Anda di halaman 1dari 22

NAMA : FARASSEKAR RAGASIWI

NIM : A1012211018
Kelas : A/ SORE
UAS. : Hukum Adat

UJIAN AKHIR SEMESTER


GENAP 2021/2022

MATA KULIAH : HUKUM ADAT


KELAS /RUANG : A ( PPAPK) /atw-dydj-hqx
HARI / TANGGAL : KAMIS / 02 JUNI 2022
JAM : 20.15 – 21..45 WIB
DOSEN PENGUJI : HJ. ERNI DJUN’ASTUTI, SH, MH

Soal nomor 1
1. Apa yang dimaksud Persekutuan Hukum?
Bagaimana corak dan bentuk Persekutuan Desa, sebut dan jelaskan.

Saragih (1984:67) menyebut dengan istilah persekutuan hukum, yakni sekelompok


orang-orang yang terikat sebagai satu kesatuan dalam suatu susunan yang teratur
yang bersifat abadi, dan memiliki pimpinan serta kekayaan baik berujud maupun
tidak berujud dan mendiami atau hidup di atas suatu wilayah tertentu.

Soeroyo W.P.. Djaren Saragih mengatakan Persekutuan hukum adalah Sekelompok


orang-orang sebagai satu kesatuan dalam susunan yang teratur yang bersifat abadi
dan memiliki pimpinan serta kekayaan baik berwujud maupun tidak berwujud dan
mendiami alam hidup diatas wilayah tertentu. Van Vollenhoven mengartikan
persekutuan hukum sebagai suatu masyarakat hukum yang menunjukkan
pengertian-pengertian kesatuan-kesatuan manusia yang mempunyai :
1. Tata susunan yang teratur
2. Daerah yang tetap
3. Penguasa-penguasa atau pengurus
4. Harta kekayaan

Beberapa contoh persekutuan hukum adalah : Famili di Minangkabau : Tata


susunan yang tetap yang disebut rumah Jurai 32 – Pengurus sendiri yaitu yang
diketuai oleh Penghulu Andiko, sedangkan Jurai dikepalai oleh seorang Tungganai
atau Mamak kepala waris. – Harta pusaka sendiri Terbentuknya Persekutuan
Hukum ada tiga asas atau macam, yaitu :
Dalam masyarakat kadang terdapat kelompok-kelompok yang sengaja dibentuk
karena ikatan profesi,misalnya dikenal dengan kelompok masyarakat
petani,kelompok masyarakat nelayan,.tetapi dalam masyarakat hukum adat
sebagian besar masih tetap hidup dengan hukum adatnya masing-
masing .terbentuknya ikatan itu terjadi karena faktor territorial,geneologis dan atau
campuran antara geneologis dan territorial.

Masyarakat hukum teritorial


Masyarakat hukum territorial adalah masyarakat yang tetap dan teratur ,yang
anggota masyarakatnya terikat pada suatu daerah kediaman tertentu,baik dalam
kaitan duniawi sebagai tempat kehidupan maupun dalam kaitan rohani sebagai
tempat pemujaan roh-roh leluhur. (Ter Haar,1960 dan Van Dijk 1954).

Menurut Van Dijk,persekutuan hukum territorial dibedakan menjadi 3 macam yaitu :

Persekutuan desa,adalah merupakan suatu tempat kediaman bersama dalam


daerahnya sendiri,termasuk beberapa pendukuhan yang terletak disekitarnya yang
tunduk pada perangkat desa yang berkedudukan di pusat desa.
Persekutuan daerah,adalah suatu daerah kediaman bersama dan menguasai tanah
hak ulayat bersama yang terdiri dari beberapa dusun atau kampung dengan suatu
pemerintahan adat bersama. Contohnya adalah masyarakat Nagari di
Minangkabau,Marga di Sumatera selatan dan Lampung,dan Negorij di Minahasa
dan maluku.
Perserikatan desa,adalah apabila diantara beberapa desa atau marga yang terletak
berdampingan yang masing-masing berdiri sendiri mengadakan perjanjian
kerjasama untuk mengatur kepentingan bersama .Contohnya adalah Perserikatan
Marga Emapat tulang bawang (Lampung) yang terdiri dari marga-marga adat Buway
bolan.
2.Masyarakat hukum Geneologis
Masyarakat Hukum Geneologis adalah satu kesatuan masyarakat yang
teratur ,dimana para anggotanya terikat pada suatu garis keturunan yang sama dari
satu leluhur,baik karena hubungan darah (Keturunan) atau secara tidak langsung
karena tali perkawinan atau pertalian adat.

Masyarakat persekutuan hukum geneologis dibagi menjadi 3 macam yaitu :

Masyarakat Patrilinial,adalah susunan masyarakatnya ditarik menurut garis


keturunan bapak (garis laki-laki),contohnya pada masyarakat Batak dapat dikenal
melalui nama marga Situmorang,Lubis,Marpaung,Pakpahan,Sinaga dan lain-
lain.Pada masyarakat Lampung dikenal nama marga Buwai Nunyai,Buwai
Unyi,Buwai Nuban dan Lain-lain.
Masyarakat Matrilinial.adalah susunan masyarakatnya yang ditarik menurut garis ibu
(Garis wanita) contohnya adalah susunan kekerabatan di
Minangkabau,Kerinci,Semendo di Sumatera Selatan.
Masyarakat Parental,adalah susunan masyarakatnya yang ditarik menurut garis
keturunan orang tua,yakni ibu dan bapak bersama-sama, Misalnya di Mollo
(Timor),Di Malenesia,kalimantan dan sulawesi.
3.Masyarakat Territorial-Geneologis

Masyarakat Territorial-Geneologis adalah kesatuan masyarakat yang tetap dan


teratur dimana para anggotanya bukan saja terikat pada tempat kediaman suatu
daerah tertentu,melainkan juga terikat pada hubungan keturunan pertalian darah
dan atau kekerabatan.

Secara umum masyarakat Territorial-Geneologis dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

Masyarakat Territorial-Geneologis asli atau tradisional,Contohnya adalah Parhuta di


lingkungan masyarakat Tapanuli,Marga dengan Tiyuh-tiyuh di Lampung.
Masyarakat Territorial-Geneologis dalam bentuk baru (campuran antar suku),
contohnya adalah masyarakat yang mendiami suatu daerah Kecamatan atau
Pedesaan setelah masuknya Transmigrasi.

Corak dan Sistem Hukum Adat

Menurut Soerjono Soekanto,Hukum adat merupakan suatu aspek dari kehidupan


dan kebudayaan masyarakat,yang merupakan saripati dari kebutuhan hidup,cara
hidup,dan pandangan hidup masyarakat yang bersangkutan.oleh sebab itu struktur
kejiwaan dan cara berpikir akan mewujudkan corak-corak tertentu dalam pola
kehidupan ,termasuk pula corak-corak dalam aspek hukumnya.

Menurut F.D.Hollman bahwa hukum adat di Indonesia mempunyai 4 corak yang


harus dipandang sebagai satu kesatuan yaitu :

1. Relegio magis
Menurut Bushar Muhammad,pengertian tentang Particeperend Kosmisch yang
bersifat komplek,artinya adalah orang Indonesia pada dasarnya berpikir,merasa dan
bertindak didorong oleh kepercayaan (Religi) kepada tenaga-tenaga gaib (Magis)
yang mengisi atau menghuni alam semesta (Kosmis) yang terdapat pada
orang,binatang,tumbuh-tumbuhan besar dan benda-benda lain yang berbentuk luar
biasa.semua itu harus dijaga agar kseimbangan alam tidak terganggu dan
mengakibatkan kerusakan pada masyarakat.
2. Kommunal
Menurut hukum adat,manusia mempunyai ikatan kemanusiaan yang kuat ,rasa
kebersamaan yang meliputi seluruh aspek kehidupannya.dengan demikian
masyarakat sebagai satu kesatuan yang memegang peranan dan
menentukan .sementara kedudukan individu tetap diakui secara intern
kelompok,sedangkan hak individu terdorong kebelakang demi kepentingan umum.
3. Kontan Alam pikiran kontan meliputi penataan yang serba konkrit .artinya dengan
suatu pernyataan nyata,suatu perbuatan simbol atau pengucapan ,maka tindakan
hukum yang dimaksud telah selesai saat itu juga.
4. Visual yaitu cara berpikir yang diwujudkan untuk hal-hal tertentu ,senantiasa
dicoba dan diusahakan supaya hal dimaksud/diinginkan ditransformasikan atau
diberi wujud suatu benda sebagai tanda atau simbol yang kelihatan.

Soal nomor 2
2. 2 (dua) unsur hukum adat. Jelaskan.
Sebutkan pula 2 (dua) unsur pembentuk hukum adat.
Untuk menyatakan hukum adat itu, dipakai istilah godsdientige wetten (undang-
undang agama), pemakaian istilah ini mencapai puncaknya pada bagian kedua abad
ke 19.

Teori Receptio In Complexu dari Salamon Keyzer dan Van Denberg.


Menurut teori ini: Adat istiadat dan hukum adat sesuatu golongan (hukum)
masyarakat adalah resepsi (penerimaan) seluruhnya dari agama yang dianut oleh
golongan masyarakat .
Hukum adat sesuatu golongan masyarakat adalah hasil penerimaan bulat-bulat dari
hukum agama yang dianut oleh golongan masyarakat itu.
Jadi hukum adat orang yang beragama Islam adalah hukum Islam, hukum adat
orang yang beragama hindu adalah hukum hindu dan lain sebagainya.

Hukum adat sesuatu golongan masyarakat adalah hukum agama yang dianut oleh
golongan masyarakat itu, disebut Godsdientige wetten (UU agama).
Pendapat Van Den Berg ini mendapat tentangan keras dari Snouck Hurgronje dan
Van Vollenhoven.
Menurut Snouck Hurgronje: tidak semua bagian hukum agama diterima dalam
hukum adat, hanya beberapa bagian tertentu saja yang sangat pribadi sifatnya, yang
hubungannya erat dengan kepercayaan dan hidup batiniah.
Bagian-bagian itu adalah: Hukum Keluarga, Hukum Perkawinan, Hukum Waris.

Jadi Menurut Snouck Hurgronje unsur hukum adat: tidak hanya unsur agama saja
tetapi ada unsur asli (adat-istiadat).
Sebagian pendapat Snouck hurgronje dibantah oleh Ter Haar, hukum waris
merupakan hukum adat asli, tidak dipengaruhi oleh hukum islam. Ter Haar
mengemukakan keadaan diminangkabau, hukum waris merupakan hukum adat asli.
Van Vollenhoven dalam hal ini mengatakan hal tesebut harus diterangkan dengan
meninjau kembali sejarah pada waktu islam masuk ke Indonesia, adat istiadat sudah
lebih dulu ada.
Kesimpulannya: Hukum Keluarga, Hukum Perkawinan, Hukum Waris, Hukum Wakaf
dipengaruhi Hukum Islam. Jadi hukum adat mempunyai unsur-unsur asli maupun
unsur-unsur agama, walaupun pengaruh agama tidak begitu besar dan terbatas
pada beberapa daerah saja.
Dengan demikian Hukum adat terdiri dari: Unsur Asli (adat-istiadat) dan Unsur
agama.

Unsur-unsur dari Hukum Adat


Hukum adat adalah salah satu hukum tertua di Indonesia. Hukum adat memiliki
beberapa unsur yaitu:

1. Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat


2. Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis
3. Tingkah laku tersebut mempunyai nilai sakral
4. Adanya keputusan kepala adat
5. Adanya sanksi/akibat hukum
Tidak tertulis
6. Ditaati dalam masyarakat

Proses pembentukan hukum adat itu apabila dibuat batasannya antara satu tahap
dengan yang lainnya sebagai berikut:
“Mula-mula orang seorang dalam berhubungan satu sama lain bertingkah laku
dengan cara tertentu dan apabila tingkah laku itu diulang dan kemudian karena
dianggab baik diikuti pula oleh orang lain maka terjadilah pola tingkah laku.
Selanjutnya apabila pola tingkah laku itu diikuti pula oleh masyarakat yang lebih luas
dan dirasakan sebagai kaidah yang mengandung perintah dan larangan, maka pola
tingkah laku itu disebut kebiasaan atau adat istiadat, dan apabila kebiasaan itu
mempunyai sanksi disebutlah kebiasaan itu sebagai “Hukum adat”.

Mengenai proses pembentukan hukum adat dari adat istiadat , dalam Ilmu Hukum
terdapat dua teori yang berpengaruh yaitu:
Teori Terhaar: Adat istiadat itu akan menjadi hukum adat, ketika kaedah-kaedah
adat istiadat itu dipergunakan oleh fungsionaris hukum adat sebagai hukum untuk
menjelesaikan kasus yang dihadapkan kepadanya baik di dalam maupun diluar
persengketaan.
Menurut teori ini, perubahan adat istiadat menjadi hukum adat diperlukan tindakan
formal dari hakim ( Beslissingen leer / teori keputusan).

Hukum adat di Indonesia memiliki beberapa karakteristik yang berkaitan erat dengan
suatu golongan masyarakat. Sifat-sifat hukum adat adalah:
1. Tradisional (bersifat turun temurun)
2. Religius (berkaitan dengan nilai-nilai keagamaan dan kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa)
3. Kebersamaan (mengutamakan kepentingan bersama)
4. Konkret (nyata, berwujud, dan maknanya jelas)

Mengutip buku Pengantar Hukum Indonesia karya Drs. H. Hanafi Arief, S. H, M. H,


Ph. D, hukum adat bisa dikenali dengan beberapa ciri, antara lain:
1. Tidak teratur.
2. Tidak tertulis dalam bentuk perundangan dan tidak dikodifikasi.
3. Tidak tersusun secara sistematis.
4. Keputusannya tidak memakai konsideran atau pertimbangan.
5. Tidak dihimpun dalam bentuk kitab perundangan.
6. Pasal-pasal aturannya tidak sistematis dan tidak mempunyai penjelasan.
Selain memiliki ciri tertentu, hukum adat juga mempunyai sifat khusus, seperti:
Komunal (Communal): Kekeluargaan; masyarakat lebih penting daripada individu.
Tunai (Contant): Perbuatan hukum sah jika dilakukan secara tunai, sebagai dasar
mengikatnya perbuatan hukum.
Nyata (Concrete): Perbuatan hukum dinyatakan sah apabila dilakukan secara
konkret bentuk perbuatan hukumnya.

Soal nomor 3
3. Sebutkan dua sifat hukum Adat ? Jelaskan.
Sebutkan 4 (empat) sifat umum alam pikiran tradisional masyarakat indonesia
menurut F D Holleman dalam pidato inagurasinya memperoleh Gelar Doktor ? Sebut
dan jelaskan secara singkat.

Hukum Adat di Indonesia memiliki ciri-ciri khas yang berbeda dari


Hukum lainnya. F.D. Hollemann dalam pidato inaugurasinya De Commune
Trek in het Indonesische Rechtsleven, mengemukakan ada empat corak atau
Sifat umum Hukum Adat yang merupakan satu kesatuan, sebagai berikut:
1. Magis Religius (Magisch – Religieus)
Sifat ini diartikan sebagai pola pikir yang didasarkan pada religiusitas, Yakni
keyakinan masyarakat tentang adanya sesuatu yang bersifat sakral.Sebelum
masyarakat adat mengenal agama, sifat religius ini diwujudkan Dalam cara berpikir
yang tidak logis, animisme dan kepercayaan pada hal-hal yang bersifat gaib.
Menurut kepercayaan masyarakat pada masa itu bahwa di Alam semesta ini benda-
benda itu serba berjiwa (animisme), benda-benda itu Punya daya gerak
(dinamisme), di sekitar kehidupan manusia ada roh-roh Halus yang mengawasi
kehidupan manusia, dan alam itu ada karena ada yang Menciptakan, yaitu Yang
Maha Pencipta. Oleh karenanya, setiap manusia Akan memutuskan, mengatur,
menyelesaikan suatu karya memohon restu Yang Maha Pencipta dengan harapan
bahwa karya tersebut berjalan sesuaiDengan yang dikehendaki, dan apabila
melanggar pantangan dapatMengakibatkan hukuman (kutukan dari Tuhan Yang
Maha Esa). Sifat MagisReligius ini merupakan kepercayaan masyarakat yang tidak
mengenal Pemisahan dunia lahir (fakta) dengan dunia gaib. Sifat ini mengharuskan
Masyarakat untuk selalu menjaga keseimbangan antara dunia lahir (dunia Nyata)
dengan dunia batin (dunia gaib). Setelah masyarakat adat mengenal Agama, maka
sifat religius tersebut diwujudkan dalam bentuk kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa. Masyarakat mulai mempercayai bahwa setiap perilaku akan pada
imbalan dan hukuman dari Tuhan. Kepercayaan itu terus berlangsung dalam
kehidupan masyarakat modern. Sebagai gambaran Dapat dilihat pada setiap
keputusan badan peradilan yang selalu Mencantumkan klausul “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Walaupun klausul tersebut karena
peraturan mengharuskannya.

2. Komunal (Kebersamaan)
Menurut pandangan Hukum Adat setiap individu, anggota masyarakat merupakan
bagian integral dari masyarakat secara keseluruhan. Hubungan antara anggota
masyarakat yang satu dan yang lain didasarkan oleh rasa kebersamaan,
kekeluargaan, tolong menolong, dan gotong royong.Masyarakat Hukum Adat
meyakini bahwa setiap kepentingan individu Sewajarnya disesuaikan dengan
kepentingan masyarakat karena tidak ada Individu yang terlepas dari
masyarakatnya.
3. Konkret (Visual)
Sifat yang Konkret artinya jelas, nyata, berwujud, dan visual, artinya Dapat terlihat,
tampak, terbuka, tidak tersembunyi. Hal ini mengartikan Bahwa setiap hubungan
hukum yang terjadi dalam masyarakat tidak Dilakukan secara diam-diam. Contoh
jual beli, selalu memperlihatkan adanya Perbuatan nyata yakni dengan pemindahan
benda objek perjanjian. Berbeda Dengan halnya Hukum Barat yang mengenal
perbedaan antara benda Bergerak dengan benda tidak bergerak, di mana di dalam
perjanjian jual beli, Tanggung jawab atas suatu barang telah beralih kepada pembeli,
walaupunBarang tersebut masih ada di tangan penjual.
4. Kontan (Tunai)
Sifat ini mempunyai makna bahwa suatu perbuatan selalu diliputi oleh suasana yang
serba konkret, terutama dalam hal pemenuhan prestasi. Bahwa Setiap pemenuhan
prestasi selalu diiringi dengan kontra prestasi yang Diberikan secara serta merta.
Prestasi dan kontra prestasi dilakukan secara bersama-sama pada waktu itu juga.
Dalam Hukum Adat segala sesuatu yang terjadi sebelum dan sesudah timbang
terima secara kontan adalah di luar Akibat hukum, perbuatan hukum telah selesai
seketika itu juga.

Di samping 4 (empat) corak hukum Adat yang dikemukakan Holleman


Di atas, ada sifat khas lainnya dari hukum adat, sebagai berikut:
a. Tradisional
Sifat ini menunjukkan bahwa masyarakat adat bersifat turun temurun,
Dari zaman nenek moyang sampai ke anak cucu sekarang keadaannya masih
Tetap berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan.
Peraturan yang turun temurun ini mempunyai keistimewaan yang luhur
Sebagai pusaka yang dihormati, karena itu harus dijaga terus-menerus.

Pelanggaran terhadap sesuatu yang diterima dari nenek moyang diyakini


Dapat mendatangkan malapetaka terhadap masyarakat. Corak tradisional yang
Sampai sekarang masih dipertahankan dapat dilihat pada masyarakat Batak di
Mana tidak diperkenankan kawin dalam satu marga.
b. Dinamis
Hukum Adat dapat berubah menurut keadaan waktu dan tempat. Setiap
Perkembangan masyarakat hukum akan selalu menyesuaikan diri sesuai
Dengan perkembangan yang terjadi.
c. Terbuka
Hukum Adat memiliki sifat terbuka. Artinya, Hukum Adat dapat
Menerima sistem hukum lain sepanjang masyarakat yang bersangkutan
Menganggap bahwa sistem hukum lain tersebut patut atau berkesesuaian.
d. Sederhana
Artinya, bahwa masyarakat hukum adat itu bersahaja, tidak rumit, tidak
Beradministrasi, tidak tertulis, mudah dimengerti, dan dilaksanakan berdasar
Saling percaya mempercayai. Hal ini dapat dilihat pada transaksi yang
Dilakukan secara lisan saja, termasuk dalam hal pembagian warisan, jarang
Dilakukan secara tertulis.
e. Musyawarah dan Mufakat
Artinya, masyarakat hukum adat mengutamakan musyawarah dan
Mufakat. Dalam menyelesaikan perselisihan selalu diutamakan penyelesaian
Secara rukun dan damai dengan musyawarah dan mufakat.
Soal nomor 4
4. masa penjajah Belanda terdapat kesalah -pahaman terhadap hukum adat
Sehingga terjadi penghinaan, perkosaan dan pelecehan. Begitu pula setelah
Indonesia merdeka masih ada terdapat kesalah -pahaman terhadap hukum
Adat oleh sebagian kalangan sarjana hukum Indonesia. Jelaskan pendapat
Saudara kapan berakhirnya kesalahpahaman tersebut.

Usaha yang dilakukan adalah :- Menghilangkan kesalahpahaman hukum adat


identik dengan hukum Islam.
Membela hukum adat terhadap usaha yang ingin menghilangkan hukum adat.-
Membagi wilayah Indonesia dalam 19 lingkup hukum adat.Karya dari Van
Vollenhoven tentang hukum adat adalah :
- Het Adatrech van Nederlandsc Indie(1901-1933), pengantar hukum adat Hindia
Belanda.
- Een adat Wetboektje Voor Hele Indie(1910), buku adat untuk seluruh Indonesia

- De Indonesienen Zinj Grond(1919), orang Indonesia dan tanahnya.


- De Ontdekring van Het Adatrecht(1829), penemuan hukum adat.

Kedudukan Hukum Adat pada Masa Pemerintahan Jepang


Masa itu berlaku hukum militer, sedangkan hukum perundangan dan hukum adat
tidak mendapat perhatian saat itu. Peraturan pada masa pemeintahan Belanda tetap
berlaku selama tidak bertentangan dengan hukum militer.Ketentuan ini diatur pada
UU No. 1 Balatentara Jepang 1942 pasal 3 isinya :
Semua badan-badan pemerintah dan kekuasaan, hukum dan Undang-Undang dari
pemerintah yang dahulu, tetap diakui sah untuk sementara waktu, asal tidak
bertentangan dengan aturan pemerintah militer. (dasar hukum adat masa
Jepang).G.
Kedudukan Hukum Adat Sesudah Kemerdekaan
1.. Masa UUD 1945 (17 Agustus 1945 – 27 Desember 1945)Secara tegas hukum
adat tidak ditentukan dalam satu pasal pun, tetapi termuat dalam :a) Pembukaan
UUD 1945 alinea IV- Pokok-pokok pikiran yang menjiwai perwujudan cita-cita hukum
dan dasar negara adalah Pancasila yang merupakan kepribadian bangsa
Indonesia.- UUD merupakan hukum dasar yang tertulis, sedangkan hukum adat
merupakan hukum dasar yang tidak tertulis.b) Pasal II Aturan Peralihan- Segala
badan negara dan peraturan yang ada masih berlaku, selama belum diadakan yang
baru menurut UUD ini.
2. Konstitusi RIS (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950)Di dalam konstitusi RIS
mengenai hukum adat antara lain :- Pasal 144 (1) tentang hakim adat dan hakim
agama- Pasal 145 (2) tentang pengadilan adat- Pasal 146 (1) tentang aturan hukum
adat yang menjadi dasar hukuman3.UUDS 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli
1959)Pasal 104 ayat 1 UUDS 1950 isinya :Dimana istilah hukum adat digunakan
dengan jelas untuk dapat dipergunakan sebagai dasar menjatuhkan hukuman oleh
pengadilan di dalam keputusan-keputusannya

G. van den Steenhoven dalam Biografisch Woordenboek van Nederland (PDF)


menyebut karier akademis Van Vollenhoven begitu cepat menanjak. Pada 1901, ia
yang masih berusia 27 diangkat menjadi Profesor Hukum Adat Hindia Belanda di
Universitas Leiden. Lain itu ia juga mengampu bidang hukum publik dan administrasi
kolonial.

“Selama paruh pertama masa jabatan profesornya, Van Vollenhoven bekerja


terutama untuk menemukan hukum rakyat (adat) Indonesia, dan merupakan arsitek
studi hukum adat,” tulis Van den Steenhoven.

Saintifikasi Hukum Adat Hindia Belanda


Pada 1848 Kerajaan Belanda mulai memberlakukan Undang-Undang Baru (Nieuwe
Wetgeving), yang juga mencakup koloni-koloni kerajaan di seberang lautan. Hindia
Belanda tak terkecuali.

Membela Hukum Adat


Predikat Van Vollenhoven sebagai “Bapak Hukum Adat” tak hanya dibangun dari
fakultas yang yang ia prakarsai. Lebih dari itu, reputasinya juga tumbuh seiring
usaha-usahanya menjaga eksistensi hukum adat di Hindia Belanda.

Pandangan-pandangan Van Vollenhoven amat dipengaruhi oleh semangat etis yang


sedang mekar di Belanda awal abad ke-20. Ia mengembangkan perspektif hukum
dari kacamata budaya bumiputra.

Pada 1906, Van Vollenhoven menerbitkan jilid pertama Het adatrecht van
Nederlandsch-Indië. Melalui buku itu ia menjelaskan konsep dan skema hukum adat
di Hindia Belanda. Ia memperkenalkan 19 lingkungan hukum adat yang berlaku di
Hindia Belanda. Ia menolak asumsi kolot bahwa masyarakat tradisional di Hindia
Belanda tak mengenal hukum formal.
Van Vollenhoven, yang wafat pada 29 April 1933—tepat hari ini 86 tahun lalu, juga
menerbitkan karangan lain yang dimaksudkan untuk menggagalkan usaha
pemerintah Belanda menghapus hukum adat di Hindia Belanda. Misalnya, pada
1914, ketika pemerintah Belanda meluncurkan proyek Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang berlaku untuk seluruh penduduk Hindi Belanda tanpa kecuali.

Van Vollenhoven lalu menerbitkan naskah ilmiah bertajuk Strijd van het Adatrecht
(Perjuangan bagi hukum adat) untuk membantah argumen-argumen yang
mendasari program itu.

“Van Vollenhoven dengan lantang berjuang agar pemerintah dan masyarakat


Belanda dapat melihat cara rakyat pribumi hidup dalam hukumnya sendiri. Ia
membantah keras bahwa hukum Barat kepada rakyat pribumi akan berarti
memperkaya peradaban rakyat pribumi yang hidup tanpa hukum,”

Pada 1927 Van Vollenhoven mengajukan usul perubahan haluan kebijakan hukum
kepada pemerintah Belanda. R. Soepomo dalam Bab-bab tentang Hukum Adat
(1982, hlm. 12-13) menyebut Van Vollenhoven menganjurkan konsepsi dualisme
progresif. Intinya: pertahankan hukum adat sembari melakukan pencatatan dan
penelitian sistematis terhadapnya. Dengan begitu, hakim-hakim Hindia Belanda tak
lagi gagap mengadili perkara menurut hukum adat.

“Konsepsinya Van Vollenhoven diterima dan mulai tahun itu sampai saat
pendudukan Indonesia oleh Jepang pada tahun 1942, politik kolonial Belanda
ditandai dengan suatu langkah kembali secara teratur ke arah dualisme,” tulis
Soepomo

Soal nomor 5
5. Apa yang dimaksud Delik Adat? Peraturan apa saja yang dilanggar dalam
Delik Adat sehingga menimbulkan Reaksi Adat?
Delik adat adalah suatu perbuatan sepihak dari seseorang kumpulan perseorangan,
mengancam atau mengganggu persekutuan bersifat material atau immaterial,
terhadap orang seorang atau terhadap masyarakat berupa kesatuan.
(Hilman Hadikusumah, 23 :2003 ). Jadi yang dimaksud delik adat adalah peristiwa
atau perbuatan masyarakat yang mengganggu masyarakat lain sehingga
menibulkan reaksi dari masyarakat. Peristiwa atau perbuatan yang berwujud atau
tidak berwujud adalah perbutan manusia atau perbuatan yang gaib.
Didalam prakteknya tentu saja ada orang atau warga masyarakat melakukan
perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan hukum adat, perbuatan yang
demikian
Sering disebut dengan istilah delik adat atau tindak pidana adat.

Menurut hukum adat


Segala perbuatan yang bertentangan dengan peraturan hukum merupakan
perbuatan
Illegal sehingga hukum adat memiliki ikhtiar-ikhtiar untuk memperbaik hukum
(Rechtshertel) jika hukum dilanggar.
(Soepomo, 1983 :110)
Delik adat adalah suatu perbuatan sepihak dari seseorang kumpulan
Perseorangan, mengancam atau mengganggu persekutuan bersifat material atau
Immaterial, terhadap orang seorang atau terhadap masyarakat berupa kesatuan.
Tindakan atau perbuatan yang demikian akan mengakibatkan suatu reaksi adat

(Bushar Muhammad, 1983 : 67).


Dari beberapa pandangan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa tindak pidana
Adat (delik adat) adalah semua perbuatan atau kejadian yang bertentangan dengan
Kerukunan, ketertiban, keamanan rasa keadilan dan kesadaran masyarakat yang
Bersangkutan, baik hal itu sebagai akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh
Seseorang, sekelompok orang maupun perbuatan yang dilakukan oleh pengurus
adat
Itu sendiri. Perbuatan yang demikian dipandang dapat menimbulkan kegoncangan
Karena mengganggu keseimbangan kosmos serta menimbulkan reaksi dari
masyarakat
Berupa sanksi adat.
(Widnyana, 1993 : 6)

Eksistensi dari delik adat kalau kita kaitkan dengan hukum pidana positif yang
Berlaku di negara kita pada mulanya dapat dikatakan tidak mendapat tempat
didalam
Lapangan hukum pidana nasional. Hal ini dapat kita lihat sebagai mana diatur
didalam
UU No . 1 tahun 1946 yo UU 73 tahun 1958 tentang diberlakukannyan WVS voor
Nederlands Indie sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sampai
Sekarang ini, yang dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP yang berbunyinya : tiada suatu
perbuatan yang dapat di pidana kecuali atas kekuatan aturan yang telah ada
sebelum
Perbuatan dilakukan. Dalam hal ini hukum pidana menganut secara tegas asas
Legalitas (Principle of legality) yaitu : tidak ada perbuatan yang dilarang dan
diancam
Dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan.
Yang dalam bahasa laitinya dikenal nullum delictum nulla poena sine praevia lega (
Tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dulu (Moeljatno,1978 : 31).
Dari ketentuan tersebut secara tegas asas legalitas yang dianut dalam hukum
Pidana nasional mengakui hanya pada adanya hukum yang tertulis (undang-
undang)
Saja sebagai perbuatan yang dapat dipidana dan tidak mengakui delik adat (hukum
Yang tidak tertulis).

Soal nomor 6
6. Apa yang dimaksud HukumTanah Adat ? Jelaskan.Ada berapa macam Hak
atas Tanah Adat, sebutkan.

Hukum tanah adat adalah hukum yang mengatur tentang ha katas tanah yang
berlaku di tiap daerah. Seperti yang kita ketahui hukum tanah adat ini masih sering
digunakan dalam transaksi dalam jual beli tanah di Indonesia.

Hak Atas Tanah Terjadi Menurut Hukum Adat


Hak milik adalah hak yang terjadi menurut hukum adat, hak tersebut
Melalui pembukaan lidah (Aanslibbing). Pembukaan lidah disini adalah,
Pembukaan hutan yang dipimpin oleh kepala adat/desa bersama-sama
Dengan masyarakat. Kemudian tanah yang telah dibuka tersebut dibagikan
Oleh kepada adat/desa kepada masyarakat untuk digunakan sebagai lahan
Tanian kepada masyarakat hukum adat.
Yang dimaksud Lidah tanah adalah tanah yang tumbuh karena
Usahanya, tanah tersebut berada di tepi sungai, danau atau laut. Tanah
Tersebut merupakan kepemeilikan orang yang memiliki tanah berbatasan.
Dengan sendirinya tanah tersebut menjadi hak milik karena adanya proses
Pertumbuhan yang memakan waktu.

Jenis-jenis Hak Atas Tanah Menurut Hukum Adat


Secara umum hak atas tanah adat yang ada di suku Indonesia terbagi
Menjadi dua yaitu hak ulayat dan hak pakai. Hak ulayat merupakan
Mengumpulkan hasil hutan serta hak untuk berburu. Pada hak ulayat ini
Perorangan dapat menguasai sebagian hak ulayat tersebut. Bahwa seseorang
Dapat menguasai dan menikmati hasil dari hak ulayat tersebut, tapi bukan berarti
hak ulaya tersebut hapus begitu saja. Sedangkan untuk hak pakai
Bahwa membolehkan seseorang untuk menggunakan sebidang tanah untuk
Kepentingannya biasanya terhadap sawah dan ladang yang dibukan dan
Diusahakan.7
Van Dijk dalam tulisannya membagi menjadi 3 Hak-hak atas tanah
Menurut adat, yaitu hak memungut hasil tanah, hak perorangan dan hak
Persekutuan, yang mana dijelaskan sebagai berikut:8
a. Hak memungut hasil tanah
Secara prinsip adalah milik komunal kesatuan etnik, akan tetapi setiap
Orang dapat mengambil apapun yang dihasilkan oleh tanaman yang ada
Diatas tanah tersebut.
b. Hak perorangan
Adalah hak perorangan dari tanah milik adat bahwa seseorangan
Dengan usahanya dan tenaganya terus-menerus diberikan pada tanah
Tersebut, sehingga kepemilikannya tersebut semakin nyata dan diakui
Oleh anggota lainnya. Hak milik ini dapat dibatalkan apabila tanah
Tersebut tidak diusahakan lagi, tanahnya ditinggalkan ataupun
Pemiliknya tidak memenuhi kewajiban yang dibebankan kepadanya.
c. Hak persekutuan
Bahwa tanah dan segala sesuatu yang adat diatasnya dapat dinikmati
Dan diambil keuntungannya oleh anggota persekutuan (etnik, sub etnik, atau fam)
karena dalam hal ini mempunyai akibat keluar dan kedalam.
Contohnya seperti mendirikan rumah, berternak ataupun berburu.
Akibat keluar yang berarti adanya larangan terhadap orang lain
Mengambil keuntungan atas tanah tersebut kecuali mendapatkan izin
Terlebih dahulu dan membayar uang pengakuan, serta larangan
Pembatasan atau berbagai peraturan yang mengikat terhadap orang-
Orang untuk mendapatkan hak-hak perorangan atas tanah pertanian.

Soal nomor 7
7. Jelaskan tentang Transaksi tanah dan Transaksi Yang Berhubungan dengan
Tanah menurut Hukum Adat.

PENGERTIAN TRANSAKSI TANAH Yang dimaksud transaksi tanah dalam hukum


adat adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh sekelompok orang atau
secara individu untuk menguasai sebidang tanah yang dilakukan baik secara secara
sepihak maupun secara dua pihak sesuai dengan kebutuhan mereka.

Jenis-jenis transaksi tanah menurut hukum adat


1. Perbuatan hukum sepihak
Sebagai contoh perbuatan hukum sepihak adalah pendirian suatu desa
Dan pembukaan tanah oleh seorang warga persekutuan.28 Suryono dalam
Bukunya Meninjau Hukum Adat Indonesia (1981:84) memaparkan
Bagaimana proses lahirnya suatu hak membuka tanah yang kemudian
Berujung pada lahirnya hak sepihak. Jika suatu kelompok orang mendiami
Suatu tempat dan membuat rumah -rumah diatas tanah itu, membuka tanah
Pertanian, mengubur orang- orang mati ditempat itu dan lain sebagainya,
Kemudian lambat laun tempat itu menjadi suatu desa (“dorspsstichting”),
Terjadi suatu hubungan hukum dan hubungan “religio magis” antara desa dengan
tanah itu.dengan cara demikian, “ditanam” dan “tumbuh” suatu
Hak atas tanah, suatu hak ulayat persekutuan itu. Perbuatan hukum ini
Adalah perbuatan hukum sepihak. Akan tetapi, seseorang dengan izin
Kepala persekutuan membuka tanah, maka terjadi antara orang tersebut
Dengan tanahnya suatu hubungan hukum dan hubungan “religio magis”,
Sehingga terdapat suatu hak membuka tanah. Perbuatan hukum ini juga
Disebut sebagai perbuatan hukum sepihak.29
2. Perbuatan hukum dua pihak
Transaksi tanah yang bersifat dua pihak contohnya adalah
Pengoperan atau penyerahan sebidang tanah yang disertai oleh
Pembayaran kontan dari pihak lain pada saat itu juga kepada pihak
Penerima tanah dan pembayaran tanah. Perbuatan hukum ini dalam hukum
Tanah disebut “transaksi jual” dalam bahasa jawa disebut “adol” atau
“sade”.30
Terjadinya pengalihan atau penyerahan, dengan (dari pihak lain)
Pembayaran kontan melalui sebuah transaksi inilah yang merupakan
Perbuatan hukum dua pihak. Dalam hukum tanah dikenal sebagai: jual
Transaksi (“adol, sade”). Isi transaksi ini dapat berupa jual gadai, jual
Lepas, dan jual tahunan.

a. Jual gadai (“groundverpading”)


Pengertian jual gadai berdasarkan hukum adat adalah penyerahan
Tanah dengan pembayaran kontan. Akan tetapi yang menyerahkan
Mempunyai hak mengambil kembali tanah itu dengan membayar uang yang sama
jumlahnya: manggadai (Minangkabau), “menjual gadai”,
“adol sende” (Jawa), “ngajual akad” atau “gade” (Sunda).31
Dalam Pasal 16 ayat (1) huruf h UUPA disebutkan bahwa hak
Gadai bersifat sementara. Macam-macam haknya disebutkan dalam
Pasal 53 UUPA, yang meliputi Hak Gadai (Gadai Tanah), Hak Usaha
Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Menumpang, dan Hak Sewa Tanah
Pertanian. Dalam transaksi jual gadai terdapat imbangan yang sangat
Merugikan penjual gadai serta menguntungkan pihak pelepas uang.
Dengan demikian jelas sekali bahwa transaksi ini mudah menimbulkan
Praktik-praktik pemerasan, yang bertentangan dengan asas-asas
Pancasila. Maka dalam UUPA gadai ditetapkan bersifat sementara
Yang harus diusahakan agar suatu saat dihapuskan.

b. Jual lepas
Jual lepas merupakan proses pemindahan hak atas tanda yang bersifat
Terang dan tunai dimana semua ikatan antara penjual dengan tanahnya
Menjadi lepas sama sekali. Dalam jual lepas, biasanya pembeli
Memberikan tanda jadi (“panjer”). “Panjer” yang ada adalah untuk
Mengikat calon penjual tanah, namun konsekuensinya apabila jual beli
Tidak jadi dilakukan oleh calon pembeli, panjer yang dibayarkan tidak
Dapat dikembalikan lagi.

c. Jual tahunan (“groundverhuurmet vooruitbetaalden huurrschat”)


Penyerahan tanah dengan pembayaran kontan, dengan perjanjian
Bahwa apabila kemudian tidak ada perbuatan hukum lain sesudah
Jangka waktu tertentu, tanah itu kembali lagi kepada yang
Menyerahkannya, kepada pemilik tanah. Dengan demikian menjual
Tahunan sama halnya dengan sewa tanah yang uang sewanya telah
Dibayarkan lebih dahulu.
Menurut Maria S.W. Sumardjono untuk sahnya suatu jual beli atas
Sebidang tanah dan atau bangunan harus memenuhi unsur-unsur sebagai
Berikut:

a. Riil (Konkret) : dalam hal perbuatan jual beli maka hak atas tanah yang
Menjadi objek perjanjian harus nyata-nyata sudah ada sehingga pada saat
Itu juga sudah dapat diserahkan kepemilikannya kepada pembeli;
b. Tunai : dalam hal terjadi perbuatan jual beli maka penyerahan barang yang
Dijual dan penyerahan uang pembelian harus dilakukan pada saat yang
Sama, sehingga prestasi dan kontra prestasi antara penjual dan pembeli
Dilakukan secara bersamaan; dengan demikian Akta Jual beli yang dibuat
Oleh Notaris pembayaran harganya dilakukan secara penuh atau lunas.
c. Terang : pelaksanaan jual beli itu harus dilaksakan dihadapan pejabat yang
Berwenang (PPAT)

Soal nomor 8
8. Jelaskan tentang hukum Perekonomian Adat mengenai Kempitan dan
Ngeber.

Kempitan
Semacam perjanjian dengan komisi, terdapat di Jawa

Ini adalah semacam perjanjian dengan komisi yang terdapat dijawa


Sekarang kebiasaan ini kiranya sudah meluas juga ke lain-lain daerah.Dalam
perjanjian ini, pemilik barang mempercayakan penjualan barangnyakepada
orang lain dengan ketentuan setelah lampau waktu tertentu, barangnya atau
jumlah uang yang telah di tetapkan sebelumnya, diberikan kepada pemilik
barang.

Ngeber
Transaksi ini dijumpai di jawa Barat serta merupakan transaksi menjualkan
barangnya orang lain dengan ketentuanya. Kalau tidak laku dapat
dikembalikan kepada pemilik barang. Kalau laku dengan harga yang lebih
besar dari pada harga yang ditetapakan pada penutupan transaksi, maka
selisihnya menjadi haknya orang yang menjualkan barang tersebut.

Soal nomor 9
9. Sebutkan isi dari Pepakem Cirebon bagi seorang Hakim Perdamaian Desa
Dalam memutus perkara di Peradilan Adat .

Dalam tradisi Cirebon, dikenal satu manuskrip yang acapkali menjadi acuan untuk
menentukan sejumlah pelaksanaan hal tertentu di internal dan eksternal kesultanan
beserta daerah-daerah yang berada di bawah pengaruhnya. Manuskrip yang
dimaksud adalah Naskah Pepakem Cirebon (NPC).

NPC dikenal dengan pula dengan nama lain, seperti Kitab Pepakem, Pakem
Kesultanan, Pepakem Cirebon, dan Pepakem Jaksa Pepitu. Meski memiliki banyak
nama dan sebutan, ia tetap memiliki fungsi yang tunggal yaitu menjadi pedoman
dalam bidang hukum yang ada di Cirebon dan sekitarnya.

Kitab hukum adat asal Cirebon itu disusun pada tahun 1768 dengan dorongan VOC
yang ketika itu telah menancapkan hegemoninya di Jawa. Manuskrip itu dikompilasi
dari pelbagai macam hukum yang dipakai oleh Kesultanan Kasepuhan dan
Kesultanan Kanoman dalam penyelenggaraan pemerintahannya.

Setelah kodifikasi naskah hukum masyarakat lokal itu selesai, dilakukan penyalinan
oleh masing-masing pihak yang dipercayai oleh keraton untuk kemudian disimpan
dan dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan hukum di tengah masyarakat dan
wilayah yang mereka kuasai. Satu salinan diserahkan kepada penguasa Batavia
sebagai bagian dari arsip pemerintahan.
Para ahli hukum adat menyatakan bahwa NPC adalah salah satu kitab hukum
masyarakat bumiputera paling pertama yang dikompilasi secara lengkap untuk
dijadikan sebagai pedoman dalam pemberlakuan hukum masyarakat. Kompilasi
hukum menjadi penting untuk mendorong adanya prinsip kesetaraan dalam bidang
peradilan.

Pepakem sebagai nama dari jurnal ini untuk mengingatkan kepada kita akan sebuah
kitab hukum yang dibuat oleh Mr. P.C. Hasselar (Residen Cirebon) yang bemama
“Pepakem Cirebon”. Isinya merupakan kumpulan dari hukum adat Jawa yang
bersumberkan dari kitab-kitab kuno antara lain Undang-undang Mataram,
Kutaramanawa, Jaya lengkaran dan lain-lain. Dalam Pepakem Cirebon, dimuat
gambaran seorang hakim yang dikehendaki oleh hukum adat, yaitu mempunyai sifat
Candra (bulan: yang mampu menyinari segala tempat yang gelap), Tirta (air: yang
membersihkan segala tempat yang kotor), Cakra (dewa: yang mengawasi
bedakunya segala keadaan) dan Sari (bunga yang harum baunya).

Pepakem diartikan juga sebagai landasan hukum dalam penerapan waris tabta
kesultanan atau untuk menentukan Putra Mahkota dimasyarakat adat Cirebon hanya
saja pepakem disini belum berbentuk tertulis tetapi hidup dan menjadi tradisi yang
telah diterima oleh masyarakat Cirebon sebagai hukum.

Soal nomor 10
Apa saja corak Persekutuan Desa, sebut dan jelas

Persekutuan Desa.
Merupakan suatu tempat kediaman bersama di dalam daerahnya sendiri
termasuk beberapa pedukuhan yang terletak di sekitarnya yang tunduk pada
perangkat desa yang berkediaman di pusat desa.
Masyarakat hukum Desa (Persekutuan Desa), yaitu sekumpulan orang yang
hidup bersama berasaskan pandangan hidup, cara hidup dan sistem
kepercayaan yang sama, yang menetap pada tempat bersama. Anggota
persekutuan ini tidak harus berkerabat.

“persekutuan daerah” dalam bahasa asing


dinamakan “streekgemenschap”. Sifatnya sebagai berikut.
a) Di suatu daerah ada beberapa tempat kediaman masyarakat
yang satu terpisah dari masyarakat lain;
b) Masing-masing tempat kediaman masyarakat mempunyai
kekuasaan sendiri (berdiri sendiri)
c) Masing-masing mempunyai pemerintah sendiri;
d) Tempat-tempat kediaman (desa-desa kecil) itu menjadi bagian
daerah hukum yang lebih besar;
e) Daerah hukum yang besar itu mempunyai wilayah dengan
batas yang terntentu;
f) Desa yang merupakan persekutuan daerah itu mempunyai
pemerintah sendiri yang tetap dan berkuasa atas seluruh
wilayah daerah;
g) Persekutuan daerah itu mempunyai hak kuasa atas tanah
belukar yang terdapat di sela-sela tanah pertanian, yang masih
dikerjakan dan tanah pertanian yang sudah kosong sebab
ditinggalkan oleh yang mempunyai hak milik;
h) Persekutuan daerah juga bisa terjadi dari induk desa dan anak-
anak desa yang asalnya terjadi dari pemisahan rakyat dari induk
desa ke anak-anak desa. Dalam hal yang demikian, induk desa
dan anak-anak desa mempunyai kedudukan yang tidak sama;
induk desa lebih tinggi dari anak desa. Akan tetapi semuanya
mempunyai kedudukan sendiri-sendiri (masing-masing berdiri
sendiri)
Contoh-contoh bentuk desa ini terdapat di daerah Angkola,
Mandailing dengan adanya kuria dan huta, di Sumatera Selatan
dengan adanya marga dan dusun.

Sesuai dengan uraian diatas maka jelaslah bahwa “Nagari di


Minangkabau atau desa adat di Bali” merupakan suatu masyarakat hukum
adat
yang mempunyai bentuk dan corak tersendiri yang berbeda dengan desa-
desa
yang ada di Jawa dan Madura atau desa-desa lainnya di Indonesia.

Faktor Teritorial, apabila dilihat dari dasar teritorial semata


sebagai dasar pembentukan suatu masyarakat hukum adat, yaitu adanya
kesamaan wilayah atau tempat tinggal maka kelompok tersebut telah dapat
diartikan sebagai suatu masyarakat hukum. Karena contoh dan jumlah
masyarakat seperti itu banyak ada di indonesia antara lain di jawa dan bali
(desa
adat seperti yang dikemukakan oleh Soekanto, seperti tersebut diatas).

Anda mungkin juga menyukai