Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MENULIS KREATIF

DOSEN PENGAMPU:MISRA NOFRITA,S.S.,M.Hum.

Disusun Oleh :
Nama :FADILAH HAFNI
NIM :2003017

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN ROKANIA


LANGKITIN KM 15 PASIR PANGARAIAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah yang berjudul “Sastra Populer”. Saya menyadari. bahwa
Makalah ini masih jauh untuk dari kesempurnaan, karena masih banyak
kekurangan-kekurangan, baik dari materi maupun redaksi. Hal ini semata-mata
disebabkan oleh keterbatasan waktu dan pengetahuan penulis.
Mudah-mudahan segala kebaikan serta jasa yang telah diberikan semua
pihak mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amiin.

Pasir Pangaraian, 30 Oktober 2021


Penulis,

Fadilah Hafni
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii

BAB I
PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1.Latar Belakang Masalah.......................................................................1
1.2.Rumusan Masalah.................................................................................1

BAB II
PEMBAHASAN.........................................................................................2
2.1.Sastra Populer........................................................................................2
2.2.Ruang Lingkup Sastra Populer..............................................................2
2.3. Karya Sastra dan Bahasanya.................................................................4
2.4. Sikap Penulis Sastra..............................................................................6

BAB III
PENUTUP.....................................................................................................8
3.1.Kesimpulan.............................................................................................8
3.2.Saran........................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah


Karya sastra pada khususnya tidak bisa terlepas dari perkembangan zaman
itu sendiri. Perkembangan yang setiap saat terjadi di masyarakat mau tidak mau
berpengaruh terhadap perkembangan karya sastra. karya sastra tidak terlepas
dari pesan/tema yang diusungnya, maka tidak jarang pula muncul tuntutan
untuk melakukan penyelesaian atas tema bersangkutan. Dengan demikian, cara
penyelesaiannya tidaklah gampang, tidak pula artifisial, dan muncul tidak
sebatas yang tampak dipermukaan, jika penyelesaiannya dilaksanakan secara
gampang, ia akan masuk kedalam apa yang disebut sebagai sastra
populer.  Sastra populer ditandai oleh penggunaan ragam bahasa tertentu yang
dianggap tak standar, yang “menyimpang” dari kaidah-kaidah bahasa yang
berlaku. Karena ragam bahasa yang digunakannya itulah, sastra populer
dianggap sebagai sastra yang tidak bermutu dan tidak bermasa depan.
Menurut Ario Bimo kesalahan yang sering ditemui adalah mengenai
kecermatan membedakan antara bahasa lisan dengan bahasa tulis. Pengarang
bahasa populer kadang kala kurang memahami seperti penempatan titik dan
koma kalimat. Menurutnya pengabaian terhadap tata bahasa, malah akan
menghilangkan unsur-unsur penting dalam novel, tokoh, alur, tema,
peneceritaan dan latar.
Supaya kita mengerti betul dengan pentistilahan sastra populer dengan
sastra, ada baiknya jika kita mengutip beberapa pendapat. Menurut Umar
Kayam (1981:82) sebutan novel populer atau novel pop. Mulai merebak
sesudah suksesnya novel Karmila dan Cintaku di Kampus Biru pada tahun 70-
an. Sesudah itu novel hiburan tidak peduli mutunya, disebut juga novel pop.
Kata pop erat diasosiasikan dengan kata populer, mungkin karena novel-novel
itu sengaja ditulis untuk “selera populer” yang kemudian dikenal sebagai
bacaan populer. Dan jadilah istilah “pop” itu sebagai istilah baru dalam dunia
sastra.

1.2.Rumusan Masalah
Dari pokok-pokok masalah tersebut, selanjutnya penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1.Apa itu Sastra Populer?
2.Apa saja ruang lingkup sastra populer?
3.Apa itu karya sastra dan bahasanya?
4.Bagaimana sikap penulis sastra?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Sastra Populer
Sastra populer adalah sastra yang populer pada masanya dan banyak
pembacanya, khususnya pembaca di kalangan remaja. Sastra populer tidak
menampilkan permasalahn hidup secara intens. Sebab jika demikian, sastra
populer akan menjai berat dan berubah menjadi sastra serius ( Nurgianto, 1981:
18 ). Sastra serius adalah sastra yang main-main ( kayam, 1981: 87 )
Selanjutnya ia mengatakan bahwa kebalikan dari sastra populer adalah sastra
yang “sastra” yang tidak main-main. Pendefinisian bahwa sastra adalah sastra
sungguh tidak mencerdaskan. Karena itu bukan definisi, hanya bentuk repetisi
penegasan, yang celakanya justru malah mengaburkan, dibandingkan dengan
fungsi definisi itu sendiri yaitu untuk menjelaskan secara terperinci. Jadi, dari
pada kita memilih-milih dengan parameter yang tidak jelas, lebih baik kita
menyepakati bahwa sastra serius dan sastra populer tak pernah ada.  Dalam
dunia karya sastra “Sastra Populer” dan “sastra serius” selalu menjadi bahan
perbincangan yang ujung-ujungnya mentasbihkan bahwa “sastra serius”
Secara estetika dan nilai mempunyai maqam lebih tinggi dibanding
dengan “sastra populer.” Dalam lajur dunia karya sastra susah ditemukan, atau
bahkan tidak ada satuan karya yang 100 persen memperlihatkan
orisinalitasnya. Selalu saja ada persamaannya dengan karya-karya
sebelumnya. Banyak aspek yang dapat digunakan untuk menilai orisinalitas
karya sastra. Pertama dilihat dari salah satu unsurnya yang membangun karya
sastra yangbersangkutan; tema, latar, tokoh, alur (jika novel); bait, larik, diksi,
atau majas (jika puisi) atau tokoh, tema, latar, alur, bentuk dialog atau
petunjuk pemanggungan (jika drama). Kedua, dilihat dari cara penyajiannya;
bagaimana pengarang menyampaikan kisahnya (nove), citranya (puisi) atau
dialog petunjuk pemanggungan (drama).

2.2.Ruang Lingkup Sastra Populer

Ruang lingkup sastra adalah kreativitas penciptaan sastra. Secara umum,


yang dimaksudkan dengan teori adalah suatu sistem ilmiah atau pengetahuan
sistematik yang menetapkan pola pengaturan hubungan antara gejala-gejala
yang diamati. Teori berisi konsep atau uraian tentang hukum-hukum umum
suatu objek ilmu pengetahuan dari sudut pandang tertentu. Suatu teori dapat
dideduksi secara logis dan dicek kebenarannya atau dibantah kesahihannya
pada objek atau gejala yang diamati tersebut.

Menurut Rene Wellek dan Austin (1993: 37-46) dalam wilayah sastra
perlu terlebih dahulu ditarik perbedaan antara sastra di satu pihak dengan teori
sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra di pihak lain. Sastra adalah suatu
kegiatan kreatif. Sedangkan teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra
merupakan cabang ilmu sastra. Teori sastra adalah studi prinsip, kategori,
kriteria yang dapat diacu dan dijadikan titik tolak dalam telaah di bidang sastra.
Sedangkan studi terhadap karya konkret disebut kritik sastra dan sejarah sastra.
Ketiganya berkaitan erat sekali. Tidak mungkin kita menyusun teori sastra
tanpa kritik sastra dan teori sastra, kritik sastra tanpa teori sastra dan sejarah
sastra (Wellek & Warren, 1993: 39).

Jan van Luxemburg dkk. (1986) menggunakan istilah ilmu sastra dengan
pengertian yang mirip dengan pandangan Wellek & Warren mengenai
teori sastra. Menurut mereka, ilmu sastra adalah ilmu yang mempelajari teks-
teks sastra secara sistematis sesuai dengan fungsinya di dalam masyarakat.
Tugas ilmu sastra adalah meneliti dan merumuskan sastra secara umum dan
sistematis. Teori sastra merumuskan kaidah-kaidah dan konvensi-konvensi
kesusastraan umum.

Ruang lingkup sastra pupuler adalah kreativitas penciptaan, sedangkan


ruang lingkup studi sastra (literary studies) adalah ilmu dengan sastra sebagai
objeknya. Sastra, dengan demikian berfokus pada kreativitas, sedangkan studi
sastra berfokus pada ilmu. Pertanggungjawaban studi sastra adalah logika
ilmiah.
Karena ruang lingkup sastra adalah kreativitas penciptaan, maka karya
sastra (puisi, drama, novel, cerpen) adalah sastra. Namun, karena kritik sastra
juga merupakan kreativitas dalam menanggapi karya sastra dan masalah
kreativitas penciptaan lain dalam sastra, maka kritik sastra dalam bentuk esai
tidak lain adalah sastra juga. Kritik sastra yang benar bukanlah kritik sastra
yang asal-asalan, tetapi berlandaskan pada logika yang dapat
dipertanggungjawabkan.

Apakah dasar kritik sastra hanya akal sehat semata atau teori sastra
tertentu bukan masalah, selama logika dalam kritik sastra itu memenuhi
kriteria logika dalam arti yang sebenarnya. Logika sebagai sebuah ilmu,
sementara itu adalah metode dan prinsip untuk membedakan antara pemikiran
yang baik (benar) dan pemikiran yang jelek (tidak benar). Makna sastra dan
studi sastra dengan demikian dapat bertumpang-tindih.

Karya sastra terbagi ke dalam karya sastra lama dan populer, baik dalam
genre (jenis) puisi maupun prosa. Ciri karya sastra lama secara umum adalah
bahasa yang dipergunakannya dan identitas penulisnya. Bahasa yang
digunakan dalam karya sastra lama umumnya adalah Bahasa Melayu
lama. Pebandingan Karya Sastra Lama Klasik dan Popul
  Sastra Lama
a. Puisi berbentuk terikat dan kaku
b. Prosa lama statis (sesuai dengan keadaan masyarakat lama yang mengalami
perubahan lambat)
c. Istana sentris (cerita berkisah tentang kerajaan atau keluarga raja)
d. Prosa hampir seluruhnya berbentuk hikayat atau dongeng. Pembaca dibawa
ke alam khayal.
e. Dipengaruhi oleh kesusastraan Hindu dan Arab
f. Pengarangtiya tidak diketahui (anonim)

Sastra Populer
a. Puisi bersifat bebas, baik bentuk maupun isinya
b. Prosa baru dinamis (selalu berubah dengan perkembangan masyarakat)
c. Masyarakat sentris (mengambil bahan dan kehidupan sehari-hari)
d. Karya sastra (puisi, novel, cerpen, drama) berdasarkan dunia nyata.
e. Dipengaruhi oleh kesusastraan Barat
f. Pengarangnya diketahui dengan jelas dan identitas penulis atau
pengarangnya tidak diketahui (anonim). Secara khusus, puisi maupun prosa
mempunyai ciri-ciri tersendiri.
2.3.Karya Sastra dan Bahasanya
Pandangan  bahwa bahasa sasrta adalah bahasa yang khas sudah luas
tersebar. Pemakaian bahasa itu dianggap menyimpang dari bahasa sehari-hari.
Tidak dapat disangkal bahwa pendapat tersebut ada benarnya. Setiap orang
tahu bahwa penyair seringkali memakai bahasa yang aneh atau istimewa.
Namun tidak semua bahasa puisi menggunakan bahasa yang
menyimpang  dari bahasa yang disebut bahasa sehari-hari.
Dalam ilmu sastra sejak dahulu keistimewaan pemakaian bahasa dalam
sastra, khususnya dalam puisi, ditonjolkan. Sudah semenjak abad ke-
5  dibedakan dua artes (ars adalah kepandaian, teknis ilmiah, sistem aturan;
baru kemudian dalam bahasa Prancis dan Inggris art berkembang
maknanya  menjadi  ‘seni’) yang masing-masing diberi
nama  grammatica dan rhetorica; grammatical meliputi recte
loquendi   scientia, ilmu untuk berbicara secara tepat, dan poetarum
enarratio, semaca ilmuu sastra (Latin,sudah tentu); retorika adalah ars bene
dicendi, kepandaian mengatakan  sesuatu secara baik, yang pada
awalnya  mengacu pada pengertian  kepandaian orator, tukang pidato (ahli)
yang kemudian juga meliputi pemakaian bahasa dalam sastra:  Mulai dari
abad ke-4  “elle se confondit avec la notion memede literature” ( Zumthor
1971:50 retorik bercampr bbaur dengan konsep sastra itu sendiri. Jelaslah dari
perkembangan retorik ini bahwa sejak dahulu sastra dalam artian yang
terbatas tidak dibedakan dari pemakaian bahasa secara baik yang lain.
Sastra menyediakan norma untuk pemakaian bahasa yang baik. Dalam hal
ini juga sangat ditekankan aspek pragmatik yang sejak dahulu memainkan
pranan penting dalam retorika. Seorang pengacara, negarawan, pendeta, harus
mempengaruhi  pendengarnya dengan pemakaian bahasa yang tepat dan baik.
Demikian pula penyair harus mengusahakan persuasi  (persuasio); didalamnya
dibeda-bedakan 3 aspek: docere (mengajar), delectare ( memberi nikmat),
dan movere (menggerakan).  Jelaslah ars bene dicendi tidak terbatas pada
penyair  atau pencipta sastra, pengrtian sastra pada waktu itu jauh lebih luas
dari yang kita anggap sastra dijaman modern. Licentia poetarum  keleluasaan
penyair, segala macam keistimewaan,pemakaian bahasa, perhiasan
dll.  Retorika seringkali menjadi sitem normative atau preskriptif, yaitu
menentukan norma-norma yang harus di terapkan dalam pemakaian bahasa
yang baik dan indah.
Pada jaman modern stilistik seringkali memperlihatkan persamaan dengan
retorika  tetapi tanpa aspek normatifnya; stilistik, ilmu gaya bahasa. Pada
prinsipnya selalu meneliti pemakaian  bahasa yang khas atau istimewa, yang
merupakan ciri kha seorang penulis, aliran sastra dll. Ilmu gaya bahasa
berhasil menentukan  secara cukup tegas,misalnya, pemakaian bahasa seorang
penyair atau kelompok penyair.  Stilisti berusaha dan berhasil
menetapkan  keistimewaan pemakaian bahasa secara insidental.

Dalam bab 2 sudah diuraikan bahwa Jakobson dalam model semiotik


tentang pemakaian bahasa membedakan  enam fungsi bahasa, satu diantaranya
adalah fungsi puitik.jakobson menjelaskan pula fungsi itu tidak biasa terdapat
secara terisolasi; dalam pemakaian bahasa manapun  juga satu diantara enam
fungsi itu dominan. Tetapi fungsi-fungsi lainpun selalu hadir,secara
sampingan. Misalnya kalau terpijak paku saya lalu menjerit “aduh!” mungkin
sekali fungsi yang dominan ialah ekspresif atau emotif, menurut istilah
jakobson, mengungkapkan rasa sakit, namun adapula fungsi  fatik dalam
artian bahwa saya mangadakan  situasi komunikatif  dengan barangsiapa yang
kebetulan hadir, fungsi konatif, appeal  ada pula, yaitu saya juga minta
perhatian,  atau minta tolong atau mengharapkan rasa sayang dari orang tadi.
Demikanlah dalam pusi (dan sastra umumnya, tetapi Jokobson khususnya
membicarakan  puisi sebagai bentuk sastra yang paling khas  dan tipikal)
fungsi puitiklah yang dominan. Dalam fungsi puitik bukanlah referensi, acuan
diluar ungkapan bahasa itu yang penting tetapi kata pemakaian  bahasa itu
sendiri yang menjadi pusat perhatian walaupun fungsi-fungsi lain bukan tak
ada dalam puisi. Terutama acuan yang pada prinsipnya  menunjuk pada
sesuatu  diluar ungkapan bahasa itu, dalam puisi harus kita ambil dan bina atas
dasar kata massage itu saja, misalnya:
Contoh Karya Sastra Populer dalam Novel Laskar Pelangi ,Diangkat dari
kisah nyata yang dialami oleh penulisnya sendiri, buku “Laskar Pelangi”
menceritakan kisah masa kecil anak-anak kampung dari suatu komunitas
Melayu yang sangat miskin Belitung. Anak orang-orang ‘kecil’ yang mencoba
memperbaiki masa depan mereka.

2.4.Sikap Penulis Sastra


Menjadi penulis sejati tidaklah mudah. Banyak godaan yang selalu
menggoda sikapnya itu: keinginan untuk terpopular, terkenal, terbanyak, dan
ter-ter yang lain. Karena didasari keinginan itu, penulis pun berubah dan
mengubah sikapnya dalam menulis. Maka, tulisannya pun mudah ditebak:
awut-awutan alias tidak berkarakter sama sekali. Ibarat air di daun talas: selalu
goyah ke mana arah angin bertiup.
Sehubungan dengan itu, saya mengindentifikasi tiga sikap penulis sejati.
Ketiga sikap itu adalah selalu menjaga konsistensi, bersikap reseptif, dan
rendah hati. Pertama, menjaga konsistensi. Seorang penulis sejati akan
menjaga keajegan tulisan. Setiap tulisannya akan terjaga mutu, isi, dan teknik
penyajian. Penulis akan teramat berhati-hati dalam menulis sesuatu.
Penulis sejati akan menjaga mutu tulisan. Kualitas tulisan akan dijaga
melalui kehati-hatian penggunaan kata, kalimat, tanda baca, dan ejaan. Penulis
sejati teramat khawatir jika tulisannya salah.
Penulis sejati juga akan menjaga isi tulisan. Penulis sejati akan menjaga
ciri khusus yang melekat pada dirinya. Sebagai penulis buku, penulis akan
menjaga tulisannya untuk selalu berkaitan dengan teknik penulisan buku.
Sebagai pengamat olahraga, penulis akan menjaga tulisannya agar tidak
menyimpang dari dunia olah raga. Sebagai seorang pendidik, penulis akan
menjaga tulisannya agar selalu berkaitan dengan dunia pendidikan. Dengan
ciri itu, pembaca akan mudah mengenali dirinya. Pada akhirnya, gelar dan
sebutan akan diberikan kepadanya.
Terlebih, penulis itu selalu menjaga teknik penulisan. Masalah mekanik
(tanda baca dan ejaan) selalu diperhatikan. Meskipun menulis fiksi, penulis itu
berusaha taat asas kepenulisan. Bagi dirinya, ketidaktaatan terhadap aturan
ejaan dan tanda baca merupakan cacat bagi diri dan tulisannya. Karena itu,
penulis sejati akan menjaga kesempurnaan tulisan.
Kedua, bersikap reseptif. Penulis sejati akan bersikap menerima kritik
dengan senang hati. Penulis sejati akan berusaha menghargai setiap tulisan.
Karena itu, penulis sejati selalu berkeinginan untuk memuji daripada mencaci.
Bagi penulis sejati, tulisan itu adalah karya terbaik penulisnya. Mengapa harus
dicaci? Jika memang tidak berkenan, ya tidak usah dibaca daripada memberi
komentar dan penilaian negatif.
Jadi, penulis sejati selalu menyampaikan rasa terima kasih jika pembaca
memberikan masukan-masukan berkaitan dengan tulisannya. Penulis sejati
akan bersikap sabar meskipun kritikan itu disampaikan (kadang) dengan cara
tidak sopan. Bagi penulis sejati, bersikap sopan itu lebih baik daripada
membalas ketidaksopanan dengan ketidaksopanan.
Melalui komentar-komentar pembaca, penulis akan menganalisis penilaian
pembaca. Baginya, komentar pembaca adalah penilaian objektif. Mengapa?
Karena penulis dan pembaca tidak bersemuka. Namun, pembaca sudah
berkenan menilai tulisannya. Jadi, baik-buruk penilaian itu akan diterimanya
dengan lapang dada. Penulis sejati akan menjauhkan dirinya dari keinginan
untuk membalas dendam.
Ketiga, rendah hati. Penulis sejati akan selalu menjaga sikapnya. Penulis
sejati tidak akan merasa jumawa meskipun tulisannya sering menjadi
headline. Baginya, menjadi HL dan tidak, itu tidak menjadi prioritas. Penulis
sejati akan selalu berkeinginan untuk berbagi. Baginya, tulisannya selalu
didasari rasa dan keinginan untuk memberi. Dan penulis sejati tidak
bermaksud menerima sesuatu kecuali yang menjadi haknya.
BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
  Sastra populer merupakan suatu sastra dimana karya sastranya telah
terpengaruh dengan kebudayaan lain seperti kebudayaan barat. Sastra populer
ini karya-karyanya lebih mengacu pada perkembangan yang terjadi di
masyarakat. Karya-karya sastra popular ini juga dibuat berdasarkan kisah nyata
atau pengalaman dari penulisnya itu sendiri.

3.2.Saran – Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, penulis
mengharapkan kepada pembaca kritik dan saran yang membangun terhadap
makalah ini agar makalah ini bisa disempurnakan dan bermanfaat bagi para
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

http://restyanindita.blogspot.com/2015/04/sastra-populer.html
http://adipustakawan.blogspot.com/2013/06/makalah-sastra-
populer.html
https://www.kompasiana.com/johanmenulisbuku/55005ec6a3331192
6f510d9a/sikap-seorang-penulis-sejati
https://www.dkampus.com/2017/01/teori-sastra-dan-ruang-lingkup-
sastra/

Anda mungkin juga menyukai