Anda di halaman 1dari 5

NAMA : JEBY DWIKI DARMAWAN

NIM : 180210402017
MATA KULIAH : SOSIOLOGI SASTRA

PENGERTIAN SOSIOLOGI, PENGERTIAN SASTRA DAN PENGERTIAN


SOSIOLOGI SASTRA

Menurut Swingewood (dalam Faruk, 2010:1) mendefiniskan sosiologi sebagai studi


yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga –
lembaga dan proses – proses sosial. Selanjutnya dikatakan, bahwa sosiologi berusaha
menjawab pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara
kerjanya, dan memgapa masyarakat bertahan hidup.

Sastra dapat memberikan wawasan yang umum tentang masalah manusiawi, social, m
aupun intelektual dengan cara yang khas. Penulis karya sastra menyampaikan imajinasi mere
ka dalam bermacam-macam bentuk seperti novel, puisi, ataupun film. Sastra adalah suatu kar
ya baik lisan atau tulisan dan juga karya fiksi yang mengandung pemahaman yang dalam, sel
ain itu juga sebagai wujud kreativitas pengarang dalam mengolah, menggali, dan merumuska
n gagasan yang ada dalam pikirannya.

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari akar kata
sosio(Yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi (logos berarti
sabda, perkataan perumpamaan). Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna,
soio/socius berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai
asal-usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari
keseluruhan jaringan hubungan antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional dan
empiris.
Ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra yang perlu dipertimbangkan, dalam
rangka menemukan objektivitas hubungan antara karya sastra dengan masyarakat, antara lain:
1. Pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek
kemasyarakatannya.
2. Pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek
kemasyarakatannya yang terkandung di dalamnya.
3. Pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang
melatarbelakanginya.
4. Analisis terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan seberaa jauh peranannya
dalam mengubah struktur kemasyarakatan.
5. Analisis yang berkaitan dengan manfaat karya dalam membantu perkembangan
masyarakat.
6. Analisis mengenai seberapa jauh kaitan langsung antara unsur-unsur karya dengan unsur-
unsur masyarakat.
7. Analisis mengenai seberapa jauh keterlibatan langsung pengarang sebagai anggota
masyarakat.
8. Sosiologi sastra adalah analisis institusi sastra.
9. Sosiologi sastra adalah kaitan langsung antara karya sastra dengan masyarakat.
10. Sosiologi sastra adalah hubungan searah (positivistik) antara sastra dengan masyarakat.
11. Sosiologi sastra adalah hubungan dwiarah (dialektik) antara sastra dengan masyarakat.
12. Sosiologi sastra berusaha menemukan kualitas interdepensi antara sastra dengan
masyarakat.
13. Pemahaman yang berkaitan dengan aktivitas kreatif sebagai semata-mata proses
sosiokultural.
14. Pemahaman yang berkaitan dengan aspek-aspek penerbitan dan pemasaran karya.
15. Analisis yang berkaitan dengan sikap-sikap masyarakat pembaca.

Watt (Damono, 1978: 3) mengemukakan bahwa dalam sosiologi sastra yang dipelajari
meliputi
1. konteks sosial pengarang, yakni :
 bagaimana si pengarang mendapatkan mata pencaharian (pengayom, dari
masyarakat atau kerja rangkap) misalnya Chairil Anwar dan Sutardji
CalzoumBachri yang bekerja sebagai penyair saja demikian juga Rendra dengan
teaternya.
 Profesionalisme kepengarangan, misalnya Chairil Anwar, Rendra, Sutardji,
Danarto, Putu wijaya yang murni sebagai sastrawan,
 Masyarakat apa yang dituju: Karya-karya Danarto dan Sutardji Calzoum Bachri
ditujukan bagi pembaca yang menyukai sufisme, Rendra ditujukan untuk kalangan
masyarakat intelektual, Nh Dini ditujukan untuk kalangan wanita, Iwan
Simatupang ditujukan untuk kalangan yang menyukai filsafat.
2. sastra sebagai cermin masyarakat yakni :
 sastra mungkin dapat mencerminkan masyarakat.
 menampilkan fakta-fakta sosial dalam masyarakat misalnya lintah darat, kawin
paksa (Siti Nurbaya), kehidupan diplomat (novel Pada Sebuah Kapal karya Nh.
Dini), kehidupan pelacur (puisi Nyanyian Angsa karya Rendra), kehidupan
mahasiswa (puisi Seonggok Jagung karya Rendra ), kehidupan ronggeng (novel
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad tohari), kehidupan kaum gelandangan
(novel Merahnya Merah karya Iwan Simatupang) kehidupan dokter (novel
Belenggu karya Armijn Pane), kehidupan ilmuwan (novel Burung-burung Manyar
karya Y.B. Mangunwijaya), kehidupan guru (novel Para Priyayi karya Umar
Kayam).

PENELITIAN TENTANG PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP KARYA


SEORANG PENULIS TERTENTU
Pendapat Swingewood tentang penerimaan karya seorang penulis dalam suatu
masyarakat berdasar kepada penelitian Lowwnthal yaitu tentang mitos dalam karya-karya
Dostoevski seperti yang terlihat pada pembicaraan tentangnya di Jerman antara 1880-1920.
Dostoevski ternyata dikelilingi oleh lingkaran mitos yang berhubungan dengan berbagai
spekulasi tentang hakikat alamaiah dari pengarang dan karyanya. Ada keadaan yang kacau
disebabkan oleh fikiran-fikiran tertentu, misalnya:
a) Tokoh-tokoh dalam karya Dostoevski berada di luar lingkungan manusia biasa,
sehingga ada mystical mothers.
b) Kehidupan Doetoevski mempunyai arti simbolik yang dikuasai oleh kuasa misteri.
c) Tokoh-tokoh dalam karyanya dianggap mempunyai kontraksi atau hal-hal yang
saling bertentangan.dalam diri mereka.
d) Karya-karyanya mengandung suatu mitos nasional, yang memungkinkan segala
yang tidak mungkin atau teori dan kehidupan adalah satu dan sama bagi orang Rusia.
Lowenthal meneruskan pembicaraannya tentang penirimaan secara psikologi umum
dari karya-karya Dostoevski. Karya-karyanya dianggap mempunyai kekuatan psikologi
dengan adanya hal-hal berikut:
a) Dostoevski mengungkapkan fakta-fakta psikologi yang selama ini tidak diketahui
dan rahasia, anatara lain mengungkapkan gerak jiwa manusia yang rahasia;
b) Dostoevski terlibat ahli tentang penyakit kejiwaan;
c) Dia juga mengemukakan “psikologi jenayah yang unik”
Lowenthal menutup pembicaraannya dengan penerimaan umum yang ada di Jerman
yaitu sama bagi setiap golongan masyarakat, atasan maupun proletary. Hal itu disebabkan
karena adanya kesamaan keadaan di Jerman dengan keadaan karya-karya Dostoevski.
Lowenthal coba membuktikan bahwa penerimaan karya sastra (tertentu) pada masa
dan daerah kebudayaan tertentu berhubungan dengan iklim sosiobudayanya.
Lowenthal mencoba melihat sisi positif penerimaan suatu karya dengan iklim
sosiobudaya. Belenggu ketika diterbitkan pertama kalinya, mendapat sambutan ulasan yang
negatif. Tetapi dari ulasan yang negatif ini dapat dirumuskan pandangan budaya yang
dominan, yang menolaknya akan dibicarakan di bagian lampiran. Dengan begitu, penerimaan
yang negatif sama pentingnya dengan penerimaan yang positif. Pendekatan Lowenthal
dengan beberapa perubahannya sebagai berikut;
a) Penerimaan terhadap karya-karya seorang penulis tertentu secara aktif. Ia boleh
positif seperti yang dilihat Lowenthal pada penerimaan terhadap Dostoevski dijerman. Tetapi
boleh juga negatif seperti yang terlihat pada ulasan Belenggu pada tahun 1940/1;
b) Penerimaan secara pasif dengan hanya melihat karya yang popular pada masa
tertentu (daerah dan golongan tertentu).
Adanya beberapa kesulitan terhadap pendekatan ini. Karya hanya alat untuk
menimbulkan reaksi pada pembaca, yang terpenting adalah reaksinya. Sedangkan karya
diketepikan menjadi periferal. Ini sesuai dengan tujuan Lowenthal yaitu untuk mengetahui
pendapat umum (public opinion) pada suatu masa tertentu. Dengan membatasi diri dalam
hubungan hal-hal di luar sastra, pendekatan ini ada gunanya yaitu dapat mengukur pendapat
dari suatu masa yang lampau
SISTEM REPRODUKSI DAN PEMASARAN KARYA SASTRA
Sosiologi pengarang dapat dimaknai sebagai salah satu kajian sosiologi sastra yang
memfokuskan perhatian pada pengarang sebagai pencipta karya sastra. Dalam sosiologi
pengarang, pengarang sebagai pencipta karya sastra dianggap merupakan makhluk sosial
yang keberadaannya terikat oleh status sosialnya dalam masyarakat, ideologi yang dianutnya,
posisinya dalam masyarakat, juga hubungannya dengan pembaca. Dalam penciptaan karya
sastra, campur tangan penulis sangat menentukan. Realitas yang digambarkan dalam karya
sastra ditentukan oleh pikiran penulisnya Caute, melalui (Junus, 1986:8). Realitas yang
digambarkan dalam karya sastra sering kali bukanlah realitas apa adanya, tetapi realitas
seperti yang diidealkan pengarang. Dalam penelitian Junus (1986:8-9) mengenai novel-novel
Indonesia, seperti Belenggu dan Telegram, ditemukan bahwa kedua novel tersebut telah
mencampuradukkan antara imajinasi dengan realitas. Oleh karena itu, pemahaman terhadap
karya sastra melalui sosiologi pengarang membutuhkan data dan interpretasi sejumlah hal
yang berhubungan dengan pengarang.
Pembaca merupakan audiens yang dituju oleh pengarang dalam menciptakan karya
sastranya. Dalam hubungannya dengan masyarakat pembaca atau publiknya, menurut Wellek
dan Warren (1994), seorang sastrawan tidak hanya mengikuti selera publicnya atau
pelindungnya, tetapi juga dapat menciptakan publiknya. Menurutnya, banyak sastrawan yang
melakukan hal tersebut, misalnya penyair Coleridge. Sastrawan baru, harus menciptakan cita
rasa baru untuk dinikmati oleh publiknya.
Menurut (Escarpit, 2005:75) juga menjadi pertimbangan dalam pemilihan naskah
yang akan diterbitkan. Ketika memilih untuk menerbitkan novel Saman karya Ayu Utami,
atau kumpulan cerita pendek Mereka Bilang, Saya Monyet karya Djenar Maesa Ayu,
misalnya penerbit Gramedia tentunya sudah membayangkan siapakah calon komsumen
kedua karya tersebut. Dalam kasus tertentu, sebuah buku ditolak oleh sebuah penerbit, sering
kali bukan karena alasan kurangnya kualitas isi buku, tetapi penerbit tidak mampu
membayangkan siapa calon konsumennya, sehingga tidak dapat memperkirakan apakah
setelah dicetak dan diterbitkan sebuah buku dapat laku di pasaran.
Menurut Escarpit (2006:77) berpendapat bahwa percetakan buku didasari oleh prinsip
ingat pembaca. Tergantung apakah yang akan dicetak itu buku mewah untuk publik pecinta
buku ataukah buku populer yang murah. Buku akan dicetak berbeda kertas, format, tipografi
(pilihan huruf, margin, kepadatan halaman, dll.), ilustrasi, jahitan, dan terutama jumlah
eksemplar yang akan dicetak.
Setelah buku dicetak dan diterbitkan, yang akan dilakukan selanjutnya adalah
bagaimana mendistribusikan buku untuk sampai kepada publiknya. Distribusi yang umum
adalah penjualan, ada juga distribusi yang gratis (cuma- cuma). Buku-buku karya sastra, hasil
penelitian, maupun teori bahasa dan sastra yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Jakarta, pada
umumnya tidak didistribusikan dalam bentuk penjualan umum, namun dikirimkan ke
sejumlah lembaga (perpustakaan, sekolah, perguruan tinggi yang terkait) sebagai hadiah
ikhlas.

Anda mungkin juga menyukai