akal dalam logika novel.
Dalam kenyataan sehari-hari, hal itu tidak masuk akal. Dalam novel Rafilus diperlukan
untuk menekankan tema novel. Oleh karena itu logika dalam karya sastra dinilai dalam
kaitannya dengan penyajian karya sastra. Bukan dengan menggunakan ukuran logika di
luar sastra. Sebab itu logika dalam karya sastra disebut logika internal. Karya sastra merupakan
dunia rekaan (fiksi). Kata fiksi mempunyai makna khayalan, impian, jenis karya sastra yang
tidak berdasarkan kenyataan yang dapat dipertentangkan dengan nonfiksi (cerita berdasarkan
melainkan gabungan kenyataan dan khayalan. Semua yang diungkapkan sastrawan dalam
karya sastranya adalah hasil pengetahuan yang diolah oleh imajinasinya. Sastrawan
memperlakukan kenyataan dengan tiga cara yaitu, manipulasi, artifisial, interpretatif. Hanya
kadar kenyataan dalam karya sastra yang berbeda untuk setiap karya sastra. Karya sastra yang
dominan.
Karya sastra mempunyai nilai keindahan tersendiri. Karya sastra yang tidak indah
tidak termasuk karya sastra. Setiap daerah, golongan, waktu menentukan nilai keindahan yang
berbeda. Saat Siti Norbaya terbit, novel itu dianggap indah. Keadaannya menjadi lain
seandainya novel itu diterbitkan sekarang. Karya sastra adalah sebuah nama yang diberikan
masyarakat kepada hasil karya seni tertentu. Hal inimengisyaratkan adanya penerimaan
secara mutlak oleh masyarakat sastra. Penerimaan bukan berarti karya sastra harus mudah
diterima oleh masyarakat dan sesuai dengan selera masyarakat. Hal itu akan merosokkan
nilai sastra.
Karya sastra yang baik juga tidak selalu sulit dipahami. Segala sesuatu yang
dikatakan oleh masyarakat sastra sebagai karya sastra pada suatu masa pada hakikatnya
bisa dikelompokkam sebagai karya sastra. Sebaliknya bagaimana pun baiknya suatu karya sastra
berdasarkan obyeknya dan dimaksud oleh penulisnya sebagai karya sastra bila masyarakat
Ilmu sastra telaah karya sastra secara ilmiah. Ilmu sastra membahas esensi ilmu
sastra, sejarah dan perkembangan ilmu sastra, metode ilmiah sastra, yang harus
dikembangkan ilmuwan atau calon ilmuwan sastra. Tujuan ilmu sastra sebagai berikut.
1. Ilmu sastra sebagai sarana pengujian pemahaman ilmiah sastra sehingga manusia menjadi
kritis terhadap kegiatan ilmiah sastra. Seorang ilmuwan sastra harus memili sikap kritis terhadap
bidang ilmunya sendiri sehingga dapat menghindarkan diri dari sifat solipsistik
2. Ilmu sastra merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode
keilmuan sastra. Kecenderungan yang terjadi di kalangan para ilmuwan sastra modern
menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu sastra. Satu sikap
yang diperlukan menerapkan metode ilmiah yang sesuai atau yang cocok dengan struktur
ilmu sastra, bukan sebaliknya. Metode ilmu sastra hanya sarana berpikir bukan hakikat ilmu
sastra.
3. Ilmu sastra memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan sastra. Setiap
metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis rasional
agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum. Semakin luas penerimaan dan