Anda di halaman 1dari 8

PAPER

FILSAFAT DAN ILMU, ILMU DAN KEHIDUPAN,


KEHIDUPAN DAN ALAM

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu


Dosen Pengampu: Prof. A.K. Prodjosantoso, M.Sc., Ph.D.

Disusun oleh:

Libertika Pratiwi (20728251027)


Ayu Kurnia Sari (20728251028)
Qurratu Ainillana (20728251029)
Putri Deti Ratih (20728251030)
Mar’atuzzakiya Ahsani (20728251031)
Tsaniyatur Rizqi Nurul L. (20728251032)

PRODI MAGISTER PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2020
A. FILSAFAT DAN ILMU

Berfilsafat tentang ilmu berarti berpikir apakah sebenarnya yang dimaksud dengan ilmu?
Apakah ciri-ciri yang membedakan ilmu dengan pengetahuan lainnya yang bukan ilmu?
Demikian juga dengan berfilsafat berarti berendah hati mengevaluasi segenap pengatahuan
yang kita ketahui dalam kehidupan ini, di manakah ilmu mulai dan di batas manakah dia
berhenti?
1. Asal Filsafat
Tiga hal yang mendorong manusia berfilsafat, yaitu : keheranan, kesangsian, dan
kesadaran akan keterbatasan.
a.      Keheranan
Banyak filsuf menunjuk rasa heran (Yunani : thaumasia) sebagai asal dari filsafat. Seperti
plato yang mengatakan : “Mata kita memberi pengamatan bintang, matahari, dan langit.
Pengamatan ini mendorong untuk menyelidiki. Dan dari penyelidikan ini bersifat filsafat.”
Juga stertulis di kuburan Immanuel .”ceoelum stellatum supra me, lex moralis intra me,”
yang artinya adalah kedua gejala yang paling mengherankan menurut kant adalah bintang
yang ada diatas dan hukum moral dalam hatinya.
b.      Kesangsian
Augustinus dan decartes, menunjukkan bahwa kesangsian sebagai sumber utama
pemikiran. Manusia heran, tapi kemudian ia ragu-ragu. Apakah ia tidak ditipu oleh
pancainderana kalau ia heran? Apakah kita tidak hanya melihat yang ingin kita lihat? Dimana
dapat ditentukan kepastian, karena dunia ini penuh dengan macam-macam pendapat,
keyakinan, dan interpretasi? Sikap ini, sikap skeptis, sangat berguna untuk menemukan suatu
titik pangkal yang tidak teragukan lagi. Titik pangkal ini dapat berfungsi sebagai dasar untuk
semua pengetahuan lebih lanjut.
c.     Kesadaran akan keterbatasan
Manusia mulai berfilsafat ketika ia menyadari betapa kecil dan lemah dirinya bila
dibandingkan dengan alam semesta. Semakin manusia terpukau oleh ketakterhinggaan
sekelilingnya, semakin ia heran akan eksistensinya. Dan kalau dunia saya dan hidup saya
kelihatan tidak berarti dalam keadaan-keadaan tertentu.
2. Ilmu dan pengetahuan
Dasar-dasar pengetahuan ada empat, yaitu penalaran, logika, sumber pengetahuan, dan
kriteria kebenaran. Para filsuf dikenal telah banyak menyumbangkan metode berpikir
filsafati, dalam proses mencari kebenaran. Mereka mampu menyumbangkan konsepsi
pemikiran untuk mengungkap misteri kehidupan manusia. Bahkan tidak hanya manusia yang
menjadi objek pemikiran, tetapi meliputi segala kemungkinan yang ada (seperti Tuhan, alam
semesta, manusia). Pola pemikiran dalam metode berpikir (berfilsafat) berawal dari titik
pangkal dan dasar kepastian, seperti logika konsepsional dan intuisi, seperti penalaran
induktif dan penalaran deduktif (Nasution, 2017).
Secara bahasa, kata ilmu dalam bahasa Arab berasal dari kata “ilm” yang berarti
memahami, mengerti atau mengetahui. Ilmu adalah seluruh usaha untuk menyelidiki,
menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam
alam manusia. Sedangkan, istilah “pengetahuan” merupakan padanan dari bahasa Inggris
“knowledge” yang berarti pengetahuan umum yang belum teruji kebenarannya. Pengetahuan
adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri.
Pengetahuan diartikan hanyalah sekedar “tahu”, yaitu hasil tahu dari usaha manusia
menjawab pertanyaan “apa”. Sedangkan ilmu bukan hanya sekedar menjawab “apa”, tetapi
akan dapat menjawab “mengapa” dan “bagaimana” (Nasution, 2017).
Pengetahuan dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi ilmu apabila memenuhi kriteria
ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Kriteria tersebut adalah objektif, metodis,
sistematis, dan universal (Nasution, 2017).
3. Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan
Menurut The liang Gie (1987) ilmu pengetahuan memiliki lima ciri pokok, yaitu :
a. Empiris
Bahwa Pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan
b. Sistematis
Bahwa berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu
mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur
c. Objektif
Bahwa ilmu pengetahuan yang bebas dari prasangma perseorangan dan kesukaaan
pribadi
d. Analisis
Bahwa pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya ke dalam bagian
yang terperinci untuk memahami berbagai sifat,hubungan, dan peranan dari bagian-
bagian itu
e. Verikatif
Bahwa ilmu tersebut dapat di uji kebenarannya oleh siapapun

B. ILMU DAN KEHIDUPAN

Secara umum keterkaitan ilmu dengan kehidupan sebagai berikut:


a. Ilmu pengetahuan membantu manusia dalam mengorientasikan diri (secara sadar) dalam
kehidupan (tidak berdasar insting semata)
b. Ilmu mensistematisasi apa yang diketahui manusia dan mengorganisasikan proses
pencahariannya dalam hidup (Magnis, 2016)
c. Pada hakikatnya ilmu mempermudah aktivitas manusia (Suriasumantri, 2009).
1. Ilmu dan Kebudayaan
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahuan merupakan unsur dari
kebudayaan. Kebudayaan merupakan seperangkat sistem nilai, tata hidup dan sarana bagi
manusia dalam kehidupannya. Pada suatu pihak pengembangan ilmu dalam suatu masyarakat
tergantung dari kondisi kebudayaannya. Sedangkan di pihak lain, pengembangan ilmu akan
mempengaruhi jalannya kebudayaan. Kebudayaan nasional merupakan kebudayaan yang
mencerminkan aspirasi dan cita-cita suatu bangsa yang diwujudkan dengan kehidupan
bernegara. Dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional ilmu mempunyai peranan
ganda, pertama ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung terselanggaranya
pengembangan kebudayaan nasional. Kedua, ilmu merupakan sumber nilai yang mengisi
pembentukan watak suatu bangsa.
a. Ilmu Sebagai Suatu Cara Berpikir
Ilmu merupakan produk dari proses berpikir menurut langkah-langkah tertentu yang
secara umum dapat disebut sebagai berpikir ilmiah.
b. Ilmu Sebagai Asas Moral
Ilmu merupakan kegiatan berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, atau
secara lebih sederhana, ilmu bertujuan untuk mendapatkan kebenaran.
c. Nilai-nilai Ilmiah dan Pengembangan Kebudayaan Nasional
Pengembangan kebudayaan nasional pada hakikatnya adalah perubahan dari kebudayaan
yang sekarang bersifat konvensional ke arah situasi kebudayaan yang lebih
mencerminkan aspirasi dan tujuan nasional. Proses pengembangan kebudayaan ini pada
dasarnya adalah penafsiran kembali dari dari nila-nilai konvensional agar lebih sesuai
dengan tuntutan zaman serta penumbuhan nilai-nilai baru yang fungsional.
d. Peranan Keilmuan
Langkah-langkah untuk meningkatkan peranan dan kegiatan keilmuan yang mengandung
beberapa pemikiran sebagai berikut:
1) Ilmu merupakan bagian dari kebudayaan dan oleh sebab itu langkah-langkah ke arah
peningkatan peranan dan kegiatan keilmuan harus memperhatikan situasi kebudayaan
masyarakat kita.
2) Ilmu merupakan salah satu cara dalam menemukan kebenaran.
3) Asumsi dasar dari semua kegiatan dalam menemukan kebenaran adalah rasa percaya
terhadap metode yang dipergunakan dalam kegiatan tersebut.
4) Pendidikan keilmuan harus harus sekaligus dikaitkan dengan pendidikan moral.
Makin pandai seseorang dalam bidang keilmuwan maka harus makin luhur landasan
moralnya.
5) Pengembangan bidang keilmuan harus disertai dengan pengembangan dalam bidang
filsafat terutama yang menyangkut keilmuan.
6) Kegiatan ilmiah harus bersifat otonom yang terbebas dari kekangan struktur
kekuasaan.
Dua Pola Kebudayaan
Dalam bidang keilmuan di Negara kita telah mengalami polarisasi dan membentuk
kebudayaan sendiri. Polarisasi ini didasarkan kepada kecenderungan beberapa kalangan
tertentu untuk memisahkan ilmu ke dalam dua golongan yakni ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu
sosial. Perbedaan ini menjadikan seolah-olah terdapat dua kebudayaan dalam bidang
keilmuan yakn ilmu alam dan ilmu sosial. Adanya dua kebudayaan yang terbagi ke dalam
ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial ini sayangnya masih terdapat di Indonesia. Hal ini
dicerminkan dengan adanya jurusan Pasti-Alam dan Sosial-Budaya dalam sistem pendidikan
kita (Suriasumantri. 2009).
2. Ilmu dan Teknologi
Pemanfaatan ilmu pengetahuan yang berbentuk teknologi ini semakin komprehensif,
bukan saja dalam memenuhi kebutuhan manusia melainkan meluas pada upaya penghapusan
kemiskinan, penghapusan jam kerja yang berlebihan, penciptaan kesempatan untuk hidup
lebih lama dengan perbaikan kualitas kesehatan manusia, membantu upaya pengurangan
kejahatan, peningkatan kualitas pendidikan, dan sebagainya, bahkan ilmu pengetahuan dan
teknologi mampu dimanfaatkan pemerintah dalam menunjang pembangunannya. Misalnya
dalam perencanaan dan programing pembangunan, organisasi pemerintah dan administrasi
negara untuk pembangunan sumber-sumber insani, dan teknik pembangunan dalam sektor
pertanian, industri, dan kesehatan (Wahyudi, 2016).
3. Ilmu dan Bahasa
Bahasa pada hakikatnya memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai sarana komunikasi
antar manusia dan sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang
menggunakan bahasa tersebut. Keterkaitan antara ilmu dan bahasa adalah mutlak dan tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lain:
a. Ilmu dapat nerkembang jika temuan dalam ilmu itu disebarkan (dipublikasikan) melalui
tindakan komunikasi
b. Temuan didiskusikan, diteliti ulang, dikembangkan, diterapkan, atau diperbarui oleh ilmu
lainnya
c. Dalam proses tersebut menggunakan bahasa sebagai media (komunikasi) untuk
menyampaikan dan menjelaskan temuan tersebut (Nasution, 2017).
4. Ilmu dan Pendidikan/Perkuliahan
Kegiatan perkuliahan diharapkan dapat mendampingi mahasiswa demi tercapainya
kejelasan dan kebenaran tentang pokok kajian tertentu. Perkuliahan dapat dipahami sebagai
kegiatan ilmiah yang berusaha melatih dan mengajak mahasiswa untuk berpikir ilmiah.
Pemahaman materi atau bahan perkuliahan diharapkan dapat menjadi kekayaan mental
mahasiswa sehingga dapat menghadapi berbagai situasi dan permasalahan kehidupan.
Mahasiswa diharapkan dapat menemukan kebenaran pengetahuan dari penjelasan atau
keterangan yang diperoleh dalam perkuliahan. Perkuliahan sebagai kegiatan ilmiah
diharapkan dapat mewujudkan secara optimal kebenaran ilmiah sehingga dapat mewujudkan
berbagai macam kebenaran tersebut (Wahana, 2008).
5. Ilmu dan Persoalan Kebangsaan (Pancasila)
Melemahnya pemahaman dan penghayatan masyarakat terhadap Pancasila dapat diatasi
dengan melakukan revitalisasi dan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila. Secara ontologi,
Pancasila mempunyai ajaran dan nilai-nilai luhur, seperti mengembangkan sikap saling
menghormati dan menyayangi sesama manusia, di mana Tuhan mempunyai peranan dalam
memberikan petunjuk pada umat manusia. Kedua, epistemologi, Pancasila mempunyai
sumber pengetahuan dan wawasan kebangsaan yang sudah seharusnya dapat
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, secara aksiologi, nilai-nilai
Pancasila memiliki sumbangan berarti bagi kehidupan umat manusia, nilai-nilai luhur untuk
saling membantu dan memberikan rasa keadilan sosial harus diejawantahkan dalam setiap
aspek kehidupan manusia (Kirom, 2011).

C. KEHIDUPAN DAN ALAM

1. Tokoh-Tokoh Filsafat Alam


a. Thales
Para filsuf barat terutama yunani menganggap bahwa Thales adalah filosof pertama.
Tetapi Thales tidak menulis buah fikirannya. Prestasi besar thales di tandai dengan sejumlah
karya nya, yakni berhasil meramalkan gerhana matahari pada tanggal 28 mei 585 S.M.;
menemukan cara untuk mengukur tinggi piramida dan jarak kapal di laut; dan
menerangkan  teori tentang banjir tahunan di Mesir. Thales menemukan jawabannya , bahwa
“Air”lah yang merupakan inti dasar daripada alam semesta ini. Semua berasal dari air dan
akan kembali sebagai air pula. Jadi semua kejadian alam ini hanyalah air belaka.
b. Anaximander
Anaximandros mengatakan bahwa prinsip dasar segala sesuatu adalah to apeiron.
Apeiron itu tidak dapat di rupakan tidak ada yang menyamainya di dunia ini. Karena segala
yang kelihatan itu, yang dapat ditentukan rupanya dengan pancaindera kita, adalah barang
yang mempunyai akhir.
c. Anaximenes
Dia berbeda pendapat dari gurunya karena beranggapan bahwa salah satu kesulitan
untuk menerima filsafat Anaximandros tentang to apeiron yang metafisik adalah bagaimana
menjelaskan hubungan saling memengaruhi antara yang metafisik dengan yang fisik. Karena
itulah, Anaximenes tidak lagi melihat sesuatu yang metafisik sebagai prinsip dasar segala
sesuatu, melainkan kembali pada zat yang bersifat fisik yakni udara.
d. Parmenides
Keyakinan yang tidak tergoyahkan pada akal manusia disebut rasionalisme.
Rasionalisme adalah seseorang yang percaya bahwa akal manusia merupakan sumber utama
pengetahuan tentang dunia. Dalam masalah ini Parmenides mengemukakan dua pandangan,
yaitu bahwa tidak ada sesuatu yang dapat berubah dan persepsi indra kita tidak dapat
dipercaya.
e. Heraclitus
Menurut Heraclitus, tidak ada satupun hal di alam semesta ini yang bersifat tetap,
semuanya mengalir dan berada dalam proses ‘menjadi’. Ia terkenal dengan ucapannya panta
rhei kai uden menei yang berarti, "semuanya mengalir dan tidak ada sesuatu pun yang tinggal
tetap. Dia beranggapan bahwa perubahan terus menerus adalah ciri alam yang
paling  mendasar.. Sebagaimana Parmenides Heraclitus mengemukakan dua pandangan
tentang alam ini, yaitu bahwa segala sesuatu berubah dan persepsi indra kita dapat dipercaya.
f. Empecdoples
Empedocles yakin bahwa alam ini terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api dan
udara. Semua proses alam terjadi karena bergabung atau terpisahnya empat unsur tersebut.
g. Anaxogoras
Filsuf yang tidak setuju bahwa segala sesuatu hanya satu unsur saja. Anaxogoras
beranggapan bahwa segala sesuatu diciptakan dari partikel-partikel sangat kecil yang tak
dapat dilihat mata dan jumlahnya tak terhingga, dan setiap partikel bisa saling mengecilkan
lagi sampai ke sekecil kecilnya. Anaxogoras sangat tertarik pada astronomi. Dia percaya
bahwa seluruh benda angkasa terbuat sama halnya zat dari bumi. Dia juga mengemukakan
bahwa mungkin ada kehidupan di planet-planet lain.
h. Demokritos
Dia merupakan filsuf alam terakhir. Ia berpikir bahwa unsur-unsur itu tidak dapat dibagi-
bagi lagi. Karenanya unsur-unsur itu diberi nama “atom” (atomos: dari a-= tidak dan tomos=
terbagi) atom-atom itu merupakan bagian-bagian materi yang begitu kecil, sehingga mata
kita tidak mampu mengamatinya.
2. Tiga Fase Paradigma Kehidupan Alam Semesta
Pada dasarnya ada tiga fase perkembangan pemikiran tentang hakikat alam semesta dan
kehidupan di dalamnya. Dalam hal ini dengan menggunakan kerangka berpikir Thomas
Kuhn, dapat dikatakan bahwa filsafat tentang alam telah mengalami tiga fase dalam dua
perubahan paradigma penting sepanjang sejarah filsafat dan ilmu pengetahuan.
Fase pertama adalah zaman para filsuf alam, dengan tokoh utama Aristoteles, yang
memahami alam semesta secara organis sebagai sebuah kesatuan asasi di antara berbagai
bagian alam semesta. Fase kedua lahir oleh munculnya Abad Pencerahan yang mengubah
seluruh cara pandang tentang hakikat alam semesta. Terjadilah perubahan yang
meninggalkan paradigma organis tentang alam dengan digantikan oleh paradigma mekanistis
tentang alam yang sedemikian mendominasi masyarakat modern. Paradigma mekanistis ini
sangat dipengaruhi oleh filsafat Rene Descartes dan Isaac Newton. Fase ketiga menandai
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan pada abad ke-19 dan ke-20 ketika paradigma
lama tidak lagi mampu menjelaskan bebagai fenomena alam. Lahirlah paradigm baru yang
sesungguhnya tidak lain adalah paradigm organis-sistematis yang telah berkembang sejak
awal munculnya filsafat. Fase baru ini ditandai oleh penemuan Albert Einstein tentang teori
relativitas dan teori kuantum. Manusia harus membangun pola hubungan yang baru dengan
alam bukan sebagai mesin yang siap dieksploitasi, melainkan sebagai sebuah sistem
kehidupan yang harus dirawat dengan sikap hormat dan terbuka untuk bekerja sama dalam
sebuah pola hubungan saling pengaruh dan saling menunjang kehidupan di alam semesta,
termasuk kehidupan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Keraf, A Sonny. 2014. Filsafat Lingkungan Hidup: Alam Sebagai Sebuah Sistem Kehidupan.
Yogyakarta: PT Kanisius.
Kiron, Syahrul. 2011. Filsafat Ilmu dan Arah Pengembangan Pancasila: Relevansinya dalam
Mengatasi Persoalan Kebangsaan. Jurnal Filsafat Vol 21, 2, 99-117.
Magnis, Franz dan Suseno. 2016. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Nasution, Muhammad Syukri Albani dan Rizki Muhammad Haris. 2017. Filsafat Ilmu. Depok:
Rajawali Pers.
Nawawi, Nurnaningsih. (2017). Tokoh Filsuf dan Era Keemasan Filsafat Edisi Revisi.
Makasar:Pusaka Almaida Makasar.
Suriasumantri, Jujun S. 2009. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Penerbit Penebar
Swadaya.
Wahana, Paulus. 2008. Menguak Kebenaran Ilmu Pengetahuan dan Aplikasinya dalam Kegiatan
Perkuliahan. Jurnal Filsafat Vol. 18, 3, 273-294.
Wahyudi, M. 2016. Konstruksi Integritas Ilmu, Teknologi dan Kebudayaan. EL-BANAT: Jurnal
Pemikiran dan Pendidikan Islam. 6(2):235-249

Anda mungkin juga menyukai