Disusun oleh :
Andre Febriansyah
NIM 2110622012
Kelas A1
Dosen : Dr. Arrisman, SH, MH
Sejarah hukum adalah Cabang Ilmu Sejarah, karena itu pola pendekatannya mengikuti
pendekatannya ilmu sejarah.
Sejarah Hukum adalah suatu metode dan ilmu yang merupakan cabang dari ilmu sejarah
yang mempelajari, menganalisis, memverifikasi menginterpretasi, menyusun dalil dan
kecenderungan dan menarik kesimpulan tertentu tentang setiap fakta, konsep, kaidah dan
aturan yang berkenaan dengan hukum yang pernah berlaku, baik secara kronologis dan
sistematis, berikut sebab akibat serta ketersentuhannya dengan bidang lain dari hukum.
Sejarah hukum juga dimaknai sebagai upaya pencatatan secara deskriptif dan interpretatif
mengenai kejadian-kejadian yang dialami manusia pada masa lampau yang ada
hubungannya dengan masa kini. Paling tidak terdapat sejumlah ilmuwan yang mencoba
membuat terminologi secara sistematis menurut cara pandang dan latar belakang
keilmuan dan sejarah hidup mereka masing-masing. Selain itu, sejarah hukum merupakan
keterusan dari penelaahan secara historical jurisprudence, ialah seluruh himpunan putusan
badan-badan peradilan.
Konsepsi hukum alam adalah sebagai perintah yang harus dihormati oleh umat manusia,
hanya mungkin, bilamana manusia menyadari posisinya di alam semesta ini, bilamana
hukum tidak lebih hanya sebagai bagian dari ritus-ritus gaib dan keagamaan, tetapi
muncul sebagai konsepsi tersendiri (Pelopor Heraclitus).
Hukum alam yang berasal dari Tuhan dihadapkan pada hukum tertulis. Yang disebut
pertama kebijaksanaan yang disebut belakangan kesewenang-wenangan
• Pada umumnya, perkembangan hukum terjadi secara evolutif linier menuju kearah
yang lebih baik, logis, efektif dan efisien
• Dalam keadaan linier, sekali-kali terjadi perkembangan dengan arah zig-zag
semacam revolusi dalam perkembangan hukum dengan melaju secara cepat dan
linier, seperti ketika Napoleon membuat kodifikasi Perancis
• Banyak juga perkembangan hukum terjadi secara evolutif, tapi dengan arah
melingkar sehingga menghasilkan hukum yang berorientasi kembali ke masa lalu,
semua dengan semboyan “Sejarah itu berulang”
• Sejarah hukum dikenal semenjak ahli sejarah hukum Von Savigny mencetuskan teori
Keterlambatan lahir dan perkembangan sejarah hukum disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut:
1. Kuatnya pengaruh ajaran hukum alam yang modern maupun klasik, dengan
mengandalkan logika, dengan mengembangkan cara berpikir bahwa seolah-olah
semua masalah hukum dapat dipecahkan dengan akal sehat menuju satu hukum
yang rasional yang dapat berlaku dimana-mana.
2. Kuatnya pengaruh paham positivisme dalam hukum, terutama di abad 18 dan 19,
yang mengarahkan pandangan orang tentang hukum hanya yang terjadi saat itu
saja, sebagaimana yang tertulis dalam UU atau sebagaimana diperintahkan oleh
penguasa. Sikap seperti ini juga tidak memandang penting fakta-fakta atau
kaidah hukum yang terjadi di masa lalu.
2. Di negara yang berlaku sistem Anglo Saxon, ajaran utilitarianisme sangat kuat
mengatur pemikiran hukum yang mengukur baik buruknya suatu hukum dari
segi manfaat terhadap masyarakat dimana manfaat bagi masyarakat tersebut
diukur dari keadaan masyarakat ketika hukum diberlakukan, tapi dapat juga
dianalisis berdasarkan pengalaman yuridis di masa lalu (dalam sejarah).
3. Pandangan materialisme historis dari Karl Marx dan Engels juga dapat
mendorong berkembangnya disiplin sejarah hukum. Menurut Marx dan Engels
ini, hukum bukanlah hasil pemikiran abstrak manusia, bukan pula berasal dari
Tuhan, tetapi merupakan perwujudan dari realitas materi (kebendaan). Karena
itu secara kodrati, hukum memiliki watak oppressive yang cenderung kejam
sehingga hukum tidak dibutuhkan ketika sudah terjadi persamaan kelas antar
sesama manusia, sebagaimana yang dicita-citakan kaum komunis
Sejarah memperlihatkan bahwa kaedah hukum dikembangkan oleh berbagai pihak yang dicatat
oleh sejarah, tetapi tidak tercatat siapa pengembangnya. Para pengembang kaedah hukum yang
kemudian menjadi sejarah hukum ialah sebagai berikut:
1. Tuhan & Rasul yang melahirkan kaedah hukum agama bagi yang percaya agama.
2. Orang bijak dalam sejarah yang melahirkan berbagai hukum adat dan hukum
kebiasaan, tetapi tidak pernah dicatat namanya oleh sejarah.
3. Para inisiator pembuatan berbagai UU atau kodifikasi seperti raja Hammurabi (dari
kerajaan Babilonia) yang melahirkan UU Hammurabi, atau Napoleon (Prancis) yang
melahirkan berbagai kodifikasi yang disebut dengan Code Napoleon.
4. Para pembuat UU dan peraturan yang berlaku sehari-hari, umumnya mewakili
lembaga tertentu seperti parlemen atau pemerintah yang umumnya namanya tidak
dicatat oleh sejarah.
5. Para individual yang mengembangkan ide dan konsep yang melahirkan konstitusi atau
UU misalnya, ide-ide dari Soekarno, dan para founding fathers lainnya dalam
merumuskan UUD 1945.
6. Para hakim yang melahirkan hukum yurisprudensi yang umumnya tidak dikenal dalam
sejarah hukum di negara-negara Eropa Kontinental, meskipun seringkali dikenal
dalam sejarah hukum Anglo Saxon.
7. Para individu ahli hukum atau ahli filsafat hukum yang melahirkan berbagai pemikiran
tentang hukum atau filsafat hukum (doktrin) yang seringkali dipakai sebagai acuan
hukum.
8. Para ahli pikir atau masyarakat dan ide-idenya di bidang politik, ekonomi, sosial dan
budaya yang seringkali melahirkan konsep yang kemudian diakomodasi oleh
pembentuk hukum untuk dituangkan ke dalam berbagai bentuk peraturan tertulis.
John Gilissen dan Fritz Gorle menambahkan beberapa fungsi Sejarah hukum, yaitu sebagai
berikut:
1. Hukum tidak hanya berubah menurut dimensi ruang dan letak, tetapi juga berubah
menurut dimensi waktu dari masa ke masa norma hukum dewasa ini seringkali hanya
dapat dimengerti melalui sejarah hukum.
2. Pengetahuan tentang sejarah hukum penting bagi ahli hukum pemula untuk
mengetahui budaya dan pranata hukum.
3. Mempelajari sejarah hukum erat kaitannya dengan prinsip perlindungan hak asasi
manusia.
Sejarah hukum menunjukkan bahwa evolusi hukum terjadi hampir di seluruh bidang hukum,
misalnya:
Di samping itu, proses pengadilan itu sendiri mengalami pergeseran dari sistem pengadilan yang
mencari keadilan substantif ke pengadilan yang lebih menekankan kepada prosedural.
Sejarah hukum dari masa-kemasa menunjukkan bahwa unsur keadilan tidak pernah hadir total
dalam tubuh hukum, seperti juga unsur suara rakyat tidak pernah singgah menetap dalam tubuh
demokrasi. Sebabnya karena unsur keadilan dan suara rakyat tergilas oleh terjadinya dilusi
menyambung.
Umumnya, putusan pengadilan dipengaruhi oleh keberatan sosial, politik dan ekonomi. Teori
tentang keadilan yang objektif dan equal sangat dimaklumi dan didambakan oleh banyak orang,
tetapi tidak seorangpun yang mengaku mendapatkannya dalam praktek, termasuk di zaman
Romawi sekalipun.
II. Tatanan Hukum Primitif
· Patrilineal
· Matrilineal
· Parental
Awal Perundang-undangan
1. Hukum tidak tertulis. Jadi untuk merumuskan aturan hukum yang abstrak jarang
sekali dilakukan;
2. Terdapat sejumlah besar tatanan hukum yang berbeda satu dengan yang lain;
3. Disini dijumpai kebhinekaan yang besar di antara tatanan hukum bangsa tuna aksara
setiap kelompok sosial mempunyai kebiasaan masing-masing, yang sedikit banyak
menunjukkan perbedaan dengan kelompok yang lain;
4. Di dalam tatanan hukum bangsa tuna aksara nampaknya hukum dan agama belum
mengalami perbedaan system norma secara jelas satu dengan yang lain. Begitu pula
batas antara apa yang berlaku sebagai hukum dan apa yang termasuk bidang moral
dan kebiasaan murni juga sulit ditarik dengan jelas.
5. Dalam tatanan hukum bangsa tuna aksara nampaknya agama masih memainkan peran
yang besar. Perbadaan antara aturan agama dan aturan hukum tidak mungkin
diadakan, oleh karena bangsa tersebut tidak membedakan antara kekuatan natural dan
supranatural.
1. Kebiasaan. Yang dimaksud seperangkat aturan hidup yang mengalir dari pola hidup
tradisional sebuah pergaulan hidup, sikap umum, perilaku normal para anggota
kelompok sisio politik yang dialami orang-orang tersebut mempunyai kekuatan
memikat (Customary law)
3. Peradilan pun dapat merupakan sumber penciptaan hukum, bahkan sekalipun tidak
dibuatkan catatan tentang hal itu.
Hukum Primitif
Tatanan Hukum Arkais (Peluang untuk mencatat aturan hukum maka terjadilah tatanan-
tatanan hukum)
Zaman dahulu peradaban daerah perkotaan yang berasal dari abad ke 40 dan 30 SM
menampakkan diri di tiga kawasan besar:
1. Di Mesir, di delta sungai Nil, pada sekitar tahun 4000 SM didirikan kota-kota seperti
Busiris, Sais, Letopolis, Buto dan Heliopolis.
2. Di Mesopotamia, di lembah sungai Tigris dan Eufrat dengan kota-kota Ur, Eridw, Esynuna,
Babilon dll.
3. Di Lembah sungai Indus dengan kota Harappa, Amri, Mohenjo-Daro dll.
Hukum Mesir
Mesir adalah negara besar yang tertua di dunia. Ia muncul pada abad ke 35 dan 30 SM dan tetap
ada sampai ditaklukkan dan dicakup oleh kekaisaran Romawi setelah pertempuran di teluk
Actium 31 SM.
· Sejarah Mesir telah berevolusi dari suatu tatanan feodal patriarki ke kekuasaan teokratis yang
sentralistis dan melemahnya kekuasaan tersebut untuk kembali ke suatu tatanan neo-feodal.
Tatanan Hukum Aksara Paku
Julukan ini diberikan kepada tatanan hukum bangsa di Timur Tengah yang pada zaman dahulu
telah mengenal aksara yang sama, yakni aksara paku yang disebut demikian oleh karena tanda-
tanda aksara tersebut menyerupai paku-paku. Pemakaian bahasanya Akadian, suatu bangsa Semit
sebagai Bahasa diplomatic dan ilmu pengetahuan.
Daerah yang termasuk tatanan aksara paku tersebut adalah Sumeria, Akadia, Babilonia, Asiria,
Mitani, Urartu di Mesopotamia.
Hukum Hindu
Dalam Hukum Hindu, Dharma adalah keseluruhan aturan hidup, yang harus ditaati oleh manusia
karena statusnya di dalam masyarakat.
1. Weda (Pengetahuan), yakni jumlah segala sesuatu yang diketahui tentang seluruh
kebenaran keagamaan dan moral.
2. Sm’ti atau tradisi. Kaum arif dan bijaksana menyampaikan tradisi yang mereka terima
langsung maupun yang mereka ingat kepada orang-orang.
3. Kodeks Manu. Kodeks manu ini terdiri dari 12 buku dan kurang lebih 5400 ayat.
Buku pertamanya mengisahkan tentang kehidupan Brahma. Kodeks manu ini merupakan
pembagian secara metodis pertama kedalam cabang-cabang hukum (Hukum Keluarga, Hukum
Perikatan, dan hukum Pidana). Ditinjau dari isinya Kitab Undang-undang ini memberikan
kesaksian tentang adanya suatu kematangan pemikiran yuridis yang sangat maju.
III. Tatanan Hukum Modern/Maju
• Tatanan hukum maju atau mapan dan matang mempunyai kesamaan bahwa mereka
adalah tatanan-tatanan dunia sekuler yang didalamnya penyelenggaraan hukum
berlandaskan jalan pikiran rasional, dimana hukum telah mencapai suatu derajat
kompleksitas, abstraksi dan sistematisasi dengan akibat bahwa hal ini merupakan subyek
studi ilmiah dan dilaksanakan oleh para spesialis yang khusus didik untuk itu.
• Akan tetapi orang Yunani mempunyai mentalitas yang berbeda di bawah pengaruh
filsafat, mereka lebih menerapkan penalaran yang deduktif. Mereka menempatkan prinsip
umum di depan terlebih dahulu untuk kemudian melalui pemikiran menjabarkan hal yang
umum ke hal-hal yang khusus. Pandangan ini diterima dengan baik di Eropa pada zaman
renaissance dan oleh hukum alam
1. Karakter Duniawi atau sekuler. Tatanan hukum maju tersebut telah sepenuhnya ter
sekularisasi, artinya bahwa mereka dengan definitive telah melepaskan diri dari agama.
2. Pengembalian Penguasaan Keagamaan ke dalam Suasananya Sendiri, yakni bidang
keagamaan. Dalam hal menerapkan asas ini secara konsekuen menyebabkan sejarah sarat
dengan persengketaan antara penguasa sekuler dan penguasa agama
3. Mengeluarkan Unsur-unsur irrasional Yang Ada Pada Hukum. Hal ini muncul ke
permukaan dalam hal pembuktian (Sumpah)
4. Karakter Rasional. Ini adalah kegiatan intelektual penciptaan hukum, entah oleh pembuat
undang-undang atau oleh hakim, maupun oleh kedua-duanya.
5. Karakter yang Disistematisasi. Semua tatanan hukum modern sedikit banyak telah
disistematisasi, artinya bahwa hal ini kurang lebih merupakan suatu kesatuan yang
berhubungan satu dengan yang lain dan melalui ilmu pengetahuan diberi suatu struktur
yang logis
6. Karakter Abstrak. Karakter ini muncul ke permukaan terutama dalam tatanan yang
banyak mengenal hukum kodifikasi.
7. Evolusi yang berlangsung secara berangsur-angsur. Orang Romawi tetap menggunakan
pola pikir induktif, artinya dari hal-hal yang khusus ke hal-hal yang umum. Mereka
mencurigai definisi yang telah disusun terlebih dahulu
8. Profesionalisasi dan Pengilmiahan. Rasionalisasi, sistematisasi dan abstraksi pada
hakekatnya merupakan sebab dan akibat suatu ciri khas yang terakhir tatanan hukum
modern, profesionalisasi dan pengilmiahan
Hukum adalah suatu produk hubungan dan perimbangan kemasyarakatan maka di dalam proses
penciptaan dan perkembangannya ia ditentukan oleh sejumlah aspek hubungan dan perimbangan
tersebut.
1. Faktor Politik
a. Adanya Penguasa, dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa oleh karena negara
adalah ekspresi atau paling tidak merupakan forum kekuatan politik yang ada di
dalam masyarakat, maka hukum adalah hasil sebagian pembentukan keputusan yang
diambil dengan cara yang tidak langsung oleh penguasa
c. Tradisi Imperial. Pokok pemikiran bahwa kekuasaan raja pada hakekatnya tidak
mutlak akan tetapi dibatasi oleh asas-asas yang lebih tinggi, hal ini memperlihatkan
bahwa tak dapat dibantah telah memainkan peranan terciptanya sebuah negara hukum
2. Faktor Ekonomi. Marx dan Engels berpendapat bahwa faktor ekonomi mempunyai
pengaruh absolut atas perkembangan kemasyarakatan. Masyarakat pada hakekatnya
berbasiskan perimbangan dan hubungan proses produksi dan semua pengejawantahan
kesadaran kemasyarakatan, seperti struktur politik, hukum, moral, agama, seni dan begitu
banyak lagi hanya merupakan bangunan atas yang ditentukan oleh basis tersebut
a. Hukum untuk bagian terbesar ditentukan oleh ekonomi, padahal akhirnya hukum
hanya merupakan ekspresi yuridis hubungan dan perimbangan kemasyarakatan yang
karena kepentingannya bagi masyarakat sepenuhnya oleh penguasa dipergunakan
sebagai objek pengaturan yuridis
b. Jadi disini kita jumpai suatu ikatan yang tidak dapat dibantah lagi antara kekuatan
politik dan ekonomi, dalam makna inilah maka ekonomi merupakan factor penting
dalam evolusi hukum
3. Faktor Agama dan Ideologi. Dalam tatanam hukum modern negara industri barat
nampaknya agama telah terdesak ke suasana kerohanian. Pada abad pertengahan Eropa
Barat tidak demikian halnya, bahkan pada zaman terpecah-pecahnya kekuasaan duniawi
feudal. Gereja yang tetap merupakan bagian dari kekuasaan sentral Paus, menggunakan
pengaruh politiknya yang besar dan dengan demikian mempengaruhi pula hukum itu
sendiri.
4. Faktor Kultural.
a. Aksara. Faktor kultural pertama yang penting adalah aksara. Kita telah terlebih
dahulu menggaris bawahi bahwa terciptanya seni tulis menulis pada galibnya
menentukan peralihan dari pra sejarah hukum dan sejarah hukum yang sebenarnya.
b. Soal Resepsi. Yang dimaksud dengan resepsi disini ialah pengambilalihan oleh
sebuah kelompok masyarakat hasil perolehan budaya kelompok lain, yang pada
umumnya berada pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang dicapai oleh
kelompok yang disebut pertama.
• Resepsi hukum Romawi di Benua Eropa Barat pada bagian akhir abad
pertengahan
• Penyebaran Code Napoleon setelah tahun 1804
• Resepsi common law Inggris di Amerika Serikat dalam abad XIX
Resepsi bisa pula mengambil berbagai bentuk. Bisa tiba-tiba seperti pemberlakuan
Code Napoleon, namun dapat pula secara bertahap, seperti proses hukum Romawi di
Kontinen Eropa Barat pada bagian akhir abad pertengahan.
Namun resepsi dapat pula bersifat antisipatif, apabila negara penerima belum siap
untuk itu, misalnya Kitab Undang-undang Hukum Perdata Swis di Turki yang
dipakai sebagai sarana modernisasi oleh Kemal Attaturk.
Hellenisme
Hellenisme yang oleh para ahli sejarah ditetapkan terhitung mulai tahun wafatnya Iskandar
Agung 323 SM sampai dengan digabungkannya Mesir ke dalam kerajaan Romawi 30 SM. Ini
ditandai dan diwarnai oleh penyebaran kebudayaan Yunani ke seluruh dunia yang secara
berangsur-angsur ditaklukkan oleh kaum Romawi.
Renaisans Karolingis
Renaisans Karolingis sebagai kebangkitan kembali kultur di dalam pangkuan Gereja, antara lain
dengan dorongan seorang biarawan Anglosakson Alcuinus, namun hal ini tidak meluas ke rakyat
biasa.
Periode Renaisans Karolingis penting bila ditinjau dari dua sudut pandang:
Hal ini ditandai oleh kebangkitan kembali tradisi imperial, yakni dalam pribadi
seorang kaisar yang memperoleh mahkota kekuasaannya dari pengurapan gereja
Sementara ini titik berat kultur Eropa bergeser dari Eropa selatan, yang telah menjadi
kawasan yang rawan terhadap serangan oleh karena dari bagian Barat Laut Tengah
telah dikuasai oleh armada Islam, ke Eropa Utara sehingga kultur tersebut terutama
sebuah kebudayaan Romawi Germania, yang dalam garis besarnya dipertahankan oleh
gereja
Aristotelisme Kristen. Yang dimaksud dengan ini adalah kebangkitan kembali filsafat
Aristoteles di daerah Kristen Eropa Barat. Pada abad ke XIII Filsafat Aristoteles
menguasai universitas-universitas terutama melalui karya Thomas van Aquino (1224-
1274). Selama berabad-abad karya ini merupakan filsafat gereja Katolik yang
dicermati dan dinikmati dan yang di dalamnya seluruh teologi Kristen
dikonseptualisasi.
Adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih
dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Aristoteles sangat
menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan
dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan. Menurut Aristoteles keindahan menyangkut
keseimbangan ukuran yakni ukuran material.
Pertama kita menyaksikan semacam keretakan pada abad pertengahan; di dalam pandangan
kemasyarakatan abad pertengahan nampaknya tidak ada tempat bagi manusia sebagai individu
segala sesuatu tunduk pada visi agama tentang individu dan masyarakat. Sebaliknya sementara
ini pesona insani justru menjadi pusat perhatian, inilah yang menyebabkan Renaisans tsb terkait
akrab dengan Humanisme.
Kita tiba pada negara nasional modern abad XVI dan XVII yang didalamnya raja berkuasa
secara absolut bertumpu pada suatu korps pegawai negeri yang menonjol memegang kedaulatan
agar tidak menghadapi kendala-kendala untuk mencapai tujuan yang telah direncanakannya dan
ini marak di negara-negara Katolik (Prancis, Spanyol dan Belanda Selatan).
Menurut Thomas van Aquino (1224-1247) bahwa hukum alam ini bersumber pada hukum ilahi,
universal dan langgeng lestari, artinya tidak berubah dalam ruang dan waktu, sedangkan hukum
positif adalah penerapan hukum alam oleh manusia dimuka bumi ini.
Dalam abad XVI dibawah pengaruh Reformasi dan Rasionalisme, maka pendapat hukum alam
Kristiani diserang habis-habisan. Suatu pendapat baru tentang hukum alam muncul ke
permukaan dan bertumpu pada akal manusia, terlepas dari setiap pandangan keagamaan
6. Bentuk negara ditentukan oleh sebuah “kontrak sosial”. Sekali para warga negara telah
menyerahkan hak untuk memerintah atas diri mereka kepada seorang penguasa, maka
mereka tidak mempunyai hak lagi untuk mengawasinya;
8. Agar dapat hidup dengan damai dalam sebuah persekutuan, maka orang-orang harus
memilikinya untuk mematuhi aturan-aturan tertentu, misalnya memenuhi perikatan-
perikatan mereka.
Ajaran hukum alam berkembang di Inggris dimana Thomas Hobbes (1588-1679) dengan
ajaran dirangkum sbb:
1. Status kodrat alam segala sesuatu adalah “bellum omnium contra omnes” (perang antara
semua lawan semua);
2. Untuk mencegah hal tersebut maka manusia harus berdaya upaya mencapai perdamaian,
bahkan harus menerima dan mengakui dibatasinya kebebasan antara satu terhadap yang
lain dan komitmen untuk menjunjung tinggi persetujuan-persetujuan yang diadakan;
3. Harus dibuat sebuah “kontrak sosial” yang didalamnya manusia-manusia menyerahkan
hak-haknya kepada seorang penguasa (Raja, parlemen) untuk memerintah mereka.
Penguasa memerintah tanpa restriksi-restriksi dan tidak dapat dipecat, ia bukan pihak
dalam kontrak sosial ini dan hanya bertanggung jawab kepada Tuhan;
4. Walaupun demikian sang penguasa harus bertindak sesuai dengan hukum alam;
5. Hak seorang warga negara untuk membela diri tidak boleh dibatasi oleh suatu perintah
penguasa;
6. Kewajiban para warganegara untuk menurut hanya ada selama penguasa berwenang
untuk mempergunakan kekuasaan tersebut.
Di Jerman Samuel Pufendorf (1672) filosofi tentang hukum dalam abad XVIII. Hukum alam
berbasis pada dualistis kodrat manusia, yaitu kelemahan pada satu sisi dan keharusan untuk
hidup di dalam persekutuan (sosialitas) pada sisi lain, yang pada hakekatnya secara terus
menerus berada dalam konflik satu dengan yang lain.
Pufendorf mengatakan agar dapat keluar dari situasi konflik tersebut orang harus:
1. Membela serta melindungi diri dan hak miliknya sesuai dengan kemampuannya;
menjunjung tinggi kehidupan dan hak milik orang lain oleh karena manusia mempunyai
hak atas kesetaraan dan kebebasan.
2. Hidup sesuai dengan hukum alam agar kesejahteraan dan kebahagiaan nya bertambah
3. Mengadakan kontrak dengan orang-orang lain untuk menjamin keamanan timbal balik
satu dengan yang lain. Pihak penguasa terikat pada hukum alam dan apabila ia
berperilaku sebagai musuh negaranya sendiri, orang boleh melawannya.
Pandangan rasionalistis akan bermuara pada “Pencerahan” abad XVII yang atas nama rasio
memerangi rezim-rezim politik, raja-raja absolut ini dan akan menjurus ke arah finalisasi
“Ancien Regime” sebagai akibat Revolusi Perancis tahun 1789.
Ini adalah sebuah aliran kultural yang telah menggunakan pengaruhnya atas semua bidang
kegiatan manusia, baik terhadap seni, ilmu pengetahuan, literatur, politik maupun apa saja
sehingga nyaris tak mungkin merumuskannya dengan tepat dan benar secara sepintas lalu
Pencerahan (aufklärung, Enlightenment) adalah aliran kejiwaan yang mendominasi seluruh abad
XVIII. Berdasarkan metoda pengamatan percobaan telah dicapai suatu kemajuan besar di dalam
ilmu pengetahuan alam (misalnya Newton) yang menurut perkiraan orang bahwa melalui
observasi dan jalan pikiran dapat ditemukan hukum-hukum alam.
Ahli pikir abad XVIII ini mencurahkan perhatian mereka pada hukum publik serta mereka telah
berhasil mengintroduksi pandangan baru yang berkaitan dengan hubungan dan perimbangan
antara penguasa dan warganegara, yang sampai sekarang berstatus kaula negara
John Locke (1632-1704) antara lain berpendapat:
1. Hukum alam mendahului adanya masyarakat dan menduduki tingkat yang lebih tinggi
dari aturan-aturan agama dan negara;
2. Aturan setiap bangsa tidak berubah, oleh karena hal tersebut tergantung tergantung antara
lain pada factor yang berubah-ubah seperti lingkungan.
3. Agar dapat mempertahankan kebebasan diperlukan pemisahan kekuasaan, yakni
kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif, disertai tatanan pengawasan dan
keseimbangan timbal balik; Aturan-aturan ini harus sederhana sesuai dengan rasio dan
rasa keadilan dan dapat dimengerti oleh setiap warganegara
1. Pembenaran adanya negara terletak dalam jaminan kebebasan dan kesetaraan para warga
negara;
2. “Kontrak sosial” bukan berarti bahwa para warga negara tunduk pada seorang penguasa,
akan tetapi pada masyarakat secara keseluruhan, yang menjadi hak kodrat alam setiap
orang sebagai kebebasan warganegara, berbasiskan moral;
3. Kedaulatan bertumpu pada kehendak bersama masyarakat, yang harus ditaati oleh setiap
warga negara,
4. “Kehendak Bersama” ini berada lebih tinggi dari pada kedudukan para penguasa yang
sifatnya sementara dan dapat menarik kembali kekuasaan yang disebut terakhir sewaktu-
waktu sesuai situasi dan kondisi;
5. Kehendak bersama tersebut lebih besar dari pada jumlah semua kehendak individu.
Kebebasan ini mempunyai makna bahwa undang-undang yang merupakan
pengekspresiannya harus diindahkan
Sumber Hukum Islam sering diartikan dengan dalil Hukum Islam atau pokok Hukum Islam atau
dasar Hukum Islam:
1. Al Quran
2. As Sunnah
3. Ar Ra’yu (ijtihad)
Syariat merupakan norma hukum dasar, yang ditetapkan Allah, yang wajib diikuti oleh orang
Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik dalam hubungannya dengan Allah
maupun dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat. syariat Islam diterjemahkan
dengan Islamic Law, sedang fikih Islam diterjemahkan dengan Islamic Jurisprudence.
Pembentukan hukum Islam dibagi menjadi enam periode yaitu : (1) periode awal sejak
Muhammad bin Abdullah diangkat menjadi rasul, (2) periode para sahabat besar, (3) periode
sahabat kecil dan tabi’in, (4) periode awal abad ke-4 H, (5) periode berkembangnya mazhab dan
munculnya taklid mazhab, (6) periode terakhir, diawali jatuhnya Baghdad oleh Hulagu Khan
sekitar tahun 1217-1265 M, sampai dengan sekarang.
Periode ini bermula sejak Khalifah Abu Bakar (632 M) dan berakhir pada masa Khalifah Ali bin
Abu Thalib (661 M). Pada masa sahabat, hukum Islam mulai dikeluarkan dengan jalan ijtihad.
Ijtihad yang pertama adalah saat Nabi Muhammad SAW wafat, maka para sahabat harus
memutuskan tata cara pemakaman nabi, tempat dimakamkan, dan yang terutama siapa yang akan
menjadi pengganti nabi. Muhammad SAW tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan
menggantikannya sebagai pemimpin politik umat Islam, sehingga persoalan ini harus bisa segera
diputuskan oleh sahabat dengan jalan ijtihad.
VI. Sumber Hukum di era Imperium
Dalam bidang hukum sekitar tahun 150 SM muncul tulisan-tulisan yuridis pertama, yang akan
mengumandangkan perkembangan ilmu pengetahuan hukum Romawi. Hukum Alam dianggap
sebagai dasar hukum positif, yang kemudian akan sangat mempengaruhi cara berfikir hukum
alam barat.
Faktor-faktor tersebut betapapun juga telah memainkan peranan pada wilayah Romawi Barat
dahulu. Derajat perkembangan hukum-hukum kebiasaan Germana dan hukum Romawi
menapakkan begitu banyak perbedaan, sehingga pada hakikatnya mustahil untuk memaksakan
hukum primitif Germana diberlakukan kepada seluruh penduduk Negara Romawi Barat. Oleh
sebab itu orang-orang Galia-Romawi (orang-orang Galia yang setelah berabad-abad dijajah
negara Romawi mengalami proses romanisasi tetap hidup menurut tatanan hukum romawi dan
orang-orang German tunduk pada hukum-hukum kebiasaan Germana. Dari ketiga himpunan
tersebut, yakni Edikta Theodoricus, yang diundangkan oleh Raja Goten Timur ini di Italia Utara,
Lex Romana Burgundionum, hukum Romawi orang-orang Goten Barat maka hanya naskah
terakhir inilah yang mempunyai pengaruh yang bersifat tetap di Eropa Barat.
Dua jenis sumber hukum Negara Franka, tanpa memperhatikan hukum Romawi atau hukum
kanonik: