Oleh:
Budiman Akli
NIM. 220407014
Dosen Pengampuh:
Dr. H. Komaruddin Sassi, MM
1
PENDAHULUAN
Ilmu telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Indikasi untuk itu
adalah munculnya ilmu-ilmu yang baru, semakin bertambahnya cabang-cabang dari
ilmu tertentu yang telah ada, serta ditemukannya teori-teori ilmiah dalam berbagai
bidang. Berkembangnya ilmu membawa keuntungan dan kemudahan bagi kehidupan
manusia yaitu banyaknya persoalan yang dapat terpecahkan dan banyaknya pekerjaan
yang dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu
beserta penerapannya, yaitu teknologi, merupakan unsur kebudayaan yang sangat
dibutuhkan bagi kehidupan manusia. Berkembangnya ilmu yang demikian pesat tidak
selalu mendatangkan keuntungan bagi umat manusia.
Perkembangan suatu zaman ditandai dengan tingkat kemajuan ilmu
pengetahuan yang dimiliki individunya. Sementera itu, ilmu pengetahuan tidak bisa
muncul dengan sendirinya. Manusia membutuhkan proses yang panjang untuk
memperoleh suatu ilmu pengetahuan. Dilatari rasa ingin tahu. Yang dalam
perkembangannya rasa tersebut menjadi pendorong untuk mencari kebenaran dengan
berbagai cara, baik secara rasional maupun empiris. Ketika ilmu tersebut sudah
diketahui kebenarannya dan disepakati oleh masyarakat kebanyakan, maka yang
terjadi adalah ilmu tersebut menjadi acuan individu dalam berpikir dan belajar.
Namun sebagai makhluk yang berpikir, kita seharusnya tidak hanya
mempelajari ilmu dari isinya saja. Tetapi juga segala bentuk segi dari ilmu tersebut.
Misalnya tentang apa definisi ilmu tersebut, bagaimana cara memperoleh suatu ilmu
tersebut, sampai pada kegunaan ilmu tersebut bagi manusia. Hal-hal mengenai apa,
bagaimana dan kegunaan tersebut itulah yang disebut persoalan-persoalan filsafat
ilmu. Persoalan-persoalan tersebut menjadi acuan para ilmuwan dan penelaah ilmu
dalam memperoleh pengetahuan baru. Oleh sebab itu, mempelajari persoalan–
persoalan filsafat ilmu dianggap penting dalam kehidupan manusia.
2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu
Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematis. Ilmu atau
pengetahuan sains ialah pengetahuan yang logis dan didukung bukti empiris. Ia juga
merupakan cabang pengetahuan yang memiliki ciri-ciri tertentu. Meskipun secara
metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial,
namun karena pemasalahan-permasalahan tekhnis yang bersifat khas, maka filsafat
ilmu ini sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial.
Pembagian ini lebih merupakan pambatasan masing-masing bidang yang ditelaah
yakni ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, dan tidak mencerminkan cabang filsafat
yang bersifat otonom. Ilmu memang berbeda dari pengetahuan-pengetahuan secara
filsafat , namun tidak terdapat perbedaan prinsipil antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-
1
ilmu sosial, dimana keduanya mempunyai ciri-ciri keilmuan yang sama.
Permasalahan yang muncul adalah bagaimana ilmu-ilmu itu atau dalam hal ini sains
modern bisa menjadi sains Islam? Perlukah adanya penyesuaian ontologi,
epistemologi dan aksiologinya dengan ajaran Islam?
Mempelajari sejarah dan filsafat ilmu dapat menyaring elemen-elemen yang
tidak Islami, maka fungsinya termodifikasi, sehingga dapat dipergunakan untuk
melayani kebutuhan dan cita-cita Islam. Tetapi jika dengan eksperimen-eksperimen
dan teknik-teknik yang kuantitatif sekalipun ia tidak lepas dari nilai-nilai, alih-alih
mampu merealisasikan Islam, filsafat sains modern malah akan menjadi pendukung
nilai-nilai Barat yang tak Islami, dengan demikian praktek pendidikan dapat
mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Pada proses pembelajaran di sekolah
1
A.F. Chalmers,Apa Itu Yang Dinamakan Ilmu,Terj. Hasta Mitra (Jakarta: Hasta Mitra,1999),h. 145.
3
dasar terkadang para guru melakukan proses pembelajaran yang itu-itu saja. Mereka
tidak pernah melakukan improvisasi dalam proses pembelajarannya.2
Dalam dunia pendidikan, kajian seputar kaitan antara problem keilmuan
dengan proses pendidikan tampaknya masih merupakan wilayah yang diterlantarkan.
Kondisi masyarakat umumnya yang cenderung praktis dan pragmatis tampaknya
telah membawa dunia pendidikan melupakan aspek terpenting itu. Padahal
pandangan tentang apa hakikat ilmu dan bagaimana pertumbuhannya menjadi salah
satu pilar yang sangat menentukan untuk memahami apa hakikat pendidikan, yang
pada gilirannya juga menentukan corak dan pelaksanaan pendidikan itu sendiri. Dan
kenyataannya, pendidikan memang merupakan aktivitas keilmuan juga. Dalam
perspektif Filsafat Ilmu, persoalan keilmuan yang paling sentral hingga saat ini
adalah persoalan hakikat ilmu dan pertumbuhan ilmu pengetahuan. Kaitannya dengan
pendidikan, persoalan yang berkembang kemudian adalah bagaimana konsekuensi
bangunan keilmuan dengan dunia pendidikan.3
2
M. Dimyati, Keilmuan Pendidikan Sekolah Dasar: Problem Paradigma Teoritis dan Orientasi
Praktis Dilematis (Malang: IPTPI, 2002), h. 5
3
M. Dimyati, Dilema Pendidikan Ilmu Pengetahuan (Malang : IPTI, 2001),h. 1.
4
dipermasalahkan adalah aktualisasi dan peran nilai-nilai dalam suatu kegiatan atau
ilmu pengetahuan.4
4
Komaruddin S., Dr., H., Ontologi Pendidikan Islam Paradigma Tauhid (Syed Muhammad
Naquib al-Attas., Kencana: Jakarta 2020) h. 20
5
langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan manusia, sukar untuk
dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya tidak ada pengetahuan.
Permasalahan-permasalahan yang menjadi fokus pembicaraan
epistimologi adalah asal-usul pengetahuan, peran pengalaman dan akal dalam
pengetahuan, hubungan antara pengetahuan dan kebenaran, dan sebagainya.
Dalam epistimologi, pengetahuan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan
untuk mendapatkan kebenaran.
2. Problem Metafisis (teori mengenai apa yang ada)
Metafisika berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta ta physika yang berarti
segala sesuatu yang berada di balik hal-hal yang sifatnya fisik. Metafisika sendiri
dapat diartikan sebagai cabang filsafat yang paling utama, yang membicarakan
mengenai eksistensi (keberadaan) dan esensi (hakekat). Oleh karena itu,
metafisika lebih mempelajari sesuatu atau pemikiran tentang sifat yang terdalam
dari kenyataan atau keberadaan.
Dalam buku Pengantar Filsafat Ilmu, Liang Gie mengungkapkan,
metafisika belakangan ini dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.
Perkembangan sesuatu ilmu sesungguhnya bertumpu pada sesuatu landasan
ontologism tertentu. adalah teori yang mengenai apa yang ada. Segi filsafat ilmu
ini mempersoalkan misalnya eksistensi dari entitas-entitas dalam suatu ilmu
khusus atau status dari kebenaran ilmu.5
Secara spesifik problem-problem tentang metafisika suatu ilmu
dicontohkan dalam pertanyaan berikut :
Obyek apa yang ditelaah ilmu?
Bagaimana wujud hakiki dari objek tersebut?
Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tang kap manusia
(seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan
pengetahuan?
5
Liang gie, Pengantar Filsafat Ilmu, bab V
6
Tiga contoh pertanyaan diatas biasa juga disebut landasan ontologisme.
Ontologisme merupakan cabang filsafat yang membahas tentang
6
hakikat. Persoalan hakikat suatu ilmu nantinya akan merujuk pada realita atau
kenyataan yang selanjutnya menjurus pada masalah kebenaran. Kebenaran akan
timbul bila orang telah dapat menarik kesimpulan bahwa pengetahuan/ilmu yang
dimilikinya telah nyata.
7
kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu
penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan
kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan
kesimpulan ini disebut logika.
Dimana logika secara luas didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir
secara sahih.7
Contoh pertanyaan tentang problem logis filsafat ilmu anatara lain:
Apakah esensi sesuatu ilmu sesuai dengan nalar ?
Apakah penyimpulan suatu ilmu sudah sesuai kaidah logika?
7
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Bandung : PT Rosdakarya
8
6. Problem Estetika (teori keindahan).
Estetika disebut juga dengan filsafat keindahan (philosophy of beauty),
yang berasal dari kata aisthetika atau aisthesis (Yunani) yang artinya hal-hal
yang dapat diserap dengan indera atau serapan indera. Estetika membahas hal
yang berkaitan dengan refleksi kritis terhadap nilai-nilai atas sesuatu yang
disebut indah atau tidak indah..
Problem estetis yang menyangkut ilmu pada dasawarsa terakhir ini mulai
menjadi topik perbincangan oleh sebagian filsuf dan ilmuwan. Dalam tahun 1980
didakan sebuah konferensi para ahli yang membahas dimensi estetis dari ilmu.
Salah satu cabang ilmu yang dipelajari estetikanya adalah matematika. Tidak
jarang matematika dipandang sebagai seni. Karena merupakan karya seni,
matematika pada dirinya mengandung keindahan.
9
KESIMPULAN
Yang dapat kita simpulkan dari pembahasan makalah ini adalah bahwa
problem-problem dalam pengembangan ilmu antara lain terbagi atas enam persoalan
pokok:
10
REFERENSI
A.F. Chalmers. Apa Itu Yang Dinamakan Ilmu Terj Hasta Mitra. Jakarta: Hasta
Mitra. 1999.
Dimyati, M. Keilmuan Pendidikan Sekolah Dasar: Problem Paradigma Teoritis dan
Orientasi Praktis Dilematis. Malang: IPTPI. 2002.
Dimyati, M. Dilema Pendidikan Ilmu Pengetahuan . Malang : IPTI. 2001.
Gie, Liang. Pengantar Filsafat Ilmu. bab V.
Komaruddin Sassi., Dr., H., Ontologi Pendidikan Islam Paradigma Tauhid (syed
Muhammad Naquib al-Attas., Penerbit: Kencana., Jakarta 2020)
Suriasumantri, S. Jujun. Filsafat Ilmu. Jakarta : Pusat Sinar Harapan.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum. Bandung : PT Rosdakarya.
11