Anda di halaman 1dari 3

Menurut Teeuw (1988: 131), khususnya dalam ilmu sastra, strukturalisme

berkembang melalui tradisi formalisme. Artinya, hasil-hasil yang dicapai melalui tradisi
formalis sebagian besar dilanjutkan dalam strukturalis.
Kelahiran kritik sastra struktural berawal dari upaya yang dirintis kaum formalis (asy-
syakliyyah) Rusia yang ingin membebaskan karya sastra dari lingkungan ilmu-ilmu lain,
seperti psikologi, sejarah, atau penelitan kebudayaan. Pendekatan yang dipakai kaum formalis
itu kemudian berkembang di beberapa negara barat menjadi aliran kritik sastra baru yang
kemudian dikenal dengan strukturalisme (al-bina’iyyah).
Esai F.M. de George pada karya Charles Baudelaire ‘Les Chats’” (1972) merupakan
titik Kelahiran strukturalisme, yang sebelumnya diduga mulai mulai bergema pada tahun 1950-
an. Hal ini diperkuat oleh Spivak yang mengatakan bahwa kebangkitan strukturalisme berawal
dari pertemuan Roman Jakobson, ahli linguistik dan salah seorang anggota Mazhab
Formalisme Praha, dengan seorang antropolog Claude Lévi-Strauss di Amerika Serikat. Salah
satu peristiwa yang dianggap sebagai tonggak kebangkitan strukturalisme dengan mainstream
(ciri utama) metode interpretasinya
Analisis struktural berkembang di Prancis pada tahun 1965 di tangan LeviStrauss
dan Ronald Barthes. Aliran ini berkembang di tangan TS. Eliot dan terutama di Amerika oleh
aliran new Cristidism (madrasah an-naqd al-jalid) yang dipelopori oleh antara lain WK.
Wimsatt dan John Crow Ranson.
Kemunculan strukturalisme dipopulerkan oleh Claude Levis-Strauss, seorang ahli
antropologi perancis. Levi Strauss melahirkan konsep strukturalisme sendiri akibat
ketidakpuasannya terhadap fenomenologi dan eksistensialisme. Pasalnya para ahli antropologi
pada saat itu tidak pernah mempertimbangkan peranan bahasa yang sebenarnya sangat dekat
dengan kebudayaan manusia itu sendiri.
Berkembangnya salah satu aliran struktural yang dipelopori oleh Levi-Strauss
mulai nampak sekitar tahun 1950-an hingga 1960-an. Strukturalisme yang dibawakan oleh
Levi-Strauss erat kaitannya dengan struktural-fungsionalisme yang dipopulerkan oleh
Radcliffe-Brown. Adanya kaitan diantara keduanya dikarenakan terdapat pengaruh dari teori-
teorinya Durkheim. Meskipun demikian, aliran struktural yang dipahami keduanya tidaklah
sama. Radcliffe-Brown mempelajari keteraturan dalam tindakan sosial yang ia lihat sebagai
ekspresi struktur sosial yang dibentuk oleh jaringan-jaringan dan kelompok-kelompok.
Sementara LeviStraus berpendapat bahwa struktur itu berada dalam alam pikir manusia dan
memandang interaksi sosial sebagai manifestasi keluar dari struktur kognitif tersebut
(Saifuddin, 2005: 192).
Dalam Abdul Chaer, Para ahli menyatakan bahwa pendekatan strukturalisme lahir dari
pandangan Ferdinand de Sasusurre, yang dimuat dalam Course de Lingusitique Generale, yang
menyatakan bahwa telaah strukturalisme berkaitan dengan (1) telaah sinkronik dan diakronik,
(2) perbedaan langue dan parole, (3) perbedaan siginfiant dan signife, (4) hubungan
sintagmatik dan paradigmatik
Dalam perjalanan teoretik selanjutnya, strukturalisme ini dikembangkan di
Cekoslowakia oleh Roman Jacobson, Jan Mukarovsky, dan Felix Vodicka yang
kemudian disebut dengan aliran Strukturalisme Ceko. Aliran strukturalisme ini
berpandangan bahwa ada hubungan antara seni (sastra) dan estetika, dan hubungan antara karya
sastra, individu pencipta, pembaca yang menerima, dan konteks sosial. Konsep utama yang
diperkenalkannya ialah konsep kembar mengenai artefact (karya seni sebagai tanda) dan objek
estetik (pengertian yang dikongkretkan oleh pembaca). Artefact itu tetap sama, tidak
mengalami perubahan, sedangkan objek estetik selalu berubah (Luxemburg, 1986:38).
Tokoh-tokoh penting strukturalisme, di antaranya: Ferdinand de Sasusurre,
Claude Levis-Strauss, Roman Jakobson, Jan Mukarovsky, Felix Vodicka, Rene Wellek,
Jonathan Culler, Robert Scheles, dan sebagainya
Strukturalisme memandang teks sebagai sebuah struktur. Struktural merupakan
pendekatan yang memandang suatu karya sastra terlihat dari karya itu sendiri terdapat dari
unsur pembangun.
Strukturalisme mengkaji tentang struktur karya sastra dimana struktur itu merupakan
satu kesatuan yang bulat dengan arti lain tidak dapat berdiri sendiri di luar dari pada struktur
itu. Dengan strukturalisme, kita dapat menunjukkan bahwa setiap unsur mempunyai fungsi
tertentu sesuai dengan struktur itu (Riri, 2017: 37). Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2010: 25)
membedakan unsur pembangun sebuah novel ke dalam tiga bagian yaitu: fakta cerita, tema dan
sarana sastra. Ketiga unsur tersebut harus dipandang sebagai satu kesatuan dalam rangkaian
keseluruhan cerita, bukan sebagai suatu yang berdiri sendiri dan terpisah satu dengan yang lain
(Suwarno, 2012: 34). Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan
dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur
intrinsik fiksi yang bersangkutan. Mula-mula identifikasi dan dideskripsikan, misalnya,
bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang dan
lain-lain. Setelah dicoba jelaskan bagaimana fungsi masing-masing unsur itu dalam menunjang
makna keseluruhannya, dan bagaimana hubungan antar unsur itu sehingga secara bersama
membentuk sebuah totalitas-kemaknaan yang padu. Analisis struktural bertujuan memaparkan
secermat mungkain fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara
bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan.
Kritik sastra struktural adalah kritik objektif yang menekan aspek instrinsik karya
sastra, dimana yang menentukan estetiknya tidak saja estetika bahasa yang digunakan,
tetapi juga relasi antar unsur. Unsur-unsur itu dilihat sebagai artefak (benda seni) yang terdiri
dari berbagai unsur. Prosa terdiri dari tema, plot, latar, tokoh, dan gaya bahasa. Sedangkan
puisi terdiri dari tema, stilistika atau gaya bahasa, imajnasi atau daya bayang, ritme atau irama
(wazan dalam puisi tradisional arab), diksi atau pilihan kata, simbol, dan enyambemen
(sambungmenyambung baris atau larik seperti qasidah yang barisnya sejajar atau ruba’iyaat
yang barisnya empat dengan tersususn ke bawah) artinya hal ini dilakukan untuk menegaskan
makna dalam setiap baris dan bait. Semua unsur-unsur itu dilihat teori strukturalisme jalan
menjalin dengan rapi yang memiliki interrelasi dan saling ketergantungan (interrelation and
mutual dependencies). (Kamil, 2009)
Pendekatan struktural merupakan pendekatan instrinsik, yakni membicarakan karya
tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam (Suwarno, 2012: 23).
Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom bebas dari latar belakang
sosial, sejarah, biografi pengarang, dan segala hal yang ada diluar karya sastra.
Strukturalisme mengkaji tentang struktur karya sastra dimana struktur itu merupakan
satu kesatuan yang bulat dengan arti lain tidak dapat berdiri sendiri di luar dari pada struktur
itu. Dengan strukturalisme, kita dapat menunjukkan bahwa setiap unsur mempunyai fungsi
tertentu sesuai dengan struktur itu.
Strukturalisme tidak mensyaratkan seseorang pengkaji sastra memiliki penetahuan
seluas mungkin mengenai latar belakang sejarah, kebudayaan, psikologi, filsafat, dan lain-
lain. Strukturalisme hanya mensyaratkan kemampuan bahasa, kepekaan sastra, dan minat
yang intensif.
Dalam bahasa arab struktural di sebut juga dengan ‫التركيب‬, struktural puisi atau syair
yaitu membahas unsur instrinsik dan ekstinsik yang mencakup unsur fisik dan unsur batin.
Menurut Yoseph (1997:38) menjelaskan bahwa teori strukturalisme sastra merupakan
sebuh teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara
berbagai unsur teks.
Strukturalisme mengkaji tentang struktur karya sastra dimana struktur itu merupakan
satu kesatuan yang bulat dengan arti lain tidak dapat berdiri sendiri di luar dari pada struktur
itu. Dengan strukturalisme, kita dapat menunjukkan bahwa setiap unsur mempunyai fungsi
tertentu sesuai dengan struktur itu.

Anda mungkin juga menyukai