Anda di halaman 1dari 8

Sastra dan Sosiologi

oleh Dipa Nugraha


ditulis 11 April 2011, revisi 11 Juni 2012
http://dipanugraha.blog.com/2011/04/11/sastra-dan-sosiologi/

Berdasar istilah, sosiologi berasal dari kata socius (Lat.) yang berarti kawan;

perkawanan dan logos (Gr.) yang berarti kata atau bicara. Secara definitif sosiologi

adalah ilmu yang berbicara mengenai masyarakat (Soekanto, 1990: 4) atau menurut

Horton dan Hunt (1999: 58) adalah ilmu yang meneliti kehidupan sosial manusia yang

memfokuskan kajian pada kehidupan kelompok dan produknya, adat istiadat, tradisi, dan

nilai-nilai hidup yang timbul dari suatu kelompok, serta pengaruhnya terhadap kehidupan

mereka. Sosiologi sendiri mulai muncul ke permukaan ketika seorang filsuf Perancis

bernama Auguste Comte pada tahun 1838 mengusulkan suatu cabang ilmu yang

mengkaji tentang aturan mengenai dan tentang masyarakat (Wrong, 2008: 1).

Jika hendak dikaitkan dengan sastra, kajian sosiologi ke dalam sastra dilandasi

asumsi bahwa “karya sastra tidaklah lahir dari kekosongan sosial” (Hardjana, 1994: 71)

dan “sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat” (Semi, 1993: 73). Lewat

karya sastralah seorang penulis mengungkapkan apa yang terjadi di dalam masyarakat.

Penulis sebagai bagian dari masyarakat tentunya bakal berpengaruh kepada apa yang

ditulis olehnya. Jika demikian adanya, maka tidaklah bisa dipungkiri bahwa masyarakat

mempunyai kaitan erat terhadap penulis dan apa yang ditulisnya.

Penerapan sosiologi ke dalam studi sastra sendiri dapatlah dikatakan mulai

mendapat perhatian serius berkat pengaruh Marx dan pengikutnya yang sejak semula

sudah mengaitkan analisis karya sastra dari sudut pandang pertentangan kelas

(Lowenthal dalam Thorpe, 1967: 90) yang menyatakan bahwa kesadaran selalu

mengikuti keberadaan (Wellek dan Warren, 1970: 107).


Namun kesadaran akan adanya kaitan antara karya sastra dengan masyarakat

lebih awal dibahas oleh Madame de Staël lewat De la littérature considérée dans ses

rapports avec les institutions sociales (kesusateraan ditinjau hubungannya dengan

lembaga-lembaga sosial) pada tahun 1800. Di dalam tulisannya tersebut, ia

mengatakan “an artist must be of his own time” dan selanjutnya ia mengatakan: “saya

bermaksud meneliti apa pengaruh agama, adat-istiadat dan hukum atas kesusastraan,

dan apa pengaruh kesusasteraan atas agama, adat-istiadat, dan hukum”. Dilihat dari

arah pembicaraan di dalam tulisannya, Madame de Staël bermaksud menggugah

perbincangan tentang keanekaragaman kesusastraan dalam berbagai masa dan tempat

yang disebabkan oleh der zeitgeist atau semangat zaman; kekhasan masyarakat pada

kurun waktu tertentu (dalam Escarpit, 2005: 6; dalam Liukkonen, 2008).

Perkembangan yang lebih serius di dalam studi sosiologi ke bidang sastra

dicetuskan oleh Hippolyte Taine. Ia mengeluarkan doktrinnya yang terkenal mengenai

keterkaitan sastra dan masyarakat. Taine meyakini bahwa suatu karya sastra muncul

hanya di dalam konteks sosial tertentu, sebagai bagian dari kebudayaan, di dalam

kondisi tertentu. Taine merumuskan tiga hal yang menjadi faktor penentu kekhasan

sebuah karya: race (ras), milieu (kondisi sekitar), dan moment (momen) (dalam Escarpit,

2005: 6; Wellek dan Warren, 1970: 105). Baginya, sastra bukan hanya permainan

imajinasi seorang pengarang, namun merupakan rekaman ciri khas suatu jaman. Masih

menurut Taine, setiap jaman memiliki gagasan-gagasan yang dominan dan juga pola

intelektual yang khas yang membedakannya dengan jaman yang lainnya dus tampak

pada karya-karya sastra (Damono, 1978: 19 – 22).

Bagi kaum Marxis di Uni Soviet, pada awalnya pembicaraan sastra di dalam

konteks kaitannya dengan masyarakat merupakan gerakan yang berseberangan dengan

pembicaraan sastra yang membahas urgensi sebuah karya berdasar elemen internal,
atau pandangan kaum formalis. Hal ini disinggung oleh Vladimir Jdanov (dalam Escarpit,

2005: 8 ) bahwa:

Sastra harus dipandang dalam hubungan yang tak terpisahkan dengan


kehidupan masyarakat, latar belakang unsur sejarah dan sosial yang
mempengaruhi pengarang [ ...] dan harus diabaikan sudut pandang subjektif
dan arbitrer yang menganggap setiap buku [atau karya] sebagai suatu karya
yang independen dan berdiri sendiri. … kriteria utama suatu karya seni [sastra]
adalah tingkat kesetiaannya dalam mengungkapkan kenyataan dengan segala
kerumitannya.

Meskipun demikian, pada akhirnya kaum Marxis sendiri sampai pada satu titik di mana

kesulitan muncul sebagaimana telah disinggung dengan sangat hati-hati oleh Kohn-

Bramstedt bahwa:

Only a person who has a knowledge of the structure of a society from other
sources than purely literary ones is able to find out, and how far, certain social
types and their behaviour are reproduced in the novel. … What is pure fancy,
what realistic observation, and what only an expression of the desires of the
author must be separated in each case in a subtle manner (dalam Wellek dan
Warren, 1970: 104).

Pertanyaan yang timbul kemudian adalah sampai sejauh mana kalimat “tingkat

kesetiaan dalam mengungkapkan kenyataan dengan segala kerumitannya” pada karya

sastra bakal diukur dan dengan tolok ukur seperti apa. Pada banyak kasus, timbul juga

pertanyaan apakah karya sastra menampilkan cerminan yang sebenarnya dari

masyarakat, jangan-jangan sebuah karya sastra merupakan bentuk manifestasi

idealisme masyarakat yang diinginkan oleh pengarang atau malah bentuk satirnya.

Kemudian yang menjadi problem berikutnya adalah pada banyak karya sastra hubungan

antara karya sastra dengan masyarakat tidak selalu lurus. Dan ini pun diakui sendiri oleh

Marx di dalam kata pengantar bukunya The Critique of Political Economy bahwa:

Certain periods of highest development of art stand in no direct relation with the
general development of society, nor with the material basis and the skeleton
structure of its organization. Witness the example of the Greeks as compared
with the modern nations or even Shakespeare (dalam Wellek dan Warren,
1970: 106-107).
Kalaupun ada hubungan antara karya sastra dengan masyarakat, hubungan tersebut

bisa dalam bentuk yang tidak selalu sama; identitas strukturalnya, analogi stilistiknya,

konsistensinya, kongruenitasnya, harmoninya, atau koherensinya. Jadi dapatlah

dikatakan sebagaimana dinyatakan oleh Sorokin (dalam Wellek dan Warren, 1970: 108)

bahwa tingkat integrasi bervariasi dari masyarakat yang satu dengan masyarakat yang

lainnya.

Pun walaupun beroleh kesulitan sebagaimana telah dipaparkan di atas, makna

sosiologis di dalam sastra mendapatkan tempatnya di dalam konteks adanya semacam

trend atau angkatan sastra yang dapat dirujuk pada permasalahan “inspirasi kolektif”

(Henri Peyre dalam Escarpit, 2005: 10). Dan ini bersesuaian dengan hipotesis Lucien

Goldmann bahwa “sifat kolektif dari kreasi sastra bermuara pada kenyataan bahwa

struktur alam dalam karya sejalan dengan struktur mental grup sosial tertentu atau

memiliki hubungan yang dapat dipahami dengannya” (dalam Escarpit, 2005: 10 – 11).

Tambahan pula, Georg Lukács (dalam van Luxemburg dkk., 1984: 28 dan Selden dkk.

1997: 94) memberikan argumen yang jelas mengenai kaitan sastra dengan masyarakat.

Menurutnya, sebagaimana teori mimesis Aristoteles, bagaimanapun juga sastra

menampilkan kenyataan sosial karena dunia yang diciptakan di dalam karya sastra

merupakan cerminan gambaran, gagasan, perasaan yang ada di dalam diri manusia

akan dunianya sedangkan karya sastra sendiri adalah bentuk pelibatan diri atau reaksi

seorang sastrawan terhadap apa yang terjadi di dalam masyarakat. Ia juga bersikukuh

bahwa jika ada penyimpangan di dalam suatu karya terhadap realitas masyarakat,

sebenarnya itu tidak menyalahi status bahwa karya adalah cerminan masyarakat karena

yang dianggap sebagai penyimpangan bukanlah bentuk kontras dari realitas masyarakat.

Seorang pengarang yang karyanya dianggap menyimpang dari realitas masyarakatnya

pada saat penciptaan justru memproyeksikan realitas masyarakat di dalam gambaran

yang lebih penuh dan mendalam dibanding apa yang dilihat dan ditangkap oleh
kacamata awam lagian yang disebut dengan cerminan tidaklah selalu sama dengan

benda yang dicerminkan, bisa tambah bisa kurang tampilan pada cerminan disebabkan

medium pencerminan sendiri adalah kata-kata atau bahasa.

Menyinggung objek kajian yang mempertautkan sastra dengan sosiologi, ada

beberapa hal yang dapat menjadi isu (bdk. Escarpit, 2005: 16-147; Wellek dan Warren,

1970: 94-109; Jabrohim dalam Jabrohim (ed.), 1994: 224-225; Ratna, 2005: 283-284;

Lowenthal dalam Thorpe (ed.), 1967: 97-100; van Luxemburg dkk., 1984: 23-24;

Grebstein dalam Damono, 1978: 4-5; dan Ian Watt via Faruk, 1994: 4-5) yang secara

garis besar menunjukkan tiga hal yaitu: sosiologi pengarang, sosiologi karya, dan

sosiologi pembaca. Jikalau hendak dipaparkan maka kajian yang mungkin adalah

sebagai berikut:

1. Penggolongan sastrawan di dalam suatu angkatan; periodisasi yang harus


diperhatikan adalah bukan pada tanggal lahir seorang sastrawan sehingga ia
bisa masuk ke dalam suatu angkatan namun pada momen ketika seorang
sastrawan mulai masuk ke dalam produksi karya karena sering dan lazim di
dalam suatu angkatan terdapat sastrawan yang usianya lebih tua. Contoh yang
bagus tentang ini adalah periodisasi penyair Indonesia yang dilakukan oleh Linus
Suryadi AG di dalam Tonggak: Antologi Puisi Indonesia Modern Vol. 1-4 (1987).
2. Status sosial – profesi dan asal-usul geografis sastrawan. Studi seperti ini telah
dicontohkan oleh Henry Havelock Ellis di dalam A Study of British Genius (1904).
3. Sastrawan dan publik lawan bicaranya (interlocuteur); kepada siapa sebuah
karya ditujukan: sebuah doktrinase? sebuah kontra doktrinase? memoir?
4. Kaitan sastra dengan potret sejarah dan sosial masyarakat; sifat sastra yang
merupakan dokumen yang mewakili keadaan masyarakat atau pandangan suatu
masyarakat. Buku bagus yang mewakili kajian tentang ini adalah Sastra Hindia
Belanda dan Kita (1983) oleh Subagio Sastrowardoyo.
5. Kaitan karya sastra dengan latar kelahirannya; tradisi linguistik dan sastra,
keadaan sosial, ekonomi, dan politik.
6. Perilaku budaya masyarakat dan perubahan selera masyarakat terhadap karya
sastra; yang memisahkan dengan jelas “apa yang seharusnya dibaca
masyarakat” dengan “apa yang dibaca oleh masyarakat kebanyakan” baik bentuk
genre sastra, maupun tema yang demikian turut berpengaruh terhadap geliat
penerbitan dan kegiatan ekonomi. Contoh studi seperti ini dapat kita rujukkan
kepada tulisan Wiyatmi (dalam Efendi (ed.), 2008: 275-280) yang berjudul
Menengok Penerbitan, Distribusi, dan Promosi Novel Indonesia 2000-an.
7. Kaitan sastra dengan implikasi sosial yang ditimbulkan di dalam masyarakat.
Contoh mengenai isu ini adalah bagaimana Kaufman (2006: 18) meyakini bahwa
Uncle Tom’s Cabin menyulut Perang Saudara di Amerika pada tahun 1861-1865.

Sedangkan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menjadi pijakan di dalam analisis karya


sastra adalah sebagaimana berikut ini (bdk. Yudiono KS, 2000: 3-4):

1. Apakah dan bagaimanakah latar belakang sosial pengarang berpengaruh


terhadap karya(-karya)nya.
2. Apakah dalam karya (-karyanya) seorang pengarang mewakili golongan atau
kelompok sosial tertentu.
3. Sejauh manakah sebuah karya menjadi cerminan keadaan suatu masyarakat;
sebuah proyeksi atau sebuah satir?
4. Bagaimanakah keterkaitan karya yang digemari oleh banyak pembaca (lewat
laris penjualan) dengan penilaian tinggi mutu oleh elite sastra di suatu
masyarakat.
5. Bagaimanakah keterkaitan selera masyarakat dengan genre dan tema yang
digarap oleh pengarang dan juga gairah penerbitan.
6. Apakah ada korelasi antara kompleksitas struktur masyarakat dengan kerumitan
karya yang ditulis oleh pengarang.
DAFTAR PUSTAKA

Damono, Sapardi D. 1978. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Ellis, Henry H. 1904. A Study of British Genius. London: Hurst and Blackett.

Escarpit, Robert. 2005. Sosiologi Sastra terjemahan Ida Sundari. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.

Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra: Dari Strukturalisme Genetik sampai Post
Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hardjana, André. 1994. Kritik Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

Horton, Paul B. Dan Chester L. Hunt. 1999. Sosiologi terjemahan Aminuddin dkk.
Jakarta: Erlangga.

Jabrohim. 1994. “Sosiologi Sastra: Beberapa Konsep Pengantar” dalam Teori Penelitian
Sastra Jabrohim (ed.). Yogyakarta: Masyarakat Poetika Indonesia IKIP
Muhammadiyah.

Kaufman, Will. 2006. The Civil War in American Culture. UK: Edinburgh University Press.

Liukkonen, Petri. 2008. Anne-Louise-Germaine Necker, Baroness de Staël-Holstein


(1766-1817) diakses 10 April 2011 pukul 07:08 (GMT+7) dari:
http://www.kirjasto.sci.fi/stael.htm.
Lowenthal, Leo. “Literature and Sociology” dalam Relations of Literary Study; Essays on
Interdisciplinary Contributions James Thorpe (ed.) 1967. New York: Modern
Language Association of America.

Ratna, Nyoman Kutha. 2005. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sastrowardoyo, Subagio. 1983. Sastra Hindia Belanda dan Kita. Jakarta: PN Balai
Pustaka.

Selden, Raman; Peter Widdowson; dan Peter Brooker. 1997. A Reader’s Guide to
Contemporary Literary Theory fourth edition. Hertfordshire: Prentice Hall /
Harvester Wheatsheaf.

Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.

Suryadi AG, Linus (ed.). 1987. Tonggak: Antologi Puisi Indonesia Modern, Vol. 1.
Jakarta: Gramedia.
________. 1987. Tonggak: Antologi Puisi Indonesia Modern, Vol. 2. Jakarta: Gramedia.

________. 1987. Tonggak: Antologi Puisi Indonesia Modern, Vol. 3. Jakarta: Gramedia.

________. 1987. Tonggak: Antologi Puisi Indonesia Modern, Vol. 4. Jakarta: Gramedia.

van Luxemburg, Jan; Mieke Bal; dan Willem G. Weststeijn. 1984. Pengantar Ilmu
Sastra terjemahan Dick Hartoko. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.

Wellek, René dan Austin Warren. 1970. Theory of Literature 3rd Edition. New York:
Harcourt, Brace & World, Inc.

Wiyatmi. 2008. “Menengok Penerbitan, Distribusi, dan Promosi Novel Indonesia 2000-an”
dalam Bahasa dan Sastra dalam Berbagai Perspektif, Anwar Efendi (ed.).
Yogyakarta: Tiara Wacana.

Wrong, Dennis Hume. 2008. Sociology. Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond,
WA: Microsoft Corporation.

Yudiono KS. 2000. Ilmu Sastra: Ruwet, Rumit, dan Resah. Semarang: Penerbit Mimbar.

Sastra dan Sosiologi by Dipa Nugraha is licensed under a Creative Commons Attribution-
NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License.

Anda mungkin juga menyukai