DAFTAR ISI
1. Konsep Budaya
a. Pengertian Budaya
b. Karakteristik Kebudayaan
c. Komponen Budaya
d. Fungsi Budaya
2. Konsep Spritualitas
a. Pengertian Spritualitas
b. Aspek Spiritualitas
3. Teori Kebutuhan Abraham Maslow
a. Teori kebutuhan Abraham Maslow
b. Serta kebutuhan spiritualitasnya
4. Agama Kepercayaan terhadap Tuhan YME, atheisme serta iman dalam islam
5. Kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ)
6. Kecerdasan spiritual
7. Kecerdasan spiritual dalam perspektif Islam
8. Pengembangan kecerdasan Spiritual
Konsep Budaya
a. Pengertian Budaya
Ada beberapa pengertian budaya menurut beberapa ahli salah satu diantaranya
adalah tokoh terkenal Indonesia yaitu Koentjaraningrat. Menurut Koentjaraningrat (2000:
181) kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa sansakerta ”buddhayah”,
yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Jadi Koentjaraningrat
mendefinisikan budaya sebagai “daya budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan
kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu.
Koentjaraningrat menerangkan bahwa pada dasarnya banyak yang membedakan
antara budaya dan kebudayaan, dimana budaya merupakan perkembangan majemuk budi
daya, yang berarti daya dari budi. Pada kajian Antropologi, budaya dianggap merupakan
singkatan dari kebudayaan yang tidak ada perbedaan dari definsi. Jadi kebudayaan atau
dising kat budaya, menurut Koentjaraningrat merupakan keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
diri manusia dengan belajar.
Lebih lanjut, Taylor dalam Liliweri (2002: 62) mendefinisikan kebudayaan tersusun
oleh kategori-kategori kesamaan gejala umum yang disebut adat istiadat yang mencakup
teknologi, pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, estetika, rekreasional dan
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai
anggota masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan mencakup semua yang didapatkan
atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Hawkins (2012) mengatakan bahwa budaya adalah suatu kompleks yang meliputi
pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat-istiadat serta kemampuan dan kebiasaan lain
yang dimiliki manusia sebagai bagian
masyarakat.
b. Karakteristik budaya
1. Budaya bukan bawaan, tetapi dipelajari.
2. Budaya dapat disampaikan dari orang ke orang, dari kelompok ke kelompok dan dari
generasi ke generasi.
3. Budaya berdasarkan simbol.
4. Budaya bersifat dinamis, suatu sistem yang tersu berubah sepanjang waktu.
5. Budaya bersifat selektif, merepresentasikan pola-pola perilaku pengalaman manusia
yang jumlahnya terbatas.
6. Berbagai unsur budaya saling berkaitan.
7. Merupakan budaya sendiri yang berada di daerah tersebut dan dipelajari 8. Dapat
disampaikan kepada setiap orang dan setiap kelompok serta diwariskan dari setiap
generasi
8. Bersifat dinamis, artinya suatu sistem yang berubah sepanjang waktu
9. Bersifat selektif, artinya mencerminkan pola perilaku pengalaman manusia secara
terbatas
10. Memiliki unsur budaya yang saling berkaitan
11. Etnosentrik artinya menggangap budaya sendiri sebagai budaya yang terbaik atau
menganggap budaya yang lain sebagai budaya standar
c. Komponen Budaya
Terdapat beberapa pendapat ahli mengenai komponen atau unsur kebudayaan atau budaya
yaitu sebagai berikut:
a) Melville J. Herkovits, menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok yaitu:
1. Alat-alat teknologi
2. sistem ekonomi
3. keluarga
4. kekuasaan politik
b) Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi :
a. sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota
masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam yang ada disekelilingnya
b. organisasi ekonomi
c. alat-alat, dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga
adalah lembaga pendidikan utama)
d. organisasi kekuatan (politik)
c) C. Kluckhohn, mengemukakan terdapat 7 unsur budaya atau kebudayaan yang sifatnya
secara universal yaitu :
a. bahasa
b. sistem pengetahuan
c. sistem teknologi, dan peralatan
d. sistem kesenian
e. sistem mata pencaharian hidup
f. sistem religi
e) Unsur-Unsur Budaya Secara Umum, Berdasarkan dari beberapa unsur budaya yang
dikemukakan oleh para ahli maka dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur
kebudayaan adalah sebagai berikut :
a. Perilaku-perilaku tertentu
b. Gaya berpakaian
c. Kebiasaan-kebiasaan
d. Adat istiadat
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat.
Berbagai macam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-anggotanya
seperti kekuatan alam, maupun kekuatan-kekuatan lainnya di dalam masyarakat itu sendiri
tidak selalu baik baginya. Selain itu, manusia dan masyarakat memerlukan juga kepuasaan,
baik di bidang spiritual maupun materiil. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat tersebut di atas
unutk sebagai besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu
sendiri. Dikatakan sebagian besar karena kemampuan manusia terbatas, sehingga
kemampuan kebudayaan yang merupakan hasil ciptaannya juga terbatas di dalam
memenuhi segala kebutuhan. Adapun fungsi – fungsi kebudayaan adalah :
1. Mempersatukan masyarakat.
2. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
3. Mendorong terjadinya perubahan masyarakat.
Spiritualitas
a. Pengertian Spiritualitas
Secara terminologis, spiritualitas berasal dari kata “spirit”. Dalam literatur agama dan
spiritualitas, istilah spirit memiliki dua makna substansial, yaitu:
a) Karakter dan inti dari jiwa-jiwa manusia, yang masing-masing saling berkaitan,
serta pengalaman dari keterkaitan jiwa-jiwa tersebut yang merupakan dasar
utama dari keyakinan spiritual. “Spirit” merupakan bagian terdalam dari jiwa, dan
sebagai alat komunikasi atau sarana yang memungkinkan manusia untuk
berhubungan dengan Tuhan.
b) “Spirit” mengacu pada konsep bahwa semua “spirit” yang saling berkaitan
merupakan bagian dari sebuah kesatuan (consciousness and intellect) yang
lebih besar.
Menurut kamus Webster (1963) kata spirit berasal dari kata benda bahasa latin
„Spiritus” yang berarti nafas (breath) dan kata kerja “Spirare” yang berarti bernafas.
Melihat asal katanya , untuk hidup adalah untuk bernafas, dan memiliki nafas artinya
memiliki spirit. Menjadi spiritual berarti mempunyai ikatan yang lebih kepada hal
yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau
material. Spiritualitas merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai
makna hidup dan tujuan hidup. Spiritual merupakan bagian esensial dari
keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang. (dalam Tamami, 2011:19)
Spiritualitas kehidupan adalah inti keberadaan dari kehidupan. Spiritualitas
adalah kesadaran tentang diri dan kesadaran individu tentang asal, tujuan, dan
nasib. (Hasan, 2006:294)
Pada penelitian-penelitian awal, baik spiritualitas maupun agama sering dilihat
sebagai dua istilah yang memiliki makna yang hampir sama. Apa yang dimaksud
dengan spiritualitas dan apa yang dimaksud dengan agama sering dianggap sama
dan kadang membingungkan. Namun kemudian, spiritualitas telah dianggap sebagai
karakter khusus (connotations) dari keyakinan seseorang yang lebih pribadi, tidak
terlalu dogmatis, lebih terbuka terhadap pemikiran-pemikiran baru dan beragam
pengaruh, serta lebih pluralistik dibandingkan dengan keyakinan yang dimaknai atau
didasarkan pada agama-agama formal.
Transendensi spiritual merefleksikan kemampuan individu berdiri tegak dalam
rasa terhadap waktu dan tempat dan memandang hidup dari pandangan lebih
jamak, perspektif yang berbeda.ini merefleksikan sebuah realiasasi bahwa ada
makna lebih dalam dan tujuan hidup yang termasuk dalam sebuah hubungan lebih
abadi atau lama, hubungan dengan yang di atas. (Piedmont, 2009:5) Transendensi
merupakan pengalaman, kesadaran dan penghargaan terhadap dimensi
transendental terhadap kehidupan di atas diri seseorang (Hasan, 2006:289).
Sedangkan, menurut Wigglesworth (dalam Schreurs:2002), spiritualitas
memiliki dua komponen yaitu vertikal dan horizontal
a) Komponen vertikal, yaitu sesuatu yang suci, tidak berbatas tempat dan waktu,
sebuah kekuatan yang tinggi, sumber, kesadaran yang luar biasa. Keinginan
untuk berhubungan dengan dan diberi petunjuk oleh sumber ini.
b) Komponen horizontal, yaitu melayani teman-teman manusia dan planet secara
keseluruhan.
Ahli lain menyebutkan definisi lain terkait spiritualitas, yakni spiritualitas
merupakan pencarian terhadap sesuatu yang bermakna (a search of the sacred).
(Synder&Lopez,2005). Spiritualitas merupakan terjemahan dari kata ruhaniyah.
Ruhaniyah itu sendiri secara kebahasaan berasal dari kata ruh. Al Qur‟an
menginformasikan bahwa ruh manusia ditiupkan langsung oleh Allah setelah fisik
terbentuk dalam rahim. (Aman, 2013:22).
. Menurut perspektif Piedmont (1999:988), sebagai manusia erat menyadari
kefanaan diri sendiri. Secara eksplisit, Piedmont memandang spiritualitas sebagai
rangkaian karakteristik motivasional (motivational trait), kekuatan emosional umum
yang mendorong, mengarahkan, dan memilih beragam tingkah laku individu.
(Piedmont, 2001:7). Lebih jauh, Piedmont mendefinisikan spiritualitas sebagai usaha
individu untuk memahami sebuah makna yang luas akan pemaknaan pribadi dalam
konteks kehidupan setelah mati (eschatological). Hal ini berarti bahwa sebagai
manusia, kita sepenuhnya sadar akan kematian (mortality). Dengan demikian, kita
akan mencoba sekuat tenaga untuk membangun beberapa pemahaman akan tujuan
dan pemaknaan akan hidup yang sedang kita jalani. (Piedmont, 2001:5). Piedmont
(2001) melihat spiritualitas sebagai sifat motivasi, adanya kekuatan afektif
nonspesifik yang mendorong, mengarahkan, dan memilih perilaku.
Transendensi spiritual merefleksikan kemampuan individu berdiri tegak dalam
rasa terhadap waktu dan tempat dan memandang hidup dari pandangan lebih
jamak, perspektif yang berbeda.ini merefleksikan sebuah realiasasi bahwa ada
makna lebih dalam dan tujuan hidup yang termasuk dalam sebuah hubungan lebih
abadi atau lama, hubungan dengan yang di atas. (Piedmont, 2009:5
b. Aspek Spiritualitas
Piedmont (2001:7) mengembangkan sebuah konsep spiritualitas yang
disebutnya Spiritual Transendence. Yaitu kemampuan individu untuk berada di luar
pemahaman dirinya akan waktu dan tempat, serta untuk melihat kehidupan dari
perspektif yang lebih luas dan objektif. Perspektif transendensi tersebut merupakan
suatu perspektif dimana seseorang melihat satu kesatuan fundamental yang
mendasari beragam kesimpulan akan alam semesta. Konsep ini terdiri atas tiga
aspek, yaitu:
a) Prayer Fulfillment (pengamalan ibadah), yaitu sebuah perasaan gembira dan
bahagia yang disebabkan oleh keterlibatan diri dengan realitas transeden.
sebuah pengalaman perasaan berbahagia dan bersukacita serta keterlibatan diri
yang dialami prayer. Prayer memiliki rasa kekuatan pribadi. Prayer mengambil
manfaat atas ibadah yang dilakukan.
b) Universality (universalitas), yaitu sebuah keyakinan akan kesatuan kehidupan
alam semesta (nature of life) dengan dirinya. Atau dengan kata lain suatu
keyakinan terhadap kesatuan dan tujuan hidup, sebuah perasaan bahwa
kehidupan saling berhubungan dan hasrat berbagi tanggungjawab pada
makhluk ciptaan lainnya
c) Connectedness (keterkaitan), yaitu suatu hasrat tanggungjawab pribadi terhadap
yang lain yang meliputi hubungan vertikal, komitmen antar generasi, dan
hubungan horizontal serta komitmen terhadap kelompoknya.
Aspek di atas senada dengan Elkins, dkk (dalam Adami, 2006:33) menjelaskan
spiritualitas sebagai bentuk multidimensi yang dibangun dari sembilan aspek utama,
yaitu:
1) Dimensi transendental (transcendent dimension), yakni meyakini secara lebih
dalam dari apa yang dilihat dan dirasakan. Hal ini mungkin atau mungkin juga
tidak terkait kepercayaan kepada Tuhan, serta meyakini bahwa keinginan diri
sendiri ditentukan melalui hubungan harmonis dengan dimensi ini.
2) Makna dan tujuan dalam hidup (meaning and purpose in life), yakni setiap orang
memiliki tujuan hidup yang muncul dari sebuah proses pencarian makna secara
terus menerus.
3) Misi dalam hidup (mission of life), yakni memiliki rasa tanggungjawab terhadap
hidup dengan memahami bahwa eksistensi dirinya terdiri dari beragam
kewajiban yang harus dijalani.
4) Kesucian dalam hidup (sacredness of life), yakni meyakini bahwa semua
kehidupan dan semua hal di dalamnya adalah suci.
5) Nilai-nilai kebendaan (material values), yakni menyadari bahwa kepuasan dan
kebahagiaan tertinggi berasal dari nilai-nilai spiritual, bukan berasal dari hal-hal
yang bersifat kebendaan.
6) Altruism (altruism) yakni meyakini keadilan sosial, dan menyadari bahwa tidak
ada seorang pun yang dapat hidup tanpa adanya interaksi sosial dengan orang
lain.
7) Idealisme (idealism), yaitu menghormati potensi-potensi positif dalam semua
aspek kehidupan seseorang.
8) Kesadaran akan kemampuan tinggi untuk berempati (awareness of high
emphatic capacity), yakni kesadaran yang mendalam untuk mengambil makna
dari rasa sakit, penderitaan, serta kematian, bahwa hidup itu bernilai.
9) Manfaat spiritualitas (fruits of spirituality), yakni nilai-nilai spiritualitas bisa
diwujudkan dalam hubungan dengan diri sendiri, orang lain, dan alam.
Menurut Holt, dkk (dalam Adami, 2006:31), sedikitnya ada dua bentuk dimensi dari
spiritualitas, yaitu:
a. Dimensi keimanan (the beliefs dimension) yang melibatkan keyakinan spiritual
dari aktifitas yang tak kasat mata. Misalnya, merasakan hubungan yang dekat
dengan Tuhan
b. Dimensi perilaku atau amal (the behavioral dimension) yang dicirikan dengan
aktifitas-aktifitas spiritual yang bisa diamati serta melibatkan materi-materi
religius atau menghadiri peribadatan agama
Dyson dalam Young (2007) menjelaskan tiga faktor yang berhubungan dengan
spiritualitas, yaitu:
a. Diri sendiri Jiwa
seseorang dan daya jiwa merupakan hal yang fundamental dalam eksplorasi
atau penyelidikan spiritualitas.
b. Sesama
Hubungan seseorang dengan sesama sama pentingnya dengan diri sendiri.
Kebutuhan untuk menjadi anggota masyarakat dan saling keterhubungan telah
lama diakui sebagai bagian pokok pengalaman manusiawi.
c. Tuhan
Pemahaman tentang tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan secara
tradisional dipahami dalam kerangka hidup keagamaan. Akan tetapi, dewasa ini
telah dikembangkan secara lebih luas dan tidak terbatas. Tuhan dipahami
sebagai daya yang menyatukan, prinsip hidup atau hakikat hidup. Kodrat Tuhan
mungkin mengambil berbagai macam bentuk dan mempunyai makna yang
berbeda bagi satu orang dengan oranglain.
Ayat di atas menjelaskan bahwa tidak ada yang kekal di dunia ini kecuali sang
Pemilik Kekuatan Tak Terbatas yakni Allah SWT. Manusia diajarkan untuk terus
berkesadaran bahwa ada kehidupan lain setelah kematian. Dan, sebagai manusia
seharusnya terus meningkatkan spiritualitas selama hidup agar memenuhi ketiga
aspek spiritualitas menurut konsep Piedmont.
Pada bagian awal abad kedua puluh, IQ pernah menjadi isu besar. Kecerdasan
intelektual atau rasional adalah kecerdasan yang digunakan untk memecahkan
masalah logika maupun strategis. Para psikolog menyusun berbagai tes untuk
mengukurnya, dan tes-tes ini menjadi alat memilah manusia ke dalam berbagai
tingkatan kecerdasan, yang kemudian dikenal dengan istilah IQ, yang katanya dapat
menunjukkan kemampuan mereka. Menurut teori ini, semakin tinggi IQ semakin
tinggi pula kecerdasannya.
Pada pertengahan 1990-an, daniel goleman mempopuleran penelitian banyak
neurolog dan psikolog yang menunjukkan bahwa kecerdasan emosional, sama
pentingnya dengan IQ. EQ memberikan kita kesadaran mengenai perasaan milik
sendiri dan juga perasaan milik orang lain. EQ memberi kita rasa empati, cinta,
motivasi, dan kemampuan untuk menanggapi kesedihan atau kegembiraan secara
tepat. Sebagaimana dinyatakan goleman, EQ merupakan persyaratan dasar untuk
menggunakan IQ secara efektif. Jika bagian-bagian otak untuk merasa telah rusak,
kita tidak dapat berpikir efektif.
Saat ini, pada akhir abad kedua puluh, serangkaian data ilmiah terbaru, yang
sejauh ini belum dibahas, menunjukkan adanya ‘Q” jenis ketiga. Gambaran utuh
kecerdasan manusia dapat dilengkapi dengan perbincangan mengenai kecerdasan
spiritual—disingkatt SQ. SQ disini adalah kecerdasan untuk menghadapi dan
memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan
perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan
untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna
dibandigkan orang lain. SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan
IQ dan EQ secara efektif. Bahkan, SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.
Kamus webster mendefinisikan ruh (spiritual) sebagai “prinsip yang
menghidupkan atau vital, hal yang memberi kehidupan pada organisme fisik dan
bukan pada unsur materinya, napas kehidupan pada organisme fisik dan bukan
pada unsur materinya. Pada dasarnya, manusia adalah mahluk spiritual karena
selalu terdorong oleh kebutuhan untuk mengajukan pertanyaan mendasar atau
pokok. Mengapa saya dilahirkan? Apakah makna hidup buat saya? Buat apa saya
melanjutkan hidup saat saya lelah, depresi, atau merasa terkalahkan? Apakah yang
dapat membuat semua ini berharga ? kita diarahkan, bahkan ditentukan, oleh
kerinduan yang sangat manusiawi untuk menemukan makna dan nilai dari apa yang
kita perbuat dan alami. Kita merasakan suatu kerinduan untuk melihat hidup kita
dalam konteks yang lebih lapang dan bermakna, baik dalam keluarga, masyarakat,
dan alam semesta itu sendiri. Kita merasakan kerinduan akan sesuatu yang bisa kita
capai, sesuatu yang membuat kita melampaui diri kita dan keadaan saat ini, sesuatu
yang membuat kita dan perilaku kita bermakna.
SQ memungkinkan manusia menjadi kreatif , mengubah aturan dan situasi. SQ
memungkinkan kita bermain dengan batasan, memainkan permainan tak terbatas.
SQ memberi kita kemampuan untuk membedakan. SQ memberikan kita rasa moral,
kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku dibarengi dengan pemahaman dan
cinta serta kemampuan serta kemampuan setara untuk melihat kapan cinta dan
pemahaman sampai pada batasannya. Kita menggunakan SQ untuk bergulat
dengan hal baik dan jahat, serta untuk membayangkan kemungkinan yang belum
terwujud—untuk bermimpi, bercita-cita, dan mengangkat diri kita dari kerendahan.
Perbedaan SQ dan EQ terletak pada daya ubahnya, sebagaimana dijelaskan
oleh Goleman, kecerdasan emosional memungkinkan saya untuk memutuskan
dalam situasi apa saya berada lalu bersikap secara tepat di dalamnya. Ini berarti
bekerja di dalam batasan situasi dan membiarkan situasi tersebut mengarahkan
saya. Akan tetapi , kecerdasan spiritual memungkinkan saya bertanya apakah saya
memang ingin berada pada situasi tersebut. Apakah saya lebih suka mengubah
situasi tersebut, memperbaikinya? Ini berarti bekerja dengan batasan situasi saya,
yang memungkinkan saya untuk mengarahkan situasi tersebut.
SQ mengintegrasikan semua kecerdasan kita, menjadikan kita mahluk yang
benar-benar utuh secara intelektual, emosional dan spiritual.
Tanda-tanda dari SQ
1. Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif)
2. Tingkat kesadaran diri yang tinggi
3. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan
4. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit
5. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai
6. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu
7. Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal (berpandangan
holistik)
8. Kecenderungan nyata untuk bertanya “mengapa?” atau bagaimana jika?
Untuk mencari jawaban-jawaban mendasar
9. Menjadi apa yang disebut oleh para psikolog sebagai bidang mandiri
Langkah selanjutnya untuk menjadi seorang yang paripurna atau sempurna melalui ESQ
menurut Ari Ginanjar adalah dengan melakukan 6 asas pembangunan mental. 6 asas ini
merupakan pemaknaan dari 6 rukun iman yang merupakan bagian dari ajaran Islam. 6 asas
pembangunan mental tersebut antara lain:
c. 5 Prinsip Ketangguhan
Setelah melakukan 6 asas pembentukan mental, langkah selanjutnya untuk menjadi manusia
yang paripurna menurut ESQ Ari Ginanjar yakni dengan melakukan 5 prinsip ketangguhan. 5
Prinsip Ketangguhan ini merupakan penjabaran makna dari 5 rukun Iman yang ada dalam
ajaran Islam. Ari Ginanjar membagi 5 prinsip ketangguhan ini menjadi dua bagian yakni 3
prinsip ketangguhan pribadi dan 2 prinsip ketangguhan sosial.
berbeda dan merefleksikan bagaimana ketiga hal tersebut dapat diterapkan di kehidupan
manusia sehingga manusia menjadi manusia yang memiliki kecerdasan, tidak hanya IQ
(kecerdasan intelektual) akan tetapi memiliki kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual
(SQ) sehingga menjadi manusia yang sempurna yang dapat mengambil keputusan dalam
hidupnya sesuai dengan kehendak Tuhan, kehendak manusia, dan kehendak alam.