DI CEPURI PARANGKUSUMO
Disusun Oleh :
KELAS B
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang bangsa yang besar dengan
berbagai keragaman, baik dari suku, ras, dan agama, maupun budaya yang
tersebar di penjuru nusantara. Sebagai masyarakat yang tinggal di pulau Jawa
khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta, dapat kita jumpai berbagai
budaya yang masih dilestarikan sampai sekarang. Berbagai budaya dan tradisi
tersebut dapat dikaji dalam sudut pandang kefilsafatan.
Nilai filsafat yang terkandung dalam suatu budaya terdiri dari berbagai
macam. Diantaranya seperti yang tertulis dalam buku Filsafat Jawa oleh Prof.
Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd (2013 : 67-89) disebutkan bahwa dasar-dasar
filsafat Jawa diantaranya Metafisika, Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi.
Nilai-nilai filsafat ini tidak lepas dari unsur kepercayaan yang dianut oleh
suatu masyarakat di daerah tersebut.
Dalam tugas observasi ini, kami mengangkat budaya yang masih
dilestarikan oleh masyarakat di obyek Cepuri Parangkusumo. Cepuri
Parangkusumo dipercaya merupakan tempat yang sakral, bersejarah dan
memiliki daya magis yang tinggi sehingga hingga saat ini tradisi tersebut
masih terus dilakukan. Budaya yang kami bahas adalah tradisi ziarah di
petilasan dan upacara labuhan di pantai Parangkusumo, Kretek, Bantul,
Yogyakarta. Menurut keterangan warga sekitar Cepuri, banyak pengunjung
yang dating dari berbagai daerah untuk melakukan ziarah di tempat ini.
Beberapa pengunjung bahkan sampai bermalam untuk menanti hari ziarah
yang tepat. Menurut kami, budaya ziarah dan labuhan yang dilakukan oleh
masyarakat dari seluruh pelosok nusantara ini sangat kental dengan filsafat
Jawa yang masih dipercaya masyarakat Yogyakarta, khususnya pada
masyarakat di sekitar Cepuri Parangkusumo. Kemudian, kami memilih
masyarakat Cepuri dan budaya yang masih dilestarikan sebagai objek dari
observasi kelompok kami. Dalam melakukan observasi kami juga melakukan
wawancara dengan juru kunci Cepuri, Mbah Tris, dan pengunjung yang
datang dari berbagai daerah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah petilasan Cepuri Parangkusumo ?
2. Bagaimana prosesi ziarah dan upacara labuhan berlangsung?
3. Mengapa masyarakat mempercayai daya magis dari Cepuri Parangkusumo
?
4. Nilai-nilai kefilsafatan apa saja yang terkandung dalam prosesi ziarah di
petilasan dan upacara labuhan?
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah petilasan Cepuri Parangkusumo
2. Mengetahui prosesi yang dilakukan dalam ziarah dan upacara labuhan.
3. Mengetahui hubungan antara sejarah, nilai-nilai kebudayaan jawa dan
kepercayaan masyarakat terhadap daya magis Cepuri Parangkusumo.
4. Mengetahui nilai-nilai kefilsafatan yang ada dalam ziarah di petilasan
Cepuri dan dalam upacara labuhan.
D. Manfaat
1. Menambah pengetahuan mengenai budaya daerah, khususnya tentang
ziarah di petilasan Cepuri dan upacara labuhan.
2. Mengetahui berbagai nilai budaya yang ada dalam ziarah di petilasan
Cepuri dan upacara labuhan.
3. Mengetahui nilai-nilai kefilsafatan yang terkandung dalam ziarah di
petilasan Cepuri dan upacara labuhan.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Filsafat
C. Pengertian Masyarakat
Masyarakat dalam istilah bahasa Inggris adalah society yang berasal
dari kata Latin socius yang berarti (kawan). Istilah masyarakat berasal dari
kata bahasa Arab syaraka yang berarti (ikut serta dan berpartisipasi).
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, dalam istilah
ilmiah adalah saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai
prasarana melalui warga-warganya dapat saling berinteraksi. Definisi lain,
masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu
rasa identitas bersama. Kontinuitas merupakan kesatuan masyarakat yang
memiliki keempat ciri yaitu: 1) Interaksi antar warga-warganya, 2). Adat
istiadat, 3) Kontinuitas waktu, 4) Rasa identitas kuat yang mengikat semua
warga (Koentjaraningrat, 2009: 115-118).
Semua warga masyarakat merupakan manusia yang hidup
bersama,hidup bersama dapat diartikan sama dengan hidup dalam suatu
tatanan pergaulan dan keadaan ini akan tercipta apabila manusia melakukan
hubungan, Mac lver dan Page (dalam Soerjono Soekanto 2006: 22),
memaparkan bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan, tata cara,
dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok, penggolongan, dan
pengawasan tingkah laku serta kebiasaan-kebiasaan manusia. Masyarakat
merupakan suatu bentuk kehidupan bersama untuk jangka waktu yang cukup
lama sehingga menghasilkan suatu adat istiadat, menurut Ralph Linton (dalam
Soerjono Soekanto, 2006: 22) masyarakat merupakan setiap kelompok
manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama,sehingga mereka
dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu
kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas sedangkan
masyarakat menurut Selo Soemardjan (dalam Soerjono Soekanto, 2006: 22)
adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan dan
mereka mempunyai kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan,
tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan.
Menurut Emile Durkheim (dalam Soleman B. Taneko, 1984: 11)
bahwa masyarakat merupakan suatu kenyataan yang obyektif secara mandiri,
bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.
Masyarakat sebagai sekumpulan manusia didalamnya ada beberapa unsur
yang mencakup. Adapun unsur-unsur tersebut adalah:
1. Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama;
2. Bercampur untuk waktu yang cukup lama;
3. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan;
4. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama.
METODE KEFILSAFATAN
Metode sering diartikan sebagai jalan berpikir dalam bidang keilmuan. Dalam
konteks keilmuan metode berarti cara atau prosedur yang ditempuh dalam rangka
mencapai kebenaran. Jadi metode kefilsafatan adalah cara yang digunakan untuk
mengkaji atau meneliti karya-karya filsafati. Metode dalam bidang filsafat terdiri
atas:
1. Metode kritis
Yaitu suatu metode yang menganalisis istilah dan pendapat dengan
mengajukan pertanyaan secara terus-menerus sampai hakikat yang ditanyakan
(Asmoro Achmadi, 1994, hal. 22).
2. Metode intuitif
Yaitu suatu metode dengan melakukan introspeksi intuitif, dengan
memakai symbol-simbol (Asmoro Achmadi, 1994, hal. 22).
3. Metode analisis abstraksi
Yaitu dengan jalan memisah-misahkan atau menganalisis didalam
angan-angan (didalam pikiran hingga sampai pada hakikat (ditemukan
jawaban) (Asmoro Achmadi, 1994, hal. 22).
4. Metode Skolastik
Umumnya metode ini menonjolkan segi yang sintesis-deduktif
(menarik sebuah sintesa dalam cara-cara deduktif), dengan bertitik tolak dari
sejumlah definisi dan asas-asas yang diasumsikan jelas dengan sendirinya,
lalu ditarik sebuah inferensi (kesimpulan) darinya. Salah satu metode
skolastik yang principal adalah dengan pemanfaatan ilmu logika dan kosakata
filosofikal dari apa yang 24 abad lalu pernah diajarkan oleh Aristoteles, yakni
prinsip mendemonstrasikan dan mendiskusikan (Herman Bakir, 2006,
hal.226).
5. Metode Induktif-Emperikal
Dalil-dalil yang diajukan disini adalah bahwa hanya melalui
pemahaman empirikallah orang akan dapat menyajikan sebuah pengertian
yang benar, dan keseluruhan pengertian dalam ruas pengintrospeksian harus
disebandingkan dengan yang diperoleh (Herman Bakir, 2006, hal.227).
6. Metode Geometris
Melalui analisis mengenai hal-hal kompleks, dicapai intuisi akan
hakikat sederhana (ide terang dan berbeda dari yang lain) dari hakikat itu
dideduksikan secara matematis segala pengertian lainnya (Surajiyo, 2005, hal.
8). Rene Descartes berpendapat bahwa ada ketersusunan alami dalam
kenyataan yang ada hubungannya dengan pengertian manusia. Disamping itu,
ia berusaha keras untuk menemukan yang benar. Adapun yang harus
dipandang sebagai yang benar adalah apa yagn jelas dan terang (clear and
distinct). Berbeda halnya dengan metode empirisme yang diolah Hobes. Ia
berpangkal kepada empirisme secara konsekuen. Sekalipun ia berpangkal
pada dasar-dasars empiris, namun ia menerima juga metode yang dipakai
dalam ilmu alam yang bersifat matematis. Ia telah mempersatukan empirisme
dengan rasionalisme dalam bentuk suatu filsafat materialistis yagn konsekuen
pada zaman modern (Surajiyo, 2005, hal. 11).
7. Metode Fenomenologis
Dengan jalan beberapa pemotongan sistematis, refleksi atas fenomin
dalam kesadaran mencapai penglihatan hakikat-hakikat murni (Surajiyo,
2005, hal. 8).
Ada dua hal yang dapat diperhatikan dalam kaitannya dengan ini yaitu sebagai
berikut:
a. Penstudi harus mengindahkan apa yang olehnya disadari dari pengamatan
persepsinya dengan lebih berhati-hati dan intensif ketimbang apa yang
dikerjakan olehnya dalam keseharian.
b. Penstudi harus berstandar pada serangkaian observasi dan
menginterpretasi tanpa berurusan dengan prakonsepsi (prasangka)
(Herman Bakir, 2006, hal.236).
8. Metode Dialektis
Dengan jalan mengikuti dinamis pemikiran atau alam sendiri, menurut
anti thesis, sintesis dicapai hakikat kenyataan. Peristilahan dialektis dalam
filsafat merupakan metode untuk menginvestifigasi alam kebenaran dengan
menganalisis secara kritikal konsep-konsep dan hipotesis-hipotesis. Salah satu
contoh yang paling mutakhir dari metode dialektis ini adalah dialog-dialog
Plato, dimana penulis mencari dengan studi kebenaran melalui diskusi dalam
format pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban (Herman Bakir, 2006,
hal.232).
9. Metode Analitika Bahasa
Dengan jalan analisis pemakaian bahasa sehari-hari ditentukan sah
atau tidaknya ucapan-ucapan filosofis (Surajiyo, 2005, hal. 9). Metode ini
dapat dinilai cukup netral sebab sama sekali tidak mengendalikan salah satu
filsafat. Keistimewaan dalam metode ini adalah semua kesimpulan dan
hasilnya senantiasa didasarkan kepada penelitian bahasa yang logis
(Sudarsono, 1993, hal. 96-102).
10. Metode Deduksi-Metafisikal (Transendentalis)
Metode ini lahir sebagai konsekuensi dari keragu-raguan seorang filsuf
filamboyan Jerman, Immanuel Kant terhadap sejumlah kemungkinan dan
kompetensi dari kubu metafisikal. Bagi beliau dalam memecahkan problem,
kubu ini tidak pernah mengajukan metode ilmiah dalam cara-cara yang pasti
dan meyakinkan (memberi kepuasan) dan metafisikal lagi-lagi selalu dimulai
dari permulaan. Karenanya nilai-nilai objektif dari ilmu-ilmu positif harus
diberikan tempat yang utama dalam aktus-aktus penelitian, sebab hanya
dengan itulah orang akan dapat menghasilkan kemajuan yang berarti dalam
kehidupan kesehariannya (Herman Bakir, 2006, hal.230).
BAB IV
PEMBAHASAN
2. Metafisika
Istilah ini berasal dari bahasa Yunani metataphysika yang berarti hal-
hal yang terdapat sesudah fisika. Metafisika dapat didefinisikan sebagai
bagan pengetahuan manusia yang bersangkutan dengan pertanyaan
mengenai hakikat yang ada yang terdalam. Kattsof (2004:72-74).
Metafisika yang ada dalam masyarakat Cepuri, Parangkusumo adalah
3. Ontologi
Ontologi merupakan bagian dari filsafat yang paling umum. Ontologi
merupakan metafisika umum, yang mempersoalkan adanya segala sesuatu
yang ada.
Ontologi yang ada dalam masyarakat Cepuri, Parangkusumo yaitu,
1) Petilasan Cepuri.
2) Pantai Parangkusumo.
3) Dupa dan bunga setaman.
4. Logika
Ada 2 logika yang berkembang secara umum, yaitu :
a. Logika Deduktif
Logika Deduktif adalah cara berpikir dimana dari pernyataan
yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola
pikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah
pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung
silogismus ini kemudian dapat dibedakan menjadi prenis mayor dan
premis minor. Kesimpulan merupakan pegetahuan yang didapat dari
penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut.
b. Logika Induktif
Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan
kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan
yang bersifat umum. Kambing mempunyai mata, gajah mempunyai
mata, demikian juga dengan sapi, singa, dan bintang lainya. Dari
kenyataan-kenyatan ini kita dapat menarik kesimpulan yang bersifat
umum yakni semua binatang mempunyai mata. Kesimpulan yang
bersifat umum ini mempunyai dua keuntungan. Keuntungan yang
pertama ialah bahwa pernyataan yang bersifat umum ini bersifat
ekonomis. Kehidupan yang beranekaragam dengan berbagai corak dan
segi dapat direduksikan menjadi beberapa pernyataan. Keuntungan
yang kedua adalah dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik
secara induktif maupun secara induktif. Secara induktif maka dari
berbagai pernyataan yang bersifat umum dapat disimpulkan
pernyataan yang bersifat lebih umum lagi.
Jadi logika yang kami gunakan untuk menyimpulkan kegiatan
observasi dalam masyarakat daerah Cepuri, Parangkusumo adalah
logika induktif. Yaitu kami telah mencari data dengan melakukan
wawancara dan dengan mencari sumber-sumber lain dari internet.
5. Epistemologi
Epistemologi atau filsafat pengetahuan adalah cabang filsafat yang
mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan,
pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Epistemologi yang ada dalam masyarakat Cepuri, Parangkusumo
adalah
6. Aksiologi
Aksiologi dapat diartikan sebagai wacana filosofis yang
membicarakan nilai dan penilaian. Aksiologi digunakan terutama sebagai
teori umum mengenai nilai.
Aksiologi yang ada dalam masyarakat Cepuri, Parangkusumo yaitu,
1) Nilai Agama
Yaitu masyarakat sekitar ataupun masyarakat dari berbagai
daerah yang ingin mencari ketentraman batin dengan cara melakukan
ziarah / berdoa di petilasan Cepuri, dan kemudian sebagai rasa syukur
atas rezeki dari Tuhan Yang Maha Esa mereka melakukan labuhan di
pantai Parangkusumo.
2) Nilai Moral
Dapat ditemukan ketika akan memasuki daerah petilasan
Cepuri harus meminta ijin kepada juru kunci serta menggunakan
pakaian sopan yang menutup aurat.
3) Nilai Sosial
Adanya hubungan yang baik antar warga sekitar. Juga
tergambar saat kami melakukan observasi masyaraakat yang ada
disekitar petilasan Cepuri menyambut kami dengan baik seperti
menyapa bahkan ikut berbincang-bincang.
4) Nilai Budaya
- Tergambar saat adanya juru kunci yang menggunakan dan secara
tidak langsung memperkenalkan busananya yaitu busana
Mataraman.
- Biasanya jika seseorang yang telah melakukan ziarah / nyekar di
petilasan Cepuri dan hajat yang diinginkannya tercapai maka orang
tersebut biasanya melabuh makanan bahkan uang dan bahkan
menggelar pertunjukan wayang sebagai rasa syukur atas rezeki
yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
7. Estetika
Estetika adalah filsafat keindahan. Nilai disini merupakan niai yang
dapat dilihat dengan mata telanjang. Nilai keindahan yang dapat dilihat
secara langsung dan sangat Nampak pada pelaksanaanya.
Estetika yang ada dalam masyarakat Cepuri, Parangkusumo yaitu,
1) Bangunan yang ada di petilasan yang sangat bagus dan instagramable.
2) Busana yang digunakan oleh juru kunci yaitu busana Mataraman.
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Tinjauan Tentang Masyarakat . Diunduh Jum’at 29 November 2019 jam 17.20 WIB.
https://www.google.co.id/url?q=https://eprints.uny.ac.id/8538/3/BAB%25202%2520-
%252008401244022.pdf&sa=U&ved=2ahUKEwilzKKum4_mAhVwH7cAHZ-
rC0oQFjAJegQIAxAB&usg=AOvVaw1kRa6AHaGzU4MmUrztJK3O
http://www.akarasa.com/2017/03/cepuri-parangkusumo-tempat-sutawijaya.html
Diunduh Senin 9 Desember 2019 pukul 20.02 WIB.