Anda di halaman 1dari 4

Strukturalisme Genetik

Strukturalisme adalah cara berfikir tentang dunia, yang dikaitkan dengan persepsi dan
deskripsi struktur (Hawks dalam Suwondo, 2001: 55-56). Pada hakikatnya dunia ini lebih
tersusun dari hubungan-hubungan daripada benda-bendanya. Dalam kesatuan hubungan
tersebut, setiap unsur atau analisirnya tidak memiliki maknanya sendiri-sendiri, kecuali
hubungan dengan analisir lain sesuai dengan posisinya di dalam struktur.
Strukturalisme genetik adalah sebuah pendekatan di dalam penelitian sastra yang lahir
sebagai reaksi pendekatan strukturalisme murni yang anti historis dan kausal. Pendekatan
strukturalisme juga dinamakan sebagai pendekatan objektif. Menyikapi yang demikian,
Iswanto pernah mengutip pendapat Juhl (2001: 62) penafsiran terhadap karya sastra yang
menafikan pengarang sebagai pemberi makna sangat berbahaya pemberian makna, karena
penafsiran tersebut akan mengorbankan ciri khas , kepribadian, cita-cita dan juga normanorma yang dianut oleh pengarang. Secara gradual dapat dikatakan bahwa jika penafsiran itu
menghilangkan pengarang dengan segala eksistensinya di dalam jajaran signifikan penafsiran.
Objektifitas penafsiran sebuah karya sastra akan diragukan lagi karena memberi kemungkinan
lebih besar terhadap campur tangan pembaca di dalam penafsiran karya sastra.
Pencetus pendekatan strukturalisme genetik adalah Lucien Goldman, seorang
sastrawan yang berasal dari Perancis. Pendekatan ini dianggap sebagai satu-satunya
pendekatan yang mampu merekonstruksikan pandangan dunia pengarang. Pendekatan ini
mengoreksi pendekatan strukturalisme otonom dengan memasukkan faktor genetik dalam
memahami karya sastra. Genetik diartikan sebagai asal-usul karya sastra yang meliputi
pengarang dan realita sejarah yang turut mendukung penciptaan karya sastra tersebut.
Kajian strukturalisme genetik ini, menggunakan data primer yang dimiliki oleh sebuah
karya sastra. Sedangkan data sekunder yang digunakan adalah pustaka-pustaka yang ada
relevansinya dengan kajian terhadap karya, yakni: karya fiksi dan nonfiksi, berbagai tulisan
mengenai karya, dan usulan mengenai karya serta buku-buku referensi yang dapat
mendukung kajian terhadap karya. Menurut Faruk (2003: 12), Goldmann percaya bahwa
karya sastra merupakan sebuah struktur. Sebagai struktur, karya sastra berarti tidak berdiri
sendiri, banyak hal yang menyokong agar karya tersebut bisa menjadi satu bangunan yang
otonom. Namun, Goldmann tidak secara langsung menghubungkan antara teks sastra dengan
struktur sosial yang menghasilkannya, melainkan lebih dulu mengaitkan dengan kelas sosial
dominan. Sebab, struktur bukanlah suatu hal yang statis, melainkan merupakan produk dari
sejarah yang terus berlangsung. Strukturalisme genetik mencoba mengaitkan antara teks
sastra, penulis, pembaca (dalam rangka komunikasi sastra), dan struktur sosial.
Ratna (2006:122) mengatakan bahwa strukturalisme genetik memiliki implikasi yang
lebih dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu-ilmu kemanusiaan pada umumnya. Sebuah
struktur, bagi Goldmann, harus disempurnakan agar memiliki makna. Setiap gejala memiliki
arti apabila dikaitkan dengan struktur yang lebih luas. Demikian seterusnya hingga setiap
unsur menopang totalitasnya. Untuk menghasilkan sebuah totalitas, Goldmann menawarkan

metode dialektik yang pada prinsipnya pengetahuan mengenai fakta-fakta kemanusiaan akan
tetap abstrak apabila tidak mengintegrasikannya kedalam keseluruhan.
Menurut Goldmann (1977:8), metode dialektik termasuk metode yang khas, sehingga
berbeda dengan metode positivistik. Metode positivistik menitikberatkan pada usaha
pencarian hubungan antara sastra dengan faktor iklim, geografis, filsafat, dan politik. Sastra
diperlukan sebagai fakta yang statusnya sama dalam penelitian ilmiah (Damono, 1984:18).
Metode ini tidak mengadakan penelitian terhadap karya yang digunakan sebagai data. Karya
dianggap sebagai dokumen yang mencatat unsur sosiokultural. Setiap unsur di dalamnya
dianggap mewakili secara langsuung unsur sosiokultural (Junus, 1986:1).
Metode dialektik hanya mempergunakan karya yang bernilai sastra, karya yang kuat karena
keseluruhan karya itu membentuk jaringan yang kohesif dari segala unsurnya. Yang
berhubungan dengan unsur sosiokultural adalah keseluruhan unsur sebagai satu kesatuan
(Junus, 1986:2). Namun, harus diakui bahwa dari segi titik awal dan titik akhir metode
dialektik sama dengan metode positivistik, karena keduanya sama-sama berawal dan berakhir
pada teks sastra. Adapun dalamnya dianggap mewakili secara langsung unsur sosiokultural
(Junus, 1986:1).
Adapun perbedaannya selain yang telah disebutkan di atas, metode positivistik tidak
mempertimbangkan koherensi struktural, sedangkan metode dialektik memperhitungkan
koherensi struktural itu (Goldman via Faruk, 1994:19). Bentuk operasional (cara kerja)
metode dialektik yaitu secara bolak-balik antara teks dengan struktur sosial yang diteliti. Hal
ini terjadi karena proses pencapaian pengetahuan dengan metode dialektik menjadi semacam
gerak yang melingkar terus-menerus tanpa bisa diketahui titik dalamnya dianggap mewakili
secara langsung unsur sosiokultural (Junus, 1986:1).
Metode dialektik hanya mempergunakan karya yang bernilai sastra, karya yang kuat karena
keseluruhan karya itu membentuk jaringan yang kohesif dari segala unsurnya. Yang
berhubungan dengan unsur sosiokultural adalah keseluruhan unsur sebagai satu kesatuan
(Junus, 1986:2). Namun, harus diakui bahwa dari segi titik awal dan titik akhir metode
dialektik sama dengan metode positivistik, karena keduanya sama-sama berawal dan berakhir
pada teks sastra.
Bentuk operasional (cara kerja) metode dialektik yaitu secara bolak-balik antara teks dengan
struktur sosial yang diteliti. Hal ini terjadi karena proses pencapaian pengetahuan dengan
metode dialektik menjadi semacam gerak yang melingkar terus-menerus tanpa bisa diketahui
titik yang menjadi pangkal atau ujungnya (Faruk 1994:20).

Struktur Karya Sastra


Goldman mengemukakan dua pendapat mengenai karya sastra pada umumnya, yang pertama
bahwa karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia secara imajiner. Sedangkan yang
kedua adalah bahwa dalam usahanya mengekspresikan pandangan dunia itu pengarang
menciptakan semesta tokoh-tokoh, objek-objek, dan relasi-relasi secara imajiner. Dari dua

pendapatnya itu, Goldmann mempunyai konsep struktur yang bersifat tematik, yang
memusatkan perhatian pada relasi antara tokoh dengan tokoh dan tokoh dengan objek yang
ada disekitarnya. Dengan demikian, Goldmann membedakan teks sastra dengan filsafat yang
mengungkapkan pandangan dunia secara konseptual dan sosilogi yang mengekspresikan
pandangan dunia secara empirisitas.
Sifat tematik dari konsep struktur Goldmann itu terlihat pula pada konsepnya mengenai novel.
Berkaitan dengan pentingnya pendekatan strukturalisme genetik, Goldmann mengkaji dua hal
yang dianggapnya saling bersangkutan, yakni cara meneliti novel (baca: teks sastra) itu
sendiri dan hubungannya dengan sosio-budaya.

Pandangan Dunia
Pandangan dunia memicu subjek untuk mengarang, dan dianggap sebagai salah satu ciri
keberhasilan suatu karya. Dalam rangka strukturalisme genetik, pandangan dunia berfungsi
untuk menunjukkan kecenderungan kolektivitas tertentu. Melalui kualitas pandangan dunia
inilah karya sastra menunjukkan nilai-nilainya, sekaligus memperoleh artinya bagi mayarakat.
Menurut Goldmann via Faruk (1999:15), pandangan dunia merupakan istilah yang cocok bagi
kompleks menyeluruh dari gagasan, aspirasi, dan perasaan yang menghubungkan secara
bersama-sama anggota kelompok sosial tertentu dan mempertentangkannya dengan kelompok
sosial yang lainnya. Selain itu, pandangan dunia juga merupakan kesadarn kolektif yang dapat
digunakan sebagai hipotesis kerja yang konseptual, suatu model, bagi pemahaman mengenai
koherensi struktur teks sastra.

Penelitian dengan Metode Strukturalisme Genetik


Secara sederhana pendekatan strukturalisme genetik diformulasikan sebagai berikut. Pertama
difokuskan pada kajian intrinsik karya sastra, baik secara parsial maupun secara keseluruhan.
Kedua, mengkaji latar belakang kehidupan sosial kelompok pengarang, karena ia adalah suatu
bagian dari komunitas tertentu. Ketiga, mengkaji latar belakang sosial dan sejarah yang ikut
mengondisikan terciptanya karya sastra. Dari ketiga cara tersebut akan diperoleh abstraksi
pandangan dunia pengarang yang diperjuangkan oleh tokoh problematik.
Sapardi Djoko Damono memberikan ciri-ciri strukturalisme genetik sebagai suatu metode,
yaitu:
1)
Perhatiannya terhadap keutuhan dan totalitas: kaum strukturalis percaya bahwa yang
menjadi dasar telaah strukturalisme genetik bukanlah bagian-bagian totalitas tetapi jaringan
hubungan yang ada antara bagian-bagian itu, yang menyatukannya menjadi totalitas.
2)
Strukturalisme genetik tidak menelaah struktur pada permukaannya, tetapi struktur
yang ada di balik kenyataan. Kaum strukturalis berpandangan bahwa yang terlihat dan
terdengar, misalnya, bukanlah struktur yang sebenarnya, tetapi hanya bukti adanya struktur.

3)
Analisis yang dilakukan oleh kaum strukturalis menyangkut struktur yang sinkronis
(bukan diakronis). Perhatian kaum strukturalis lebih difokuskan pada hubungan-hubungan
yang ada pada suatu saat di suatu waktu, bukan dalam perjalanan waktu. Struktur sinkronis
dibentuk oleh jaringan hubungan struktural yang ada.
4)
Strukturalisme genetik adalah metode pendekatan yang antikausal. Kaum strukturalis
dalam analisisnya sama sekali tidak menggunakan sebab-akibat. Mereka menggunakan
hukum perubahan bentuk.

Langkah-langkah penelitian dengan metode strukturalisme genetik yang ditawarkan oleh


Laurenson dan Swingewood yang disetujui oleh Goldman:
1.
Penelitian sastra itu dapat kita ikuti sendiri. Mula-mula diteliti strukturnya untuk
membuktikan bagian-bagiannya sehingga terjadi keseluruhan yang padu dan holistik.
2.
Penghubungan dengan sosial budaya. Unsur-unsur kesatuan karya sastra yang
dihubungkan dengan sosio budaya dan sejarahnya, kemudian dihubungkan dengan struktur
mental yang dihubungkan dengan dunia pengarang.
3.
Untuk mencapai solusi atau kesimpulan digunakan metode induktif, yaitu metode
pencarian kesimpulan dengan jalan melihat premis-premis yang sifatnya spesifik untuk
selanjutnya mencari premis general.
Pendekatan strukturalisme genetik memiliki nilai yang lebih daripada strukturalisme
strukturalisme otonom. Hal ini dilandasi oleh argumen bahwa selain menelaah struktur
pembangun karya dari dalam, apresiator harus memasukkan faktor-faktor dari luar. Dengan
ini diharapkan akan timbul sebuah kesadaran bahwa karya sastra diciptakan oleh pengarang
dengan memadukan antara kreativitas dan faktor imajinasi yang tentunya banyak dipengaruhi
oleh faktor-faktor sosial yang ada dalam masyarakat.

Daftar Pustaka

Mumtaz,
Fairuzul.
2008.
Strukturalisme
Genetik
Goldmann.
http://dialogkamboja.blogspot.com/2008/07/strukturalisme-genetik-goldmann.html
tanggal 08Juni 2011.

Dalam
diunduh

Dalam http://www.scribd.com/doc/27163477/Bab-1-Strukturalisme-genetik diunduh tanggal


08 Juni 2011.
Irfan Fauzi, Arif. 2008. Strukturalisme Genetik. Dalam http://bahasa-sastraindonesia.blogspot.com/2008/04/strukturalisme-genetik.html diunduh tanggal 08 Juni 2011.

Anda mungkin juga menyukai