Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FILSAFAT ILMU

“ILMU DI ZAMAN PRAYUNANI DAN YUNANI KUNO”

Dosen Pengampu :

TAURATIYA, S.H., M.H.

Disusun Oleh :

Anugrah Gulo (1061911002)

Bana Prilia Muharomah (1061911003)

Destalia Fransiska (1061911004)

Jeni Susilawati (1061911005)

Juliatin (1061911006)

Lidia (1061911007)

Maryati (1061911008)

Mimi Mawaddah (1061911009)

Nadia (1061911010)

Azzah Firda Syafitri (1061911011)

JURUSAN KIMIA

UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG

TAHUN 2020
DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………………………...………i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..ii

BAB 1………………………………………………………………………………………….1

Pendahuluan………………………………………………………………………………..….1

BAB 2…………………………………………………………………………………….……2

Pembahasan…………………………………………………………………………………....2

2.1 Ilmu Pengetahuan……………..…………………………………….……………….…….2

2.2 Prayunani………....……………………………………………..……….…………….…..4

2.3 Yunani Kuno……...………………........................................................................…

BAB III……………………………………………………………………………………….

PENUTUP………………..……………………………………………………………………

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………….

3.2 Saran……………………………………………………………………………………...

Daftar pustaka…………………………………………………………...………………...…

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Filsafat ilmu menurut Robert Ackerman ialah, filsafat ilmu dalam satu segi adalah
tinjauan suatu kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan
terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi
filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
Menurut Lewis White Beck, filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode
pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu
keseluruhan. Menurut A. Cornelius Benjamin, filsafat ilmu adalah cabang pengetahuan
filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya,
konsep-konsepnya, dan poraanggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-
cabang pengetahuan intelektual. Sedangkan Michael V. Berry berpendapat bahwa filsafat
ilmu merupakan penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-
hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah. Peter Caws
mengemukakan bahwa filsafat ilmu merupakan bagian ilmu filsafat, yang mencoba berbuat
bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia.
Berdasarkan banyak pendapat diatas diperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan
telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau
dari segi ontologis, epistimologis, maupun aksiologisnya.

Filsafat ilmu merupakan ‘induk’ dari ilmu pengetahuan yang mendasari logika,
bahasa, dan matematika. Mata kuliah filsafat ilmu adalah mata kuliah wajib bagi program
Magister dan Doktor. Bagi mahasiswa program sarjana, filsafat ilmu diperlukan agar
memiliki wawasan mendasar mengenai ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu juga dijadikan mata
kuliah agar para mahasiswa mampu berfikir kritis dan memiliki rasa keingintahuan yang
lebih tinggi dalam menuntut ilmu dan mempermudah mahasiswa dalam membuat skripsi.
Dimana mahasiswa jadi lebih kreatif dalam berfikir dan mencari sebuah rumusan masalah.

Makalah ini mengajak kita untuk berfilsafat mengenai ilmu, dan materi yang kita
angkat kali ini adalah perkembangan ilmu di zaman prayunani dan yunani kuno. Dimana
periode Yunani merupakan periode yang sangat penting bagi sejarah peradaban manusia
karena pada saat itu terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi logo-
sentris atau pola pikir masyarakat yang masih mengenal mitos untuk menjelaskan fenomena
alam seperti gempa bumi dan pelangi menjadi pola pikir manusia yang lebih masuk akal dan
logika. Penelusuran filsafat Yunani dijelaskan dari asal kata filsafat. Sekitar abad IX SM atau
paling tidak 700 SM, di Yunani, Softhia diberi arti kebijaksanaan; berarti juga kecakapan.
Kata philoshopos mula-mula dikemukakan dan dipergunakan oleh Heraklitos (480-540 SM).
Sementara pada abad 500-580 SM, kata-kata tersebut dipergunakan oleh Phitagoras.

Pasti pernah terbersit dipikiran kita tentang bagaimana manusia dizaman dahulu
bertahan hidup?, bagaimana pola pikir mereka?, apakah di zaman itu sudah ada yang
namanya ilmu pengetahuan?, bagaimana pola pikir mereka?, dan bagaimana mereka
berkomunikasi?. Pertanyaan-pertanyaan itu kadang muncul dalam lamunan. Dengan
perbandingan dengan kehidupan kita yang sekarang tentu itu akan sangat sulit dijalani.
Belum adanya teknologi maju, bahasa yang belum jelas seperti sekarang, dan mungkin gaya
hidup yang sangat-sangat sederhana.

Dibentuknya makalah ini bertujuan untuk menjawab semua pertanyaan tersebut dan
untuk mengetahui bagaimana ilmu itu bermula. Makalah ini juga bermanfaat untuk
menambah wawasan kita terhadap ilmu pengetahuan dan mengetahui sejarah peradaban
manusia di zaman itu.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ILMU PENGETAHUAN

Ilmu dapat dikatakan sebagai usaha sadar manusia untuk menyelidiki, mencari dan
menemukaj berbagai jenis kenyataan guna meningkatkan pemahaman manusia. Ilmu
memberikan kepastian dan membatasi lingkup pandangannya.

Pengertian ilmu menurut DR. H. M. Gade ilmu adalah falsafah, yakni hasil pemikiran
tentang batas-batas krmungkinan pengetahuan manusia. Menurut M. Izzudin Taufiq, ilmu
adalah pelurusan data atau informasi melalui pengamatan, pengkajian dan eksperimen dengan
tujuan menetapkan hakikat, landasan dasar maupun asal usulnya. Menurut Dr. Maurice
Bucaille, ilmu merupakan kunci untuk mengungkapkan segala hal, baik dalam jangka waktu
yang lama maupun sebentar. Menurut Francis Bacon, ilmu adalah satu-satunya ilmu
pengetahuan yang valid dan hanya fakta-fakta yang dapat menjadi objek pengetahuan.
Menurut Poespoprodjo, ilmu adalah proses perbaikan diri secara berkesinambungan yang
meliputi perkembangan teori dan uji empiris. Sedangkan pengertian ilmu menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu
di bidang pengetahuan tersebut

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan sekumpulan
pengetahuan yang sistematis diuji dan disusun menggunakan metode tertentu dimana ilmu
juga digunakan sebagai kunci untuk mengungkapkan segala hal. Dari sudut filsafat, ilmu
terbentuk karena manusia berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Syarat-syarat terbentuknya suatu ilmu adalah adanya objek yang diteliti, baik dalam
penelitian tentang alam (kosmologi) maupun ilmu yang mempelajari tentang manusia
(biopsikososial). Lorens Bagus (1996) membagi teori skolastik menjadi dua bagian objek,
yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah objek konkret yang disimak
ilmu. Sedangkan objek formal merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap ilmu.
Yang mencirikan setiap ilmu adalah objek formalnya. Sementara objek material yang sama
dapat dikaji oleh banyak ilmu yang lain. Ilmu juga mensyaratkan adanya sebuah metode
tertentu, yang didalamnya berisi pendekatan dan teknik tertentu. Metode tersebut dinamakan
metode ilmiah.

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan
diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang
menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah
dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan baru yang
dikenalinya, ia akan mendapat pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan
tersebut.

Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan


potensi untuk menindaki; yang lantas melekat dibenak seseorang. Pada umumnya,
pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas
suatu pola. Manakala informasi dan data sekedar berkempuan untuk menginformasikan atau
bahkan menimbulkan kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan
tindakan inilah yang diseabut poitensi untuk menindaki.

Dasar ilmu pengetahuan secara substansial yaitu bertolak dari ontologi, epistemologi,
dan aksiologi. Ketiga dasar ilmu pengetahuan tersebut menunjukan bahwa manusia dalam
hidupnya harus bisa memahami apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya, dan
untuk apa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Manusia juga harus mampu membedakan
antara hal-hal yang dapat dilihat, diraba, dan dirasa, demikian juga harus dapat membedakan
hal-hal yang bersifat kejasmanian dan kejiwaan.

2.2 PRA YUNANI

Zaman Pra Yunani kuno dimulai sebelum abad ke-15 SM kuno, yaitu ketika manusia
belum pernah mengenal peralatan sepetrti yang kita pakai sekarang. Ketika itu manusia masih
menggunakan peralatan yang terbuat dari batu.

Pada dasarnya manusia di zaman purba hanyalah menerima semua peristiwa sebagai
fakta. Fakta-fakta hanya diolah sekadarnya, hanya untuk menemukan soal yang sama,
yaitu common denominator, itu pun barang kali tanpa sengaja, tanpa tujuan. Kalaupun ada
penegasan atau keterangan, maka keterangan itu senantiasa dihubungkan dengan dewa-dewa
dan mistik. Oleh karena itu, pengamatan perbintangan menjelma menjadi astrologi.
Pengamatan yang dilakukan oleh manusia pada zaman purba, yang menerima fakta
sebagai brute facts atau on the face value, menunjukkan bahwa manusia di zaman purba
masih berada pada tingkatan sekedar menerima, baik dalam sikap maupun dalam pemikiran
(receptiveattitude dan receptive mind).

Perkembangan pengetahuan dan kebudayaan manusia pada zaman purba dapat


diruntut jauh kebelakang, bahkan sebelum abad ke-15 SM, terutama pada zaman batu.
Pengetahuan pada masa itu diarahkan pada pengetahuan yang bersifat praktis, yaitu
pengetahuan yang memberi manfaat langsung kepada masyarakat. Zaman batu tidak dapat
ditentukan dengan pasti, namun para ahli berpendapat bahwa zaman batu berlangsung selama
jutaan tahun.

Sesuai dengan namanya, zaman batu, pada masa itu manusia menggunakan batu
sebagai peralatan. Hal ini tampak dari temuan-temuan seperti kapak yang digunakan untuk
memotong dan membelah. Selain menggunakan alat-alat yang terbuat dari batu, manusia
pada zaman itu juga menggunakan tulang binatang. Alat yang terbuat dari tulang binatang
antara lain digunakan menyerupai fungsi jarum untuk menjahit. Ditemukannya benda-benda
hasil peninggalan pada zaman batu merupakan suatu bukti bahwa manusia sebagai makhluk
berbudaya mampu berkreasi untuk mengatasi tantangan alam sekitarnya.

Penemuan dilakukan berdasarkan pengamatan, dan mungkin dilanjutkan dengan


percobaan-percobaan tanpa dasar, menuruti proses trial and error. Akhirnya, dari proses trial
and error, yang memakan waktu ratusan bahkan ribuan tahun inilah terjadi perkembangan
dan penyempurnaan pembuatan alat-alat yang digunakan, sehingga manusia menemukan
bahan dasar pembuatan alat yang baik dan kuat serta hasilnya pun menjadi lebih baik.
Dengan demikian tersusunlah pengetahuan know how. Dalam bentuk know how itulah
penemuan-penemuan tersebut diwariskan pada generasi-generasi selanjutnya.

Perkembangan kebudayaan terjadi lebih cepat setelah manusia menemukan dan


menggunakan api dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memanfaatkan api untuk
menghangatkan tubuh, ketergantungan manusia akan iklim menjadi berkurang. Api juga
digunakan untuk memasak dan perlengkapan dalam berburu. Di zaman yang lebih maju
nantinya, arti api menjadi lebih penting. Pengetahuan tentang proses pemanasan dan
peleburan merintis jalan pada pembuatan alat dari tembaga, perunggu, dan besi. Dalam
catatan sejarah misalnya, peralatan besi digunakan pertama kali di Irakabad ke-15 SM.

Perkembangan pengetahuan secara lebih cepat terjadi beberapa ribu tahun sebelum
Masehi. Peristiwa ini terjadi ketika manusia berada pada zaman batu muda (neolithikum).
Pada masa ini mulailah revolusi besar dalam cara hidup manusia. Manusia mulai mengenal
pertanian, mengenal kehidupan bermukim (menetap), membangun rumah, mengawetkan
makanan, memulai irigasi, dan mulai beternak hewan. Pada masa itu juga telah muncul
kemampuan menulis, membaca, dan berhitung. Dengan adanya kemampuan menulis,
beberapa peristiwa penting dapat dicatat dan kemudian dapat dibaca oleh orang lain sehingga
akan lebih cepat disebarkan. Kemampuan berhitung juga sangat menunjang perkembangan
pengetahuan karena catatan tentang suatu peristiwa menjadi lebih lengkap dengan data yang
relatif lebih teliti dan lebih jelas.
Menurut Anna Poedjiadi (1987 : 28 -32) pada zaman purba perkembangan
pengetahuan telah tampak pada beberapa bangsa, seperti Mesir, Babylonia, Cina, dan India.
Ada keterkaitan dan saling pengaruh antara perkembangan pemikiran di satu wilayah dengan
wilayah lainnya. Pembuatan alat-alat perunggu di Mesir abad ke-17 SM memberi pengaruh
terhadap perkembangan teknik yang diterapkan di Eropa. Bangsa Cina abad ke-15 SM juga
telah mengembangkan teknik peralatan perunggu di zaman Dinasti Shang, sedangkan
peralatan besi sebagai perangkat perang sudah dikenal pada abad ke-5 SM pada zaman
Dinasti Chin. India memberikan sumbangsih yang besar dalam perkembangan matematik
dengan penemuan sistem bilangan desimal. Pemikiran Budhisme yang diadopsi oleh raja
Asoka, kaisar ketiga Dinasti Maurya, telah menyumbangkan sistem bilangan yang menjadi
titik tolak perkembangan sistem bilangan pada zaman modern. India sudah menemukan roda
pemutar untuk pembuatan tembikar pada abad ke-30 SM. Namun, peradaban yang sudah
maju itu mengalami kepunahan pada abad ke-20 SM, baik karena bencana alam maupun
peperangan.

Secara umum dapat dinyatakan bahwa pengetahuan pada zaman purba ditandai
dengan adanya lima kemampuan, yaitu :
1. Pengetahuan didasarkan pada pengalaman (empirical knowledge)
2. Pengetahuan berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan sikap receptive
mind, dan kalaupun ada keterangan tentang fakta tersebut, maka keterangan itu bersifat
mistis, magis, dan religius.
3. Kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alam sudah menampakkan
perkembangan pemikiran manusia ketingkat abstraksi.
4. Kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas sintesis
terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.
5. Kemampuan meramalkan peristiwa-peristiwa fisis atas dasar peristiwa-peristiwa
sebelumnya yang pernah terjadi, misalnya gerhana bulan dan matahari.
Pada era ini, secara umum terbagi menjadi tiga fase yang memiliki keunikan dan
kemajuan pengetahuannya masing-masing , yaitu:

a. Zaman BatuTua

Zaman batu tua disebut juga masa prasejarah. Era ini berlangsung sekita rempat juta
tahun SM (sebelum Masehi) sampai 20.000 atau 10.000 tahun SM. Pada zaman ini telah
mempunyai beberapa ciri khas, di antaranya adalah menggunakan alat-alat sederhana yang
dibuat dari batu dan tulang, mengenal cocok taman dan beternak, dan dalam kehidupan
sehari-hari didasari dengan pengamatan primitif menggunakan sistem trial and error
(mencoba-coba dan salah) kemudian bisa berkembang menjadi know how. Pada zaman batu
tua, yang menjadi tokoh utama disebut-sebut dengan manusia purba. Belum ditemukan secara
spesifik data diri mereka, tetapi yang terlihat secara jelas adalah hasil karya mereka. Karya-
karya mereka yang fenomenal adalah peralatan yang terbuat dari batu dan tulang.

b. Zaman Batu Muda

Era ini berlangsung tahun 10.000 SM sampai 2.000 SM atau abad 100 sampai 20 SM.
Di zaman ini telah berkembang kemampuan-kemampuan yang sangat signifikan.
Kemampuan itu berupa tulisan (dengan gambar dan symbol), kemampuan membaca (bermula
dari bunyi atau suku kata tertentu), dan kemampuan menghitung. Dalam zaman ini juga
berkembang masalah perbintangan, matematika, dan hukum. Pada zaman batu muda sudah
ada kerajaan-kerajaan besar yang ikut andil dalam mengukir sejarah. Kerajaan itu adalah
Mesir, Babylon, Sumeria, Niniveh, India ,dan Cina. Karya-karya yang didapat dari zaman ini
berupa batu Rosetta (Hieroglip), segitiga dengan unit 3, 4, 5 (segitiga siku-siku), nilai logam
sebagai nilai tukar, perundangan yang ditulis, lukisan di dinding gua, tulisan Kanji
(Pistographic Writing), dan zodiac.

c.  Zaman Logam.

Zaman ini berlangsung dari abad 20 SM sampai abad 6 SM. Pada zaman ini
pemakaian logam sebagai peralatan sehari-hari, bahkan sebagai perhiasan, peralatan masak,
atau bahkan peralatan perang. Pada zaman Logam didominasi oleh kerajaan Mesir. Tetapi
kerajaan Cina dan Sumeria juga masih mempunyai peran. Pada masa ini karya-karya yang
ada berupa didominasi dengan alat-alat yang terbuat dari besi dan perunggu. Seni membuat
patung juga menjadi karya fenomenal pada masanya, bahkan sampai saat ini. Contohnya
adalah karya-karya dari Mesir, seperti patung istri raja Fir’aun (Neferitti).

Menurut Soetriono dan SDRm Rita Hanafie, masa sejarah dimulai kurang lebih
15.000 sampai 600 tahun Sebelum Masehi. Pada masa ini pengetahuan manusia berkembang
lebih maju. Mereka telah mengenal membaca, menulis, dan berhitung. Kebudayaan mereka
pun mulai berkembang di berbagai tempat tertentu, yaitu Mesir di Afrika, Sumeria,
Babilonia, Niniveh, danTiongkok di Asia, Maya dan Inca di Amerika Tengah. Mereka sudah
bisa menghitung dan mengenal angka.

Manusia pada zaman pra yunani kuno masih memiliki kepercayan pada mitos-mitos.
Mereka menganggap bahwa segala sesuatu harus diterima sebagai suatu kebenaran yang
bersumber pada mitos atau dongeng-dongeng. Hal ini berarti manusia pada zaman yunani
kuno tidak berpikir secara logis namun hanya berdasar pada sebuah mitos yang beredar
diantara mereka. Mitos-mitos yang beredar ini berkembang cukup luas pada bangsa pra
yunani kuno. Mitos-mitos ini dianggap sebagai salah satu sebab lahirnya filsafat pada zaman
ini karena mitos merupakan percobaan untuk memahami sehingga timbul rasa penasaran dan
rasa ingin tahu lebih dalam mengenai hidup ini.

2.3 YUNANI KUNO

Yunani Kuno adalah peradaban dalam sejarah Yunani yang dimulai dari periode
Yunani Arkais pada abad ke-8 sampai ke-6 SM, hingga berakhirnya zaman kuno dan
dimulainya Abad Pertengahan Awal. Ketika Yunani bangkit dari zaman kegelapan yang
ditandai dengan runtuhnya peradaban Mikenai. Pada periode Arkais, mulai muncul benih-
benih awal yang nantinya akan berkembang pada periode Yunani Klasik. Periode ini ditandai
dengan adanya negara kota (polis), koloni Yunani, filsafat klasik, teater dan sajak tertulis.
Peradaban baca-tulis musnah dan aksara Mikenai telah dilupakan, akan tetapi bangsa Yunani
mengadopsi alphabet Punisia, memodifikasinya dan menciptakan alphabet Yunani. Sekitar
abad ke-9 SM catatan tertulis mulai muncul.

Tidak ada penguasa dominan sebagaimana terjadi pada periode kemudian. Tiap suku
bangsa, komunitas, atau wilayah membentuk kelompok-kelompok kecil yang independen.
Sesuai kondidi geografisnya yang bergunung-gunung, berbukit-bukit serta berpulau-pulau,
kelompok-kelompok kecil itu hidup terpisah-pisah serta mengembangkan peradaban mereka
sendiri. Meningkatnya hubungan sosial dan perdagangan antar komunitas lama-kelamaan
melahirkan kebutuhan untuk membentuk serta mengelola kehidupan bersama yang lebih
baik. Akibatnya, lahirlah organisasi pemerintahan yang sederhana dan pembagian kerja. Hal
tersebutlah yang kelak berkembang menjadi negara kota atau polis.

Negara kota atau polis berkembang sekitar abad ke-7 SM. Sebuah polis dapat dihuni
oleh seribu sampai puluhan ribu warga dengan sistem pemerintahan yang jauh lebih tertata
dengan orang kaya dan berpengaruh sebagai pemegang kekuasaan di setiap polisnya. Sejak
abad ke-6 SM, polis merupakan kekuatan yang dominan. Masing-masing mengembangkam
polisnya dengan menaklukan desa-desa kecil yang ada di sekitarnya. Tiap-tiap polis memiliki
ciri khasnya masing-masing. Seperti Sparta yang berfokus pada pembangunan kekuatan
militer dan Athena yang berfokus pada pertanian, maritime, dan perdagangan.

Pada paruh abad ke-6 SM, Athena jatuh dalam cengkraman tirani Peisistratos dan
putranya Hippias dan Hipparkhos. Akan tetapi pada tahun 510 SM, raja Sparta Kleomenes I
membantu rakyat Athena menggulingkan sang tiran. Setelah itu Sparta dan Athena berulang
kali saling serang yang berujung diangkatnya Isagoras yang pro-sparta menjadi Arkhon
Athena. Tokoh non aristocrat, Kleisthenes tidak ingin Athena menjadi negara boneka Sparta,
sehingga ia, menggalang dukungan rakyat yang menjatuhkan Isagoras dengan komitmen
bahwa setelah menjadi tiran ia akan menetapkan hak dan politik yang sama bagi seluruh
warga Athena tanpa memandang status. Dengan demikian Athena pun menjadi negara kota
yang pertama di dunia yang mengenal bentuk pemerintahan yang sangat penting yaitu
demokrasi.

Zaman Yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa
ini orang memiliki kebebasan mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. Bangsa Yunani juga
tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap menerima begitu saja,
melainkan menumbuhkan sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis.

Selanjutnya tumbuhlah sikap kritis yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai
ahli pikir yang terkenal dan sikap kritis inilah yang menjadikan cikal bakal tumbuhnya ilmu
pengetahuan modern yaitu sikap an inquiring (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu
secara kritis).

Pada zaman Yunani Kuno, ciri pemikiran yang menonjol adalah kosmosentris, yang
berarti mempertanyakan asal usul alam semesta dan jagad raya sebagai salah satu upaya
untuk menemukan asal mula (arche) yang merupakan unsur awal terjadinya gejala-gejala.
Secara umum karakteristik filsafat Yunani kuno adalah rasionalisme, yaitu suatu pemahaman
tentang sebuah pengetahuan yang lebih mengutamakan akal atau logika.

Pada masa Yunani Kuno pemikiran para filosof masih di dominasi agama alam, yaitu
pada masa Thales (640-545 SM), yang menyatakan bahwa esensi segala sesuatu adalah air,
belum murni bersifat rasional. Argumen Thales masih dipengaruhi kepercayaan pada mitos
Yunani. Demikian juga Phitagoras(572-500 SM) belum murni rasional. Ordonya yang
mengharamkan makan biji kacang menunjukkan bahwa ia masih dipengaruhi mitos. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa mitos bangsa Yunani bukanlah agama yang berkualitas tinggi.
Selain itu Sokrates meletakkan dasar bagi pendekatan deduktif. Pemikiran Sokrates
dibukukan oleh Plato, muridnya. Hidup pada masa yang sama dengan mereka yang
menamakan diri sebagai “sophis” (“yang bijaksana dan berpengetahuan”). Sokrates lebih
berminat pada masalah manusia dan tempatnya dalam masyarakat, dan bukan pada kekuatan-
kekuatan yang ada dibalik alam raya ini (para dewa-dewi mitologi Yunani). Pada masa
Yunani Kuno berkembang pemikiran mengenai mencintai kebenaran / pengetahuan yang
merupakan awal proses manusia mau menggunakan daya pikirnya, sehingga dia mampu
membedakan mana yang riil dan mana yang ilusi.

Periode filsafat Yunani merupakan periode terpenting dalam sejarah peradaban


manusia. Hal ini disebabkan karena pada saat itu terjadi perubahan pola pikir mitosentris
yaitu pola pikir yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam. Pada
saat itu, gempa bumi bukanlah suatu fenomena biasa melainkan suatu fenomena di mana
Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya.

Orang Yunani awalnya sangat percaya pada dongeng-dongeng, mitos maupun


takhyul, tetapi lama kelamaan mereka mampu keluar dari pengaruh mitologi dan
mendapatkan dasar pengetahuan ilmiah. Karena manusia selalu berhadapan dengan alam
yang begitu luas dan penuh misteri, timbul rasa ingin mengetahui rahasia alam itu, sehingga
filosof alam berkembang pertama kali. Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat
penting karena terjadi perubahan pola fikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Pola
pikir mitosentris yaitu pola pikir masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk
menjelaskan fenomena alam. Zaman ini berlangsung dari abad 6 M sampai dengan sekitar
abad 6 M.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan ilmu sesungguhnya


tidak bisa dilepaskan dari rasa keingintahuan yang besar diiringi dengan usaha-usaha yang
sungguh-sungguh melalui penalaran, percpbaan, penyempurnaan, dan berani mengambil
resiko tinggi sehingga menghasilkan penemuan-penemuan yang bermanfaat bagoi suatru
generasi dan menjadi acuan bagi generasi selanjutnya untuk mengoreksi, menyempurnakan,
mengembangkan, dsan menemukan penemuan selanjutnya. Faktor-faktor inilah yang
mkemudian menjadi spirit dan motivasi bagi pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Hal penting yang perlu dicatat dalam hal ini adalah bahwa pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan harus diimbangi dengan pengembangan moralitas spiritual, karena
sebagaimana kita tahu bahwa ilmu pengetahuan hakikatnya adalah bebas nilai, tergantung
bagaimana manusia mempergunakannya. Ilmu pengetahuan bisa berdampak positif, tetapi ia
juga dapat memiliki dampak negative bagi kehidupan manusia.

Zaman Yunani adalah zaman dimana ilmu pengetahuan berkembang pesat dan zaman
dimana filsafat berasal. Zaman yunani merupakan zaman peralihan dari zaman kegelapan.
Banyak perkembangan yang terjadi di zaman Yunnani, mulai dari ilmu pengetahuan,
peralatan-peralatan untuk mempermudah kehidupan sehari-hari hingga sistem
pewmerintahan.

3.2 SARAN

Sebagai manusia yang baik sudah sepatutnya kita menghargai sejarah yang ada tanpa
mengubah ataupun menghilangkannya. Setiap sejarah manusia yang ada adalah saksi bisu
perjalanan manusia selama ini, jadi mari kita jaga bersama sejarah yang ada dan yang telah
mengingatkan kita bahwa betapa sulitnya hidup di zaman dahulu.
DAFTAR PUSTAKA

- Gautama Guriang Angga.2018.Filsafat Ilmu.[online]diakses pada 21 febuari 2020


- Suaedi Pachruddin.2016.Pengantar Filsafat Ilmu.[online]diakses pada 21 febuari 2020
- Prof. Dr. Latif Mukhtar, M. Pd.2014.Orientasi Kearah Pemahaman Filsafat Ilmu Edisi
Pertama.Jakarta:Kencana
- Burhanuddin Afid.2014.Dasar-dasar Keilmuan.[online]diakses pada 21 febuari 2020
- Maynard, L. 1977. Classification and terminology in Australian rock art , dalam P.J.
Ucko (ed.) Form in Indigeneous Art: Schematisation in the art of Aboriginal Australia
and Prehistoric Europe. Canberra: Australian Institute of Aboriginal Studies.
- Soejono, R.P. 1993. Sejarah Nasional Indonesia, Jilid I. Jakarta: Balai Pustaka
- Brouwer, M.AW. 1892. Latar belakang Pemikiran Barat. Bandung : Penerbit alumni.
- Kusumohamidjojo Budiono.2017.Filsafat Kebudayaan.Yogyakarta:Jalasutra
- Prof. Dr. Bakhtiar Amsar, M. A.2014.Filsafat Ilmu.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada
- Akhmadi, Asmoro.2017.Filsafat Ilmu. Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai