Anda di halaman 1dari 24

ARGUMEN SIMBOL, INTERAKSI SIMBOLIK HERBERT BLUMER DAN

DRAMATURGI ERVING GOFFMAN

MAKALAH:
Diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah

“Filsafat Sosial”

Disusun Oleh:
Valdiansyah Dewandri Agustiawan (E91217055)
Rahmat Ali Tirmidzi (E91218093)
Rizal ()

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebuah interaksi sosial yang sering dijumpai dalam masyarakat dapat dilihat
dengan menggunakan dua sudut pandang, yaitu fungsionalis dan simbolik.
Interaksionisme simbolik sendiri merupakan studi tentang proses orang- orang
menafsir dan memaknai obyek- obyek, kejadian, serta situasi yang membentuk
kehidupan sosial mereka (Karp dan Yoels dalam Amin Nurdin, 2006: 54).
Paradigma humanistik merupakan sudut pandang utama dalam
interaksionisme simbolik. Maksudnya ialah cara pandang interaksionisme simbolik
akan melihat sebuah fenomena sosial dari sisi individu memaknai fenomena sosial
tersebut. Hal ini dilakukan sebab tindakan humanis manusia merupakan bagian mikro
dari interaksi sosial yang tidak boleh diabaikan.
Adalah perspektif psikologi sosial yang menjadi dasar bagi interaksionisme
simbolik ini. George Herbert Mead adalah pencetus pertamanya, lalu mulai
dikembangkan oleh muridnya sendiri, Herbert Blumer. Perspektif ini memusatkan
perhatian pada hubungan- hubungan antar- pribadi.
Karya- karya ErvingGoffman (1922- 1982) merupakan kelanjutan dari
pemikiran Herbert Mead yang memfokuskan pandangannya tentang The Self.
Misalnya, The PresentationofSelf in Everyday Life (1955) merupakan pandangan
Goffman yang menjelaskan mengenai proses dan makna dari interaksi. Dengan
mengambil konsep mengenai kesadaran diri Mead, Goffman kembali memunculkan
teori peran sebagai teori dasar Dramaturgi. Goffman mengandaikan kehidupan
individu bak sebuah panggung sandiwara, yang lengkap dengan setting panggung dan
akting yang harus dilakukan oleh individu sebagai aktor kehidupan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah hakikat dari Interaksionisme Simbolik dan Dramaturgi?
2. Bagaimana implementasi Interaksionisme Simbolik dan Dramaturgi dalam
kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dan hakikat dari
Interaksionisme Simbolik dan Dramaturgi
2. Agar Mahasiswa dapat menerapkan pembelajaran Interaksionisme Simbolik
dan Dramaturgi dalam kehidupan sehari-hari
3. Agar Mahasiswa dapat menganalisis kejadian sehari-hari dalam konteks
Interaksionisme Simbolik dan Dramaturgi
BAB II
PEMBAHASAN

INTERAKSIONISME SIMBOLIK

A. Definisi Interaksionisme Simbolik


Interaksionisme simbolik sejatinya terdiri atas dua penggal kata, yaitu
interaksi dan simbolik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, interaksi didefinisikan sebagai hal,
saling melakukan aksi, berhubungan, mempengaruhi, antarhubungan1. Sedangkan
definisi dari simbol adalah sebagai lambang, menjadi lambang, mengenai lambang
(2001: 1066).
Francis Abraham dalam Modern SociologicalTheory (1982) menyatakan
bahwa interaksionisme simbolik pada hakikatnya merupakan sebuah perspektif yang
bersifat sosial- psikologis, yang terutama relevan untuk penyelidikan sosiologis.
Esensi dari interaksi simbolik itu sendiri merupakan suatu aktivitas komunikasi yang
menjadi ciri khas manusia dengan simbol yang memiliki makna tertentu. (Mulyana,
2003: 59)2.
Secara sederhana, interaksionisme simbolik dapat dimaknai sebagai suatu
hubungan timbal balik antarpersonal dengan menggunakan simbol- simbol tertentu
yang sudah dimafhumi artinya.

B. Latar Belakang Interaksionisme Simbolik


Beberapa tokoh seperti George Simmel, William James, Cooley, dan John
Dewey telah menyajikan serangkaian konsep yang bertalian dengan interaksionisme
simbolik. Namun, mereka tidak berhasil membuat suatu sintesa atau sistematisasi
mengenai perspektif tersebut.
Sejarah sistematisasi teori interaksionisme simbolik tak dapat dilepaskan dari
pemikiran George Herbert Mead (1863- 1931). Semasa hidupnya, Mead memainkan
peranan penting dalam membangun perspektif dari Mazhab Chicago, sebuah mazhab
yang memfokuskan dalam memahami suatu interaksi perilaku sosial.
1
http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/, diakses 06 Desember 2020, 19.00
2
http://bangkitjakarta.wordpress.com/2012/12/06/interaksi-simbolik/, diakses 06 Desember 2020, 19:30
Mead tertarik pada interaksi, dimana isyarat non- verbal dan makna dari suatu
pesan verbal akan mempengaruhi pikiran orang yang sedang berinteraksi. Dalam
terminologi yang dipikirkan Mead, setiap isyarat non- verbal (seperti bodylanguage,
gerak fisik, pakaian, status, dsb.) dan pesan verbal memiliki makna yang disepakati
secara bersama- sama oleh semua pihak yang terlibat interaksi.
Mead tertarik mengkaji interaksi sosial, dimana individu- individu berpotensi
mengeluarkan simbol. Perilaku seseorang dipengaruho oleh simbol yang diberikan
oleh orang lain. Melalui pemberian isyarat berupa simbol maka kita dapat
mengutarakan perasaan,pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca
simbol yang ditampilkan oleh orang lain.
Generasi setelah Mead merupakan awal perkembangan interaksi simbolik,
yang mana ketika itu dasar pemikiran Mead terpecah menjadi dua mazhab yang
berbeda dalam hal metodologi. Kedua mazhab itu ialah Mazhab Chicago(1969) yang
dipelopori oleh Herbert Blumer dan Mazhab Iowa yang dipelopori oleh ManfredKuhn
bersama dengan Kimball Young.

C. Konstruksi Teori Interaksionisme Simbolik


Layaknya sebuah bangunan yang terdiri atas sejumlah komponen,
interaksionisme simbolik pun memiliki tiga elemen :
1. Sifat – Sifat
Teori interaksionisme simbolik dikonstruksikan atas sejumlah ide- ide dasar
yang mengacu kepada beberapa masalah kelompok manusia. Berikut
uraiannya secara singkat.
a. Sifat Masyarakat
Secara mendasar, masyarakat atau kelompok manusia berada dalam
tindakan dan harus dilihat dari segi tindakan pula. Prinsip utama dari
interaksi simbolik adalah apapun yang berorientasi secara empiris
masyarakat, dan darimana pun sumbernya, haruslah mengingat
kenyataan bahwa masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang
tengah bersama- sama dalam sebuah aksi sosial.

b. Sifat Interaksi Sosial


Masyarakat merupakan bentukan dari interasksi antar individu. Teori
interaksionisme ini melihat pentingnya interaksi sosial sebagai
sebuah sarana ataupun sebagai sebuah musabbab ekspresi atau
tingkah laku manusia.

c. Ciri – Ciri Objek


Posisi teori interaksionisme simbolik adalah bahwa dunia- dunia
yang ada untuk manusia dan kelompok mereka merupakan kumpulan
dari obyek sebagai hasil dari interaksi simbolis. Obyek adalah
sesuatu hal3(yang dapat diindikasikan atau ditunjukkan). Obyek yang
sama mempunyai arti yang berbeda untuk tiap individu. Dari proses
indikasi timbal balik, obyek- obyek umum bermunculan. Obyek-
obyek umum inilah yang akan dipandang secara universal. Blumer
menyebutkan bahwa sesuatu obyek memiliki tiga macam bentuk
yaitu benda fisik (things), benda sosial (socialthings), dan ide
(abstractthings).

d. Manusia Sebagai Mahluk Bertindak


Teori interaksionisme simbolis memandang manusia sebagai
makhluk sosial dalam pengertian yang mendalam. Maksudnya ialah
manusia merupakan makhluk yang ikut serta dalam interaksi sosial
dengan dirinya sendiri dengan membuat sejumlah indikasi sendiri,
serta memberikan respon pada indikasi. Manusia bukanlah makhluk
yang sekedar berinteraksi lalu merespon, tetapi juga makhluk yang
melakukan serangkaian aksi yang didasarkan pada perhitungan yang
matang.

e. Sifat Aksi Manusia


Manusia individual adalah manusia yang mengartikan dirinya dalam
dunia ini agar bertindak. Tindakan atau aksi bagi manusia terdiri atas
penghitungan berbagai hal yang ia perhatikan dan kenampakan
sejumlah tindakan berdasarkan pada bagaimana ia
menginterpretasikannya. Dalam berbagai hal tersebut, seseorang
harus masuk ke dalam proses pengenalan dari pelakunya agar
3
http://kbbi.web.id/obyek, diakses 06 Desember 2020, 22:17
mengerti tindakan atau aksinya. Pandangan ini juga berlaku untuk
aksi kolektif dimana sejumlah individu ikut diperhitungkan.
f. Pertalian Aksi
Aksi bersama dari situasi baru muncul dalam sebuah masyarakat
yang bermasalah. Proses sosial dalam kehidupan kelompok lah yang
menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok. Aksi bersama
mengacu kepada aksi- aksi yang merubah sangat banyak kehidupan
kelompok manusia, dan tidak hanya menyajikan pertalian horizontal
tetapi juga tali vertikal dengan aksi sebelumnya.

g. Orientasi Metodologis
Menurut Blumer teori interaksionisme simbolik telah diamati dengan
menggunakan dua pendekatan utama yaitu eksplorasi dan inspeksi.4
Berangkat dari kedua pemikiran diatas, muncul beberapa implikasi
metodologis para ahli interaksi simbolik terhadap kehidupan
kelompok dan aksi sosial yang dapat kita amati pada empat hal, yaitu
individu, kolektivitas manusia, tindakan- tindakan sosial, serta
tindakan yang memiliki pertalian kompleks.

h. Prinsip Metodologis
Interaksionisme simbolik meliputi serangkaian prinsip metodologis
yang memiliki perbedaan khas antara aliran Chicago dan aliran Iowa.
Blumer berargumen bahwa metodologi yang khas untuk meneliti
perilaku manusia merupakan metode yang biasa digeneralisasi.
Sebaliknya, ManfordKuhn menekankan kesatuan metode ilmiah,
semua medan ilmiah, termasuk sosiologi harus bertujuan pada
generalisasi dan kesatuan hukum. Mereka tak bisa sepakat mengenai
bagaimana suatu hal harus diteliti. Blumer cenderung menggunakan
interspeksi simpatik yang bertujuan untuk dapat masuk ke dalam
dunia cakrawala pelaku dan memandangnya sebagaimana sudut
pandang si pelaku. Para sosiolog, menurutnya, harus menggunakan
intuisinya untuk bisa mengambil sudut pandang para pelaku yang

4
Merupakan kegiatan pengujian yang lebih intensif dan berfokus pada obyek yang diamati (source:
http://dedymasry.blogspot.com/2013/10/perspektif-komunikasi-antar-manusia.html, diakses 06Desember
2020, 23:00)
sedang mereka teliti, bahkan bila diperlukan, juga menggunakan
kategori yang sesuai dengan apa yang ada di benak pelaku.
Sedangkan Kuhn lebih tertarik dengan fenomena empiris yang sama,
namun dia mendorong para sosiolog untuk mengabaikan teknik-
teknik tak ilmiah. Dan menggantinya dengan indikator- indokator
yang tampak, seperti tingkah laku, untuk mengetahui apa yang
sedang berlangsung dalam benak pelaku.

D. InteraksionismeSimbolik Menurut Herbert Blummer


Individu dalam interaksionisme simbolik Blumer dapat dilihat dalam 3 premis
yang diajukan:
1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna yang ada pada sesuatu
itu pada mereka.
2. Makna tersebut berasal dari interaksi dengan orang lain.
3. Makna-makna tersebut disempurnakan pada saat proses interaksi berlangsung.

Interaksionisme simbolik, kata Blumer dalam interaksi aktor tidak semata-


mata bereaksi terhadap tindakan dari ornag lain tetapi mencoba menafsirka dan
mendefinikan setiap tindakan orang lain. Dalam melakukan interaksi secara langsung
maupun tidak langsung indivudu dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol
penafsiran yaitu bahasa. Konsep Blumer dikenal dengan self-indication yaitu proses
komunikasi yang sedang berjalan dimana individu mengetahui sesuatu, menilainya,
memberinya makna dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna itu.

Inti pemikiran Blumer mengenai interaksionisme simbolik dapat disadur dari


kajian Poloma 1984 sebagai berikut:

1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi.


2. Interaksi terdiri dari kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan manusia
lain. Interaksi non simbolis mencakup stimulus respon yang sederhana.
Interaksionisme simbolis mencakuppenafsiran tindakan.
3. Objek-objek yang tidak mempunyai makna yang intrinsik, makna lebih
merupakan produk interaksi simbolik. Objek dapat dikategorikan ke 3 kategori
luas yaitu : objek fisikseperti meja dan kursi, objek sosial seperti guru, dan
objek abstrak seperti nilai.
4. Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, mereka dapat mengenal dan
melihat dirinya sebagai obje
5. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggotakelompok.
DRAMATURGI

A. Latar Belakang Dramaturgi


Dramaturgi adalah sandiwara kehidupan yang disajikan oleh manusia. Kita
lihat kembali contoh diatas, bagaiman seorang pilot memilih perannya. Begitu juga
dengan semua warga negara Indonesia yang bias memilih tiap pean yang mereka
inginkan. Goffman menyebutnya sebagai bagian depan (front) dan bagian belakang
(back). Front mencakup peranan, personal front (penampilan diri), dan
expressiveequipment (peralatan yang mengekspresikan diri). Sedangkan bagian
belakang adalah theself, yaitu semua kegiatan yang tersembunyi untuk melengkapi
keberhasilan acting atau penampilan diri yang ada pada front. Berbicara mengenai
dramaturgi ErvingGoffman tidak boleh lepas dari konsep George Herbert Mead
dengan konsepnya yaitu theself, yang sangat mempengaruhi teori ErvingGoffman.

B. Biografi ErvingGoffman
ErvingGoffman lahir di Mannville, Alberta, Canada, 11 Juni 1922. Goffman
merih gelar professor pada jurusaan psikologi di Universitas California, Berkeley
pada tahun 1980-an. Ia mencapai puncak kejayaan sebagai teoritikus sosiologi yang
cukup dipandang. Tidak hanya itu, ia juga terpilih sebagai presiden American
SociologocalAssosiation (Asosiasi sosiologi Amerika), hanya saja Goffman tidak bias
mengemban amanat tersebut akibat penyakit yang dideritanya saat itu semakin
memburuk.
Menurut Dominique Picard (1993), pada tahun 1953 Goffman yang merupakan
keturunan yahudi asal rusia mempertahankan tesisnya yang berjudul “ Cara
berkomunikasi di tengah-tengah komunitas penghuni pulau” di Chicago yang
merupakan hasil observasi partisipan selama satu tahun di kepulauan Shetland. Dlam
penelitiannya , ia membahas bentuk-bentuk sosialibilitasdiantara penduduk d itempat
itu. Setelah meninggal pada tanggal 9 november 1982, Pemikiran Goffman seakan
tidak berhenti berkembang.5

5
Anthony Giddensdkk, Sosiologi Sejarah dan Berbagi Pemikirannya, (Yogyakarta: Kreasi Wacana , 2004), hlm.
123.
C. Teori Dramaturgi Ervin Goffman
Teori Dramaturgi kental dengan pengaruh drama teater atau pertunjukan fiksi
diatas panggung dimana seorang aktor menggabungkan karakteristik personal dan
tujuan melalui sebuah pertunjukan dari drama itu sendiri. Dalam pertunjukannya
seorang tokoh memainkan karakter manusia yang lain sehingga penonton dapat
memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur
cerita dari drama yang disajikan.
Goffman memperkenalkan dramaturgi pertama kali dalam kajian social
psikologis dan sosiologi melalui bukunya, The PresentationofSelf In Everyday Life.
Buku tersebut menerangkan bahwa segala macam perilaku interaksi yang dilakukan
manusia dalam sebuah pertunjukan kehidupan sehari-hari seolah-olah adalah
menampilkan diri mereka sendiri, hal tersebut sama dengan cara seorang aktor
menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama
ini berarti mengacu kepada kesamaan dalam segala hal baik itu sifat, perilaku,
penampilan, dll, yang berarti dalam hal ini membuktikan bahwa ada pertunjukan yang
ditampilkan. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang baik
untuk mencapai tujuan.
Tujuan dari presentasi ErvingGoffman ini adalah penerimaan penonton dalam
mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya, dan bukan
untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut.
ErvingGoffman dalam bukunya yang berjudul The PresentationalofSelf in
Everyday Life  memperkenalkan konsep dramaturgi yang bersifat penampilan. teateris.
Sebenarnya sebelum menguraikan teori dramaturgi, perlu kita uraikan terlebih dahulu
sekilas tentang inti dari teori interaksi simbolik, karena teori interaksi simbolik
banyak mengilhami teori dramaturgi ErvingGoffman. Peletak dasar teori interaksi
simbolik adalah George Herbert Mead pada tahun 1920-1930 yang kemudian
dikembangkan lebih lanjut oleh Herbert Blumer tahun 19376. Esensi interaksi
simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yaitu komunikasi
atau pertukaran simbol yang diberi makna, karena pada dasarnya interaksi manusia itu
menggunakan simbol-simbol, cara mereka menggunakan simbol tersebut
merepresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan
sesamanya.7

6
BasrowiSudikin, Metode penelitian kualitatif perspektif mikro, (Surabaya: Insan Cendekia, 2002), hlm. 103.
Dramaturgi yang dicetuskan ErvingGoffman merupakan hasil pendalamannya
terhadap konsep interaksi sosial. Konsep ini lahir sebagai aplikasi atas ide-ide
individualis yang baru dari peristiwa-peristiwa evolusi sosial ke dalam masyarakat
kontemporer. Kalangan interaksi simbolik berpendapat sebagai berikut:
 Manusia berbedaa dengan binatang, karena manusia ditopang oleh
kemampuan berfikir.
 Kemampuan berfikir dibentuk melalui interaksi sosial.
 Dalam interaksi soial, orang mempelajari makna dan symbol yang
memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berfikir mereka.
 Makna symbolmemungkinan orang melakukan tindakan dan interaksi khas
manusia.
 Orang mampu memeodifikasi dan merubah makna dan symbol yang mereka
gunakan dalaam tindakan dan interaksi berdasarkan tafsir mereka berdasarkan
situasi tersebut.
Teori dramaturgi, sebagai pendalaman dari konsep interaksi sosial yang
merupakan dampak atas fenomena sosial yang terjadi di awal abad- 20 di
Amerika8.Dramaturgi adalah sandiwara kehidupan yang disajikan oleh manusia. Kita
lihat, bagaimana seorang polisi memilih perannya, juga seorang warga negara biasa
memilih sendiri peran yang dinginkannya. Saat itu, para intelektual Amerika bereaksi
atas meningkatnya konflik sosial dan konflik rasial akibat dari dampak represif
birokrasi dan industrialisasi. Dlam kebanyakan teori sosiologi sebelumya, perhatian
utama ditekankan pada struktur sosial kemasyarakatan. Tapi disiniErvigGoffman
menekankan sosiologi pada individu sebagai suatu analisis.  Goffman menyebutnya
sebagai bagian depan (front)  dan bagian belakang (back). Front  mencakup,
setting, personal front (penampilan diri), expressiveequipment (peralatan untuk
mengekspresikan diri). Sedangkan bagian belakang adalah theself, yaitu semua
kegiatan yang tersembunyi untuk melengkapi keberhasilan acting atau penampilan
diri yang ada pada front.9
Salah satu kontribusi interaksionisme simbolik adalah penjabaran berbagai
macam pengaruh yang ditimbulkan penafsiran orang lain terhadap identitas atau citra
diri individu yang merupakan objek interpretasi. Jadi seperti halnya pemikiran kaum
7
“teori diri” sebuah tafsir makna simbolik pendekatan teori dramaturgi ErvingGoffman, dalam jurnal komunika, vol 4 no 2
Juli-Desember 2010, hlm. 272.
8
George Ritzer, ClassicalSociologicalTheory, ( McGraw Hill Companies , 1996), hlm. 375.
9
ErvingGoffman, The PrensentationofSelf in Everyday Life, (  New York: Doubleday, 1959), hlm. 22.
interaksionis pada umumnya. Inti pemikiran Goffmanadalah“diri” (self), yang
dijelaskan bahwa sebenarnya diri kita dihadapkan pada tuntutan agar tidak ragu-ragu
dalam melakukan apa yang diharapkan diri kita untuk memelihara citra diri yang
stabil, orang selalu melakukan pertunjukan (performance) dihadapan khalayak 10.
Sebagai hasil dari minatnya pada “pertunjukan” itu, Goffman memusatkan perhatian
pada dramaturgi atau pandangan atas kehidupan sosial sebagai serangkaian
pertunjukan drama yang miripdengan pertunjukan drama di panggung.
Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan
merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang
mandiri.   Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan
orang lain. Disinilahdramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut.
Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater.
Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan
tujuan kepada orang lain melalui pertunjukan dramanya sendiri. Fokus pendekatan
dramaturgi adalah bukan pada apa yang orang lakukan, bukan pada apa yang ingin
mereka lakukan atau pada mengapa mereka melakukan, akan tetapi pada bagaimana
mereka melakukannya.
Berdasarkan pandangan Kenneth Burke bahwa pemahaman yang layak atas
perilaku manusia harus bersandar pada tindakan, dramaturgi menekankan dimensi
ekspresif/impresif aktivitas manusia. Burke melihat bahwa tindakan sebagai konsep
dramatisme, karena Burke memberikan arti yang berbeda terhadap aksi dan gerakan.
Aksi adalah tingkah laku yang memiliki maksud, yang dimana dalam tingkah lakunya
mengandung makna tapi tidak bertujuan. Masih menurut Burke, bahwa seseorang
mampu melambangkan simbol-simbol. Seseorang dapat berbicara tentang ucapan-
ucapan atau menulis tentang kata-kata, maka bahasa berfungsi sebagai kendaraan
untuk aksi. Oleh karena itu adanya kebutuhan sosial masyarakat untuk bekerja sama
dalam aksi-aksi mereka, maka bahasa juga membentuk prilaku.
Dramaturgi menekankan dimensi ekspresif/ impresif aktivitas manusia, yaitu
bahwa makna kegiatan manusia terdapat dalam cara mereka mengekspresikan diri
dalam interaksi dengan orang lain yang juga ekspresif. Oleh karena perilaku manusia
bersifat ekspresif inilah maka perilaku manusia bersifat dramatik. Pendekatan
dramaturgi berintikan bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin

10
Deddy Mulyana, Metode penelitian kualitatif paradigma baru ilmu komunikasi dan ilmu sosial lainnya, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001), hlm. 106.
mengelola pesan yang ia harapkan tumbuh dan dimengerti orang lain. Untuk itu setiap
manusia melakukan pertunjukan bagi orang lain. Dramaturgi memahami bahwa dalam
interaksi antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat
mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bukti nyata
bahwa terjadi permainan peran dalam kehidupan manusia dapat dilihat pada
masyarakat kita sendiri.
Kaum dramaturgi memandang manusia sebagai aktor-aktor di atas panggung
yang sedang memainkan peran-peran mereka. Kaum dramaturgi memandang manusia
sebagai aktor-aktor diatas panggung yang sedang memainkan peran-peran mereka.
Disini aksi aksi dipandang sebagai performa, yang dimana penggunaan
symbolnya menghadirkan suatu naskah bagi para penerjemah. Dalam prosesnya
sebuah performa, arti, dan aksi dihasilkan dalam sebuah konteks sosiokultural.
Pengembangan diri dari konsep Goffman tidak lepas dari pengaruh Cooley tentang
Looking Glass Self.11 Gagasan dari Cooley ini terdiri atas tiga komponen, yaitu:
1. Kita mengembangkan bagaimana diri kita tampil bagi orang lain.
2. Kita membayangkan bagaimana penilaian mereka atas penampilan
kita.
3. Kita mengembangkan sejenis apa yang kita rasakan tentang rasa
malu atau rasa bangga sebagai dampak dari penilaian seseorang
terhadap kita. Lewat imajinasi kita mempersikan ke dalam pikiran
orang lain tentang prilaku kita, penampilan kita, tujuan, perbuatan,
dan karakter teman-teman kita, serta dengan berbagai cara kita
terpengaruh olehnya.

Konsep yang digunakan Goffman berasal dari gagasan Burke, dengan


demikian pendekatan dramaturgis merupakan salah satu varian interaksionisme
simbolik yang sering menggunakan konsep”peran sosial” dalam menganalisis
interaksi sosial yang ada pada khazanah teater. Peran adalah penilaian yang
didefinisikan oleh secara sosial yang dimainkan seseorang dalam suatu situasi untuk
memberikan citra tertentu pada khalayak yang hadir. Bagaimana sang actor peran
sang actor bergantung pada  peran sosialnya dalam situasi tertentu. Konsep
dramaturgissbuan konsep diri yang dibawa actor dari satu situasi ke situasi lain, atau
dari jumlah keseluruhan pengalaman individu. Melainkan dari situasi tertentu yang

11
Nicohlas. Morine, SymbolicIntratinisme, SocialogicalTheory, (Chicago: Charles Cooley, 2009). hlm. 39.
secara sosial berkembang dan mengatur interaksi-interaksi spesifik. Menurut Goffman
diri adalah suatu hasil kerjasama  (collaborativemanufactur ) yang harus diproduksi
baru dalam interaksi sosial.
Goffman mengasumsikan bahwa ketika orang-orang berinteraksi, mereka ingi
menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain. Ia menganggap itu
sebagai bentuk pengolahan pesan ( impressionmanagement ), yaitu teknk-teknik yang
digunakan actorunutk memupuk kesan atau pencitraan demi tujuan tertentu.
Manusia menciptakan sebuah mekanisme tersendiri, dimana dengan
permainan peran tersebut ia bisa tampil sebagai sosok-sosok tertentu. Hal ini sama
seperti yang terlihat pada kasus kekuasaan politik, dimana penguasa-penguasa yang
melakukan penyimpangan ini, mereka menjalankan perannya di lingkungan mereka.
Mereka berusaha mengontrol diri seperti penampilan, keadaaan fisik, perilaku aktual
dan gerak saat berkuasa, agar kekuasaan yang dia miliki seolaholah terbungkus bagus
dimata lingkungan mereka. Karena mereka tahu bahwa jikamenjadi seorang penguasa
politik namun berperilaku buruk serta dikendalikan adalah aib bagi dirinya.
Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan
setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas
manusia bisa saja berubah-ubah tergantung interaksi dengan orang lain. Aktor
membawakan naskah dalam bahasa/ simbol-simbol dan perilaku Untuk menghasilkan
arti-arti dan tindakan tindakan sosial dalam konteks sosio-kultural Pemirsa yang
menginterpretasikan naskah tersebut dengan pengetahuan mereka tentang aturan
aturan budaya atau symbol-simbol signifikan Disinilahdramaturgis masuk, bagaimana
kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama
dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk
menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui
pertunjukan drama itu sendiri.

D. Diri / Self Menurut Goffman


Dalam bukunya The presentationofself in everydaylife, Buku ini dianggap
karya terpenting tentang diri yang  pada dasarnya bersifat sosial. Pengembangan diri
sebagai  konsep, oleh Goffman tidak terlepas dari pengaruh gagasan Cooley
tentang “thelookingglassself”. Gagasan diri ala Cooley ini terdiri dari tiga
komponen. Pertama, kita mengembangkan bagaimana kita tampil bagi orang lain.
Kedua, kita membayangkan bagaimana penilaian mereka atas penampilan kita. Dan
yang ketiga, kita mengembangkan sejenis perasaan- diri, seperti kebanggaan atau
malu, sebagai akibat membayangkan penilaian orang lain tersebut.
  Goffman menerangkan bahwa fokus dramaturgi bukan konsep diri yang
dibawa oleh actor dari situasi ke situasi lainnya atau keseluruhan jumlah pengalaman
individu, melainkan diri yang tersituasikan secara sosial yang berkembang dan
mengatur interaksi-interaksi spesifik. Menurut Goffman, diri adalah suatu hasil
kerjasama yang harus diproduksi sehingga menjadi baru dalam setiap peristiwa
interaksi sosial.12Diri yang dimaksud disini adalah “suatu hasil kerjasama”
(collaborativemanufacture) yang harus diproduksi baru dalam setiap peristiwa
interaksi sosial. Presentasi diri seperti yang ditunjukkan Goffman ini bertujuan untuk
memproduksi definisi situasi dan identitas sosial bagi para aktor, dan definisi situasi
tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak dan tidak layak bagi para aktor
dalam situasi yang ada. Goffman mengasumsikan bahwa ketika orang berinteraksi,
mereka ingin menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain. Ia
menyebut upaya itu sebagai “pengelolaan pesan” yaitu teknik-teknik yang digunakan
para aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi tertentu untuk
mencapai tujuan tertentu.
Contoh yang sederhana untuk menggambarkan interaksi sosial adalah
permainan catur. Ketika seseorang menggerakkan sebuah biji catur, seringkali ia
sudah memiliki rencana untuk menggerakkan biji catur  berikutnya. Namun, ketika
pihak lawan merespon dengan menggerakkan biji tertentu, maka ia akan berupaya
untuk menginterpretasikan langkah lawannya,mencoba untuk memahami makna dan
maksud dari langkah pihak lawan dankemudian berupaya untuk bisa menentukan
langkah terbaik yang harus diambil,meski langkah tersebut berbeda dengan rencana
sebelumnya. Dari contoh sederhana ini nampak jelas bahwa dalam interaksi sosial kita
belajar tentangorang lain dan berharap sesuatu dari orang tersebut melalui
pengambilan peranatau memahami situasi melalui perspektif orang lain untuk
selanjutanya memahami diri, apa yang kita lakukan, dan harapkan.

Oleh karena itu, interpretasi menjadi faktor dominan dalam menentukan


tindakan manusia. Tidak sepertikebanyakanteoritisi psikologis yang melihat tindakan
manusia berdasarkan pendekatan rangsangan dan respon, akan tetapi, setelah manusia

12
Deddy Mulyana, Metode penelitian.,  hlm. 110-111.
menerima respon maka ia akan melakukan proses interpretasi terlebih dahulu sebelum
menentukan tindakan apa yang harus diambil.13

13
Herbert Blumer, SymbolicInteractionisme: PerspectiveandMethod, ( New Jersey: PrenticeHall , 1969 ), hlm.  80-91.
E. Panggung Depan (Front Stage) dan Panggung Belakang (BackStage)
Dalam perspektif dramaturgi, kehidupan ini ibarat teater, interaksi sosial yang
mirip dengan pertunjukan diatas panggung, yang menampilkan peran-peran yang
dimainkan para aktor. Untuk memainkan peran tersebut biasa para actor
menggunakan bahasa verbal dan menggunakan perilaku non verbal tertentu serta
menggunakan atribut-atribut tertentu, misalnya kendaraan, pakaian, dan aksesoris
lainnya yang sesuai dengan perannya dalam situasi tertentu. Seorang aktor harus
memusatkan pikiran agar tidak keseleo-lidah, menjaga kendali diri, melakukan gerak
gerik, menjaga nada suara dan mengekspresikan wajah yang sesuai dengan situasi.
Menurut Goffman kehidupan social itu dapat dibagi menjadi wilayah depan
(Front region) dan wilayah belakang (back region). Wilayah depan merujuk pada
peristiwa sosial yang menunjukkan bahwa individu bergaya atau menampilkan peran
formalnya. Mereka sedang memainkan perannya diatas panggung sandiwara di
hadapan khalayak umum. Sebaliknya wilayah belakang merujuk kepada tempat atau
peristiwa yang memungkinkan mempersiapkan perannya di wilayah depan. Wilayah
depan ibarat panggung sandiwara bagian depan yang ditonton khalayak penonton.
Sedangkan wilayah belakang ibarat panggung sandiwara bagian belakang tempat
rias, tempat santai, mempersiapkan diri dan berlatih memainkan perannya di
panggung depan Goffman membagi panggung depan menjadi 2 bagian yaitu Front
pribadi (personal  Front) dan setting. Front pribadi terdiri dari alat-alat yang dianggap
khalayak sebagai perlengkapan yang dibawa aktor ke dalam setting misalnya seorang
kepala desa diharapkan memakai pakaian selayaknya pemimpin berdasi, berkopyah,
memakai jas, dll. Personal Front mencakup bahasa verbal dan Bahasa tubuh sang
aktor. Misalnya berpakaian sopan, mengucapkan istilah-istilah asing, intonasi, postur
tubuh, ekspresi wajah, pakaian, penampakan usia, dll. Sementara setting adalah
situasi fisik yang harus ada ketika aktor melakukan pertunjukan, misalnya seorang
dokter memerlukan ruang operasi, seorang sopir memerlukan kendaraan, seorang
kepala desa memerlukan kantor desa, dll. Goffman berpendapat bahwa pada
umumnya orang-orang berusaha menyajikan diri mereka yang diidealisasikan dalam
sebuah pertunjukan mereka di panggung depan, karena mereka selalu merasa harus
menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukannya. Hal tersebut disebabkan
oleh:

 Aktor mungkin ingin menyembunyikan kesenangan-kesenangan tersembunyi.


 aktor mungkin ingin menyembunyikan kesalahan yang dibuat saat persiapan
pertunjukan, dan melakukan langkah-langkah untuk memperbaiki kesalahan
tersebut.
 aktor mungkin merasa hanya perlu menunjukkan produk akhir dan
menyembunyikan proses produksinya.
 aktor mungkin perlu menyembunyikan “kerja kotor” yang dilakukan untuk
membuat produk akhir dari khalayak.
 Dalam menampilkan pertunjukan tertentu aktor mungkin harus mengabaikan
standart lain (misalnya menyembunyikan hinaan, pelecehan, atau perundingan
yang dibuat sehingga pertunjukan dapat berlangsung).14

Aspek lain dari dramaturgi di panggung depan adalah bahwa aktor sering
berusaha menyampaikan kesan bahwa mereka punya hubungan khusus atau jarak
sosial lebih dekat dengan khalayak daripada jarak sosial yang sebenarnya. Goffman
mengakui bahwa orang tidak selamanya ingin menunukkan peran formalnya dalam
panggung depan karena kadangkala orang juga memainkan perasaan, meskipun ia
merasa enggan akan peran tersebut, atau menunjukkan keengganan untuk memainkan
peran tersebut. Akan tetapi menurut Goffman ketika orang melakukan hal tersebut
mereka tidak bermaksud membebaskan diri dari peran social atau identitas formal
tersebut, akan tetapi karena ada perasaan sosial dan identitas lain yang
menguntungkan mereka.

F. Penggunaan Tim dalam Dramaturgi


Fokus perhatian Goffman sebenarnya bukan hanya individu, tetapi juga
kelompok atau apa yang disebut tim. Selain membawakan peran dan karakter secara
individu, aktor-aktor sosial juga berusaha mengelola kesan orang lain terhadap
kelompoknya, baik itu keluarga, tempat kerja, patai politik, atau organisasi lain yang
mewakili. Semua anggota itu oleh Goffman disebut “tim pertunjukan”
(performanceteam) yang mendramatiasikan suatu aktivitas. Kerjasama tim sering
dilakukan para anggota untuk menciptakan dan menjaga penampilan dalam wilayah
depan. Mereka harus mempersiapkan perlengkapan pertunjukan dengan matang dan
jalannya pertunjukan, memilih pemain inti yang layak, melakukan pertunjukan

14
George Ritzeret, Teori Sosiologi modern (terj), (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm. 298-299
secermat dan seefesien mungkin, dan kalau perlu juga memilih khalayak yang sesuai.
Setiap anggota saling mendukung dan bila perlu memberi arahan lewat isyarat
nonverbal, seperti isyarat dengan tangan atau isyarat mata agar pertujukan berjalan
mulus.
Goffman menekankan bahwa pertunjukan yang dibawakan suatu tim sangat
bergantung pada kesetiaan setiap anggotanya. Setiap anggota tim memegang rahasia
tersembunyi bagi khalayak yang memungkinkan kewibawaan tim tetap terjaga. Dalam
kerangka yang lebih luas, sebenarnya khalayak juga dapat dianggap sebagai bagian
dari tim pertunjukan. Artinya agar pertunjukan sukses, khalayak juga harus
berpartisispasi untuk menjaga agar pertunjukan berjalan dengan lancar.
KESIMPULAN

Interaksionisme Simbolik adalah suatu teori tentang pribadi atau individu, tindakan
sosial, yang dalam bentuknya yang paling distingtif tidak berusaha untuk menjadi suatu teori
makro dalam masyarkat.Penjelasan-penjelasan mengenai tindakan – komponen teoritis –
tetap sederhana, tetapi ini bisa dilihat sebagai suatu pilihanyang sadar dalam rangka
menangkap beberapa kerumitan situasi nyata.Tugas teoritis yang ditunjukannya ialah
pengembangan dari penjelasan teoritis canggih yang berlangsung lebih dalam pada aspek-
aspek tindakan individu, tanpa kehilangan kerumitan dari dunia nyata.
Ilustrasi dan aplikasi teori DramaturgisGoffman tampak menggunakan personal front.
Dalam sebuah ilustrasi di bagian depan wanita berperan sebagai customermarketing.
Goffman menyebutnya sebagai bagian depan (front) dan bagian belakang (back). Front
mencangkup setting, personal front (penampilan diri), expressiveequipment (peralatan untuk
meng ekspresikan diri). Sedangkan bagian belakang adalah theself, yaitu semua kegiatan
yang tersembunyi untuk melengkapi keberhasilan actig atau penampilan diri yang ada pada
front. Aplikasi teori pendekatan dalam pembelajaran antara lain meningkatkan partisipasi
siswa, membangun empati terhadap berbagai pandangan, agar siswa mengerti penggunaan
simbol-simbol dalam politik, dan juga memahamkan bagaimana perilaku para politisi di
dunia nyata. Aplikasi teori dalam dunia bisnis bisa di tandaskan di sini bahwa berartinya
sebuah interaksi dalam komunikasi interpersonal. Sebagai penutup bahwa misi utama kaum
dramaturgis sebagaimana dikatakan Gonbeck adalah memahami dinamika sosial dan
menganjurkan kepada mereka yang berpartisipasi dalam interaksi-interaksi tersebut untuk
membuka topeng para pemainya dalam rangka memperbaiki kinerja mereka dalam segala hal.
DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Wardi. Sosiologi Klasik: dari Comte hingga Parsons. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya. 2006.

Freie, John F, “A dramaticalapproachtoteachingpoliticalscience”,


dalam politicalScince&PoliticsJournal, Vol. 30, No. 4, p.728 (5) Dec 1997).

Griffin, Em. 2004. A FistLokkatCommunikationTheory. New York: McGraw-Hill.


Hare, A Paul, etal. 1988. DramaturgicalAnalysisofSocialInteraction. New York: Praeger Publisher.

Henslin, M James. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi edisi 6. Jakarta: Penerbit


Erlangga. 2007.

Littlejohn, Stephen W. 1996. Theoriesof Human Communication. California: Belmont,


Woodsworth.

Mulyana, Deddy. 2001. Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan
IlmuSosial Lainya. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Musta’in. 2010. Teori Diri “Sebuah Tafsir Makna Simbolik”. Jurnal Komunika Vol.4 No.2
JuniDesember 2010.

Nurdin, Amin. Mengerti Sosiologi. Jakarta: UIN Press. 2006.

Poloma, M Margareth. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2006.

Raho, Bernard SVD.  Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. 2007.

Ritzer, George etal. 2004. Teori Sosiologi Modern (Terj.). Jakarta: Prenada Media.

Somerset, Maggie, et.al, “Dramaturgical Study ofMeetingsBetween General


PractitionersandRepresentativeof Pharmaceutical Companies”, dalam BritishMedicalJournal, Vol.
323 i7327 p1481(4) Dec 22, 2001).
Sukidin, Basrowi. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya: Insan Cendekia.

Wagiyo, Dkk. 2004. Teori Sosial Moder. Jakarta: Pusat Penerbitan  Universitas Terbuka.

http://cahhpurba.blogspot.com/2012/10/teori-metodologi-interaksi-simbolik.html,

http://dedymasry.blogspot.com/2013/10/perspektif-komunikasi-antar-manusia.html

http://didanel.wordpress.com/2011/06/23/tugas-logika-saintific-teoro-interaksionisme-
simbol/

http://kbbi.web.id/obyek

http://bangkitjakarta.wordpress.com/2012/12/06/interaksi-simbolik/

Anda mungkin juga menyukai