Anda di halaman 1dari 7

APRESIASI BUDAYA

HAJAD DALEM JAMASAN PUSAKA BE 1952

KRATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT

Disusun untuk memenuhi nilai ujian tengah semester mata kuliah Apresiasi Budaya

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Dra. Suharti, M.Pd

Disusun Oleh :

Immanuel Ardiatama ( 18205241037 )

Adam Febryan ( 18205241039 )

KELAS PBD B 2018

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAERAH

PRODI PENDIDIKAN BAHASA JAWA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


A. Upacara Adat Hajad Dalem Jamasan Pusaka

Terdapat dua ritual adat yang diselenggarakan di Keraton Yogyakarta tiap bulan Sura, Hajad
Kawula Dalem Mubeng Beteng dan Hajad Dalem Jamasan Pusaka. Hajad Kawula Dalem
Mubeng Beteng yang menandai pergantian tahun Jawa merupakan sarana intropeksi atas apa
yang terjadi di tahun lalu sembari memohon kepada Yang Maha Kuasa agar tahun yang akan
datang lebih baik dari pada tahun yang telah lalu.

Prosesi Siraman atau Jamasan Pusaka dimulai pada Selasa Kliwon (02/10) tanggal 21 Sura
1952 J. Upacara ini diselenggarakan untuk membersihkan dan merawat pusaka-pusaka milik
keraton. Selama prosesi Jamasan berlangsung, Selasa dan Rabu tanggal 2-3 Oktober, Keraton
Yogyakarta tertutup bagi wisatawan. Terdapat dua kereta yang dibersihkan, yang pertama
(pokok) Kanjeng Nyai Jimat, lalu kereta pendampingnya Kanjeng Kiai Harsunaba, tapi setiap
tahun harus diganti atau bergiliran sebagai pendherek.

Kereta Kanjeng Nyai Jimat adalah kereta tertua yang dimiliki Keraton Yogyakarta, pernah
digunakan pada penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono I sampai Sri Sultan Hamengku
Buwono III. Kereta ini selalu mengikuti Jamasan tiap tahunnya. Sedangkan kereta Kanjeng
Kiai Harsunaba merupakan peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono VI yang dibuat di
pabrik G. Barendse Semarang dan masih dipergunakan sampai saat ini untuk upacara-upacara
resmi keraton.

Sekitar pukul 10.30, kereta Kanjeng Nyai Jimat dibawa ke halaman selatan museum untuk
dibersihkan dengan air bunga dan irisan jeruk nipis. Menyusul kemudian Kanjeng Kiai
Harsunaba dibersihkan di halaman depan museum. Kedua kereta dibawa masuk kembali
sekitar pukul 11.00.

Upacara Jamasan juga dilakukan pada dua pohon beringin pusaka yang berada di tengah
Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta, Kiai Wijayadaru (juga disebut Kiai Janadaru) dan Kiai
Dewadaru. Dimulai pukul 09.45, Jamasan dilakukan dengan cara memangkas dahan-dahan
yang ada agar pohon rapi dan tampak seperti payung. Pemangkasan dimulai dari sisi timur
Kiai Wijayadaru. Jamasan pohon beringin pada hari pertama selesai sekitar pukul 10.30.
Proses Jamasan pada beringin akan diteruskan pada hari-hari selanjutnya sampai Kiai
Wijayadaru, Kiai Dewadaru, dan pohon-pohon beringin di depan Pagelaran selesai
dipangkas.
Kereta kencana dan benda benda pusaka merupakan hasil budaya berupa teknologi yang
sudah ditemukan sejak dahulu kala oleh para leluhur. Maka dari itu, perlu diadakan upacara
untuk merawat dan membersihkan agar eksistensinya terus bertahan. Hal ini juga berguna
agar para generasi muda tahu prosesi ini dan pada akhirnya mau untuk menjaga
kebudayaannya.

B. Wujud Budaya

Upacara adat jamasan pusaka tersebut termasuk ke dalam wujud budaya artefak. Artefak
adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua
manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan
didokumentasikan. Kereta kencana dan benda benda pusaka yang dibersihkan pada acara
jamasan merupakan karya manusia yang bernilai historis sangat tinggi. Benda-benda tersebut
harus rutin dibersihkan dan dirawat agar tidak rusak dan dapat bertahan hingga sekarang.

C. Sifat Budaya

Menurut sifat kebudayaannya, upacara tersebut bersifat terbagi. Terbagi artinya budaya
tersebut merupakan sistem gagasan, rasa, tindakan, dan karya. Gagasan yang mendasari
dilakukannya upacara tersebut yaitu peninggalan budaya yang bernilai historis dan bernilai
seni tinggi harus dirawat agar tidak rusak dan tidak hilang tergerus kemajuan zaman. Selain
itu, terdapat kesatuan rasa yaitu rasa handarbeni terhadap warisan leluhur. Rasa memiliki
terhadap warisan leluhur tersebut kemudian diwujudkan dalam sebuah tindakan, yaitu prosesi
jamasan tersebut. Sifat budaya terbagi ini juga memiliki ciri khas.

Ciri khas yang bisa kita amati dari upacara adat jamasan yaitu dilakukan oleh para abdi dalem
kraton yogyakarta, dilakukan setiap bulan sura, dan selalu dipadati oleh para warga yang
antusias untuk menyaksikan dan mendapatkan sisa air yang telah digunakan untuk membasuh
pusaka.

Sifat budaya terbagi juga mempunyai aspek yaitu tidak dapat diseragamkan. Upacara ini juga
mempunyai aturan-aturan khusus yang hanya berlaku di upacara jamasan saja dan tidak dapat
diseragamkan pada upacara-upacara lain bahkan di tempat lain.
Aspek terakhir pada sifat budaya terbagi adalah tidak didukung oleh 100% pendukungnya.
Seperti yang kita ketahui bahwa upacara ini dilakukan oleh Kraton Ngayogyakarta
Hadiningrat yang berarti seluruh warga DIY tunduk pada kekuasaan Sri Sultan HB X. Namun
dalam upacara ini, tentu tidak semua warga mendukung dan setuju karena alasan-alasan
tertentu atau mungkin bertentangan dengan keyakinan yang dianut.

D. Peran dalam Masyarakat

Upacara ini memiliki peran yaitu memberikan nilai edukasi budaya kepada masyarakat luas.
Masyarakat menjadi tahu bahwa terdapat warisan budaya yang bernilai seni dan historis
sangat tinggi di Kraton Yogyakarta. Selain itu, masyarakat juga menjadi tahu bagaimana cara
untuk merawat benda-benda pusaka dengan langkah-langkah yang benar.

Upacara ini juga memiliki peran ekonomi. Mengapa bisa disebut sebagai peran ekonomi,
karena antusiasme warga yang tinggi untuk menyaksikan upacara ini akan menarik banyak
pedagang untuk berjualan di sekitar lokasi upacara. Tentu saja, upacara ini sangat bermanfaat
untuk masyarakat sekitar dalam peran meningkatkan perekonomian.

Selain dua peran tersebut juga terdapat peran pariwisata. Jamasan pusaka ini termasuk agenda
rutin Kraton yang diadakan setiap tahunnya dan bisa disaksikan oleh masyarakat luas. Selain
wisatawan lokal, tentu banyak pula wisatawan dari luar daerah yang ingin menyaksikan
sehingga acara ini termasuk daya tarik wisata yang cukup populer.

E. Tahapan Apresiasi

a. Tingkat Penikmatan
Pada tingkat apresiasi ini, kami hanya sekedar melihat tanpa mengetahui makna atau
maksud yang terkandung pada upacara adat jamasan pusaka. Kami hanya melihat
benda apa saja yang dibersihkan, siapa saja yang membersihkan, dan bagaimana
prosesinya, Karena pada saat prosesi berlangsung, tidak dijelaskan apa maksud dari
upacara ini. Sehingga, pada tingkat apresiasi ini kami hanya bisa sekedar melihat
tanpa tahu artinya lebih dalam.
b. Tingkat Penghargaan
Setelah melewati tingkat penikmatan dan hanya sekedar melihat saja, apa yang kami
lihat akan sampai pada tingkat penghargaan. Kami merasa kagum akan upacara adat
yang dimiliki oleh Kraton Yogyakarta ini. Rasa kagum dan takjub muncul setelah kita
melihat betapa indahnya benda benda pusaka dan prosesi yang sakral. Kami juga
merasa kagum akan adanya rasa handarbeni yang dimiliki warga Yogyakarta terhadap
barang barang peninggalan leluhur.
c. Tingkat Pemahaman
Tingkat apresiasi yang selanjutnya ialah tingkat pemahaman. Setelah kami hanya
sekedar melihat lalu merasa kagum, tentu kami ingin tahu lebih dalam mengenai
upacara ini. Upaya kami dalam tahapan apresiasi khusunya di tingkat pemahaman ini
adalah dengan mencari informasi lebih dalam lagi baik melalui buku, internet, dan
sumber sumber lain. Setelah itu, kami akan lebih paham mengenai upacara jamasan
ini.
d. Tingkat Penghayatan
Tingkat apresiasi setelah pemahaman yaitu tingkat penghayatan. Setelah kami
mendapat informasi lebih dalam mengenai upacara ini dari berbagai sumber, tentu
kami merasa paham dan yakin akan makna yang terkandung dalam upacara ini. Pada
tingkat ini kami juga merasa lebih menghargai adanya peninggalan budaya yang harus
dilestarikan.
e. Tingkat Implikasi
Pada tahap ini, kami sudah mengetahui maknanya, bagaimana prosesinya, dan apa
tujuan dari upacara ini sehingga kami siap menggunakan ilmu yang kami peroleh
untuk menulis, bercerita kepada orang lain, atau untuk keperluan lainnya. Nilai-nilai
yang kami peroleh dari upacara ini juga kami gunakan untuk kehidupan sehari-hari,
misalnya menjaga dan merawat suatu barang yang benar agar tetap awet.

F. Hasil Akhir Apresiasi

Setelah melalui tahapan apresiasi diatas, kami menyadari bahwa upacara adat jamasan
tersebut tidak cukup hanya dilihat saja, namun perlu dipahami lebih lanjut karena
banyak nilai – nilai budaya, kearifan lokal, dan nasionalisme yang terkandung
didalamnya. Pada akhirnya, kami yakin bahwa upacara adat jamasan ini perlu
dilestarikan untuk pembangunan mental bangsa. Kereta dan pusaka yang dibersihkan
dalam acara jamasan merupakan benda-benda peninggalan leluhur yang bernilai
sejarah tinggi. Dalam hal ini terdapat nilai penghargaan terhadap sejarah dan usaha
untuk tidak melupakan sejarah, Karena Bung Karno pernah berujar bahwa bangsa
yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya. Ini dapat diartikan
bahwa para leluhur sangat berjasa dalam menghasilkan mahakarya bernilai seni
tinggi. Sehingga harus kita hargai dengan cara merawatnya. Selain itu, merawat
benda-benda bersejarah juga mengandung nilai bahwa kita harus mempunyai rasa
memiliki dan menjaga suatu hal tersebut terus terjaga hingga sekarang. Jika tak ada
pihak yang mau untuk merawat benda-benda sejarah tersebut, tentu kedepannya
benda-benda tersebut akan hilang dan generasi muda tidak dapat melihatnya secara
langsung. Generasi muda sangat perlu untuk menyaksikan secara langsung upacara ini
agar budaya jamasan ini terus lestari dan generasi muda dapat mengetahui secara
langsung. Selain itu, diharapkan tumbuh rasa menghargai dan menjaga budaya yang
ada. Seperti kata Bapak Presiden RI, Bapak Joko Widodo bahwa Indonesia harus
maju dalam hal teknologi namun jangan sampai mundur dalam hal kebudayaan.
Karena nantinya generasi mudalah yang akan melanjutkan tongkat estafet
kepemimpinan sehingga budaya ini perlu dilestarikan untuk pembangunan mental
bangsa yang nasionalis dan berbudaya.

G. Sikap sebagai Calon Guru Bahasa Jawa

Hal yang dapat kami lakukan sebagai calon guru bahasa jawa di masa mendatang
sekaligus sebagai pemimpin yaitu dengan mengajak para generasi muda untuk
menyaksikan upacara adat jamasan ini agar generasi muda tak hanya tau melalui
internet atau koran saja, namun dapat melihat secara langsung sehingga nantinya akan
tumbuh rasa kagum dan mau untuk menjaga budaya. Selain itu, kami akan membantu
mempublikasi acara ini melalui sosial media, karena setiap hari anak muda pasti
membuka sosial media, sehingga hal ini menjadi cara yang efektif dalam
mempromosikannya.
Saat ini banyak persepsi yang mengatakan bahwa upacara adat semacam ini adalah
hal yang musyrik. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan pandangan dari segi agama
dan budaya. Maka dari itu, hal yang sangat penting untuk menghindari konflik yang
demikian adalah memberikan edukasi atau pemahaman kepada masyarakat dan
generasi muda bahwa upacara adat ini tidak bermaksud untuk menyembah benda-
benda pusaka, namun murni bahwa maknanya adalah membersihkan dan merawat
benda-benda peninggalan leluhur kita agar tetap lestari.
Daftar Pustaka

https://www.kratonjogja.id/peristiwa/57/hajad-dalem-jamasan-pusaka-be-1952
Ditulis oleh : humas kraton jogja
Diunduh pada : Minggu, 18 November 2018 pada 14.30

Anda mungkin juga menyukai