Anda di halaman 1dari 14

PERAN DAN POTENSI PONDOK PESANTREN

Risma Silvi Andriani1


Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
rismasilvi72@gmail.com1

Abstrak
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional di Indonesia yang fokus pada
pengajaran agama Islam. Meskipun memiliki banyak manfaat dan kontribusi positif dalam
masyarakat. Pondok pesantren memiliki potensi yang signifikan dalam kontribusinya terhadap
masyarakat dan individu. Potensi-potensi ini meliputi pemeliharaan nilai-nilai agama dan
budaya, penyediaan pendidikan holistik, pengembangan komunitas, dan penyelesaian
kesenjangan pendidikan. Penting untuk mengakui dan mendukung potensi ini agar pondok
pesantren dapat terus menjadi lembaga yang relevan dan bermanfaat bagi masyarakat. Pondok
pesantren memiliki beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan. Keterbatasan kurikulum,
keterbatasan aksesibilitas dan inklusivitas, kurangnya penekanan pada keterampilan non-agama,
dan potensi adanya pengaruh yang kurang sehat adalah beberapa kelemahan umum yang terkait
dengan pondok pesantren. Penting untuk menyadari kelemahan ini dan berupaya untuk
memperbaikinya agar pondok pesantren dapat memberikan pendidikan yang seimbang dan
relevan bagi siswa.

Kata Kunci : Potensi, Kelemahan, Pesantren

Abstract
Islamic boarding schools are traditional educational institutions in Indonesia that focus on
teaching the Islamic religion. Although it has many positive benefits and contributions in society.
Islamic boarding schools have significant potential in their contribution to society and
individuals. These potentials include maintaining religious and cultural values, providing
holistic education, community development, and closing educational gaps. It is important to
acknowledge and support this potential so that pondok pesantren can continue to be institutions
that are relevant and beneficial to society. Islamic boarding schools have several weaknesses
that need attention. Limited curricula, limited accessibility and inclusivity, lack of emphasis on

1
non-religious skills, and potential for unhealthy influences are some of the common weaknesses
associated with pondok pesantren. It is important to be aware of these weaknesses and work to
improve them so that pondok pesantren can provide a balanced and relevant education for
students.

Keywords: Potential, Weakness, Pesantren

PENDAHULUAN
Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang tertua di Indonesia,
sebagai sistem pendidikan yang lahir dan tumbuh melalui kultur Indonesia yang diyakini oleh
sebagian penulis telah mengadopsi model pendidikan sebelumnya yaitu dari pendidikan Hindu
dan Budha. Secara terminologi, kata santri dalam khasanah kehidupan bangsa Indonesia dan
khususnya umat Islam mempunyai dua makna, yaitu pertama, menunjukan sekelompok peserta
sebuah pendidikan pesantren atau pondok dan kedua, menunjukan akar budayanya sekelompok
pemeluk Islam. Dalam tulisan ini arti yang pertamalah yang akan dikaji secara mendetail. Lebih
lanjut, pembahasan atau pembicaraan tentang santri, tidak bisa lepas dari pembicaraan tentang
kiai maupun pesantren. Masyarakat mempunyai peran aktif dalam kemajuan atau perkembangan.
Pondok Pesantren saat ini apalagi berdampingan dengan masyarakat yang berdeda
keyakinan,penyatuan pemikiran dan saling bertoleransi dalam budaya sangat di perhatikan pada
saat ini dimana hal itu akan mendukung keberadaan suatu lembaga pendidikian baru.
Komponenkomponen masyarakat dan budaya yang berbeda bersatu dalam satu tempat yang
sama-sama harus saling bertoleransi bagaimana masyarakat muslim yang berada di Pondok
Pesantren mampu meyakinkan keberadaanya tidak memberikan gangguan bagi masyarakat hindu
disekitar dengan berkomunikasi baik setiap harinya serta berperan seperti keluarga didalam satu
wilayah.
Perkembangan sebuah pesantren pun akan menjadi sorotan setiap orang bagaimana ia
berkembang dan membuat santri yang berada disana memiliki potensi lebih dari santri-santri lain
yang mengeyam pendidikan di pondok pesantren. Perkembangan yang di alamai pun memiliki
tingkan yang pesat dari pada pondok pesantren lain yang ada dibali. Sehingga potensi untuk
menerima peserta didik baru sangat baik,selain itu potensi-potensi yang di miliki pondok
menjadi sorotan pertama bagi orang tua yang akan memilih pondok pesantren. Dalam tulisan ini,
penulis akan membahas tentang peran dan potensi di pondok pesantren.
2
METODE
Penelitian ini merupakan studi pustaka (Library Research). Studi pustaka yaitu
memperoleh data melalui sumber pertama, melalui naskah asli, baik bentuk surat kabar, majalah,
dan penerbitan lain maupun buku.1 Sumber penelitian ini berasal dari buku, jurnal, internet dan
karya ilmiah lainnya. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitik yaitu dengan cara menguraikan sekaligus menganalisis.2

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengertian Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang memenuhi syarat dan ketentuan
kelembagaan pesantren di Indonesia berdasarkan hasil survery administrasi Kementrian Agama
Republik Indonesia. Pesantren di Indonesia baru dikatakan memenuhi syarat atau rukun apabila
memiliki komponen didalam lingkungan pesantren tersebut.3 Perkembangan masyarakat saat ini
menuntut peserta didik untuk menyeimbangkan nilai dan sikap, pengetahuan, kecerdasan dan
keterampilan, mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat luas, dan
meningkatkan kesadaran akan alam sekitar.4 Asas Pendidikan ini diharapkan dapat menjadi
upaya yang beradab untuk mempersiapkan masyarakat pada suatu pekerjaan yang berguna bagi
kehidupan masyarakat, serta mampu beradaptasi secara konstruktif terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi di sekitarnya. Untuk memenuhi kebutuhan pengembangan dan
pembangunan masyarakat, pihak pesantren berupaya untuk mengerahkan semua sumber daya
dan kemungkinan yang ada agar pendidikan di pesantren secara keseluruhan dapat mengatasi
berbagai masalah yang
dihadapi dalam lingkungan bermasyarakat.
Faktor penunjang dari manajemen pendidikan pesantren, antara lain: adanya sarana
pendidikan yang berorientasi pada pengembangan santri, seperti perpustakaan, media informasi,

1 Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian; Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada
Umumnya, Cet. I (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), hal. 200
2 Ibid., hal. 336
3 Faizal Baharuddin, dkk. Perencanaan Pondok Pesantren Modern Samarinda Dengan Pendekatan
Arsitektur Lokal Kalimantan Selatan. (Fakultas Teknik : Universitas 17 Agustus 1945, Samarinda, 2017). hal. 3
4 Lukita Purnamasari. Skripsi : Peranan Pondok Pesantren Dalam Menggerakkan Partisipasi Santri
Untuk Pembangunan Masyarakat. (Universitas Negeri Yogyakarta, 2010). hal. 67-69.

3
lingkungan yang kondusif, serta lembaga-lembaga otonom yang membantu santri mengakomodir
bakat dan minatnya untuk berkembang. Sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat,
pesantren mengalami perubahan dan perkembangan yang berarti. Diantaranya perubahan-
perubahan yang paling penting menyangkut penyelengaraan pendidikan. Dengan mengadakan
sistem klasikal dalam sistem pendidikannya. Munculnya program baru yang berwajah modern
dan formal seperti madrasah, sekolah, dan bahkan universitas adalah dampak dari munculnya
modernitas dalam perkembangan zaman. Sekalipun pendidikan modern telah masuk ke
pesantren, akan tetapi hal ini tidak boleh menggeser tradisinya, yakni gaya kepesantrenan.
Kehadiran lembaga pendidikan formal ke dalam pesantren dimaksudkan untuk memperkokoh
tradisi yang sudah ada, yaitu pendidikan model pesantren.5 Namun, dalam proses perubahan
tersebut, pesantren tampaknya dihadapkan pada keharusan merumuskan kembali sistem
pendidikan yang di selenggarakan.
Di sini, pesantren tengah berada dalam proses pergumulan antara "identitas dan
keterbukaan". Di satu pihak, pesantren di tuntut untuk menemukan identitasnya kembali sebagai
lembaga pendidikan Islam. Sementara di pihak lain, ia juga harus bersedia membuka diri
terhadap sistem pendidikan modern yang bersumber dari luar pesantren. Salah satu agenda
penting pesantren dalam kehidupan dewasa ini adalah memenuhi tantangan modernisasi yang
menuntut tenaga trampil di sektor-sektor kehidupan modern. Dalam kaitan dengan modernisasi
ini, pesantren diharapkan mampu menyumbangkan sumber daya manusia yang dibutuhkan
dalam kehidupan modern. Mempertimbangkan proses perubahan di pesantren, tampaknya bahwa
hingga dewasa ini pesantren telah memberi kontribusi penting dalam menyelengarakan
pendidikan formal dan modern. Hal ini berarti pesantren telah berperan dalam perkembangan
dunia pendidikan di Indonesia. Meskipun demikian, dalam konteks peningkatan mutu pendidikan
dan perluasan akses masyarakat dari segala lapisan sosial terhadap pendidikan, peran pesantren
tidak hanya perlu ditegaskan, tetapi mendesak untuk dilibatkan secara langsung. 6
Peran Pesantren Sosial di Masyarakat

5 Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2021), hal.
148
6 Syukron Djazilam, Relevansi Sistem Pendidikan Pesantren Tradisional dalam Era Modernisasi, Jurnal
Al-Insyiroh: Jurnal Studi Keislaman Vol. 5 No. 1 (Maret, 2019), hal. 102

4
Pesantren lahir dari kesadaran nilai masyarakat yang diwujudkan dalam lembaga
pendidikan berbasis nilai agama. Kekuatan basis masyarakat inilah yang menjadi daya dorong
kehadiran lembaga ini.7 Berikut peran pesantren dalam sosial masyarakat diantaranya:
1. Membentuk dan memberi corak serta nilai kehidupan pada masyarakat yang senantiasa
tumbuh dan berkembang.
Sejak berdirinya pada abad yang sama dengan masuknya islam hingga sekarang,
pesantren telah bergumul dengan masyarakat luas. Pesantren telah berpengalaman
menghadapi berbagai corak masyarakat dalam rentang waktu tertentu. Pesantren tumbuh atas
dukungan mereka, pesantren berdiri atas dorongan dan kebutuhan masyarakat. Oleh karena
itu, secara kultural lembaga pesantren tidak hanya bisa diterima oleh masyarakat, bahkan
telah ikut serta membantu dan memberi corak serta nilai kehidupan pada masyarakat yang
senantiasa tumbuh dan berkembang.
Pesantren dapat membentuk dan memberi corak serta nilai kehidupan pada masyarakat
yang senantiasa tumbuh dan berkembang dengan mempertahankan dan mengajarkan nilai-
nilai pendidikan Islam. Selain itu, pesantren juga memberikan pelayanan kepada masyarakat
dalam banyak aspek kehidupan. Pesantren memiliki simbol fisik yang memberi makna bahwa
pola kehidupan khas komunitas beragama yang memiliki anggota para santri dengan kiai
sebagai pemimpin utamanya. Pesantren juga memiliki pola serta klasifikasi yang spesifik
yang dapat dilihat dari struktur dan sistem pengajaran yang ada. Pesantren secara sosiologis
dapat dikategorikan sebagai subkultur dalam masyarakat karena ciri-cirinya yang unik, seperti
cara hidup yang dianut, pandangan hidup dan tata nilai yang diikuti serta hierarki kekuasaan
yang berbeda.
Pesantren juga memberikan semacam sistem nilai, yang mampu membentuk karakter
masyarakat penganutnya untuk tidak mudah terbuai dengan budaya baru. Sebagai lembaga
pendidikan dan lembaga sosial kemasyarakatan, pesantren telah memberi warna dan corak
khas dalam masyarakat Indonesia khususnya di daerah. Oleh karena itu, pesantren memiliki
peran penting dalam membentuk dan memberi corak serta nilai kehidupan pada masyarakat
yang senantiasa tumbuh dan berkembang di pesantren.

7 Rofiq, Pemberdayaan Pesantren (Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri dengan Metode
Daurah Kebudayaan), (Jakarta: Pustaka Pesantren, 2005), hal. 14

5
2. Sebagai training center dan sekaligus sebagai cultural center islam yang disahkan dan
dilembagakan oleh masyarakat.
Pada masa penjajahan kolonial, pesantren diakui secara umum telah menjadi benteng
perlawanan yang berkulminasi pada dukungan kepada Pangeran Diponegoro dan para
pengikutnya dalam melawan penjajah. Pada masa penjajahan pondok pesantren menjadi satu-
satunya lembaga pendidikan islam yang menggembleng kader-kader umat yang tangguh dan
gigih mengembangkan agama serta menentang penjajahan, berkat dari jiwa islam yang berada
di dadanya. Di dalam jiwa mereka telah tertanam pula jiwa patriotisme disamping fanatisme
agama yang dibutuhkan oleh masyarakat pada saat itu. Dengan demikian, sebagai lembaga
pendidikan islam, pondok pesantren dari sudut historis kultural dapat dikatakan sebagai
training center dan sekaligus sebagai cultural center islam yang disahkan dan dilembagakan
oleh masyarakat.
Dalam masa penjajahan, pesantren menjadi persemaian ideologi anti-Belanda.
Pesantren merupakan basis pertahanan bangsa dalam perang melawan penjajah demi lahirnya
kemerdekaan. Dengan demikian, pesantren berfungsi mencetak para kader bangsa yang benar-
benar patriotik, mereka sanggup mengorbankan segala jiwa dan raganya demi
memperjuangkan kemerdekaan bangsa.8 Perspektif historis menempatkan pesantren pada
posisi yang cukup istimewa dalam khazanah perkembangan sosial budaya masyarakat
Indonesia. Abdurrahman Wahid menempatkan pesantren sebagai subkultur tersendiri dalam
masyarakat Indonesia. Menurutnya, lima ribu buah pondok pesantren yang tersebar di enam
puluh delapan ribu desa merupakan bukti tersendiri untuk menyatakan sebuah subkultur.9
3. Agen perubahan (Agent Of Change)
Pada awal perkembangannya dan bahkan hingga awal era 70-an, walaupun dianggap
sebagai lembaga pendidikan yang tradisional yang tumbuh di masyarakat pedesaan, ternyata
juga mampu berperan sebagai lembaga sosial yang berpengaruh. Keberadaannya telah
memberikan pengaruh dan warna keberagaman dalam masyarakat sekitar, tidak hanya di
wilayah administrasi pedesaan, tetapi tidak jarang hingga melintasi daerah kabupaten di mana
pesantren itu berada. Oleh karena itulah kemudian pesantren dijadikan sebagai agen

8 Gunawan, Islam Nusantara dan Kepesantrenan, (Jember: Interpena, 2016), hal. 144-146
9 Mastuki, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2003), hal. 10

6
perubahan (Agent Of Change), sebagai lembaga perantara yang diharapkan mampu menjadi
penggerak pembangunan di segala bidang.
Reformulasi peran santri Indonesia sebagai agent of change (agen perubahan) dalam
mengawal perjalanan panjang bangsa ini ke depannya. Potensi dan peran pesantren sebagai
lembaga pendidikan non formal yang berbasis keagamaan cukup besar, didirikan secara
mandiri oleh dan untuk masyarakat, sangat berperan dalam pembentukan moral bangsa.
Konfigurasi kongkretnya adalah dengan melakukan optimalisasi peran santri dan pesantren
yang ke depan bisa menjadi dan mencetak sosok pemimpin yang bersahaja dan sederhana
serta tak ingin diperlakukan istimewa.
4. Laboratorium sosial kemasyarakatan
Pesantren dapat dijadikan sebagai laboratorium sosial kemasyarakatan karena
memiliki peran dalam melakukan gerakan transformasi sosial terhadap masyarakat sekitar
pesantren. Selain itu, pesantren juga dapat menjadi laboratorium perdamaian dan inovasi.
Pesantren dapat menjadi pusat penelitian atau social lab yang difasilitasi oleh pesantren untuk
kelompok-kelompok swadaya dalam bidang ekonomi, sosial, dan lain-lain. Pesantren juga
dapat menjadi wahana laboratorium sosial untuk pengembangan masyarakat dengan
mengajarkan nilai-nilai dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Pesantren yang apabila dilihat dari letak geografis bangunannya biasanya agak
terpisah dari masyarakat, ternyata juga mampu memainkan peran sebagai laboratorium sosial
masyarakat. Dengan letak geografis yang agak terpisah dari lingkungan, ternyata tidak
menjadikan pesantren terisolasi, tetapi justru membuat pesantren lebih mudah melakukan
kontrol serta melihat lebih jernih berbagai perkembangan di luar pesantren. Dari sinilah
sehingga bisa dikatakan bahwa pesantren adalah merupakan laboratorium sosial
kemasyarakatan. Para orang tua yang memasukkan anaknya dalam pendidikan pesantren
selain berharap agar anaknya mendapatkan pendidikan agama yang kuat, juga berharap
anaknya bisa hidup mandiri dan dapat bersosialisasi sehingga kelak dapat berkiprah di tengah
kehidupan masyarakat yang sesungguhnya.
Dalam laboratorium sosial kemasyarakatan di pesantren, kelompok-kelompok
swadaya yang difasilitasi oleh pesantren dapat melakukan komunikasi dengan pesantren
secara timbal balik untuk melakukan pengembangan kelompok mereka, baik dari segi jumlah
anggota, kualitas, pelayanan, maupun perluasan sasaran. Pengembangan masyarakat yang

7
menjadi wahana laboratorium sosial ini selanjutnya akan menjadi bahan untuk tambahan
khazanah ilmu pengetahuan santri yang pada gilirannya akan menambah wawasan pemikiran,
sehingga menambah kepekaan mereka. Oleh karena itu, pesantren dapat menjadi laboratorium
sosial kemasyarakatan yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar pesantren dan
juga bagi santri yang belajar di pesantren.
Potensi Pondok Pesantren
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia potensi adalah kemampuan yang mempunyai
kemungkinan untuk dikembangkan; kekuatan; kesanggupan; daya, di dalam pondok pesantren
ada beberapa unsur yang dapat dikembangkan (potensi), yaitu:
1. Pondok
Pada awal perkembangannya, pondok bukanlah semata-mata dimaksudkan sebagai
tempat tinggal atau asrama para santri, untuk mengikuti dengan baik pelajaran yang diberikan
oleh kyai, tetapi juga sebagai tempat pelatihanbagi santri yang bersangkutan agar mampu
hidup mandiri dalam masyarakat. Namun dalam perjalanan waktu, terutama pada masa
sekarang, tampaknya lebih menonjol fungsinya sebagai tempat pemondokan atau asrama, dan
setiap santri dikenakan semacam sewa atau iuran untuk pemeliharaan pondok. Biasanya,
pembangunan pondok bagi santri dibagun di atas tanah milik kyai, walaupun dalam
perkembangannya sudah banyak pemondokan didirikan di atas tanah milik masyarakat yang
diwakafkan ke pondok pesantren.
Pemondokan bagi santri merupakan ciri khas dari pondok pesantren dengan sistem
pendidikan tradisional sedang pada sistem modern hanya menyediakan gedung belajar dan
santri pulang pergi dari rumah mereka atau sebagaian dari mereka menyewa rumah penduduk
di sekitar pondok. Harun Nasution mengatakan, transformasi pesantren telah terjadi tidak saja
dalam sarana, tetapi juga dalam sistem pendidikannya; di samping sistem salafi juga madrasi
dan bahkan digabung dengan pengembangan keterampilan tangan. Meskipun demikian,
pesantren tetap melestarikan tradisi utamanya yaitu pembinaan moral untuk selalu berbuat
sopan santun, semangat mencari ilmu dan sikap hidup mandiri.10 Walau santri dalam format
pesantren modern bisa pulang pergi dari rumah mereka, bukan berarti lepas dari
kontrol/pantauan pesantren. Tetapi dengan sederetan aktivitas kepesantrenan justru

10 Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren, (Jakarta: Paramadina,1997), hal. 17

8
diharapakan akan muncul nilai-nilai dan tradisi keislaman yang mengakar kuat dalam jiwa
santri.
Pemondokan dibangun sesuai dengan jumlah santri yang menuntut ilmu. Semakin
besar jumlah santri, maka semakin banyak asrama yang dibutuhkan dan ini dibebankan
kepada santri dan wali santri dengan uang sumbangan pembangunan. Ada tiga alasan pondok
pesantren menyediakan pemondokan bagi santri yaitu kemasyhuran seorang kyai, hampir
semua pesantren berada di desa-desa terpencil di mana tidak tersedia perumahan atau
penginapan yang cukup untuk santri, dan ada sikap timbal balik antara kyai dan santri.
2. Masjid
Keberadaan masjid tidak terlepas dari dunia pendidikan Islam karena ia adalah salah
satu pusat pengembangan ajaran Islam pada masa awal Islam. Keberadaannya yang sangat
vital menuntut pondok pesantren untuk membangun masjid dalam pesantren sebagai tempat
mendidik para santri, shalat lima waktu, dan pengajian kitab-kitab klasik. Seorang kyai yang
ingin mengembangkan sebuah pondok pesantren biasanya pertama-tama akan mendirikan
masjid di dekat rumahnya. Masjid yang telah dibangun dijadikan sebagai tempat/lembaga
pendidikan bagi santri dalam pelatihan-pelatihan dan pendidikan elementer yang secara
tradisional diberikan dalam pengajian-pengajian. Terkadang rumah kyai, rumah guru dan
langgar-langgar juga menjadi tempat penyelenggaraan pengajian (pendidikan).
Dalam perkembangan terakhir menunjukkan, di dalam mesjid terdapat ruangan-
ruangan yang berupa kelas-kelas sebagaimana terdapat di madrasah-madrasah. Namun
demikian, masjid masih tetap digunakan sebagai temapat belajar-mengajar. Pada sebagian
pesantren masjid berfungsi sebagai tempat i’tikaf dan melaksanakan latihan-latihan, atau
suluk dan dzikir, maupun amalan-amalan dalam kehidupan tarekat dan sufi.11 Sebagai
lembaga pendidikan, masjid atau langgar mempunyai fungsi yang tidak terlepas dari
kehidupan keluarga. Sebagai lembaga pendidikan, berfungsi sebagai penyempurna pendidikan
dalam keluarga, agar selanjutnya anak mampu melaksanakantugas-tugas hidup dalam
masyarakat dan lingkungannya.
Pada mulanya pendidikan di langgar atau di masjid, dalam arti sederhana dapat
dikatakan sebagai lembaga pendidikan formal, dan sekaligus lembaga pendidikan sosial. Pada

11 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. (Jakarta: LP3ES,
1885), hal. 136

9
tahap-tahap awal, penyelenggaraan pendidikan antara langgar atau surau dibedakan dengan
masjid, di mana pendidikan di surau atau langgar adalah pendidikan tingkat dasar yang biasa
disebut pengajian al-Qur’an. Kemudian pendidikan dan pengajaran di tingkat lanjutan disebut
pengajian kitab dan diselenggarakan di masjid. Dengan demikian, di surau atau di langgar dan
masjid pada masa lalu (sebelum timbul dan berkembangnya madrasah), telah diselenggarakan
dua macam starata pendidikan yaitu pendidikan dasar, yang disebut pengajian al-Qur’an,
pendidikan ini berada di bawah bimbingan guru mengaji al-Qur’an. Dan yang kedua,
pendidikan tingkat lanjutan yang disebut Guru Kitab.12
3. Kitab-kitab klasik
Unsur pokok lain yang cukup membedakan pesantren dengan lembagapendidkan lain
adalah bahwa pada pesantren diajarkan kitab-kitab klasik yang dikarang para ulama terdahulu,
mengenai berbagai macam ilmu pengetahuan agama Islam dan bahasa Arab. Pelajaran
dimulai dengan kitab-kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab tentang
berbagai ilmu yang mendalam. Dan tingkatan suatu pesantren dan pengajarannya biasanya
diketahui dari jenis-jenis kitab yang diajarkan.
Keseluruhan kitab klasik yang diajarkan di pesantren dapat digolongkan kepada 8
kelompok: a. Nahwu; b. Fiqh; c. Usul fiqh; d. Hadis; e. Tafsir; f. Tauhid; g. Tasawuf dan
etika; h. Cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah.13 Kitab-kitab tersebut meliputi teks
yang sangat pendek sampai teks yang terdiri dari berjilid-jilid tebal mengenai hadis, tafsir,
fiqh, ushul fiqh dan tasawuf. Kesemuanya dapat digolongkan kepada tiga kelompok yaitu
kitab-kitab dasar, kitab-kitab tingkat menengah, dan kitab-kitab besar.
4. Kyai
Dalam tradisi pesantren banyak memiliki kemiripan dengan tradisi yang ada dalam
tasawuf, dalam hal ini tarekat. Misalnya saja dalam persoalan penghormatan kepada kyai,
sikap hormat kepada kyai adalah ajaran yang mendasar yang ditanamkan kepada santri.
Bahkan kepatuhan itu disinyalir lebih penting dari mencari ilmu itu sendiri.14 Penyebutan kyai

12 Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, (Jakarta:
LP3ES, 1986), hal. 152
13 Ibid,. hal. 50
14 Syahrul ’Adam Mf. Pesantren: Kiai dan Tarekat, (Satu Potret Sejarah Sosial Pendidikan Islam
Indonesia, 2008), hal. 272

10
di beberapa daerah berbeda-beda. Di Jawa barat sendiri orang yang memimpin pesantren di
sebut dengan Ajengan, sedangkan di Jawa Timur di sebut Kyai. 15
Perkembangan zaman membawa perubahan areal penamaan kyai tidak terbatas pada
orang yang mempunyai atau memimpin pondok pesantren, akan tetapi beberapa orang yang
mempunyai pengaruh besar di kalangan masyarakat walaupun tidak mempunyai pondok
pesantren di sebut juga dengan kyai. Sebutan kyai pada masa penjajahan mempunyai
kedudukan yang prestise, karena kesultanan pada masa itu lebihbanyak mengurus masalah
politik, maka secara otomatis bidang agama dipegang oleh kyai. Karena cakupan bidang
agama melingkupi segala aspek seperti, hak milik,perkawinan, perceraian, harta warisan, dan
lain-lain, kekuasan kyai lebih besar daripada kesultanan atau raja pada masa itu. Oleh karena
itu, mereka lebih diterima secara umum di nusantara dan bahkan pada masa kemerdekaan
banyak di antara mereka diangkat menjadi menteri, anggota parlemen, duta besar, dan
pejabat-pejabat tinggi pemerintahan. Bila ditelusuri lebih mendalam, keberadaan kyai dalam
sejarah pondokpesantren adalah salah satu yang sangat vital, karena keberlangsungan
pesantrentergantung dari peran kyai di dalamnya.
Hilmy mengatakan, kyai adalah cendekiawan agama (ulama), kyai tidak memperoleh
gelar dari sistem pendidikan formal, tetapi lebih dari itu, gelar itu datang dari masyarakat.16
Karena pengaruh kyai yang cukup besar di masyarakat, menempatkan kyai sebagai kelompok
”elite”, baik di tingkat nasional maupun daerah. Sejak Indonesia merdeka, sebagian mereka
diangkat menjadi anggota di lembaga legislatif dan menjadi duta-duta besar.17 Secara umum,
penyebutan kyai dalam sejarah pesantren atau masyarakat Islam di Jawa mempunyai tiga
pandangan berbeda antara lain:
a. Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat seperti, ”Kyai
Gadura Kencana” dipakai untuk sebutan kereta emas yang ada di keraton Yogyakarta.
b. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
c. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki
atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para
santrinya.

15 Ibid., hal. 273.


16 Hilmy Muhammadiyah dan Sulthan Fatoni, NU Identitas Islam Indonesia, (Jakarta: Elsas, 2004),hal.
110
17 Daud Rasyid, Islam dalam Berbagai Dimensi, (Jakarta: Usamah Press, 2003), hal. 297

11
Berangkat dari beragamnya penggunaan istilah kyai, maka tidak benar menurut Aliy
As’ad, bila mengatakan bahwa kyai mesti ahli agama Islam. Menurut As’ad, gelar kyai
digunakan dalam tiga dimensi: pertama, kyai ulama seperti Kyai Hasyim Asy’ari, Kyai
Mahfudz al-Termasi, dan lain-lain. Kedua, Kyai sebutan, artinya sebutan kepada yang
mempunyai kelebihan, mereka juga mempunyai pendukung untuk mengakui kelebihannya.
Ketiga, Kyai aku-akuan yakni kyai yang sebetulnya tidak mempunyai kelebihan spritual apa-
apa.
Untuk mengetahui siapa yang layak disebut kyai, mesti harus ada parameteryang jelas.
Syahrul Adam yang mengutip Abuddin Nata menyebutkan, bahwa kyai secara keilmuan
mempunyai ciri-ciri, (1) menguasai ilmu agama secara mendalam; (2) keilmuan yang dimiliki
telah mendapat pengakuan dari masyarakat sekelilingnya; (3) menguasai kitab kuning dengan
matang; (4) taat beribadah kepada Allah SWT; (5) mempunyai kemandirian dalam bersikap;
(6) tidak mau mendatangi penguasa; (7) mempunyai geneologi ke-kyai-an; dan (8)
memperoleh ilham dari Allah.18
5. Santri
Pengertian santri lebih tertuju kepada pesantren dengan sistem pendidikan tradisional
sedangkan pada pendidikan modern yang menganut sistem barat di sebut siswa. Namun dalam
pendidikan sistem tradisional pesantren ada dua macam santri. Pertama, Santri Mukim yaitu
santri yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren, dan
mereka juga mempunyai tanggung Jawab mengurusikepentingan pesantren sehari-hari.
Kedua, Santri Kalong yaitu santri yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren, yang
biasanya tidak menetap di dalam pesantren.
Untuk mengikuti kegiatan pesantren, mereka pulang pergi dari rumahnya sendiri.
Keberadaan jumlah santri mukim dan santri kalong menjadi cerminan besar dan majunya
sebuah pondok pesantren. Semakin besar jumlah santri mukim, maka semakin besar sebuah
pesantren. Dan pesantren kecil jumlah santri kalongnya lebih banyak dari jumlah santri
mukimnya. Keberadaan santri di pondok pesantren dan menetap di asrama dengan berbagai
alasan antar lain:

18 Ibid,. hal. 273

12
a. Ia ingin mempelajari kitab-kitab lain yang membahas Islam secara lebih mendalam di
bawah bimbingan kyai yang memimpin pesantren tersebut.
b. Ia ingin memperoleh pengalaman kehidupan pesantren, baik dalam bidang pengajaran,
keorganisasian maupun hubungan dengan pesantren-pesantren yang terkenal.
c. Ia ingin memusatkan studinya di pesantren tanpa disibukkan oleh kewajiban sehari-hari di
rumah keluarganya. Di samping itu, dengan tinggal di pesantren yang sangat jauh letaknya
dari rumah tidak memungkinkannya untuk pulang bolak-balik.

KESIMPULAN
1. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang memenuhi syarat dan ketentuan
kelembagaan pesantren di Indonesia berdasarkan hasil survery administrasi Kementrian
Agama Republik Indonesia. Munculnya program baru yang berwajah modern dan formal
seperti madrasah, sekolah, dan bahkan universitas adalah dampak dari munculnya
modernitas dalam perkembangan zaman. Salah satu agenda penting pesantren dalam
kehidupan dewasa ini adalah memenuhi tantangan modernisasi yang menuntut tenaga
trampil di sektor-sektor kehidupan modern.
2. Peran pesantren dalam sosial masyarakat diantaranya yaitu membentuk dan memberi
corak serta nilai kehidupan pada masyarakat yang senantiasa tumbuh dan berkembang,
sebagai training center dan sekaligus sebagai cultural center islam yang disahkan dan
dilembagakan oleh masyarakat, agen perubahan (Agent Of Change) dan laboratorium
sosial kemasyarakatan.
3. Potensi pondok pesantren berupa pondok, masjid, kitab-kitab klasik, kyai, dan santri
merupakan potensi yang baik, pengembangan potensi tersebut dapat mengimbangi segala
tuntutan zaman modern. Pondok pesantren akan terus eksis di masyarakat Indonesia
selama pondok pesantren dapat mengambangkan potensi tersebut atau istilah lain dapat
memaksimalkan potensi yang dimiliki tanpa harus kehilangan ciri khas dari pondok
pesantren itu sendiri. Layaknya sebuah industri pesantren dapat mengambangkan
pendidikan disesuaikan dengan keadaan.

13
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin, Faizal. dkk. (2017) Perencanaan Pondok Pesantren Modern Samarinda Dengan
Pendekatan Arsitektur Lokal Kalimantan Selatan. (Fakultas Teknik : Universitas 17
Agustus 1945, Samarinda)
Dhofier, Zamakhsyari. (1885) Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai.
(Jakarta: LP3ES)
Djazilam, Syukron. (2019) Relevansi Sistem Pendidikan Pesantren Tradisional dalam Era
Modernisasi, Jurnal Al-Insyiroh: Jurnal Studi Keislaman Vol. 5 No. 1
Gunawan. (2016) Islam Nusantara dan Kepesantrenan, (Jember: Interpena)
Madjid, Nurcholis. (1997) Bilik-bilik Pesantren, (Jakarta: Paramadina)
Mastuki. (2003) Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka)
Mf, Syahrul ’Adam. (2008) Pesantren: Kiai dan Tarekat, (Satu Potret Sejarah Sosial Pendidikan
Islam Indonesia)
Muhammadiyah, Hilmy dan Sulthan Fatoni. (2004) NU Identitas Islam Indonesia, (Jakarta:
Elsas)
Purnamasari, Lukita. (2010) Skripsi: Peranan Pondok Pesantren Dalam Menggerakkan
Partisipasi Santri Untuk Pembangunan Masyarakat. (Universitas Negeri Yogyakarta)
Rahim, Husni. (2021) Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Logos Wacana
Ilmu)
Rasyid, Daud. (2003) Islam dalam Berbagai Dimensi, (Jakarta: Usamah Press)
Ratna, Nyoman Kutha. (2010) Metodologi Penelitian; Kajian Budaya dan Ilmu Sosial
Humaniora Pada Umumnya, Cet. I (Yogyakarta: Pustaka Belajar)
Rofiq. (2005) Pemberdayaan Pesantren (Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri
dengan Metode Daurah Kebudayaan), (Jakarta: Pustaka Pesantren)
Steenbrink, Karel A. (1986) Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun
Modern, (Jakarta: LP3ES)

14

Anda mungkin juga menyukai