Anda di halaman 1dari 135

PSIKOLOGI MANAJEMEN

Psikologi Manajemen |

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta


Pasal 1
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Pidana
Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi

i
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf I untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan / atau
pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan / atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan / atau huruf h untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan /
atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I

PSIKOLOGI MANAJEMEN

Editor:
Samsu, S.Ag., M.Pd.I., Ph.D.

PUSAKA JAMBI
2017

ii | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


Psikologi Manajemen |

PSIKOLOGI MANAJEMEN

Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


@Desember 2017

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang


All right reserved

Editor:
Samsu, S.Ag., M.Pd.I., Ph.D.

Layout & Desain Cover:


Murjoko, S.Kom

Diterbitkan oleh:
Pusat Studi Agama dan Kemasyarakatan (PUSAKA)
email: pusakajambi@gmail.com

Cetakan I, Desember 2017 x +


132 halaman; 15,5 x 23 cm.
ISBN: 978-979-24-ŖŚŝŖȬŞ

KATA PENGANTAR
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Dengan mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, buku
dengan judul ”Psikologi Manajemen” ini dapat diterbitkan tepat
pada waktunya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah
kepada Nabi Muhammad saw, yang telah mencerahkan
kehidupan manusia dengan ilmu, iman, dan amal shaleh.
iii
Selaku pimpinan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, kami menyatakan penghargaan
yang setinggi-tingginya dan menyampaikan ucapan terima kasih
yang setulus-tulusnya kepada penulis yang telah menuangkan
gagasan dan pemikirannya dalam buku ini, sehingga dapat
menambah produktivitas, karya, serta buku referensi yang dapat
digunakan oleh semua pihak, terutama mahasiswa di perguruan
tinggi dalam melakukan tradisi keilmuan dengan kajian-kajian
yang relevan dengan apa yang dituangkan dalam buku ini.
Buku ini hadir untuk melengkapi kurangnya referensi yang
ada dan terkait dengan masalah yang diangkat dalam buku ini.
Sudah barang tentu disadari mungkin masih jauh dari harapan
karena kekhilafan dan kekurangan yang ada. Karena itu, selaku
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sulthan Thaha
Saifuddin
Jambi, saya mendorong kepada penulis untuk tetap menulis demi

Psikologi Manajemen |

kemajuan dan pengembangan ilmu pengetahuan pada masa-masa


yang akan datang.

Jambi, September 2017

Dekan,

Dr. H. Kasful Anwar Us, M.Pd


NIP. 19681204 199403 1 004

iv | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


PENGANTAR PENULIS

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena
dengan taufik dan hidayah-Nya, penulis telah diberi kesempatan
dan kekuatan sehingga dapat menyelesaikan penulisan buku
”Psikologi Manajemen” ini. Kemudian, shalawat dan salam
semoga senantiasa tercurah kepada Junjungan kita, Nabi
Muhammad saw, yang telah berjasa besar dalam mereformasi
kehidupan manusia di muka bumi ini menuju alam yang terang
benderang yang diwarnai dengan ketauhidan, ilmu pengetahuan,
dan akhlak mulia.
Buku ini penulis susun dengan tujuan untuk membantu
memudahkan mahasiswa untuk mencapai materi perkuliahan
yang sangat banyak, sedangkan waktu yang diberikan hanya satu
semester. Psikologi manajemen merupakan ilmu terapan yang
menggabungkan aspek psikologi dan manajemen, sehingga dapat
memahami perilaku manusia dalam penerapan manajemen
sebagai ilmu maupun sebagai seni, sehingga pada akhirnya
mampu mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam pencapaian
kinerja organisasi secara keseluruhan.
Terwujudnya buku ini adalah berkat bantuan dari semua
pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah ikut berpartisipasi dalam rangka mewujudkan buku ini, serta
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para civitas
akademika di lingkungan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi,
khususnya kepada Dr.

Psikologi Manajemen |

v
H. Kasful Anwar US, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi, yang telah memberikan motivasi sehingga penulisan buku
ini dapat tercapai.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa terdapat banyak
kekurangan dalam penulisan buku ini, yang semata-mata
merupakan kelemahan dan kealfaan dari penulis sendiri. Untuk
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan buku ini. Hanya kepada Allah SWT,
sumber segala kebenaran dan kesempurnaan, penulis serahkan
semuanya. Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin
yaa rabbal ‘aalamiin.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jambi, 1 September 2017


Penulis,

Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I

vi
| Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I

DAFTAR ISI
Pengantar Dekan FTK UIN STS Jambi .......................................... v

Pengantar Penulis ............................................................................. vii

Daftar Isi ............................................................................................ ix

Bagian I : Pendahuluan..............................................................................1

Bagian II : Pengantar Psikologi Manajemen...........................................3

Bagian III : Pengetahuan Manajemen....................................................11

Bagian IV : Landasan Psikologi Manajemen.........................................19

Bagian V : Planning Organisasi Pendidikan.........................................27

Bagian VI : Organizing Organisasi Pendidikan....................................37

Bagian VII : Actuating Organisasi Pendidikan......................................43

Bagian VIII : Controlling Organisasi Pendidikan..................................47

Bagian IX : Efektivitas Kepemimpinan..................................................53

Bagian X : Budaya Organisasi.................................................................59

Bagian XI : Motivasi (Teori, Konsep, dan Aplikasi).............................65

Bagian XII : Pengambilan Keputusan....................................................71

Bagian XIII : Penerapan Psikologi Manajemen......................................83

Bagian XIV : Inovasi Organisasi..............................................................99

Bagian XV : Kinerja Organisasi yang Unggul.....................................107

Daftar Pustaka.........................................................................................125

Psikologi Manajemen | vii


Curriculum Vitae.....................................................................................131

x | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


BAGIAN I PENDAHULUAN

Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi


kebutuhan kelangsungan hidupnya. Manusia juga berusaha
memikirkan dan menjelajah hal-hal yang baru demi kelangsungan
hidup di masa yang akan datang. Lebih lanjut, manusia adalah
makhluk yang berpikir, merasa, dan mengindera; dan totalitas
pengetahuan berasal dari ketiga sumber ini, di samping wahyu,
yang merupakan komunikasi Sang Pencipta dengan makhlukNya.
Kemampuan yang dimiliki oleh manusia ini pada akhirnya
menemukan berbagai pengetahuan baru berlandaskan secara
ontologi, epistemologi, dan aksiologi ilmu itu sendiri.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin pesat pada gilirannya turut memperkaya dan
memperluas wahana ilmu manajemen Penemuan-penemuan baru
dalam bentuk konsepkonsep, prinsip-prinsip, dan macam-macam
prosedur ternyata sangat diperlukan untuk melaksanakan proses
manajemen secara efektif.
Kemajuan ilmu dan teknologi tersebut terutama terpusat pada
ilmu-ilmu perilaku (behavioural sciences) yang memandang
manusia sebagai suatu yang memiliki serba kemungkinan. Ilmu ini
bertitik tolak pada hukum probabilitas. Manusia bukan suatu
mesin yang bersifat mekanistik, melainkan memiliki motivasi,
ambisi, aspirasi, kreativitas, dan berbagai potensi psikologis
lainnya. Karena itu, manusia bertingkah laku berdasarkan situasi
yang menuntut keluwesan dan adaptif. Konsep dan teori psikologi
ini banyak, bahkan besar pengaruhnya terhadap ilmu manajemen
dan praktek manajemen dalam setiap organisasi dan kelembagaan
yang ada dewasa ini.

Psikologi Manajemen | 1
BAGIAN II PENGANTAR
PSIKOLOGI MANAJEMEN

A. Pengertian Psikologi Manajemen


Psikologi adalah studi tentang tingkah laku manusia, yakni
tingkah laku individu yang berinteraksi dengan lingkungannya.
Individu merupakan suatu kesatuan organisme yang hidup,
potensial berkembang. Lingkungan mengandung makna yang luas
meliputi lingkungan sosial dan lingkungan alami.1
Psikologi sebagai suatu ilmu memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1. Obyek psikologi adalah tingkah laku organisme yang dapat
diamati. Fungsi psikologi adalah untuk menentukan dan
menjelaskan tingkah laku tersebut, misalnya mengapa
manusia melakukan perbuatan tertentu, dan kondisi-kondisi
apa yang menyebabkan atau mempengaruhinya, sehingga
berlaku/ berbuat tertentu.
2. Psikologi berupaya menjelaskan tingkah laku serta
hubungannya dengan kondisi-kondisi lingkungan, atau
pengamalan, dan keadaan orang yang melakukan tingkah
laku tersebut, secara sistematis dan komprehensif.
3. Psikologi menggunakan metode ilmiah untuk menjelaskan
tingkah laku, berdasarkan data yang diperoleh melalui
observasi yang sistematik, misalnya dengan tes yang handal.
4. Penerapan psikologi dalam situasi praktis berdasarkan pada
pengetahuan ilmiah tentang tingkah laku. Jadi bukan dengan
cara common sense, melainkan menggunakan prinsip-prinsip
psikologi secara sistematis.

1 Hamalik, Oemar, (1993). Psikologi Manajemen (Penuntun Bagi Pemimpin).


Bandung: Trigenda Karya, h. 17.

2 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


Proses Interaksi
Tingkah laku individu (organisme) pada hakekatnya
merupakan reaksi terhadap suatu/seperangkat stimulus, yang
berasal dari lingkungan dan bersumber dari dunia, reaksi mana
ditujukan kepada lingkungan dan dunia sekitarnya.

Tingkah Laku Manusia


Semua jenis tingkah laku pada umumnya ditandai oleh
unsurunsur sebagai berikut:
1. Suatu tingkah laku dilandasi oleh motivasi tertentu.
Perubahan tingkah laku mulai dari keadaan organisme
memiliki motivasi dan keadaan ini timbul bersumber atau
dari luar kebutuhan organisme.
2. Tingkah laku yang bermotivasi adalah tingkah laku yang
sedang dalam keadaan mencapai tujuan. Fungsi pencapaian
tujuan adalah ”pengurangan” dalam ketegangan dalam
keadaan memerlukan.
3. Seseorang melakukan suatu tingkah laku dipengaruhi oleh
tujuan yang dapat memuaskan kebutuhannya, sehingga
bersifat selektif dan regulatif.
4. Lingkungan menyediakan kesempatan dan sekaligus
membatasi tingkah laku organisme.
5. Tingkah laku dipengaruhi oleh proses-proses dalam
organisme.
6. Tingkah laku ditentukan oleh kapasitas pada organisme
manusia itu sendiri.

Hakekat Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi pola-pola tingkah laku yang
diperoleh dalam lingkungan tersebut. Lingkungan ini dibagi
menjadi dua bagian, yaitu lingkukngan kultural dan lingkungan
manusia (interpersonal).
1. Lingkungan Kultural

Psikologi Manajemen | 3
Lingkungan kultural adalah sesuatu yang ada yang bebas
dari orang (person), yang bersifat non personal. Lingkungan
kultural meliputi objek fisik dan nilai-nilai masyarakat.
Halhal tersebut dianggap bebas dalam arti di luar orang
tertentu dan diperoleh oleh para warga masyarakat.
Lingkungan kultural merupakan sumber dan sekaligus
pembatas bagi perkembangan kepribadian. Lingkungan ini
menentukan jenisjenis pengalaman yang pada gilirannya
dapat memahami dan mengapresiasi jenis-jenis tingkah laku.
Dalam skala yang lebih luas, lingkungan kultural dapat
dibagi menjadi beberapa dimensi, yaitu struktur dan fungsi
keluarga, pendidikan, politik, ekonomi, keagamaan, rekreasi,
dan pelayanan sosial. Dalam dimensi-dimensi ini sudah tentu
mencakup segi organisasi dan manajemen. Ini berarti juga
merupakan suatu lingkungan yang dapat memberikan
pengaruh terhadap tingkah laku manusia dan kepribadian
orang.
2. Lingkungan Interpersonal
Manusia, individu, dan person juga merupakan
lingkungan. Banyak kegiatan manusia dapat dilaksanakan
dalam hubungan dengan orang lain. Manusia memberikan
stimulus sehingga menimbulkan respon kepada orang
lainnya. Antara manusia yang satu dengan yang lainnya
terjadi proses interaksi dan saling mempengaruhi.
Dalam kenyataannya, kedua jenis lingkungan ini merupakan
suatu lingkungan yang kompleks, terkandung di dalamnya kedua
kategori tersebut. Kenyataan ini dapat dilihat dalam lingkungan
organisasi dan manajemen, di mana unsur manusia, alat, waktu,
alam, dan objek fisik lainnya berpadu menjadi satuan stimulus
terhadap personil, yang menuntut jenis dan pola tingkah laku
tertentu.
Manajemen adalah suatu proses sosial yang berkenaan
dengan keseluruhan usaha manusia dengan bantuan manusia
serta sumbersumber lainnya menggunakan metode yang efisien

4 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya.2
Bertitik tolak dari rumusan tersebut, maka ada beberapa hal
yang perlu dijelaskan lebih lanjut, yaitu sebagai berikut:
1. Manajemen merupakan suatu proses sosial yang merupakan
proses kerja sama antar dua orang atau lebih secara formal.
2. Manajemen dilaksanakan dengan bantuan sumber-sumber,
yakni sumber manusia, sumber material, sumber biaya, dan
sumber informasi.
3. Manajemen dilaksanakan dengan metode kerja tertentu yang
efisien dan efektif, dari segi tenaga, dana, waktu, dan
sebagainya.
4. Manajemen mengacu ke pencapaian tujuan tertentu, yang
telah ditentukan sebelumnya.
Dalam teori proses manajemen, ada tiga unsur pokok yang
berkenaan dengan pekerjaan seorang manajer, yaitu gagasan
(ideas), hal atau benda (thing), dan orang (people). Unsur-unsur
tersebut direfleksikan dalam tugas-tugas sebagai berikut:
1. Berpikir konseptual, yakni seseorang merumuskan
gagasangagasan dan kesempatan-kesempatan baru dalam
organisasi.
2. Administrasi, yakni merinci proses manajemen.
3. Kepemimpinan, yakni memotivasi orang-orang supaya
melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan organi
sasi.
Menurut Ricky W. Griffin, manajemen adalah sebagai sebuah
proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan
pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif
dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai
dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang
ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan
jadwal.

2 Ibid., h. 19.

Psikologi Manajemen | 5
Terdapat beberapa fungsi-fungsi manajemen yang
dikemukakan para pakar. Fungsi-fungsi manajemen menurut para
pakar adalah serangkaian kegiatan yang dijalankan mengikuti
suatu tahapantahapan tertentu dalam pelaksanaannya.
Beberapa pakar yang menjelaskan fungsi-fungsi manajemen
adalah sebagai berikut:
1. Luther Gullick: Perencanaan; Pengorganisasian; Staf
(Penyusunan pegawai); Pembinaan kerja; Pengkoordinasian;
Pelaporan; Pengawasan.
2. George Terry: Perencanaan; Pengorganisasian; Penggerak
(Actuating); Pengawasan.
3. James Stone: Perencanaan; Pengorganisasian; Pimpinan;
Pengawasan.
4. Kootz dan Donnel: Perencanaan; Pengorganisasian; Staf
(Penyusunan pegawai); Pengarahan (Direksi); Pengawasan.
5. Nickels, McHugh, dan Mc Hugh: Perencanaan;
Pengorganisasian; Pengarahan (Direksi); Pengawasan.
6. Richard Griffin: Perencanaan; Pengorganisasian; Pimpinan;
Pengawasan.
7. Earnest Dale: Perencanaan; Pengorganisasian; Staf
(penyusunan pegawai); Pembinaan kerja (Direksi);
Penginovasian; Presentasi; Pengawasan.
Dengan demikian, fungsi-fungsi dalam proses manajemen
terdiri dari merencanakan, mengorganisasikan, menyusun staf,
mengarahkan, dan mengontrol. Merencanakan berarti memilih
serangkaian tindakan. Mengorganisasikan berarti menata
pekerjaan untuk melaksanakan rencana. Menyusun staf berarti
memiliki dan mengalokasikan pekerjaan kepada orang-orang yang
akan melaksanakannya. Mengarahkan berarti menuntut tindakan
bertujuan pada pekerjaan. Mengontrol berarti rencana
dilaksanakan dan dilengkapi.
Psikologi manajemen pada hakikatnya merupakan bagian
integral dalam ilmu manajemen. Manajemen sebagai suatu sistem

6 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


yang mengandung komponen input (masukan), proses, dan output
(keluaran), yang masing-masingnya tidak dapat dipisahkan dari
keterlibatan faktor manusia, bahkan keberhasilan manajemen itu
sendiri sangat tergantung pada pendayagunaan unsur tingkah
laku manusia yang berdaya guna dan berhasil guna.
Psikologi manajemen berkenaan dengan manusia sebagai
kunci manajemen, maka karena itu erat kaitannya dengan upaya
pengembangan sumber daya manusia sebagai tenaga
pembangunan. Kualitas manusia perlu ditingkatkan, dan kualitas
itu sangat tergantung pada pembinaan potensi manusia itu sendiri
menurut keperluan.
Pola pikir ini sudah tentu mewarnai studi manajemen, karena
kualitas manajer dan bawahan serta orang-orang yang terlibat
dalam proses manajemen itu sudah tentu harus ditingkatkan pula
mutunya, sehingga secara keseluruhan mutu semua unsur
ketenagaan sebagai bagian dari sistem kemanusiaan perlu
dikembangkan sebagai sumber vital.
Psikologi Manajemen adalah suatu studi tentang tingkah laku
manusia yang terlibat dalam proses manajemen dalam rangka
melaksanakan fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya.3
Pada dasarnya fokus studi Psikologi Manajemen adalah
tingkah laku manusia yang berperan serta pada semua jenjang
sistem manajemen, dan yang terlibat dalam pelaksanaan proses
manajemen.

B. Urgensi Psikologi Manajemen dalam Pendidikan


Adapun manfaat Psikologi Manajemen adalah sebagai
berikut:
1. Manajer sebagai pembuat keputusan.

3 Ibid., h. 17.

Psikologi Manajemen | 7
Secara esensial, seorang manajer adalah seorang pembuat
keputusan, berdasarkan penilaian terhadap kesiapan kerja atau
kedudukan kerja sekarang, mengorganisasi lingkungan kerja yang
mengarahkan bawahannya (staf) ke deferensiasi baru dan integrasi
baru tingkah lakunya. Dalam pembuatan keputsuan itu, manajer
melakukan manipulasi dan pengawasan terhadap tingkah laku
bawahannya, mengadakan prediksi, memberikan lingkungan kerja
tertentu, sehingga menghasilkan tingkah laku yang diharapkan.
Keputusan manajer dipengaruhi oleh tujuan, minat, dan
tingkah laku yang ada pada bawahannya. Proses pembuatan
keputusan pada hakekatnya dibatasi oleh tingkah laku
manusianya. Keputusan tersebut mempengaruhi lingkungan kerja
dengan cirinya masingmasing.
2.Psikologi membantu pengembangan manajer.
Ada tiga bentuk kontribusi (sumbangan) psikologi bagi
manajer, yaitu:
a. Memberikan seperangkat konsep dan prinsip yang
membantu manajer untuk melihat tingkah laku manusia
lebih kritis dan menambah pemahamannya tentang
tingkah laku itu.
b. Memberikan keterampilan kepada manajer yang
langsung bertalian dengan proses manajemen.
c. Memperkenalkan manajer kepada unsur-unsur logik dan
metode riset mengenai tingkah laku manusia.
Konsep-konsep dan teori akan memperbaiki kemampuan
manajer untuk menjelaskan dan memprediksi, karena memberikan
cara-cara baru untuk melihat dan menganalisis tingkah laku
manusia lainnya. Studi psikologis tentang proses manajemen
mengakrabkan manajer dengan konsep-konsep dan teori-teori
yang membentuk landasan bagi pembuatan hipotesis mengenai
kelemahan dan keberhasilan manajemen.
Manajer yang mempelajari psikologi juga mempelajari
prinsipprinsip dan prosedur-prosedur yang relevan dengan

8 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


beberapa pelaksanaan manajemen, misalnya proses menilai
perilaku bawahan/staf, penilaian pasaran, seleksi tenaga pegawai
baru, dan sebagainya.
Studi psikologi juga memberikan sumbangan kepada
manajemen yakni dalam rangka penelitian ilmiah dalam bidang
manajemen, tentang tingkah laku manajerial dan lain-lain. Studi
mengenai psikologi manajemen juga mengakrabkan tenaga
manajemen dengan metode dan prosedur penelitian, serta
berbagai teori hasil penelitian di bidang manajemen.
Dengan demikian, Psikologi Manajemen perlu dipelajari oleh
calon dan manajer serta tenaga pelaksana, penyuluh, pelatih, dan
sebagainya berdasarkan pertimbangan dari segi-segi peningkatan
mutu sumber daya manusia, perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, perkembangan ilmu perilaku, dan profesionalisasi
tenaga manajemen.

Psikologi Manajemen | 9
BAGIAN III PENGETAHUAN
MANAJEMEN

Pengetahuan manajemen telah semakin penting dan populer


sebagai topik penelitian sejak pertengahan 1990-an. Ini adalah
waktu yang cukup bagi banyak organisasi untuk
mengimplementasikan inisiatif pengetahuan manajemen dan
sistem pengetahuan manajemen.4
Menurut Bhojaraju G, pengetahuan manajemen adalah proses
pengumpulan, pengelolaan dan berbagi modal pengetahuan
kepad a pegawai di seluruh organisasi. Berbagi pengetahuan
seluruh organisasi meningkatkan proses bisnis organisasi yang
ada, memper kenalkan proses bisnis yang lebih efisien dan efektif
dan menghilangkan proses yang berlebihan.5
Proses pengumpulan, pengelolaan dan berbagi modal
pengetahuan kepada pegawai di seluruh organisasi dalam
pandangan Edward Sallis dimaksudkan untuk melakukan
manajemen pendidikan terpadu. Edward Sallis6 menyatakan
bahwa manajemen pen didikan mutu terpadu berlandaskan
kepada kepuasan pelanggan sebagai sasaran utama. Pelanggan
dapat dibedakan kepada pelanggan dalam (internal customer
seperti institusi itu sendiri, manager, dosen, karyawan dan
penyelenggaran institusi dan pelanggan luar (external customer)
seperti masyarakat, pemerintah dan industri.

4 Murray E. Jennex, Case Studies in Knowledge Management, USA: Idea Group


Publishing (an imprint of Idea Group Inc.), 2005.
5 Bhojaraju G,”Knowledge Management:Why do We Need It for Corporates”,
Malaysian Journal of Library & Information Science, Vol. 10, No.2 (Dec 2005):
hal.37-50.
6 Edward Sallis, Total Quality Management in Education: Manajemen Mutu
Pendidikan,Jogjakarta: IRCiSoD, CET. XVI, Juli 2012,hal. 6.

10 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


Menurut Edward Sallis7, ada beberapa hal pokok yang harus
diperhatikan dalam menjalankan Total Quality Management,
yaitu, pertama, perbaikan secara terus-menerus (continuous
improvement), kedua, menentukan standar mutu (quality assurance),
ketiga, perubahan kultur (change of culture), keempat, perubahan
organisasi (upside-down organization), dan kelima, mempertahankan
hubungan dengan pelanggan (keeping close to the customer).
Dengan menyesuaikan istilah sekolah dengan
lembaga/organisasi, pendapat senada juga dikemukakan oleh Sri
Minarti bahwa dalam pelaksanaannya, manajemen peningkatan
mutu harus memiliki prinsip-prinsip, pertama, peningkatan mutu
harus dilaksanakan di lembaga pendidikan. kedua, peningkatan
mutu hanya dapat dilaksanakan dengan adanya kepemimpinan
yang baik. ketiga, peningkatan mutu harus didasarkan kepada data
dan fakta, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
Keempat, peningkatan mutu harus memberdayakan dan
melibatkan semua unsur yang ada di lembaga/organisasi itu dan
kelima, peningkatan mutu memiliki tujuan bahwa
lembaga/organisasi dapat memberikan kepuasan kepada civitas
akademika, wali mahasiswa dan masyarakat.8
Ini adalah disiplin yang mempromosikan suatu pendekatan
kolaboratif dan penciptaan terpadu, menangkap, akses organisasi
dan penggunaan pengetahuan pada suatu organisasi. Proses yang
sistematis untuk menemukan, memilih, mengorganisir, dan
menyajikan informasi, serta meningkatkan pemahaman sumber
daya manusia, membantu organisasi untuk mendapatkan
wawasan dan pemahaman dari pengalaman sendiri. Pengetahuan
manajemen membantu organisasi untuk memfokuskan diri pada
proses memperoleh, menyimpan, dan memanfaatkan pengetahuan

7 Ibid., hal.7.
8 Sri Minarti, Manajemen Sekolah; Mengelola Pendidikan Secara Mandiri,
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011, Cet ke-1, hal.350. pendapat ini juga dikutip
Jamal Ma’mur Asmani dalam bukunya, Tips Menjadi Kepala Sekolah
Profesional, Jogjakarta: Diva Press, 2012, hal. 117.

Psikologi Manajemen | 11
untuk pemecahan masalah, berdasarkan dinamika organisasi,
perencanaan strategis dan pengambilan keputusan.
The Gartner Group mendefinisikan pengetahuan manajemen
sebagai suatu disiplin yang membicarakan pendekatan terpadu
untuk mengidentifikasi, mengelola dan membagi semua informasi
pada sebuah organisasi. Aset informasi ini termasuk dokumen
berbasis data, kebijakan, dan prosedur yang sebelumnya tidak
mengartikulasikan keahlian dan pengalaman masing-masing
sumber daya manusia. Isu-isu pengetahuan manajemen mencakup
pengembangan, penerapan dan pemeliharaan sesuai teknis dan
organisasi infrastruktur untuk mengaktifkan berbagi pengetahuan.
Sedangkan pengetahuan manajemen adalah sikap dan cara
bekerja dengan manajemen. Ini adalah pendekatan yang
menyeluruh yang melampaui selain sebagai taktik fungsional,
bahkan bisa dikatakan bahwa itu adalah jenis filsafat manajemen,
bukan ilmu. Proses ini mendefinisikan target organisasi dari
membuat keuntungan atau share value9.
Adapun yang menjadi komponen pengetahuan manajemen
adalah orang, proses, dan teknologi.Ketiga hal ini sangat penting
untuk membangun efektivitas organisasi dan mendapatkan hasil
dari pengetahuan manajemen. Mayoritas organisasi yang telah
menerapkan pengetahuan manajemen menemukan bahwa hal itu
relatif lebih mudah untuk menempatkan teknologi dan proses,
sedangkan “orang” merupakan komponen yang menimbulkan
tantangan lebih besar.
Tantangan terbesar pada proses pengetahuan manajemen
adalah untuk memastikan partisipasi sumber daya manusia dalam
berbagi pengetahuan, kolaborasi dan penggunaan kembali untuk
mencapai tujuan organisasi. Hal ini membutuhkan perubahan pola
pikir tradisional dan budaya organisasi dari “penimbunan

9 Walter Baets, Knowledge Management dan Management Learning: Extending the


Horizons of Knowledge Based Management, New York: Springer
Science+Business Media, Inc., 2005, p. 12.

12 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


pengetahuan” kepada “berbagi pengetahuan” (berbagi di antara
anggota tim) dan menciptakan suasana kepercayaan.
Dari konsep pengetahuan manajemen yang dimiliki oleh
seorang pemimpin, seperti dikemukakan oleh Tanri Abeng, bahwa
“Management leadership combines leadership skills and managerial
competence to achieve sustainable growth”.10
Dikemukakan lebih lanjut bahwa tujuan para
pemimpinmanajemen, melalui penerapan praktek manajemen
yang sistematis adalah untuk membangun satu organisasi yang
kuat dari sekelompok orang yang berkualifikasi, yang mempunyai
tekad dan kemampuan untuk mencapai suatu keinginan
bersama.11
Dalam pelaksanaannya, pengetahuan manajemen dengan cara
membagi modal pengetahuan diarahkan untuk mencapai tujuan
organisasi, yaitu dalam rangka peningkatan mutu.
Organisasi merupakan kumpulan orang yang memiliki
keunikan dalam banyak hal. Keunikan ini biasanya direfleksikan
dalam organisasi tersebut. Organisasi tentunya mempunyai
budaya yang unik. Dalam hal ini, perbedaan antara organisasi
yang sukses dan tidak sukses berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-
prinsip dalam organisasi tersebut.12
Berikut ini dapat digambarkan mengenai kerangka proses
pengetahuan manajemen menurut Peter H. Gray13 sebagai berikut:

10 Tanri Abeng, Profesi Manajemen (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007),


hal.45.
11 Ibid.
12 Dr. Naceur Jabnoun, Islam and Management (Saudi Arabia: International
Islamic Publishing House, 2008), 33-34.
13 Peter H. Gray, A Problem Solving Perspective on Knowledge Management
Practices, Kanada: Queen’s University at Kingston, 2000.

Psikologi Manajemen | 13
Beberapa karakteristik pengetahuan manajemen yang perlu
ditransfer dalam sebuah organisasi terinspirasi dari ayat Al-Qur’an
pada Surat Al-Alaq ayat 1-5, sebagai berikut:

Artinya: ”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang


menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha
Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran

14 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.”
Dalam hal ini, Islam adalah satu-satunya agama samawi yang
memberikan perhatian besar terhadap ilmu pengetahuan. Ayat-
ayat ini sebagai proklamasi dan motivasi terhadap ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu, kita harus memberikan skala
prioritas yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan. Dengan
kemajuan ilmu pengetahuan kita dapat mensejahterakan
kehidupan umat manusia, dan mengelola alam dengan baik.
Dalam surat ini terdapat ajakan untuk membaca dan belajar,
dan bahwa Tuhan yang mampu menciptakan manusia dari asal
yang lemah akan mampu pula untuk mengajarkannya menulis
yang merupakan sarana penting untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan mengajarkannya sesuatu yang belum pernah
diketahuinya. Allahlah yang mengajarkan ilmu kepada manusia.
Manusia sebagai bagian organisasi, harus mampu mentransfer
ilmu pengetahuan yang dimilikinya sehubungan aspek-aspek
mana jemen yang ada, termasuk perencanaan, pengorganisasian,
pelak sanaan, dan pengawasan dalam organisasi.
Dengan demikian, knowldege management menjadi bidang yang
penting dalam proses pembelajaran sebuah organisasi.
Pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi harus mampu
memberikan kemajuan bagi organisasi itu sendiri. Agar organisasi
dapat bertahan hidup, maka diwajibkan agar setiap orang yang
ada di dalam organisasi sharing pengetahuan. Untuk itu dibutuhkan
manajemen yang kuat agar pengetahuan tersebut mengakar di
setiap individu dalam organisasi dan tidak hilang begitu saja
dengan didukung infrastruktur untuk penyebaran informasi di
lingkungan organisasi.
Berdasarkan beberapa teori yang dikemukakan di atas,
menunjukkan bahwa pengetahuan manajemen harus
dikembangkan dalam sebuah organisasi, yaitu bagaimana semua
sumber daya manusia yang ada dapat menghimpun, mengelola

Psikologi Manajemen | 15
dan berbagi pengetahuan sebanyak-banyaknya untuk kemajuan
organisasi.
Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan manajemen
yang meliputi pelatihan dosen, peningkatan jenjang pendidikan,
pengelolaan sumber daya manusia, job distribution,
pertemuan/rapat dalam suatu organisasi.

16 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


18 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I

BAGIAN IV LANDASAN
PSIKOLOGI MANAJEMEN

Jujun S. Suriasumantri berpendapat bahwa semua


pengetahuan apakah itu ilmu, seni atau pengetahuan apa saja
pada dasarnya memilIki tiga landasan yaitu ontologi (apa-hakikat
apa yang dikaji), epistemologi (bagaimana-cara mendapatkan
pengetahuan yang benar), dan aksiologi (untuk apa-nilai
kegunaan ilmu).14

A. Landasan Ontologi
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani on = being, dan
logos = logic, jadi ontologi adalah the teory of being qua being (teori
tentang keberadaan sebagai keberadaan). Dalam pengertian lain,
ontologi itu terdiri dari dua suku kata, yaitu ontos dan logos. Ontos
berarti sesuatu yang berwujud dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi
dapat diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat
yang ada. Menyoal tentang wujud hakiki objek ilmu dan keilmuan
(setiap bidang ilmu dalam jurusan dan program studi) itu apa?
Objek ilmu atau keilmuan itu dalah dunia empirik, dunia yang
dapat dijangkau panca indera. Jadi soal objek ilmu adalah
pengalaman inderawi. Dengan kata lain, ontologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang hakikat suatu yang berwujud (yang
ada) berdasarkan pada logika semata.15
Metafisika atau kajian ontologi merupakan masalah yang
paling mendasar dan menjadi inti dalam filsafat. Orang yang
berfilsafat berarti ia juga mesti bermetafisika. Objek-objek ilmu
14 Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2003, hal.105.
15 Muhammad Adib. Filsafat Ilmu (Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika
Ilmu Pengetahuan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hal.69.
pengetahuan harus dipikirkan secara mendalam sampai pada
hakikatnya.
Pada abad ke-17, Christian Wolff menunjukkan suatu istilah
baru, yakni Ontologi. Menurutnya, ontologi atau metafisika adalah
ilmu mengenai ada secara keseluruhan.16 Metafisika merupakan
sebuah usaha sistematis dalam mencari hal yang ada di belakang
hal-hal fisik. Yang ada ini merupakan prinsip dasar yang dapat
ditemukan pada semua hal. Dengan kata lain, metafisika atau
ontologi adalah studi mengenai makna dan hakikat dari yang ada.
Ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui;
merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Dasar
ontologi dari ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi
objek penelaahan ilmu. Berdasarkan objek yang telah ditelaahnya,
ilmu dapat disebut sebagai pengetahuan empiris, karena objeknya
adalah sesuatu yang berada dalam jangkauan pengalaman
manusia, yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat
diuji oleh panca indera manusia. Berlainan dengan agama atau
bentuk-bentuk penge tahuan yang lain, ilmu membatasi diri hanya
kepada kejadiankeja dian yang empiris, selalu berorientasi
terhadap dunia empiris.
Beberapa pertanyaan tentang persoalan-persoalan ontologis
sebagaimana dikemukakan oleh Ali Mudhoffir yang dikutip
Aceng Rahmat, di antaranya adalah:
• Apa yang dimaksud dengan yang ada, keberadaan atau
eksistensi itu?
• Bagaimana penggolongan dari ada, keberadaan, dan
eksistensi?
• Apa sifat dasar (nature) atau keberadaan?
a. Persoalan-persoalan kosmologis (alam). Persoalan kosmologis
bertalian dengan asal mula, perkembangan dan struktur atau
susunan alam.
• Jenis keteraturan apa yang ada dalam alam?
16 Lorens Bagus, Metafisika (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991),
hal.19.
18 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I
• Keteraturan dalam alam seperti halnya sebuah mesin
(mekanisme) ataukah keteraturan yang bertujuan
(teologi)?
• Apa hakikat hubungan sebab akibat?
• Apa ruang dan waktu itu?
b. Persoalan-persoalan antropologi (manusia)
• Bagaimana terjadi hubungan antara fisik ragawi dan
jiwa?
• Apa yang dimaksud dengan kesadaran?
c. Manusia sebagai makhluk bebas atau tak bebas?17
Dilihat dari landasan ontologi, maka ilmu akan berlainan
dengan bentuk-bentuk pengetahuan lainnya. Ilmu yang mengkaji
problem-problem yang telah diketahui atau yang ingin diketahui
yang tidak terselesaikan dalam pengetahuan sehari-hari. Masalah
yang dihadapi adalah masalah nyata. Ilmu menjelaskan berbagai
fenomena yang memungkinkan manusia melakukan tindakan
untuk menguasai fenomena tersebut berdasarkan penjelasan yang
ada.
Ilmu dimulai dari kesangsian atau keragu-raguan, bukan
dimulai dari kepastian, sehingga berbeda dengan agama yang
dimulai kepastian. Ilmu memulai dari keragu-raguan akan objek
yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek
pengenalan ilmu mencakup kejadian-kejadian atau seluruh aspek
kehidupan yang dapat diuji oleh pengalaman manusia.
Jadi ontologi ilmu adalah ciri-ciri yang esensial dari objek
ilmu yang berlaku umum, artinya dapat berlaku juga bagi cabang-
cabang ilmu yang lain. Ilmu berdasarkan atas beberapa asumsi
dasar untuk mendapatkan pengetahuan tentang fenomena yang
tampak. Asumsi dasar ialah anggapan yang merupakan dasar dan
titik tolak bagi kegiatan setiap cabang ilmu pengetahuan.
Berbicara tentang ontologi ilmu pengetahuan, dijelaskan
bahwa ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang rasional

17 Aceng Rahmat, Filsafat Ilmu Lanjutan ( Jakarta; Kencana, 2011), hal. 142-143
Psikologi Manajemen | 19
empiris.18 Pertama, masalah rasional; hipotesis harus berdasarkan
rasio (hipotesis harus rasional), walaupun hipotesis tersebut belum
diuji kebenarannya, namun hipotesis itu telah mencukupi segi
kerasionalannya, yang menunjukkan adanya hubungan pengaruh
atau sebab akibat. Kedua, masalah empiris; hipotesis ini harus diuji
kebenarannya mengikuti prosedur metode ilmiah. Dengan
megikuti rumus baku metode ilmiah: logico-hypothetico-verificatif
(buktikan bahwa itu logis-tarik hipotesis-ajukan bukti empiris).19

B. Landasan Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata episteme yang berarti
pengetahuan dan logos yang berarti ilmu. Jadi epistemologi adalah
ilmu yang membahas tentang pengetahuan dan cara
memperolehnya. Epistemologi disebut juga teori pengetahuan,
yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang cara memperoleh
pengetahuan, hakikat pengetahuan dan sumber pengaetahuan.
Dengan kata lain, epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang
menyoroti atau membahas tentang tata cara, teknik, atau prosedur
mendapatkan ilmu dan keilmuan. Tata cara, teknik, atau prosedur
mendapatkan ilmu dan keilmuan adalah dengan metode non
ilmiah, metode ilmiah dan metode problem solving. Pengetahuan
yang diperoleh melalui pendekataan/metode non ilmiah adalah
pengetahuan yang diperoleh dengan cara penemuan secara
kebetulan, untung-untungan (trial and error), akal sehat (common
sense), prasangka, otoritas (kewibawaan) dan pengalaman biasa.20
Epistemologi membicarakan sumber pengetahuan dan
bagaimana cara memperoleh pengetahuan. Epistemologi
membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam
usaha untuk memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain,
epistemologi adalah suatu teori pengetahuan. Ilmu merupakan

18 Ahmad Tafsir. Filsafat Ilmu; Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi


Pengetahuan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009, hal.22.
19 Ibid., hal.24.
20 Muhammad Adib. Op.Cit., hal.74.
20 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I
pengetahuan yang diperoleh melalui proses tertentu yang
dinamakan metode keilmuan.
Kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun selama
hal itu terbatas pada objek empiris dan pengetahuan tersebut
diperoleh dengan menggunakan metode keilmuan, sah disebut
keilmuan. Kata-kata sifat keilmuan lebih mencerminkan hakikat
ilmu daripada istilah ilmu sebagai kata benda. Hakikat keilmuan
ditentukan oleh cara berpikir yang dilakukan menurut syarat
keilmuan yaitu bersifat terbuka dan menjunjung kebenaran di atas
segala-segalanya.
Secara lebih luas, cara memperoleh ilmu pengetahuan ini
mengalami perkembangan mulai dari 1) humanisme, 2)
rasionalisme, 3) empirisme, 4) positivisme, 5) metode ilmiah, 6)
metode riset, dan 7) model-model penelitian.21
a. Humanisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa
manusia mampu mengatur dirinya dan alam. Humanisme ini
telah muncul pada zaman Yunani Kuno. Jadi, manusia itulah
yang harus membuat aturan untuk mengatur manusia dan
alam agar manusia itu hidup teratur dan alam tidak
menyulitkan kehidupan manusia. Mitos semata tidak
mencukupi untuk dijadikan sumber untuk membuat aturan
untuk manusia dan alam. Aturan itu harus dibuat
berdasarkan dan bersumber pada sesuatu yang ada pada
manusia, yaitu akal, yang bekerja berdasarkan aturan yang
sama, yaitu logika alami yang ada pada akal manusia. Maka
humanisme melahirkan rasionalisme.
b. Rasionalisme ialah paham filsafat yang mengatakan bahwa
akal itulah alat pencari dan pengukur pengetahuan. Dicari
dengan akal maksudnya dicari dengan berpikir logis; diukur
dengan akal artinya diuji apakah temuan itu logis atau tidak;
bila logis, benar; bila tidak, salah. Artinya, kebenaran
bersumber pada akal. Namun sesuatu yang logis, terkadang
berbeda persepsi berdasarkan kenyataan yang dialami.

21 Ahmad Tafsir, Op.Cit., hal.34.


Psikologi Manajemen | 21
Artinya, berpikir logis tidak menjamin diperolehnya
kebenaran yang disepakati. Dengan demikian, diperlukan alat
lain, yaitu empirisme.
c. Empirisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa
yang benar ialah yang logis dan ada bukti empiris. Dengan
empirisme inilah aturan untuk mengatur manusia dan alam
dibuat. Namun, ternyata empirisme belum terukur, karena
hanya sampai pada konsep-konsep yang umum dan belum
ope ra sional. Jadi, masih diperlukan alat lain, yaitu
positivisme.
d. Positivisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa
kebenaran ialah yang logis, ada bukti empirisnya, dan yang
terukur. Jadi, kontribusi positivisme adalah ”terukur”, yang
secara operasional dan kuantitatif tidak memungkinkan
adanya perbedaan pendapat. Dengan demikian, kata
positivisme, kebenaran dapat dilihat dengan mengajukan
logikanya, kemudian ajukan bukti empirisnya yang terukur.
Namun kita masih memerlukan alat lain, yaitu metode ilmiah.
e. Metode Ilmiah mengatakan bahwa untuk memperoleh
kebenaran/pengetahuan yang benar dengan melakukan
langkahlangkah logico-hypothetico-verificatif, maksudnya,
mula-mula buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan
hipotesis (berdasarkan logika itu), kemudian lakukan
pembuktian hipotesis itu secara empiris. Dengan rumus
metode ilmiah inilah kita membuat aturan yang mengatur
manusia dan alam. Metode ilmiah ini secara teknis dan rinci
dijelaskan dalam satu bidang ilmu yang disebut metode riset.
f. Metode Riset menghasilkan model-model penelitian.
g. Model-model Penelitian inilah yang menjadi proses terakhir
dalam membuat aturan untuk mengatur alam dan manusia.
Dengan menggunakan model penelitian tertentu, kita
mengadakan penelitian, dan hasil-hasil penelitian itulah yang
menjadi warisan berupa ilmu pengetahuan.

22 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


C. Landasan Aksiologi
Aksiologi berasal dari kata axios (Yunani) yang berarti nilai
atau logos yang berarti logos yang berarti teori. Jadi aksiologi
adalah teori tentang nilai.22 Aksiologi diartikan sebagai teori nilai
yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh. Dasar aksiologi ilmu membahas tentang manfaat yang
diperoleh manusia dari pengetahuan yang didapatkannya. Tidak
dapat dipungkiri bahwa ilmu telah memberikan kemudahan-
kemudahan bagi manusia dalam mengendalikan kekuatan-
kekuatan alam.
Dengan mempelajari atom kita dapat memanfaatkannya
untuk sumber energi bagi keselamatan manusia, tetapi hal ini juga
dapat menimbulkan malapetaka bagi manusia. Penciptaan bom
akan meningkatkan kualitas persenjataan dalam perang, namun
apabila disalahgunakan, akan mengancam keselamatan umat
manusia.
Secara umum dipahami bahwa epistemologi menjadi
landasan nalar filsafat untuk memberikan keteguhan dan
kekukuhannya bahwa manusia dapat memperoleh kebenaran dan
pengetahuan.
Dengan landasan aksiologi ilmu pengetahuan ini,
sekurangkurangnya ada tiga kegunaan teori ilmu pengetahuan,
yaitu sebagai alat membuat eksplanasi, sebagai alat peramal, dan
sebagai alat pengontrol.23

a. Teori sebagai alat eksplanasi


Berbagai ilmu pengetahuan yang ada sampai saat ini
secara umum berfungsi sebagai alat untuk membuat
eksplanasi kenyataan. Menurut T. Jacob, ilmu pengetahuan
merupakan suatu sistem eksplanasi yang paling dapat

22 Burhanuddin Salam, Logika Materil; Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta; Rineka


Cipta, 2001), hal.168.
23 Ahmad Tafsir, Op.Cit., hal.37.
Psikologi Manajemen | 23
diandalkan dibandingkan dengan sistem lainnya dalam
memahami masa lampau, sekarang, dan masa depan.24
b. Teori sebagai alat peramal
Ketika membuat eksplanasi, biasanya ilmuwan telah me
ngetahui juga faktor penyebab terjadnya gejala tersebut;
sehingga ia dapat membuat ramalan (prediksi). Tepat dan
banyaknya ramalan yang dapat dibuat oleh ilmuwan
ditentukan oleh kekuatan teori yang ia gunakan, kepandaian
dan kecerdasan, dan ketersediaan data di sekitar gejala itu.
c. Teori sebagai alat pengontrol
Eksplanasi merupakan bahan untuk membuat ramalan
dan kontrol, yaitu berupa tindakan-tindakan yang diduga
dapat mencegah terjadinya gejala yang tidak diharapkan atau
menimbulkan gejala yang memang diharapkan. Bila ramalan
(prediksi) bersifat pasif, namun kontrol bersifat aktif.
Dihadapkan pada masalah moral dalam pemanfaatan ilmu
dan teknologi yang bersifat merusak, para ilmuwan terbagi ke
dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama berpendapat
bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai, baik itu
secara ontologis maupun aksiologis. Dalam hal ini ilmuwan
hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang
lain untuk mempergunakannya; apakah akan dipergunakan untuk
tujuan yang baik ataukah untuk tujuan yang buruk. Golongan ini
ingin melanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara total, seperti pada
waktu era Galileo. Golongan kedua berpendapat, bahwa netralitas
ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik
keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya haruslah
berlandaskan nilai-nilai moral, yaitu:
a. Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh
manusia, yang dibuktikan dengan adanya dua perang dunia
yang mempergunakan teknologi-teknologi keilmuan.

24 T. Jacob, Manusia, Ilmu, dan Teknologi (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993), hal.7-8.
24 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I
b. Ilmu telah berkembang dengan pesat sehingga kaum
ilmuwan lebih mengetahui tentang hal-hal yang mungkin
terjadi apabila terjadi penyalahgunaan.25

BAGIAN V PLANNING
ORGANISASI PENDIDIKAN

A. Pengertian Perencanaan Pendidikan


Salah satu fungsi pokok manajemen adalah perencanaan;
peren canaan merupakan salah satu fungsi pokok manajemen
yang per tama harus dijalankan. Sebab tahap awal dalam
melakukan aktivitas organisasi sehubungan dengan pencapaian
tujuan organisasi perusahaan adalah dengan membuat
perencanaan. Dalam ma najemen, perencanaan adalah proses
mendefinisikan tujuan or ganisasi, membuat strategi untuk
mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja
organisasi. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua
fungsi manajemen, karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lain
(pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan) tidak akan
dapat berjalan.
Perencanaan dapat berupa perencanaan informal dan perenca
naan formal. Perencanaan informal adalah rencana yang tidak
tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu
organisasi. Sedangkan perencanaan formal adalah rencana tertulis
yang harus dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka waktu
tertentu. Perencanaan formal merupakan rencana bersama anggota
organisasi, artinya, setiap anggota harus mengetahui dan
menjalankan rencana itu. Perencanaan formal dibuat untuk
mengurangi ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang
apa yang harus dilakukan.
Perencanaan merupakan suatu proses yang tidak berakhir.
Artinya, apabila rencana tersebut telah ditetapkan, rencana harus
25 Amsal Bakhtiar, Op.Cit., hal.170.
Psikologi Manajemen | 25
diimplementasikan, setiap saat selama proses implementasi dan
pengawasan, rencana-rencana memerlukan modifikasi agar tetap
berguna.
Perencanaan menjadi faktor kunci pencapaian sukses akhir
dalam organisasi. Karena itu, dalam menyusun perencanaan, kita
harus mempertimbangkan kebutuhan fleksibilitas, agar mampu
menyeseuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang baru secepat
mungkin. Perencanaan juga merupakan pemikiran
kegiatankegiatan apa saja sebelum dilaksanakan.
Perencanaan pendidikan adalah proses penentuan tujuan atau
sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan serta sumber
yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefektif dan seefisien
mungkin. Dalam setiap perencanaan selalu terdapat tiga kegiatan
yang mekipun dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan
antara yang satu dengan yang lainnya dalam proses perencanaan.26
Ketiga kegiatan yang dimaksud adalah (1) perumusan tujuan
yang ingin dicapai, (2) pemilihan program untuk mencapai tujuan
itu, dan (3) identifikasi dan pengerahan sumber yang jumlahnya
selalu terbatas.
Perencanaan merupakan tindakan menetapkan terlebih
dahulu apa yang akan dikerjakan, bagaimana mengerjakannya,
apa yang harus dikerjakan, dan siapa yang mengerjakannya.
Perencanaan sering juga disebut jembatan yang menghubungkan
kesenjangan atau jurang antara keadaan masa kini dan keadaan
yang diharapkan terjadi pada masa yang akan datang.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan perencanaan
pendidikan adalah keputusan yang diambil untuk melakukan
tindakan selama waktu tertentu sesuai dengan jangka waktu
perencanaan agar penyelenggaraan sistem pendidikan menjadi
lebih efektif dan efisien sehingga menghasilkan lulusan yang lebih
bermutu, relevan dengan kebutuhan pembangunan. Dalam hal ini,
cara-cara penyelenggaraan pendidikan, baik yang bersifat formal

26 Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2013.
26 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I
dan nonformal maupun informal merupakan kegiatan
komplementer dalam suatu sistem pendidikan yang tunggal.
Untuk mengembangkan suatu rencana, seseorang harus
mengacu ke masa depan atau menentukan pengaruh atas
penjualan biaya atau keuntungan menetapkan perangkat tujuan
atau hasil akhir, mengembangkan strategi untuk mencapai hasil
akhir, menyusun program yakni menetapkan prioritas dan urutan
pada strategi, anggaran biaya atau alokasi sumber-sumber,
menetapkan prosedur kerja dengan metode yang baru, dan
mengembangkan kebijakan-kebijakan berupa aturan dan
ketentuan.
Perencanaan adalah penentuan tujuan dan bagaimana cara
pencapaian yang terbaik. T. Hani Handoko mengemukakan
bahwa: “Perencanaan (planning) adalah pemilihan sekumpulan
kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan,
kapan, bagaimana, dan oleh siapa. Salah satu aspek penting
perencanaan adalah pembuatan keputusan (decision making),
proses pengembangan dan penyeleksian sekumpulan kegiatan
untuk memecahkan suatu masalah tertentu.”27

B. Model dan Metode Perencanaan Pendidikan Ada


empat model perencanaan pendidikan, yaitu:
1. Model komprehensif; model ini terutama akan digunakan
untuk menganalisis perubahan-perubahan dalam sistem
pendidikan secara keseluruhan.
2. Model target setting; model ini diperlukan dalam upaya
melaksanakan proyeksi ataupun memperkirakan tingat
perkem bangan dalam kurun waktu tertentu.
3. Model costing (pembiayaan) dan keefektifan biaya; model ini
sering digunakan untuk menganalisis proyek-proyek dalam
kriteria efisiensi, efektivitas, dan ekonomis.

27 T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 2009), hal. 78-79.


Psikologi Manajemen | 27
4. Model PPBS (Planning, Programming, Budgeting System); yaitu
Sistem Perencanaan, Penyusunan Program, dan
Penganggaran (SP4); model ini berarti bahwa perencanaan,
penyusunan program, dan penganggaran dipandang sebagai
suatu sistem yang tidak terpisahkan satu sama lainnya.28
Ada tujuh metode perencanaan pendidikan, yaitu:
1. Metode mean - ways - ends analysis (analisis mengenai alat–
cara – tujuan)
Metode ini digunakan untuk meneliti sumber-sumber dan
alternatif untuk mencapai tujuan tertentu. Tiga hal yang perlu
dianalisis dalam metode ini yaitu mean, yang berkaitan
dengan sumber-sumber yang diperlukan, ways, yang
berhubungan dengan cara dan alternatif tindakan yang
dirumuskan dan bakal dipilih, dan ends, yang berhubungan
dengan tujuan yang hendak dicapai.
2. Metode input – output analysis (analisis masukan dan
keluaran)
Metode ini dilakukan dengan mengadakan pengkajian terhadap
interrelasi dan interdependensi berbagai komponen masukan
dan keluaran dari suatu sistem. Metode ini dapat digunakan
untuk menilai alternatif dalam proses transformasi.
3. Metode econometric analysis (analisis ekonometrik)
Metode ini menggunakan data empiris, teori ekonomi, dan
statistik dalam mengukur perubahan dalam kaitan dengan
ekonomi. Metode ini mengembangkan persamaan-persamaan
yang menggambarkan hubungan ketergantungan di antara
variabel-variabel yang ada dalam suatu sistem.
4. Metode cause – effect diagram (diagram sebab akibat)
Metode ini bertujuan untuk menentukan sejumlah alternatif
program, mengeksplorasi asumsi-asumsi atau fakta yang
melandasi keputusan tertentu dengan mencari informasi yang
dibutuhkan untuk mencapai suatu kesepakatan.
5. Metode heuristic

28 Fattah, Op.Cit., hal.50-51.


28 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I
Metode ini dirancang untuk mengeksplorasi isu-isu dan untuk
mengakomodasi pandangan-pandangan atau ketidakpastian.
Metode ini didasarkan atas seperangkat prinsip dan prosedur
yang mensistematiskan langkah-langkah dalam usaha
pemecahan masalah.
6. Metode life – cycle analysis (analisis siklus kehidupan)
Metode ini digunakan terutama untuk mengalokasikan
sumbersumber dengan memperhatikan siklus kehidupan
mengenai program atau aktivitas.
7. Metode value added analysis (analisis nilai tambah)
Metode ini digunakan untuk mengukur keberhasilan peningkatan
nilai pembelajaran.29

C. Jenis-jenis Perencanaan Pendidikan


1. Menurut Besarannya
a. Perencanaan Makro; yaitu perencanaan yang
menetapkan kebijakan-kebijakan yang akan ditempuh,
tujuan yang ingin dicapai, dan cara-cara mencapai tujuan
itu pada tingkat nasional.
b. Perencanaan Messo; yaitu kebijakan yang ditetapkan
pada tingkat makro, kemudian dijabarkan ke dalam
programprogram yang berskala kecil.
c. Perencanaan Mikro; yaitu perencanaan pada tingkat
institusional dan merupakan penjabaran dari
perencanaan tingkat messo. 30

2. Menurut Tingkatannya
a. Perencanaan Strategik (Renstra); disebut juga
perencanaan jangka panjang. Strategi yang dimaksud
diartikan sebagai konfigurasi tentang hasil yang
diharapkan tercapai pada masa depan. Bentuk

29 Ibid., hal.52-53.
30 Ibid., hal.54-55.
Psikologi Manajemen | 29
konfigurasi itu terungkap berdasarkan ruang lingkup,
hasil persaingan, target, dan penataan sumber-sumber.
b. Perencanaan Koordinatif (Manajerial); yang ditujukan
untuk mengarahkan jalannya pelaksanaan, sehingga
tujuan yang telah ditetapkan itu dapat dicapai secara
efektif dan efisien. Perencanaan ini biasanya sudah
terperinci dan menggunakan data statistik, namun
demikian, kadangkadang juga menggunakan
pertimbangan akal sehat (common sense). Perencanaan ini
mencakup semua aspek dalam suatu sistem yang
meminta ditaatinya kebijakankebijakan yang telah
ditetapkan pada tingkat perencanaan strategik.
c. Perencanaan Operasional; yang memusatkan perhatian
pada apa yang akan dikerjakan pada tingkat pelaksanaan
di lapangan dari suatu rencana strategis.31
3. Menurut Jangka Waktunya
a. Perencanaan Jangka Pendek; yaitu perencanaan tahunan
atau perencanaan yang dibuat untuk dilaksanakan dalam
waktu kurang dari 5 tahun, sering disebut sebagai
rencana operasional.
b. Perencanaan Jangka Menengah; mencakup kurun waktu
pelaksanaan 5 – 10 tahun, yang merupakan penjabaran
dari rencana jangka panjang, tetapi sudah lebih bersifat
operasional.
c. Perencanaan Jangka Panjang; meliputi cakupan waktu di
atas 10 tahun sampai dengan 25 tahun, dan semakin
panjang rencana, maka semakin banyak pula variabel
yang tentunya akan sulit dikontrol.32
Proses perencanaan strategik merupakan penetapan
serangkaian keputusan dan kegiatan dalam perumusan dan
implementasi strategi-strategi yang dirancang untuk mencapai

31 Ibid., hal.55-59.
32 Ibid., hal.59-60.
30 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I
tujuan-tujuan organisasi.33 Ada sembilan langkah yang harus
dilakukan dalam proses perencanaan strategik, yaitu sebagai
berikut:
1. Penentuan misi dan tujuan 2.
Pengembangan profil perusahaan
3. Analisa lingkungan eksternal
4. Analisa internal perusahaan
5. Identifikasi kesempatan dan ancaman strategik
6. Pembuatan keputusan strategik
7. Pengembangan strategi perusahaan
8. Implementasi strategi
9. Peninjauan kembali dan evaluasi.34
Perencanaan merupakan penetapan jawaban kepada enam
pertanyaan (asdibimega) sebagai berikut :
1) Tindakan apa yang harus dikerjakan ?
2) Siapakah yang akan mengerjakan tindakan itu ?
3) Di manakah tindakan itu harus dikerjakan ?
4) Bilamanakah tindakan itu harus dikerjakan ?
5) Mengapa tindakan itu harus dikerjakan ?
6) Bagaimana cara melaksanakan tindakan itu ?
Arti penting perencanaan terutama adalah memberikan
kejelasan arah bagi setiap kegiatan, sehingga setiap kegiatan dapat
diusahakan dan dilaksanakan seefisien dan seefektif mungkin. T.
Hani Handoko mengemukakan manfaat perencanaan sebagai
berikut:
1) Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan lingkungan;
2) Membantu dalam kristalisasi persesuaian pada masalah-
masalah utama;
3) Memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran;
4) Membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat;

33 Handoko, Op.Cit., hal.94.


34 Ibid., hal.94-98.
Psikologi Manajemen | 31
5) Memberikan cara pemberian perintah untuk beroperasi;
6) Memudahkan dalam melakukan koordinasi di antara
berbagai bagian organisasi
7) Membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudah
dipahami;
8) Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti; dan
9) Menghemat waktu, usaha dan dana.35
T. Hani Handoko menjelaskan bahwa terdapat empat tahap
dalam perencanaan, yaitu :
1) Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan;
2) Merumuskan keadaan saat ini;
3) Mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan;
4) Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk
pencapaian tujuan.36
Perencanaan dimulai dengan keputusan-keputusan tentang
keinginan atau kebutuhan organisasi atau kelompok kerja.
Penetapan tujuan awal organisasi merupakan bagian awal dari
proses penyusunan perencanaan. Tujuan organisasi ibarat kompas
ayang dijadikan arah bagi keputusan dan aktivitas organisasi.
Tanpa perumusan tujuan organisasi yang tegas dan jelas maka
organisasi akan menghamburkan sumber daya secara berlebihan.
Mengenal prioritas akan kekhasan tujuan organisasi akan
membuat manajemen dapat menggunakan sumber daya secara
efektif dan efisien.
Seberapa jauh suatu organisasi gagal mencapai tujuan jangka
pendeknya atau berhasil mencapainya dan berbagai faktor apa
yang berpengaruh? Pertanyaan ini tentunya sangat terkait dengan
situasi sekarang atau situasi sedang berjalan. Pemimpin/manajer
harus menyadari bahwa situasi dan keadaan sekarang sangat
dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sebelumnya dan posisi
sekarang sangan dipengaruhi akan mempengaruhi situasi dan
kondisi yang akan datang. Oleh karena itu mengenal situasi dan
35 Handoko, Op.Cit., hal.81.
36 Ibid., hal.79.
32 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I
kondisi sekarang sangat penting artinya bagi seorang
pemimpin/manajer dan dari data masa lalu sampai pada posisi
sekarang merupakan petunjuk atau sinyal seberapa jauh
perencanaan yang telah dilakukan telah berjalan efektif dan
efisien. Berdasarkan pengalaman di dalam menyususn
perencanaan untuk masa yang akan datang.
Pemahaman akan sisi organisasi sekarang dari tujuan yang
hendak dicapai atau sumber daya yang tersedia untuk pencapaian
tujuan adalah sangat penting, karena tujuan dan rencana
menyangkut waktu yang akan datang. Hanya setelah keadaan
organisasi saat ini dianalisis, rencana dapat dirumuskan untuk
menggambarkan rencana kegiatan lebih lanjut.
Yang dimaksud premis disini adalah asumsi tentang
lingkungan dimana organisasi itu berada. Lingkungan organisasi
yang sedang berubah akan sangat mempengaruhi aktivitas
organisasi, memaksa adaptasi operasi berjalan dan perlu
peninjauan tentang segala tatanan yang ada dalam organisasi.
Pemimpin/manajer yang ahli akan senantiasa berusaha
memanfaatkan sumber informasi yang tersedia guna
mengantisipasi dan merencanakan metode yang tepat untuk
disesuaikan dengan segala kemungkinan yang akan terjadi. Oleh
karena itu, sebelum pemimpin/manajer menyusun rencana
sebaiknya pemimpin/manajer telah membuat peramalan yang
terkait dengan rencana yang akan disusun. Peramalan akan sangat
membantu pemimpin/manajer di dalam menyusun rencana sebab
peramalan akan memberikan sinyal dini bagi manajer.
Segala kekuatan dan kelemahan serta kemudahan dan
hambatan perlu diindentifikasi untuk mengukur kemampuan
organisasi dalam mencapai tujuan (melakukan apa). Karena itu
perlu diketahui faktor-faktor lingkungan intern dan ekstern yang
dapat membantu organisasi mencapai tujuannya atau yang
menimbulkan masalah. Walaupun sulit dilakukan, antisipasi
keadaan, masalah dan kesempatan serta ancaman yang mungkin

Psikologi Manajemen | 33
terjadi di waktu mendatang adalah bagian esensi dari proses
perencanaan.
Tahap terakhir dalam proses perencanaan meliputi
pengembangan berbagai alternatif dalam proses pencapaian
tujuan, penilaian dan pemilihan alternatif terbaik di antar berbagai
alternatif yang ada. Meskipun perencanaan belum dilaksanakan,
akan tetapi sebaiknya metode pengawasan yang akan dilakukan
telah ditetapkan terlebih dahulu. Dalam metode pengawasan telah
diperhitungkan berbagai permasalahan dan kendala di lapangan
serta berbagai cara menanggulanginya. Pengawasan melibatkan
analisis berkelanjutan dan pengukuran operasi aktual terhadap
standar yang dikembangkan dan dirumuskan di dalam proses
perencanaan.
Menyusun rencana berarti memikirkan apa yang akan
dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Agar dapat membuat
rencana secara teratur dan logis, sebelumnya harus ada keputusan
terlebih dahulu sebagai petunjuk langkah-langkah selanjutnya.
Perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan untuk
mencapai suatu hasil yang diinginkan.

34 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


BAGIAN VI ORGANIZING
ORGANISASI PENDIDIKAN

A. Pengertian Organisasi
Organisasi mempunyai dua pengertian umum. Pertama,
organisasi diartikan sebagai suatu lembaga atau kelompok
fungsional, misalnya, sebuah perusahaan, sebuah sekolah, sebuah
perkumpulan, dan badan-badan pemerintahan. Kedua, merujuk
pada proses pengorganisasian, yaitu bagaimana pekerja diatur dan
dialokasikan di antara para anggota agar dapat mencapai tujuan
secara efektif, artinya organisasi merupakan susunan dan aturan
dari berbagai bagian organ sehingga menjadi kesatuan yang
teratur.
Organisasi diartikan sebagai kumpulan orang dengan sistem
kerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan
pengorganisasian diartikan sebagai proses membagi kerja ke
dalam tugastugas yang lebih kecil, membebankan tugas-tugas itu
kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya, dan
mengalokasikan sumber-sumber daya serta mengkoordi-
nasikannya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi secara
efektif.
Fungsi organisasi meliputi kegiatan-kegiatan membentuk atau
mengadakan struktur organisasi baru untuk menghasilkan produk
baru, menetapkan garis hubungan kerja antara struktur yang ada
dengan struktur baru dan merumuskan komunikasi dan titiktitik
hubungan menciptakan deskripsi kedudukan dan menyusun
kualifikasi tiap kedudukan (posisi) yang menunjukkan apakah
rencana dapat dilaksanakan oleh organisasi yang ada atau
diperlukan orang lainnya yang memiliki keterampilan khusus.
Pengorganisasian (organizing) merupakan proses penyusunan
struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber
daya-sumber daya yang dimilikinya, dan lingkungan yang

Psikologi Manajemen | 35
melingkupinya.37 adalah penentuan bagaimana penyusunan organi
sasi dan bagaimana aktivitas dapat dilakukan. George R. Terry
(1986) mengemukakan bahwa: “Pengorganisasian adalah tindakan
mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara
orangorang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien,
dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-
tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai
tujuan atau sasaran tertentu”.
Organisasi (Organizing) adalah dua orang atau lebih yang
beker ja sama dalam cara yang terstruktur untuk mencapai sasaran
spesifik atau sejumlah sasaran. Bila ditinjau dari proses, maka
proses itu adalah proses menyangkut bagaimana strategi dan
taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan diatur dalam
sebuah struktur organisasi yang tepat dan dapat bekerja secara
efektif.
Pengorganisasian atau Organizing berarti menciptakan suatu
struktur dengan bagian-bagian yang terintegrasi sedemikian rupa
sehingga hubungan antar bagian-bagian satu sama lain
dipengaruhi oleh hubungan mereka dengan keseluruhan struktur
tersebut.
Pengorganisasian bertujuan membagi satu kegiatan besar
menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Selain itu,
mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan
menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-
tugas yang telah dibagi-bagi tersebut.

B. Proses Pengorganisasian
Berkenaan dengan pengorganisasian ini, Hadari Nawawi
(1992) mengemukakan beberapa asas dalam organisasi, di
antaranya adalah: (a) organisasi harus profesional, yaitu dengan
pembagian satuan kerja yang sesuai dengan kebutuhan; (b)
pengelompokan satuan kerja harus menggambarkan pembagian

37 Ibid., hal.167.
36 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I
kerja; (c) organisasi harus mengatur pelimpahan wewenang dan
tanggung jawab; (d) organisasi harus mencerminkan rentangan
kontrol; (e) organisasi harus mengandung kesatuan perintah; dan
(f) organisasi harus fleksibel dan seimbang.
Ernest Dale seperti dikutip oleh T. Hani Handoko
mengemukakan tiga langkah dalam proses pengorganisasian,
yaitu: (a) pemerincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan
untuk mencapai tujuan organisasi; (b) pembagian beban pekerjaan
total menjadi kegiatan-kegiatan yang logik dapat dilaksanakan
oleh satu orang; dan (c) pengadaan dan pengembangan suatu
mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan para anggota
menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.38
Ernest Dale (1986) menggambarkan proses pengorganisasian
sebagai berikut:
1. Yang harus dilakukan dalam merinci pekerja adalah
menentukan tugas-tugas apa yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan organisasi.
2. Membagi beban kerja menjadi kegiatan yang dapat
dilaksanakan oleh perorangan/kelompok.
3. Penggabungan pekerja/para anggota dengan cara rasional
dan efisien.
4. Menetapkan mekanisme.
5. Melakukan monitoring.
Organisasi Pendidikan merupakan proses mempersiapkan
kepu tusan-keputusan untuk masa depan dalam pembangunan
pen didikan, yang merupakan fungsi dari perencanaan pendidikan
seba gaimana yang diharapkan.
Tujuan dari organisasi pendidikan adalah menyusun
kebijakan dan menggariskan strategi pendidikan yang sesuai
dengan kebijakan pemerintah (menyusun alternatif dan prioritas
kegiatan) yang menjadi dasar pelaksanaan pendidikan pada masa

38 Ibid., hal.168-169.
Psikologi Manajemen | 37
yang akan datang dalam upaya pencapaian sasaran pembangunan
pendidikan.
Prinsip-prinsip organisasi pendidikan ádalah sebagai berikut:
a. Pengorganisasian pendidikan harus bersifat komprehensif.
b. Pengorganisasian pendidikan harus bersifat integral.
c. Pengorganisasian pendidikan harus memperhatikan
aspekaspek kualitatif dan kuantitatif.
d. Pengorganisasian pendidikan harus merupakan rencana
jangka panjang dan kontinue.
e. Pengorganisasian pendidikan harus didasarkan efisiensi.
f. Pengorganisasian pendidikan harus dibantu oleh organisasi
administrasi yang efisien dan data yang dapat diandalkan.
g. Pengorganisasian pendidikan harus memperhitungkan semua
sumber yang ada atau yang dapat diadakan.

C. Struktur Organisasi
Pengorganisasian menyangkut penentuan pekerja, pembagian
verja, penetapan mekanisme untuk mengorganisasikan kegiatan.
Salah satu hasil dari proses ini adalah struktur organisasi yang
merupakan prosedur formal manajemen organisasi.
Pada struktur organisasi ini tergambar posisi kerja,
pembagian kerja, jenis kerja yang harus dilakukan, hubungan
atasan dan bawahan, spesifikasi aktivitas mengacu pada
spesifikasi tugas per orang an dan kelompok di seluruh organisasi.
Dalam struktur organisasi juga tergambar hubungan dalam
orga nisasi yang menunjukkan kaitan antara tanggung jawab,
wewenang, dan pelaporan akuntabilitas, yaitu keharusan
mempertang gungjawabkan pelaksanaan tugas yang mengacu
kepada sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi.
Bentuk-bentuk hubungan dalam organisasi pada umumnya
dan organisasi pendidikan pada khususnya Sangat banyak dan
bervariasi. Dalam organisasi sekolah yang benar, hubungan-hu
bung an itu secara garis besar mencakup aspek sarana, fungsí atau

38 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


perangkat tugas, tanggung jawab, wewenang dan akuntabilitas.
Semua hal tersebut dinyatakan dalam konteks oraganisasi sekolah
dalam hubungan konsultatif maupun koordinatif.
Hubungan konsultatif ádalah hubungan antara unsur yang
berada dalam organisasi dengan keadaan setara, sedangkan
hubungan koordinatif ádalah pola hubungan yang menunjukkan
hubungan antara unit dalam organisasi yang bertujuan saling
mendukung.
Ada empat aspek dalam pengorganisasian pendidikan, yaitu
aspek sosiologis, pedagogis, demografis, dan ekonomis. a. Aspek
Sosiologis
Jika kita melihat pendidikan sebagai salah satu sistem,
maka masyarakat ádalah sebuah supra sistem pendidikan,
dan sub sistem lanilla saling mempengaruhi dan saling
ketergantungan antara sesamanya. Karena itu, setiap
perubahan yang diinginkan masyarakat dalam bidang
pendidikan akan mempengaruhi sistem sosial.
Karena itu, para perencana dan pengambil kebijakan
serta pelaksanaannya perlu memperhatikan aspek sosiologis,
utamanya aspek sosiologis keagamaan yang berkaitan erat
dengan gagasan-gagasan di bidang pendidikan, antara lain:
1) Aspirasi masyarakat terhadap pendidikan.
2) Pengaruh perencanaan pendidikan terhadap masyarakat.
3) Hal-hal dan sanksi sosial yang berhubungan dengan
pendidikan.
4) Pengaruh budaya dan tekanan-tekanan dari luar
terhadap perencanaan pendidikan.
b. Aspek Pedagogis
Aspek ini sangat penting karena meliputi sejumlah
pengetahuan dan pengalaman untuk membantu
terlaksananya kegiatan belajar yang merupakan hakikat dari
pendidikan. Seorang perencana pendidikan mungkin tidak
perlu mengetahui begitu banyak mengenai hal belajar dan
mengajar, akan tetapi ia harus mengetahui apa yang terjadi di
Psikologi Manajemen | 39
dalam sistem pendidikan karena rencana yang disusunnya
selalu mengenai sistem pendidikan tersebut.
Aspek ini meliputi dasar dan tujuan pendidikan, struktur
sistem pendidikan, isi pendidikan, metode belajar dan
mengajar, serta inovasi pendidikan.
c. Aspek Demografis
Aspek ini mempunyai pengaruh yang jelas dalam
pendidikan dan bidang ekonomi. Pengaruhnya nyata sekali
untuk perkembangan dan meningkatkan kemakmuran. Di
satu pihak, pendidikan adalah suatu beban yang berat,
sementara tanpa pendidikan, pembangunan tidak akan
berjalan dengan baik dan lancar.
d. Aspek Ekonomis
Ekonomi biasanya membicarakan alokasi sumber-sumber
yang terbatas lepada alternatif-alternatif pemakai, sehingga
memenuhi kebutuhan, antara lain menjelaskan tingkah laku
individu, perusahaan, dan pemerintahan dalam hubungannya
dengan kebijakan ekonomi.

BAGIAN VII ACTUATING


ORGANISASI PENDIDIKAN

Actuating adalah proses penyatupaduan kepentingan dan


keinginan orang-orang dengan organisasinya, sehingga tujuan
bersama dapat tercapai dengan sebaik-baiknya. Dengan kata lain,
sebagai salah satu aktivitas manajemen yang berupa pekerjaan
memberi arah, menuntut bawahan dan menugaskan untuk
melaksanakan pekerjaan dalam mencapai tujuan yang telah
ditentukan dalam statu usa kerja sama. 39
Fungsi actuating atau pengarahan ádalah untuk membuat atau
mendapatkan para karyawan melakukan apa yang diinginkan dan

39 Indar, H.M. Djumberansyah, (1990). Perencanaan Pendidikan. Malang.


40 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I
harus mereka lakukan. Fungsi ini melibatkan kualitas, gaya, dan
kekuasaan pemimpin, serta kegiatan-kegiatan kepemimpinan,
seperti komunikasi, motivasi, dan disiplin.
Fungsi mengarahkan meliputi langkah-langkah pendelegasian
atau penugasan tanggung jawab dan akuntabilitas, memotivasi
dan mengkoordinasikan agar usaha-usaha kelompok serasi
dengan usaha-usaha lainnya, merangsang perubahan bila terjadi
perbedaan pertentangan untuk mencari pemecahan atau
penyelesaian sebelum mengerjakan tugas-tugas berikutnya.
Ada tiga alternatif pendekatan yang dapat dipergunakan
untuk menentukan kebutuhan pendidikan, yaitu:
1. Pendekatan sosial (social demand approaches) yaitu pendekatan
tradisional bagi pembangunan pendidikan dengan
menyediakan lembaga-lembaga dan fasilitas demi memenuhi
tekanantekanan untuk memasukkan serta memungkinkan
pemberian kesempatan pada pemenuhan keinginan siswa
dan orang tuanya secara bebas.
2. Pendekatan ketenagakerjaan (man power approaches) yaitu
pendekatan yang bertujuan untuk mengarahkan kegiatan-
kegiatan pendidikan pada usaha untuk memenuhi kebutuhan
nasional mengenai tenaga kerja.
3. Pendekatan efisiensi investasi yaitu penentuan besarnya
investasi dalam dunia pendidikan sesuai dengan hasil,
keuntungan, dan efectivitas yang akan diperoleh.
Menggerakkan adalah proses memotivasi anggota organisasi
agar perencanaan dapat dijalankan. Dalam hal ini, George R. Terry
(1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha
menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa
hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai
sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan
tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-
sasaran tersebut.
Mengerakkan atau actuating adalah suatu tindakan untuk
mengu sahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk

Psikologi Manajemen | 41
mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan
usahausaha organisasi. Jadi actuating artinya adalah
menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendiri atau
penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan
yang dikehendaki secara efektif.
Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan
(actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling utama.
Dalam fungsi perencanaan dan pengorganisasian lebih banyak
berhubungan dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen,
sedangkan fungsi actuating justru lebih menekankan pada kegiatan
yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam
organisasi.
Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan
(actua ting) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi
untuk mengerjakan sesuatu jika: (1) merasa yakin akan mampu
mengerjakan, (2) yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan
manfaat bagi dirinya, (3) tidak sedang dibebani oleh problem
pribadi atau tugas lain yang lebih penting, atau mendesak, (4)
tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan
dan (5) hubungan antar teman dalam organisasi tersebut
harmonis.

Kepemimpinan (Leading)
Pekerjaan leading meliputi empat kegiatan yaitu: 1) mengambil
keputusan, 2) mengadakan komunikasi agar terjadi saling
pengertian antara manajer dan bawahan, 3) memberi semangat,
inspirasi, dan dorongan kepada bawahan supaya mereka
bertindak, dan 4) mengkoordinasi kegiatan

Pengarahan (Directing)
Directing adalah fungsi manajemen yang berhubungan
dengan usaha memberi bimbingan, saran, perintah-perintah atau
instruksi kepada bawahan dalam melaksanakan tugas masing-

42 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


masing, agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-
benar tertuju pada tujuan yang telah ditetapkan semula. Bila
ditinjau dari proses, maka proses itu adalah proses pelaksanaan
program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam
organisasi serta proses memotivasinya.

Staf (Staffing)
Staf merupakan suatu fungsi manajemen berupa penyusunan
personalia pada suatu organisasi sejak dari merekrut tenaga kerja,
pengembangannya sampai dengan usaha agar setiap tenaga
memberi daya guna maksimal kepada organisasi.

Koordinasi (Coordinating)
Pengkoordinasian merupakan satu dari beberapa fungsi
manajemen untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi
kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan dengan jalan
menghubungkan, menyatukan dan menyelaraskan pekerjaan
bawahan sehingga terdapat kerja sama yang terarah dalam upaya
mencapai tujuan organisasi.
Koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim
dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan
masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan
dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu
sendiri.

Inovasi (Inovation)
Inovasi adalah proses atau hasil pengembangan atau
pemanfaatan/mobi-lesasi pengetahuan, keterampilan (termasuk
keterampilan teknologis) dan pengalaman untuk menciptakan
atau memperbaiki produk (barang dan/atau jasa), proses, dan/atau
sistem yang baru, yang memberikan nilai yang berarti atau secara
signifikan (terutama ekonomi dan sosial).

Psikologi Manajemen | 43
Laporan (Reporting)
Adalah suatu fungsi manajemen berupa penyampaian
perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian keterangan
mengenai segala hal yang bertalian dengan tugas dan fungsi-
fungsi kepada pimpinan yang lebih tinggi, baik secara lisan
maupun tertulis.

BAGIAN VIII CONTROLLING


ORGANISASI PENDIDIKAN

Dalam suatu organisasi, kita memerlukan suatu pengawasan,


supaya tercipta hasil yang efektif dan efisien. Tanpa adanya
pengawasan dalam statu organisasi, suatu kegiatan tidak akan
mencapai hasil yang memuaskan. Setiap organisasi memerlukan
kegiatan pengawasan atau controlling. Kegiatan ini dilakukan
dengan maksud agar perilaku personalia organisasi mengarah ke
tujuan organisasi, bukan semata-mata tujuan individual mereka
masing-masing dan tidak terjadi penyimpangan yang berarti
antara rencana dan pelaksanaan. 40
Setiap organisasi memiliki aktivitas tertentu dalam rangka
mencapai tujuan organisasi. Organisasi yang dimaksud adalah
sekumpulan orang dengan ikatan tertentu yang merupakan wadah
untuk mencapai cita-cita yang telah ditentukan.
Penyimpangan antara rencana dengan pelaksanaan Sangat
mungkin terjadi apabila tidak dilakukan kontrol atau pengawasan.
Karena itu, Sangay dibutuhkan adanya pengawasan agar
pelaksanaan tidak menyimpang dengan rencana sebelumnya.
Fungsi pengawasan tidak terlepas dari fungsi manajemen
lainnya seperti perencanaan, pengorganisasian, dan penggerakan.
Kalau fungsi-fungsi manajemen tersebut berjalan baik, maka
pengawasan kurang diperlukan. Karena jarang terjadi bahwa

40 Pidarta, Made, (1988). Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.


44 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I
fungsifungsi tersebut berjalan sempurna maka mutlak diperlukan
fungsi pengawasan. Jadi, pengawasan tersebut berhubungan
dengan dan menjadi bagian dari akibat ketiga fungsi manajemen
lainnya. Makin erat jalinan hubungan, makin efektif pengawasan
dilakukan.
Dalam konteks pendefinisian fungsi-fungsi manajemen yang
terjalin satu sama lain dalam satu sistem, yang memiliki input,
proses, dan output, subsistem controlling (pengawasan) merupakan
pengawasan terhadap proses, yaitu terhadap tugas dan pekerjaan
ataupun aktivitas yang sedang berjalan maupun yang sudah
selesai, dan bukan melakukan pengawasan terhadap orang atau
manusia. Hal ini berarti bahwa controlling tidak identik dengan
manajer yang diktator/otoriter. Manajer tidak memandori orang,
akan tetapi memandori pekerjaan. Yang diperlukan adalah
mengukur kemajuan pekerjaan yang sedang berjalan dan hasilnya,
bukan memandori orang yang sedang bekerja. Karena itu,
diperlukan adanya sistem dan mekanisme yang mengatur proses
pengawasan (controlling) ini. Sub sistem controlling ini juga
mempunyai komponen input–proses– output.
Pengawasan atau sering juga disebut pengendalian adalah
moni toring dan perbaikan aktivitas yang sedang berjalan agar
tujuan dapat tercapai, merupakan satu di antara beberapa fungsi
manajemen berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan
koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke
jalan yang benar dengan tujuan yang telah digariskan semula.
Robert J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani
Handoko (1995) mengemukakan definisi pengawasan yang di
dalamnya memuat unsur esensial proses pengawasan, bahwa :
“Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk
menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan
perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik,
membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah
ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur
penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi

Psikologi Manajemen | 45
yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya
perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien
dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.”
Bila ditinjau dari proses, maka proses itu adalah proses yang
dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang
telah direncanakan dan dilaksanakan bisa berjalan sesuai target
yang diharapkan. Pengawasan merupakan tindakan seorang
manajer untuk menilai dan mengendalikan jalan suatu kegiatan
yang mengarah demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Proses controlling dimulai dengan menentukan standar yang
mencakup kriteria-kriteria untuk mengukur pelaksanaan
pekerjaan, yaitu suatu pernyataan mengenai kondisi-kondisi yang
terjadi apabila suatu pekerjaan dilaksanakan secara memuaskan.
Setelah itu, dilaksanakan pengukuran hasil/pelaksanaan pekerjaan
dengan menggunakan metode pada fungsi-fungsi manajemen,
yaitu:
1. Perencanaan: garis umpan balik proses manajemen dapat
berwujud meninjau kembali rencana, mengubah tujuan, atau
mengubah standar.
2. Pengorganisasian: memeriksa apakah struktur organisasi
yang ada itu cukup sesuai dengan standar, apakah tugas dan
kewajiban telah dimengerti dengan baik, dan apakah diper
lukan kembali penataan orang-orang.
3. Penataan staf: memperbaiki sistem seleksi, sistem latihan, dan
menata kembali tugas-tugas.
4. Pengarahan: mengembangkan kepemimpinan yang lebih
baik, meningkatkan motivasi, menjelaskan pekerjaan yang
sukses, penyadaran akan tujuan yang secara keseluruhan
apakah kerja sama antara pimpinan dan bawahan berada
dalam standar.
Dengan demikian, ada dua sasaran pengawasan yaitu
perilaku individu sebagai orang-orang yang memproses input
menjadi output (yang diarahkan agar berperilaku organisasi), dan

46 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


output organisasi itu sendiri (yang diusahakan agar tidak
menyimpang dari rencana semula).
Robbins menjelaskan definisi kontrol sebagai proses
memonitor aktivitas-aktivitas untuk mengetahui apakah individu-
individu dan organisasi itu sendiri memperoleh dan
memanfaatkan sumbersumber pendidikan secara efektif dan
efisien dalam rangka mencapai tujuan dan memberi koreksi
apabila tidak tercapai. Definisi ini memberikan rincian tentang
perilaku organisasi yaitu sebagai orangorang yang bertugas
mengusahakan dan memakai sumber-sumber pendidikan secara
efektif dan efisien, ditambah dengan kewajiban
mengoreksi/membuat revisi apabila tujuan tidak tercapai.
Johnson mengemukakan definisi kontrol yang lebih sederhana
yaitu sebagai fungsi sistem yang melakukan penyesuaian terhadap
rencana mengusahakan agar penyimpangan-penyimpangan tujuan
sistem hanya dalam batas-batas yang dapat ditolerir.
Dengan demikian, kontrol atau pengawasan dapat diartikan
sebagai salah satu kegiatan untuk mengetahui realisasi perilaku
organisasi personalia pendidikan dan tingkat pencapaian tujuan
pendidikan. Fungsi kontrol meliputi kegaitan pengadaan sistem
pelaporan yang serasi dengan struktur pelaporan keseluruhan,
mengembangkan standar perilaku, mengukur hasil berdasarkan
kualitas yang diinginkan dalam kaitannya dengan tujuan,
melakukan tindakan koreksi dan memberikan ganjaran.
Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam melakukan
kon trol atau pengawasan yaitu sebagai berikut:
1. tertuju kepada strategis sebagai kunci sasaran yang
menentukan keberhasilan,
2. harus menggunakan umpan balik sebagai bahan revisi dalam
mencapai tujuan,
3. harus fleksibel dan responsif terhadap perubahan kondisi dan
lingkungan,
4. cocok dengan organisasi,

Psikologi Manajemen | 47
5. merupakan kontrol diri sendiri,
6. bersifat langsung, yaitu pelaksanaan kontrol di tempat kerja,
dan
7. memperhatikan hakikat manusia dalam mengontrol para
tenaga kependidikan.
Humble mengemukakan adanya tiga macam pemeriksaan,
yaitu pemeriksaan terhadap karya, kemampuan, dan gaji. Kontrol
mencakup segala bagian organisasi, mulai dari perencanaan
seleksi personalia, pembinaan personalia, anggaran belanja,
penilaian perilaku, cara bekerja, sampai dengan efektivitas
pemakaian dana.
Kontrol dalam organisasi pada umumnya, khususnya dalam
lembaga-lembaga pendidikan tidak boleh dilakukan secara
eksakta, sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar. Bila hal ini
dilakukan berarti organisasi itu menerapkan kontrol mesin kepada
manusia.
Kontrol yang baik ialah kontrol yang dapat memanfaatkan
profesi karir personalia secara optimal, yaitu dengan cara:
1. mengikutsertakan mereka dalam menentukan sasaran,
2. menciptakan iklim organisasi yang mendorong
pengembangan diri dan komunikasi yang lancar,
3. membuat mereka responsif dan bersemangat dalam
melakukan pekerjaan.
Dengan demikian, pengawasan (controlling) diartikan sebagai
usaha menentukan apa yang sedang dilaksanakan dengan cara
menilai hasil/prestasi yang dicapai dan kalau terdapat
penyimpangan dari standar yang telah ditentukan, maka segera
diadakan usaha perbaikan, sehingga semua hasil/prestasi yang
dicapai sesuai dengan rencana.
Proses pengawasan ini saling berkaitan, apabila belum selesai,
maka kembali ke proses awal, dan apabila telah selesai, maka akan
menghasilkan keluaran (output) berupa laporan hasil kinerja.
Dalam penerapannya di bidang manajemen pendidikan, kepala
sekolah sebagai pimpinan tentunya harus mampu melakukan
48 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I
pengawasan agar kualitas output yang dihasilkan menjadi lebih
baik dan sesuai dengan keinginan banyak pihak, khususnya
stakeholders pendidikan.

Psikologi Manajemen | 49
52 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I

BAGIAN IX EFEKTIVITAS
KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan dalam pandangan Veithzal Rivai dan Deddy


Mulyadi41 secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam
menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut
untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki
kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi
interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya,
pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran,
memlihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan
dukungan dan kerjasama dari orang-orang di luar kelompok atau
organisasi.
Sehubungan dengan efektivitas kepemimpinan, Barnard
menjelaskan tentang fungsi kepemimpinan, serta mengembangkan
konsep efektivitas dan efisiensi, yang dikutip dalam bukunya The
Function of the Executive, yang menyatakan: ”Effectiveness relates to
the achievement of organizational goals, and efficiency relates to the
satisfaction of individual motives”.42
Achua dan Lussier dalam Effective Leadership menyatakan
bahwa para pemimpin yang efektif (effective leaders) memiliki sifat
(traits) dan personalitas (personality profile), serta adanya the big five
model of personality sebagai berikut43:

The Big Five Model of Nine Traits of Achievement


Personality Effective Leaders Motivation

41 Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi,


Jakarta: Rajawali Pers, hal. 2.
42 Chester I, Barnard, The Functions of the Executive (Cambridge, Mass: Harvard
University Press, 1968), hal.55-61.
43 Achua, Christopher F. dan Lussier, Robert N., Effective Leadership (USA:
Cengage, 2010), hal.43.
Theory and Leader
Motive Profile Theory
1. Surgency 1. Dominance 1. Need for power
2. Agreeableness 2. Sensitivity 2. Need for affiliation
3. Adjustment to others 3. Socialized power
4. Conscientiousness 3. Stability 4. Need for
5. Openness to 4. High achievement
experience energy
5. Self-
confidence
6. Integrity
7. Internal
locus of
control 8.
Intelligence
9. Flexibility
Dalam pandangan Abdul Ghani Abdullah, dkk44, sepanjang
abad ke-20-an, ‘pendekatan trait’ adalah salah satu teknik
kepemimpinan yang dikatakan sistematik. Sedangkan terkait
dengan kepribadian, Vishalache Balakrishnan45, menyatakan
bahwa jika teori moral sosial menunjukkan kepada standar
moralitas, maka teori kepribadian menunjukkan kepada
karakteristik kepribadian. Dalam konteks kepribadian ini, Brent
Davies (ed)46 juga menyatakan bahwa interaksi pemimpin dengan
yang lainnya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh identitas
pengalaman emosi-mereka sendiri dan orang lain.
Nanus dan Dobss dalam Syafaruddin menjelaskan bahwa:

44 Abdul Ghani Abdullah, dkk, Gaya-Gaya Kepemimpinan Dalam Pendidikan,


Selangor: PTS Professional, Publishing, Sdn,Bhd.2010, hal.8.
45 Vishalache Balakrishnan, Moral Education for Universities and Colleges,
Selangor Darul Ehsan: Arah Pendidikan Sdn, Bhd., 2009, p. 50.
46 Brent Davies (ed), The Essentials of School Leadership, London: Sage
Publications, Ltd, 2005, P. 123.
Psikologi Manajemen | 51
“Leadership effectiveness-it means producing a greater social good
usually by increasing organizational capital or creating harnessing social
energy”.4748
Dalam pandangan Locke, bahwa kepemimpinan efektif memi-
liki ciri-ciri, yaitu 1) penuh inisiatif, energi dan ambisi, 2) tekun
dan proaktif dalam mengejar sasaran-sasaran yang telah
ditentukan, 3) mempunyai keinginan memimpin; mereka tidak
mengharapkan kekuasaan untuk maksud mendominasi orang-
orang lain melainkan demi meraih sasaran tertinggi, 4) jujur dan
punya integritas; mereka tidak hanya bisa dipercayai, tetapi juga
bisa mempercayai orang lain, 5) mempunyai rasa percaya diri
yang tebal, yang tidak hanya memberi kesanggupan pada mereka
untuk memikul tanggung jawab dan membangkitkan rasa percaya
diri orang lain tapi juga mengatasi segala situasi yang menekan
dengan hati tenang.49
Ada banyak model formal dan teori yang berusaha untuk
meng identifikasi ciri-ciri kunci dan perilaku yang membantu para
pemimpin untuk berhasil. Dengan demikian, penting untuk
memahami bagaimana sifat dan keterampilan berhubungan satu
sama lain.
Keterampilan tertentu sangat penting bagi para pemimpin,
namun tanpa kualitas pribadi tertentu, tidak mungkin bagi
pemimpin untuk membuat keterampilan menempel. Sebagai
contoh, beberapa orang akan berpendapat bahwa keterampilan
komunikasi sangat penting bagi para manajer, tetapi jika seorang
pemimpin tidak memiliki kontrol diri, maka tidak peduli apa
keterampilan komunikasi yang mereka pelajari, mereka tidak akan

47 Syafaruddin, Kepemimpinan Pendidikan: Akuntabilitas Pimpinan Pendidikan


dalam Konteks Otonomi Daerah(Ciputat: Quantum Teaching-Ciputat Press
Group, 2010), hal.109.

48 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


49 Edwin A. Locke, terj., Esensi Kepemimpinan (Jakarta: Spektrum, 1997), hal.9.
mampu untuk menerapkannya karena segera setelah mereka
kehilangan kesabaran mereka, semua praktek terbaik akan keluar
jendela.
Menurut James Fenimore Cooper, efektivitas kepemimpinan
pada dasarnya mempraktekkan prinsip-prinsip berikut :
1) Membangun visi, misi, dan menentukan nilai-nilai secara ber
sama-sama yang membantu orang fokus pada kontribusi
mereka dan membawa keluaran (output) yang terbaik.
2) Membentuk lingkungan komunikasi yang mendorong umpan
balik yang akurat dan jujur dan keterbukaan diri .
3) Membuat informasi tersedia.
4) Membangun kepercayaan, rasa hormat, dan perilaku
berdasarkan kelompok sebagai norma.
5) Bersifat inklusif dan menunjukkan kepedulian untuk setiap
orang.
6) Menunjukkan sumber daya dan kemauan untuk belajar.
7) Menciptakan lingkungan yang merangsang kinerja yang luar
biasa.50
Seorang pemimpin perlu memperhatikan tiga dimensi lain,
yaitu dimensi 1) mempertahankan penekanan tujuan manajerial
dan kejelasan, 2) memiliki kemampuan untuk memberikan
dukungan yang diperlukan bagi individu untuk melakukan
pekerjaan mereka dan mencapai tujuan mereka, dan 3)
memfasilitasi bawahan untuk berinteraksi satu sama lainnya
untuk menciptakan efisiensi, perasaan yang baik, dan kerja sama
tim.51
Menurut H. Jodeph Reitz dalam Nanang Fattah, dikemukakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas
kepemimpinan meliputi 1) kepribadian, pengalaman masa lalu,
dan harapan pemimpin, 2)pengharapan dan perilaku atasan, 3)
50 Cooper, James Fenimore., and John Nirenberg, “Leadership Effectiveness”
Encyclopedia of Leadership. Ed.. Thousand Oaks, (CA: SAGE, 2004), hal.845-854
dalam SAGEReference Online. Web. 30 Jan. 2012.
51 Ibid.
Psikologi Manajemen | 53
karakteristik, harapan, dan perilaku bawahan, 4) kebutuhan tugas,
5) iklim dan kebijakan organisasi, dan 6) harapan dan perilaku
rekanan.52
Dalam hal ini, ada beberapa kriteria manajerial yang terdiri
dari ciri efektivitas manajerial (tingkat energi dan toleransi
terhadap stres, rasa percaya diri, integritas, motivasi kekuasaan,
orientasi pada keberhasilan, kebutuhan akan afiliasi yang rendah)
dan keterampilan efektivitas manajerial (keterampilan teknis,
keterampilan antar pribadi, dan keterampilan konseptual).5354
Berdasarkan beberapa teori yang dikemukakan di atas,
menunjukkan bahwa pemimpin efektif sangat berhubungan erat
dengan sifat pribadi seorang pemimpin, berkaitan dengan tugas,
dan wawasan dalam memimpin, karena itu pemimpin yang efektif
akan memimpin dengan efektif manakala pemimpin menerapkan
efektivitas dalam kepemimpinan. Dalam penelitian ini efektifitas
kepemimpinan yang dapat dijadikan konstruk adalah pencapaian
tujuan organisasi, sedangkan yang dapat dijadikan indikator
adalah sebagai berikut 1) inisiatif, energi dan ambisi, 2) tekun dan
proaktif mengejar sasaran, 3) keinginan memimpin untuk meraih
sasaran tertinggi, 4) jujur dan punya integritas serta percaya pada
orang lain, dan 5) memiliki rasa percaya diri yang tinggi.

52 Nanang Fattah, Op.Cit., hal.98-99.


53 Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, Op.Cit., hal.21-23.

54 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


58 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I

BAGIAN X BUDAYA ORGANISASI

Dalam pandangan Tony Bush dan David Middlewood55


konsep budaya telah berkembang secara signifikan dalam
pendidikan selama tahun 1990-an hingga abad ke-21. Luasnya
minat kajian ini mungkin dipahami sebagai akibat ketidakpuasan
terhadap keterbatasan model kepemimpinan dan manajemen yang
menekankan kepada aspek struktural dan teknis sebuah lembaga
pendidikan.
Menurut Marc Schabracq56 konsep budaya organisasi, yang
untuk alasan singkatnya sekarang hanya disebut ‘budaya’, sulit
untuk ditentukan. Kesulitan ini sebagian berasal dari penggunaan
istilah yang luas dan beragam budaya, sebagian juga dari fakta
bahwa sebagian besar budaya tersembunyi dari mata yang
melihatnya, seperti pepatah gunung es yang hanya sepersepuluh
tongkat keluar dari air.
Budaya organisasi sering dipahami sebagai falsafah yang
menuntun kebijaksanaan organisasi terhadap pegawai dan
pelanggan57. Dalam konteks budaya organisasi, Al-Qur’an
misalnya sebagai pedoman kehidupan, nilai-nilai ajaran yang
terkandung di dalamnya senantiasa hidup mengikuti arus
perubahan dan kemajuan. AlQur’an memberikan petunjuk dengan
segala penjelasannya sesuai dengan kultur, suasana, dan
kehendaknya sendiri. Namun demikian, kita sering menyaksikan,
oleh karena berbagai hambatan dan keterbatasan umat manusia
dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an, terutama pada tataran

55 Tony Bush & David Middlewood, Leading and Managing People in Education,
California: Sagu Publication Limited, 2005, p. 47.
56 Marc Schabracq , Changing Organizational Culture, England: John Wiley &
Sons Ltd. The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex PO19 8SQ,
2007, p.7.
57 Kasful Anwar, Kepemimpinan Pesantren: Menawarkan Model
Kepemimpinan Kolektif dan Responsif, Jambi: STS Press, 2011, hal. 71.
Psikologi Manajemen | 55
impelementasi, makna ayat-ayat al-Qur’an hanya dipandang
secara doktrinal-transendental, tidak dipahami secara kultural-
profan. Pesan-pesan al-Qur’an tidak diperkenalkan secara
dialogisdengan kenyataan sosial yang mengikat kehidupan58,
Dalam prakteknya, al-Qur’an memberikan spirit bagi setiap
manusia termasuk organisasi untuk tumbuh kembangnya budaya
organisasi kearah yang lebih baik. Inspirasi al-Qur’an telah
mendorong berbagai pranata sosial termasuk pendidikan untuk
terus mengembangkan budaya organisasi yang baik seperti
budaya kerja yang maksimal, membayar upah sebelum kering
keringatnya, hidup harus bekerjasama, dan sebagainya. Karena
itulah penting untuk membicarakan organisasi dan budayanya.
Membicarakan budaya organisasi, setidak ada dua kata yang
harus dipahami secara utuh, yaitu organisasi dan budaya.
Dalam pandangan Ashkanasy5960 pada tingkat praktis, budaya
dan iklim deskriptor organisasi sedang meningkat. Semakin
banyak manajer dalam organisasi berbicara tentang mengubah
budaya mereka, menciptakan budaya baru, mencari tahu dampak
budaya mereka, atau melestarikan budaya mereka. Ketika
seseorang menguji tentang apa yang mereka sebenarnya
bicarakan, banyak yang harus dilakukan dengan apa yang kita
akan dan harus sebut iklim.
Budaya, dalam bahasa manajerial populer, biasanya mengacu
pada bagaimana orang merasa tentangorganisasi,sistem
kekuasaan, dan tingkatan keterlibatan dan hal-hal yang menjadi
komentar karyawan, yang semuanya mengacu pada iklim yang
lebih dari budaya. manajer perlu untuk belajar bahwa di mana
budaya mungkin paling penting adalah dampaknya pada barang
yang “sulit” , seperti strategi dan struktur. Kebanyakan manager
58 Suryadharma Ali, Mengawal Tradisi Meraih Prestasi: Inovasi dan Aksi
Pendidikan Islam, Malang: UIN Maliki Press, 2013, hal. 147.
59 Neal M. Ashkanasy, et al, (Eds), Handbook of Organizational Culture and
Climate, USA: Sage Publication, Inc., 2000.

60 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


adalah cukup buta terhadap fakta bahwa strategi dan struktur
mereka didominasi oleh asumsi budayadan sejarah keberhasilan
atau kegagalan dalam mengasumsikan budaya yang menjadi
pemikiran mereka.
Pemahaman mengenai organisasi sangat penting karena
semua urusan manajemen dan pengelolaan berlaku dalam
organisasi. Jika seseorang ingin menjadi pemimpin yang baik,
maka perlu dibekali dengan pengetahuan yang luas mengenai
konsep organisasi. Menurut Robiah Sidin61 dari segi definisi secara
abstrak, organisasi itu berarti segala elemen yang diselaraskan dan
dihubungkan secara sistematik menjadi satu kesatuan yang
bersama-sama bertindak kea rah memenuhi tujuan dan sasaran
bersama.
Menurut Edgar H. Scherin, budaya adalah sebuah abstraksi,
namun kekuatan yang diciptakan dalam situasi sosial dan
organisasi berasal dari budaya yang kuat. Jika kita tidak
memahami pengoperasian kekuatan ini, kita menjadi korban dari
kekuatan budaya tersebut.62
Menurut Beare dalam Tony Bush63, konsep budaya organisasi
menekankan aspek informal organisasi lebih dari elemen-elemen
pegawainya. Konsep budaya organisasi ini memfokuskan pada
nilai, keyakinan dan norma orang dalam organisasi dan
bagaimana persepsi individu ini menyatu dan dibagi ke dalam
pengertian organisasi.
Tony Bush menyatakan bahwa model budaya
mengasumsikan bahwa kepercayaan, nilai dan ideologi adalah
jantungnya organisasi.64 Hal senada juga dikemukakan oleh
Lunenburg dan Ornstein, yang menyatakan bahwa budaya suatu

61 Robiah Sidin, Teori Pentadbiran Pendidikan, Selangor Darul Ehsan: Percetakan


Asni SDN, Bhd.,2003, hal. 19-20.
62 Edgar H. Scherin, Organizational Culture and Leadership (San Francisco,
California: Jossey Bass, Third Edition, 2004).
63 Tony Bush, Theories Educational Leadership and Management 3 rd edition, London:
Sage Publication, 2003, p.43.
64 Ibid., hal.156.
Psikologi Manajemen | 57
organisasi merupakan keseluruhan kepercayaan, perasaan,
perilaku, dan simbol yang merupakan karakteristik suatu
organisasi.65

Ada beberapa variasi yang dipertimbangkan dalam definisi


budaya organisasi. Variasi tersebut muncul dalam beberapa
karakteristik, yaitu, keteraturan perilaku yang diamati, norma,
nilai-nilai dominan, filosofi, aturan-aturan dan perasaan.
George Litwin dan Robert Stringer mendefinisikan iklim
sebagai suatu akibat subjektif yang diterima dari sistem yang
formal, ”gaya” informal pemimpin, dan faktor-faktor lingkungan
yang penting terhadap sikap, keyakinan, nilai, dan motivasi setiap
orang yang bekerja dalam organisasi tertentu”.66
Iklim menyediakan referensi tentang bagaimana pemikiran
yang dimilliki perguruan tinggi sebagai dasar untuk memprediksi
konsekuensi dan hasil perguruan tinggi. Sebagai suatu barometer
yang merepresentasikan pentingnya peralatan untuk
mengevaluasi kondisi saat ini, merencanakan arah baru, dan
memonitor kemajuan ke arah baru. Dengan demikian, iklim
perguruan tinggi merupakan dimensi kunci untuk melakukan
supervisi terhadap sumber daya manusia.
Menurut Lunenburg dan Ornstein, proses menciptakan bu da
ya organisasi merupakan proses yang kompleks.Salah satu buda
ya orga nisasi adalah diciptakannya sejumlah mekanisme yang
membantu memperkuat penerimaan nilai dan memastikan bahwa
budaya adalah dipertahankan atau diperkuat (sosialisasi
organisasi).6768

65 Fred C. Lunenburg dan Allan C. Ornstein, Educational Administration:


Concepts and Practices(USA: Wadsworth/Thomson Learning, 2000), hal.60.
66 George H. Litwin dan Robert A. Stringer, Jr., Motivation and Organization
Climate. Boston: Harvard University, 1968, h. 5.
67 Ibid., hal.62.

68 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


Dalam pandangan Lunenburg dan Ornstein, budaya
organisasi mempengaruhi banyak proses administratif, antara lain,
motivasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, komunikasi
dan perubahan. Budaya juga mempengaruhi proses struktur
organisasi, proses pemilihan, sistem evaluasi, sistem pengawasan
dan sistem reward yang harus sesuai dengan budaya organisasi.
Dengan kata lain budaya memiliki pengaruh terhadap kinerja
pekerja dan efektivitas organisasi.69
Budaya organisasi adalah suatu kebiasaan yang telah
berlangsung lama dan dipakai serta diterapkan dalam kehidupan
aktivitas kerja sebagai salah satu pendorong untuk meningkatkan
kualitas kerja para karyawan dan manajer perusahaan.70
Suatu organisasi jika ingin mempertahankan budaya kuat
maka organisasi tersebut harus konsisten dan berusaha
semaksimal mungkin menerapkannya secara terus-menerus
kepada para karyawannya. Karena jika suatu organisasi tidak
konsisten menerapkan suatu budaya kuat kepada para
karyawannya maka budaya itu lambat laun akan hilang dan
akhirnya perusahaan itu menjadi lemah.71
Berdasarkan beberapa teori yang dikemukakan di atas,
menunjukkan bahwa budaya organisasi merupakan tradisi atau
praktekpraktek birokratis yang harus ditumbuhkan dalam
organisasi. Budaya organisasi dapat diidentikan dengan komitmen
yang kuat untuk menegakkan sebuah prosedur, sistem, atau
kinerja yang dibangun oleh organisasi. Tanpa komitmen atau
budaya yang kuat, maka dapat dipastikan bahwa organisasi
(perguruan tinggi) akan kehilangan kendali dari sebuah sistem
pengawasan (controlling) manajemen.
Budaya organisasi ini tentunya juga dipengaruhi oleh sifat
(tabiat) dan pengaruh alam sekitarnya, sebagaimana dikatakan

69 Ibid., hal.67-68.
70 Irham Fahmi, Manajemen: Teori, Kasus, dan Solusi (Bandung: Alfabeta, 2011),
hal.95.
71 Ibid., hal.97.
Psikologi Manajemen | 59
bahwa seseorang harus bekerja dengan penuh ketekunan dengan
mencurahkan seluruh keahlianya. Jika seseorang bekerja sesuai
dengan kemampuanya, maka akan melahirkan hal-hal yang
optimal. Organisasi yang baik tentunya akan dapat dibangun jika
tercipta budaya organisasi yang kondusif.
64 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I

BAGIAN XI MOTIVASI (TEORI,


KONSEP, DAN APLIKASI)

A. Konsep Motivasi
Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri seseorang
yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk
mencapai tujuan. Ada dua prinsip yang dapat digunakan untuk
memandang motivasi, yaitu motivasi dipandang sebagai suatu
proses dan kita menentukan karakter dari proses dengan petunjuk
yang ada.72
Manajemen tradisional menitikberatkan pada metode
instruksi, yakni manajemen dengan cara menentukan hal-hal yang
dianggap penting oleh manajer. Cara ini tidak mempertimbangkan
apakah penugasan atau pekerjaan itu sesuai atau tidak dengan
kesanggupan, kebutuhan, minat, dan tingkat kemampuan, serta
pemahaman bawahan. Instruksi atau pekerjaan tersebut juga tidak
berdasarkan pada motif-motif dan tujuan manajemen.
Penemuan-penemuan baru dalam bidang psikologi tentang
kepribadian dan tingkah laku manusia, serta perkembangan dalam
bidang ilmu manajemen menimbulkan perubahan mengenai unsur
ketenagaan dalam organisasi. Unsur ketenagaan menentukan
berhasil atau tidaknya proses manajemen.

72 Ibid., h. 72.
Sementara manajemen modern berpendapat bahwa tingkah
laku manusia didorong oleh motif-motif tertentu, dan suatu
pekerjaan

Psikologi Manajemen | 61
atau perbuatan akan berhasil apabila didasarkan pada motivasi
yang ada. Bawahan atau staf dapat dipaksa untuk melakukan
suatu perbuatan, tetapi ia tidak dapat dipaksa untuk menghayati
perbuatan itu sebagaimana mestinya. Manajer dapat memaksa
bawahannya untuk melaksanakan pekerjaan/tugas, tetapi tidak
mungkin memaksanya untuk bekerja dalam arti sesungguhnya.
Hal ini menjadi tugas manajemen yang paling berat yakni
bagaimana cara dan upaya agar bawahan mau bekerja
berdasarkan keinginan dan motif berprestasi yang tinggi.

B. Penggerakan Motivasi dalam Proses Manajemen


Penggerakan motivasi penting maknanya dalam proses
manajemen, karena fungsinya mendorong, mengerakkan, dan
mengarahkan tindakan individu atau kelompok. Prinsip-prinsip
motivasi erat kaitannya dengan kegiatan-kegiatan manajemen itu
sendiri. Prinsip-prinsip tersebut perlu digunakan sebagai acuan
dalam proses manajemen di lapangan.
1. Kebermaknaan
Tiap individu (tenaga pegawai) akan bermotivasi kerja
jika hal-hal yang dikerjakan mengandung makna tertentu
bagi dirinya. Kebermaknaan itu sebenarnya bersifat pribadi,
karena dirasakan sebagai sesuatu yang penting bagi dirinya.
Ada kemungkinan suatu tugas/pekerjaan dirasakan tidak
bermakna bagi pegawai bersangkutan. Dalam keadaan ini
perlu dorongan dengan cara mengaitkanpenugasan dengan
pengalaman, tujuan-tujuan yang akan datang, minat dan
nilai-nilai yang berlaku. Hal-hal yang telah dimiliki sebagai
pengalaman akan merangsang motivasinya untuk
memecahkan masalah, sesuatu yang menarik minat dan
mendapat nilai tertinggi bagi individu menunjukkan makna
tertentu baginya.
2. Modelling

62 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


Umumnya tiap orang menyukai tingkah laku baru bila
ditafsirkan dalam bentuk perilaku yang dapat disaksikan dan
ditiru. Tingkah laku mudah dihayati dan diterapkan oleh
yang bersangkutan bila disajikan dalam bentuk model, bukan
hanya dengan ceramah atau cerita. Model tingkah laku itu
dapat diamati dan ditiru sesuai dengan harapan pimpinan.
Karena itu, tunjukkan aspek-aspek penting tingkah laku
model, berikan ganjaran, gambaran model pribadi yang lebih
baik, dan jangan sampai berbenturan dengan nilai-nilai atau
keyakinan. Cara ini mendorong motivasi kerja pegawai.
3. Komunikasi terbuka
Motivasi kerja akan lebih kuat bila pimpinan menyajikan
pesan-pesan melalui komunikasi terbuka dan terarah. Dengan
struktur penyajia terbuka, maka tujuan-tujuan yang
diinginkan, tugas yang perlu dikerjakan, kegiatan-kegiatan
yang hendak dilakukan dapat dipahami dengan baik,
merangsang minat serta membangkitkan kesadaran untuk
bekerja lebih efektif dan baik.
4. Penugasan mengacu ke masa depan
Penugasan akan terasa bermakna bagi pegawai jika dapat
dilaksanakan dan hasilnya dapat digunakan bagi individu
dan pekerjaannya pada masa mendatang. Pimpinan
hendaknya mengemukakan gagasan-gagasan tentang
berbagai situasi dan tantangan yang bakal terjadi dan perlu
dihadapi. Untuk itu, tiap pegawai harus bekerja keras dan
belajar lebih giat. Kesadaran tentang kemungkinan penugasan
tersebut dapat menggugah motivasinya dan merangsang
kegiatan untuk bekerja lebih produktif.
5. Kemampuan prasyarat
Hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya merupakan
faktor penting yang turut menentukan berhasil atau gagalnya
kegiatan dalam pekerjaan. Pegawai yang telah memiliki
pengetahuan dan keterampilan menjadi landasan bagi
tingkah laku untuk mengerjakan tugas-tugas baru. Pimpinan

Psikologi Manajemen | 63
hendaknya berupaya mengenal dan memahami kemampuan
prasyarat yang telah dimiliki oleh bawahan/stafnya. Pegawai
yang telah menguasai prasyarat yang diperlukan akan lebih
mudah mengamati keterkaitan antara kemampuannya
dengan penugasan yang lebih kompleks untuk dikerjakan.
Kondisi ini akan menjamin kelancaran kerja dan mencagah
terjadinya gagasan dan frustasi.
6. Novelty
Pada umumnya tenaga kerja lebih senang bekerja
berdasarkan prosedur-prosedur yang baru, yang mungkin
masih asing baginya. Suatu gaya dan alat yang baru serta
metode baru akan lebih mendorong pegawai bekerja secara
lebih baik dari sebelumnya, misalnya menggunakan metode
kerja secara bervariasi dan serasi dan sebagai
alat/perlengkapan yang tergolong canggih dan tepat guna.
7. Praktek yang aktif dan bermanfaat
Tenaga pegawai merasa senang berperan aktif dalam
latihan/praktek untuk mencapai tujuan
organisasi/manajemen. Praktek secara aktif berarti
mengerjakan sendiri dan langsung suatu tugas pekerjaan
tertentu, bukan hanya mendengarkan atau mencatat
informasi. Karena itu, pimpinan perlu menyediakan
kesempatan bagi bawahan/staf untuk melatih dan melakukan
langsung tugas-tugas dalam bidangnya di bawah supervisi/
bimbingan secara berkala dan berkesinambungan.
8. Latihan terbagi
Pelatih merupakan salah satu upaya untuk
membangkitkan motivasi kerja. Pimpinan perlu melakukan
upaya secara berencana agar kegiatan pelatihan dibagi
menjadi serangkaian kurun waktu yang cukup singkat.
Latihan seperti ini akan meningkatkan motivasi belajar
ketimbang latihan yang dilaksanakan sekaligus dalam jangka
waktu lama. Cara yang terakhir ini akan melelahkan dan akan

64 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


menimbulkan rasa jenuh bagi peserta sehingga dapat
menurunkan motivasi kerja.
9. Kurangi secara sistematik tindakan bersifat paksaan.
Tindakan yang mengandung unsur paksaan dapat
menurunkan kreativitas dan motivasi kerja. Mungkin pada
tahap/ waktu permulaan seorang pegawai mulai kerja, unsur
paksaan masih diperlukan, karena mengacu pada keharusan
tertentu. Namun lambat laun secara bertahap unsur paksaan
dikurangi dan ditiadakan, sedangkan unsur kreativitas dan
kemandirian semakin dikembangkan. Kondisi ini perlu dise
diakan oleh pihak pimpinan. Antara motivasi ekstrinsik dan
intrinsik paling tidak berimbang.
10. Kondisi kerja yang menyenangkan
Pimpinan perlu menciptakan kondisi kerja yang
menyenangkan, yang dapat meningkatkan motivasi kerja
yang lebih kuat. Sebaliknya pimpinan hendaknya berupaya
mengurangi sampai pada batas minimal kondisi-kondisi yang
tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kejenuhan,
konflik, dan frustasi. Sistem insentif dan kompensasi yang
lebih baik, pemberian tugas-tugas yang menantang, informasi
tentang penilaian kepegawaian, dan pemberian ganjaran yang
setimpal.

C. Implementasi Dimensi Motivasi


Motivasi melakukan tindakan dan motif berprestasi sangat
diperlukan oleh tenaga manajemen, baik tenaga pengelola,
pelaksana, penyuluh, dan tenaga teknis dalam rangka memacu
kegiatan dalam suatu organisasi pada semua lini.
Untuk meningkatkan motivasi kerja dalam proses manajemen
hendaknya diperhatikan acuan-acuan mengenai pemberian pujian,
pemuasan kebutuhan psikologis, penggunaan motivasi intrinsik,
penguatan tindakan-tindakan yang berhasil, upaya penjalaran
motivasi kepada individu lainnya, pemahaman terhadap tujuan

Psikologi Manajemen | 65
organisasi, penetapan tugas berdasarkan diri sendiri, dorongan
dan pujian dari pihak luar, teknik dan prosedur manajerial yang
bervariasi, minat-minat khusus staf, pengurangan kegiatan yang
tidak diminati, hindari situasi kecemasan, pemanfaatan
kecemasan, dan gejala frustasi untuk meningkatkan pekerjaan,
hindari timbulnya demoralisasi dalam pekerjaan, stabilisasi
emosional bawahan, pendayagunaan tekanan kelompok secara
efektif, pengembangan kreativitas.
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh pimpinan untuk
mendorong dan menggerakkan motivasi bekerja demi suksesnya
program organisasi pada semua lini, antara lain:
1. Kaitan sistem penugasan dengan tujuan, pengalaman pribadi,
minat, dan nilai-nilai yang berlaku agar tugas tersebut
mengandung makna tertentu bagi pegawai yang
bersangkutan.
2. Pengelola berupaya mempertunjukkan model-model tingkah
laku dan kepribadian yang baik, yang patut diamati dan
ditiru oleh rekan kerja, bawahan, dan atasan, serta orang-
orang yang mendapat pelayanan.
3. Kembangkan sistem dan prosedur komunikasi terbuka dua
arah antara unsur-unsur ketenagaan dalam organisasi dan
dengan pihak luar serta instansi terkait.
4. Upaya-upaya lainnya yang perlu dipertimbangkan
pelaksanaannya untuk memperkuat motivasi kerja dalam
rangka pendayagunaan sumber daya manusia bagi kegiatan
organisasi pada semua jenjang adalah penugasan yang
mengacu ke masa depan, penugasan berdasarkan
kemampuan prasyarat tenaga bersangkutan, pendayagunaan
prosedur-prosedur kerja yang relatif baru, penyediaan
kesempatan bagi setiap orang untuk berperan aktif.

66 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


BAGIAN XII PENGAMBILAN
KEPUTUSAN

A. Definisi Keputusan dan Pengambilan Keputusan


Terdapat beberapa pengertian keputusan yang telah
disampaikan oleh para ahli73, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Menurut Ralp C. Davis
Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang
dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan
jawab an yang pasti terhadap suatu pertanyaan. Keputusan
harus menjawab pertanyaan tentang apa yang dibicarakan
dalam hubungannya dengan perencanaan. Keputusan dapat
pula berupa tindakan terhadap pelaksanaan yang sangat
menyimpang dari rencana semula.
2. Menurut Mary Follet
Keputusan adalah suatu hukum atau sebagai hukum
situasi. Apabila semua fakta dari situasi itu dapat
diperolehnya dan semua yang terlibat, baik pengawas
maupun pelaksana mau mentaati hukumnya atau
ketentuannya, maka tidak sama dengan mentaati perintah.
Wewenang tinggal dijalankan, tetapi itu merupakan
wewengan dari hukum situasi.
3. Menurut James A.F. Stoner
Keputusan adalah pemilihan di antara alternatif-
alternatif. Definisi ini mengandung tiga pengertian, yaitu a)
ada pilihan dasar logika atau pertimbangan, b) ada beberapa
alternatif yang harus dan dipilih salah satu yang terbaik, dan
c) ada tujuan yang ingin dicapai, dan keputusan itu makin
mendekatkan pada tujuan tersebut.

73 Juliadi, Keputusan dan Pengambilan Keputusan, dalam http://juliadi. wikispaces.


com/, diakses pada Sabtu, 11 Januari 2017.

Psikologi Manajemen | 67
Dari pengertian keputusan di atas, dapat penulis tarik
kesimpulan bahwa keputusan merupakan suatu pemecahan
masalah sebagai suatu hukum situasi yang dilakukan melalui
pemilihan satu alternatif dari beberapa alternatif.
Sementara itu, pengambilan keputusan sangat penting dalam
manajemen dan merupakan tugas utama dari seorang pemimpin
(manajer). Beberapa definisi mengenai Pengambilan Keputusan
menurut beberapa ahli74 adalah sebagai berikut:
1. George. R. Terry
Pengambilan keputusan dapat didefinisikan sebagai “pe
mi lihan alternatif kelakuan tertentu dari dua atau lebih
alternatif yang ada”.
2. Harold Koontz dan Cyril O’Donnel
Pengambilan keputusan adalah pemilihan di antara
alternatif-alternatif mengenai sesuatu cara bertindak adalah
inti dari perencanaan. Suatu rencana dapat dikatakan tidak
ada, jika tidak ada keputusan suatu sumber yang dapat
dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
3. Theo Haiman
Inti dari semua perencanaan adalah pengambilan
keputusan, suatu pemilihan cara bertindak. Dalam hubungan
ini kita melihat keputusan sebagai suatu cara bertindak yang
dipilih oleh manajer sebagai suatu yang paling efektif, berarti
penempatan untuk mencapai sasaran dan pemecahan
masalah.
4. Chester I. Barnard
Keputusan adalah perilaku organisasi, berintisari
perilaku perorangan dan dalam gambaran proses keputusan
ini secara relatif dan dapat dikatakan bahwa pengertian

74 Vienna Yunistia, Definisi Pengambilan Keputusan Menurut Para Ahli, dalam


http://www.scribd.com/doc/52282565/definisi-keputusan-menurut-ahli#
download, diakses pada Sabtu, 11 Januari 2017.

68 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


tingkah laku organisasi lebih penting dari pada kepentingan
perorangan.
Pengambilan keputusan adalah kegiatan yang paling sering
dilakukan oleh orang-orang pada semua tingkatan dan bidang
organisasi. Karena makna dari keputusan sendiri diartikan bahwa
pilihan di antara dua atau lebih alternatif.75
Pengambilan keputusan adalah proses memilih dari sejumlah
alternatif. Pengambilan keputusan penting bagi setiap ang gota
organisasi, terutama pimpinan organisasi. Karena proses
pengambilan keputusan mempunyai peranan penting dalam
memotivasi, kepemimpinan, komunikasi, koordinasi, dan
perubahan organisasi.76
Dengan demikian, pengambilan keputusan adalah pemilihan
alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih tindakan pimpinan
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam organisasi
yang dipimpinnya dengan melalui pemilihan satu di antara
alternatifalternatif yang dimungkinkan.

B. Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan


Dalam prakteknya terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi proses pengambilan keputusan, yaitu 1) informasi
yang diketahui perihal permasalahan yang dihadapi, 2) tingkat
pendidikan, 3)personality, 4) copying, dalam hal ini dapat berupa
pengalaman hidup yang terkait dengan permasalahan (proses
adaptasi), dan 5) culture.77
Terdapat aspek-aspek tertentu bersifat internal dan eksternal
yang dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
Adapun aspek internal tersebut antara lain :
75 Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, Manajemen (Jakarta: PT. Indeks, 2009),
hal.162.
76 Husaini Usman, Manajemen; Teori Praktik dan Riset Pendidikan (Jakarta: Bumi
Aksara,2008), hal.361.
77 Satria Baja Hikam, Pengambilan Keputusan dalam Manajemen, dalam http://
satriabajahikam.blogspot.com/2012/02/pengambilan-keputusan-
dalammanajemen.html, diakses pada Sabtu, 11 Januari 2017.

Psikologi Manajemen | 69
1. Pengetahuan; pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang secara
langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan. Biasanya semakin luas pengetahuan
seseorang semakin mempermudah pengambilan keputusan.
2. Aspek kepribadian; aspek kepribadian ini tidak nampak oleh
mata tetapi besar peranannya bagi pengambilan keputusan.
Sementara aspek eksternal dalam pengambilan keputusan,
antara lain:
1. Kultur; kultur yang dianut oleh individu bagaikan kerangka
bagi perbuatan individu. Hal ini berpengaruh terhadap
proses pengambilan keputusan.
2. Orang lain; orang lain dalam hal ini menunjuk pada
bagaimana individu melihat contoh atau cara orang lain
(terutama orang dekat) dalam melakukan pengambilan
keputusan. Sedikit banyak perilaku orang lain dalam
mengambil keputusan pada gilirannya juga berpengaruh
pada perilaku individu dalam mengambil keputusan.78
Dengan demikian, seseorang yang telah mengambil
keputusan, pada dasarnya telah melakukan pemilihan terhadap
alternatifalternatif yang ditawarkan kepadanya. Namun demikian,
hal yang tidak dapat dipungkiri adalah kemungkinan atau pilihan
yang tersedia bagi tindakan itu akan dibatasi oleh kondisi dan
kemampuan individu yang bersangkutan, lingkungan sosial,
ekonomi, budaya, serta lingkungan fisik dan aspek psikologis.

C. Proses Pengambilan Keputusan


Seorang pemimpin harus mampu menjadi pemecah masalah
bagi dirinya dan orang lain. Ini merupakan konsekuensi logis
sebagai seorang pemimpin, karena mau tidak mau, suka tidak
suka, ia harus berani mengambil keputusan. Karena posisinya
sebagai problem solver, ia harus benar-benar memiliki daya analisis
yang tinggi, sehingga keputusan yang diambilnya sudah
78 Ryan Fujiwara, Pengambilan Keputusan, dalam http://www.scribd.com/ doc/
47251522/ KWU, diakses pada Sabtu, 11 Januari 2017.

70 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


dipertimbangkan secara matang, yang dapat dilakukan melalui
studi kasus, pengamatan, maupun wawancara terfokus.
Pemimpin sebagai problem solver dituntut untuk memiliki
kreativitas dalam memecahkan masalah dan mengembangkan
alternatif penyelesaiannya. Berpikir kreatif untiuk memecahkan
masalah dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai
berikut:
1. Tahap orientasi masalah; yaitu merumuskan masalah dan
meng in dentifikasi aspek aspek masalah tersebut. Dalam
prospeknya, si pemikir mengajukan beberapa pertanyaan
yang berkaitan dengan masalah yang dipikirkan.
2. Tahap preparasi; pikiran harus mendapat sebanyak mungkin
informasi yang relevan dengan masalah tersebut. Kemudian
informasi itu diproses untuk menjawab pertanyaan yang
diajukan pada tahap orientasi.
3. Tahap inkubasi; ketika pemecahan masalah mengalami
kebuntuan maka biarkan pikiran beristirahat sebentar.
Sementara itu pikiran bawah sadar kita akan bekerja secara
otomatis untuk mencari pemecahan masalah.
4. Tahap iluminasi; proses inkubasi berakhir, karena si pemikir
mulai mendapatkan ilham serta serangkaian pengertian
(insight) yang dianggap dapat memecahkan masalah.
5. Tahap verifikasi; yaitu melakukan pengujian atas pemecahan
masalah tersebut, apabila gagal maka tahapan sebelummnya
harus di ulangi lagi. Dalam hal mengambil keputusan, antar
individu yang satu dengan individu yang lain melakukan
pendekatan dengan cara yang tidak sama. Setiap orang
mempunyai cara unik dalam mengambil keputusan. Jadi ada
gaya yang berbeda-beda antar individu yang satu dengan
yang lain dalam melakukan pengambilan keputusan.
Keputusan harus dianggap sebagai “sarana” bukan hasil.
Keputusan adalah merupakan “mekanisme organisasional”
dengan bentuk usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Dengan kata lain, merupakan respon organisasional terhadap

Psikologi Manajemen | 71
suatu masalah. Setiap keputusan merupakan hasil dari proses
dinamik yang dipengaruhi oleh berbagai kekuatan.
Dalam proses pengambilan keputusan, perlu ditempuh
langkah-langkah sebagaimana yang dikemukakan oleh Robbins
dan Coulter79 sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi suatu masalah
Situasi yang dibutuhkan oleh suatu keputusan adalah
masa lah. Jika tidak ada masalah, berarti tidak akan pernah
ada suatu keputusan. Identifikasi terhadap masalah secara
tepat bersifat mutlak, dan harus mencermati faktor-faktor
yang merupakan kendala yang meliputi : masalah persepsi,
masalah diidentifikasikan sebagai solusi, identifikasi gejala
sebagai masalah.
Mengidentifikasi atau mengenali masalah secara efektif
bukan merupakan hal yang mudah. Seorang pimpinan selaku
orang yang mengambil keputusan dapat mengidentifikasi
masalah dengan baik apabila mereka memahami tiga sifat
masalah, yaitu: a) harus sadar terhadap masalah, b) berada
dalam tekanan untuk bertindak, dan c) mempunyai sumber
daya yang diperlukan untuk bertindak.
2. Mengidentifikasi kriteria
Setelah mengidentifikasi masalah yang membutuhkan
perhatian, kriteria keputusan yang penting untuk
memecahkan masalah tersebut haruslah teridentifikasi.
Artinya, para pengam bil keputusan harus menentukan apa
yang relevan dalam mengambil keputusan.
3. Mengalokasikan bobot pada kriteria
Kriteria yang diidentifikasi tidak semuanya penting, ka-
rena nya para pengambil keputusan harus memberi bobot
pada masing-masing kriteria untuk memberinya prioritas
yang tepat dalam keputusan yang diambil.
4. Mengembangkan alternatif
79 Robbins dan Mary Coulter. Loc.Cit.

72 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


Sebelum suatu keputusan dibuat, alternatif yang masuk
akal (solusi potensial untuk masalah tersebut) mesti ditelaah
serta akibat dari masing-masing alternatif juga mesti dikaji.
Mengembangkan alternatif adalah merupakan suatu proses
pencarian untuk meneliti lingkungan internal dan eksternal
organisasi guna memperoleh informasi sehingga dapat
dikembangkan menjadi alternatif yang memungkinkan.
Kendalanya adalah faktor waktu dan biaya.
Para pengambil keputusan harus membuat sejumlah
alternatif yang dapat menyelesaikan masalah organisasi,
sehingga ia memiliki alternatif guna mempertimbangkan
mana keputusan yang menurutnya terbaik di antara alternatif
yang ada.
5. Menganalisis alternatif
Setelah alternatif-alternatif teridentifikasi, pengambil
keputusan secara kritis harus menganalisis masing-masing
alternatif tersebut, dengan mengevaluasi kelemahan dan
kelebihan masing-masing alternatif dengan cara
membandingkannya dengan kriteria yang telah ditetapkan
pada langkah pertama dan kedua. Dari perbandingan ini,
akan memperlihatkan kekuatan/ kelebihan dan kelemahan
masing-masing alternatif menjadi jelas.
Sekali alternatif telah dilaksanakan, secara temporal
haruslah diikuti dengan evaluasi dan perbandingan.
Hubungan antara “alternatif dengan hasil” didasarkan atas
tiga kondisi yaitu : kepastian, ketidakpastian dan resiko.
6. Memilih sebuah alternatif
Langkah ini merupakan tindakan penting, yaitu memilih
alternatif terbaik dari alternatif yang dipertimbangkan. Kita
telah menentukan semua faktor yang terkait dalam
keputusan, memberi bobot, dan mengidentifikasi serta
menganalisis alternatif-alternatif yang bisa berhasil, dan kita

Psikologi Manajemen | 73
harus memilih alternatif yang menghasilkan angka paling
tinggi dalam langkah kelima.
Diperlukan kecermatan berpikir dan bertindak dalam
pemilihan alternatif, apalagi pada tingkat keputusan
manajerial. Solusi yang optimal sangat muskil untuk
diperoleh karena pengambil keputusan tidak mungkin
mengetahui semua alternatif yang ada, akibat dari setiap
alternatif dan proba bi litasnya.
7. Mengimplementasikan alternatif
Implementasi mencakup penyampaian keputusan itu
kepada orang-orang yang terpengaruh dan mendapatkan
komitmen mereka atas keputusan tersebut. Suatu alternatif
keputusan yang tidak diimplementasikan tidak lebih dari
sebuah abstraksi belaka. Dengan kata lain, suatu keputusan
mesti secara efektif diimplementasikan agar mencapai tujuan
yang dikehendaki.
8. Mengevaluasi efektivitas keputusan
Langkah terakhir dalam proses pengambilan keputusan
mencakup menilai hasil keputusan tersebut untuk melihat
apakah masalahnya dapat diatasi; apakah alternatif dalam
langkah keenam dan diimplementasikan dalam langkah
ketujuh mencapai hasil yang dikehendaki dan sebagainya.
Manajemen yang efektif melibatkan pengukuran periodik
terhadap hasil. Hasil aktual dibandingkan dengan rencana dan
perubahan harus dibuat jika terjadi deviasi. Hal ini menunjukan
pentingnya pengukuran hasil, atau dengan kata lain tanpa adanya
pengukuran berarti tidak ada penilaian terhadap prestasi kerja.
D. Peran Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan
Berbicara masalah pengambilan keputusan, tidak bisa lepas
dari peran kepemimpinan, manajer atau si pembuat keputusan
tersebut, dalam hal ini adalah seorang pemimpin. Kepemimpinan
seseorang dalam sebuah organisasi atau sebuah lembaga, sangat
besar perannya dalam setiap pengambilan keputusan, sehingga

74 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


membuat keputusan dan mengambil tanggung jawab terhadap
hasilnya adalah salah satu tugas pemimpin, jika seorang
pemimpin tidak mampu membuat keputusan, seharusnya dia
tidak dapat menjadi pemimpin.
Di lain hal, pengambilan keputusan dalam tinjauan perilaku
mencerminkan karakter bagi seorang pemimpin. Oleh sebab itu,
untuk mengetahui baik tidaknya keputusan yang diambil bukan
hanya dinilai dari konsekwensi yang ditimbulkannya. Melainkan
melalui berbagai pertimbangan dalam prosesnya. Kegiatan
pengambilan keputusan merupakan salah satu bentuk kepemim
pinan, sehingga:
− Teori keputusan merupakan metodologi untuk menstrukturkan
dan menganalisis situasi yang tidak pasti atau beresiko, dalam
konteks ini keputusan lebih bersifat perspektif dari pada
deskriptif.
− Pengambilan keputusan adalah proses mental di mana seorang
manajer memperoleh dan menggunakan data dengan
menanyakan hal lainnya, menggeser jawaban untuk
menemukan informasi yang relevan dan menganalisis data;
manajer, secara individual dan dalam tim, mengatur dan
mengawasi informasi terutama informasi bisnisnya.
− Pengambilan keputusan adalah proses memilih di antara
alternatif-alternatif tindakan untuk mengatasi masalah.80
Pengambilan keputusan melalui pelimpahan wewenang dan
tanggung jawab dapat diperoleh beberapa manfaat, yaitu sebagai
berikut:
1. Pimpinan tertinggi mendapat kesempatan yang cukup untuk
memikirkan keputusan-keputusan dan melaksanakan
tugastugas yang penting saja dalam melaksanakan tugas
pokok organisasinya.
2. Setiap keputusan dan perintah sesuai dengan sifat penting
atau tidak, dapat ditetapkan pada jenjang kepemimpinan

80 Rivai, Veithzal dan Deddy Mulyadi, Op.Cit., hal.157.

Psikologi Manajemen | 75
yang tepat sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan
efektivitas kerja sehingga dapat mengurangi atau meniadakan
birokrasi yang tidak perlu.
3. Keputusan-keputusan dan perintah-perintah dapat diberikan
secara cepat, tanpa kekhawatiran terjadi penyalahgunaan
wewenang, karena setiap pemimpin berkewajiban menyam
paikan pertanggungjawabannya.
4. Memperbesar partisipasi dan meningkatkan dedikasi serta
loya litas pada kebersamaan dan bahkan pada pemimpin,
karena setiap anggota kelompok merasa ikut berperan serta
sesuai dengan posisinya masing-masing.
5. Mendorong dan mengembangkan inisiatif, kreativitas, dan
kemauan untuk berprestasi di bidang masing-masing.
6. Menghilangkan sifat dan sikap menunggu perintah atau
keputusan pucuk pimpinan atau pimpinan lainnya sehingga
kehidupan organisasi menjadi dinamis.
7. Pelaksanaan pekerjaan tidak terhambat, meskipun pucuk
pimpinan berhalangan, karena sesuai wewenang yang
dilimpahkan tetap dapat diambil keputusan-keputusan oleh
para pembantu pimpinan di bidangnya masing-masing.
8. Pucuk pimpinan berkesempatan memberikan latihan
kepemimpinan, sehingga selalu tersedia kader-kader
pengganti yang berkualitas, yang meneruskan kepemimpinan
organisasi pada masa-masa mendatang.81
Para pengambil keputusan selalu dihadapkan pada masalah,
dalam pencapaian tujuan. Karena begitu seseorang memiliki
tujuan, maka ia akan dihadapkan pada pertanyaan: what, how,
why, who dan when. Pertanyaan-pertanyaan tersebut, pertanyaan
tentang bagaimana tujuan, visi dan misi, yang diinginkan dapat
dicapai, menandakan bahwa pencapaian tujuan dihadapkan pada
sejumlah rintangan atau batasan.
Dengan demikian, pengambilan keputusan merupakan
seperangkat langkah yang diambil individu atau kelompok dalam

81 Ibid., hal.32.

76 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


memecahkan masalah. Pengambilan keputusan terjadi sebagai
reaksi terhadap suatu masalah. Situasi pengambilan keputusan
yang dihadapi seseorang akan mempengaruhi keberhasilan suatu
keputusan yang akan dilakukan. Setelah seseorang berada dalam
situasi pengambilan keputusan maka selanjutnya dia akan
melakukan tindakan untuk mempertimbangkan, menganalisis,
melakukan prediksi, dan menjatuhkan pilihan terhadap alternatif
yang ada.

Psikologi Manajemen | 77
82 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I

BAGIAN XIII PENERAPAN


PSIKOLOGI MANAJEMEN

A. Hubungan Psikologi Manajemen dengan Pendidikan


Psikologi Manajemen adalah latar belakang ilmiah yang lahir
untuk membentuk psikologi praktis yang biasanya diperlukan
untuk meningkatkan produktivitas manajemen dan sebagai alat
untuk memperbaiki semangat dan efisiensi manajemen,
khususnya dalam bidang pendidikan.
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami
sesama manusia, dengan tujuan untuk dapat memperlakukannya
dengan lebih tepat. Karena itu, pengetahuan psikologi mengenai
anak didik dalam proses pendidikan merupakan hal yang perlu
dan penting bagi setiap pendidik sehingga seharusnya menjadi
kebutuhan setiap pendidik untuk memiliki pengetahuan mengenai
psikologi pendidikan. 82
Sekolah merupakan suatu lembaga yang mempunyai struktur
organisasi yang diketuai oleh seorang kepala sekolah. Seorang
kepala sekolah dapat memajukan sekolah apabila ia bisa
memimpin organisasi sekolah, dan bisa mengatur proses dan
tugas administrasi pendidikan. Proses administrasi pendidikan ini
terdiri dari 1) mengambil keputusan, 2) perencanaan, 3)organisasi,
4) komunikasi, 5) pengawasan, dan 6) penilaian/evaluasi.
Sedangkan tugas administrasi pendidikan terdiri dari 1)
membentuk program pendidikan, 2) membentuk tempat
pelayanan peserta didik, 3)membuat kantor sekolah, 4) mengatur
keuangan sekolah, 5) menyediakan pelayanan bantuan, dan 6)
mengadakan hubungan sekolah dengan masyarakat.

82 Suryabrata, Sumadi, (1998). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


B. Peningkatan Kinerja dan Produktivitas Sekolah
Manajemen sekolah yang baik tergantung dari berbagai
faktor. Di antara faktor yang tidak dapat diabaikan adalah
efektivitas dan efisiensi, yang merupakan keputusan, pendekatan
manajemen, atau keseluruhan upaya yang merupakan
keterampilan manusia yang bekerja secara tepat guna, dipimpin
oleh seorang pemimpin yang berpengalaman dan menghasilkan
keputusan yang singkat dan padat.
Kunci efektivitas ini meliputi:
1. pakar fungsional yang memiliki berbagai
disiplin manajemen,
2.pemahaman pengertian organisasi, 3.
apresiasi lingkungan eksternal, dan
4. kesadaran diri.
Manajemen yang dikelola secara efektif adalah manajemen
yang sesuia dengan prosedur pelaksanaan, baik dalam
pemanfaatan dana maupun pelaksanaan program kerja.
Produktivitas sekolah menjadi salah satu hal yang dapat diukur
melalui efektivitas sekolah, yaitu:
1. Sekolah harus mempunyai keinginan untuk meningkatkan
mana jemen sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
2. Secara keseluruhan perlu adanya kerja sama antar sekolah
untuk dapat saling tukar informasi.
3. Adanya data dan informasi mengenai sekolah.
4. Adanya supervisi.
Dalam upaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi sekolah,
diperlukan adanya pakar (konsultan) sekolah yang dapat mendu
kung dan merancang analisis tujuan organisasi dan biaya-biaya
lain yang memungkinkan terjadinya perubahan.
Entrepreneurship dilakukan untuk mencapai manfaat yang
maksimal bagi organisasi. Untuk menjadikan sekolah unggulan,
dipangaruhi oleh beberapa faktor yaitu profesionalitas

Psikologi Manajemen | 79
pengelolanya, kepribadian pengelolanya, perjalanan kehidupan
sekolah tersebut, dan faktor lingkungan. Karakteristik sekolah
dengan visi kewirausahaan yang sukses antara lain berpacu untuk
berprestasi dan menang, menyelesaikan masalah dengan teguh,
memiliki energi dan ambisi untuk kemajuan sekolah, memberikan
manfaat, fleksibel, dan adaptif terhadap lingkungan sekolah.
Sekolah yang produktif adalah sekolah yang menerapkan
manajemen secara efektif dan efisien, mampu mengelola
manajemen secara mandiri, penuh rasa percaya diri, dan berjiwa
wirausaha. Sekolah tersebut berupaya mengikuti suatu proses
pertualangan bisnis yang melibatkan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, serta pemikiran resiko, dapat
terlibat langsung dalam masyara kat, dan dapat memanfaatkan
lingkungan secara tepat guna. Karak teristik utama sekolah
tersebut antara lain memiliki motivasi berprestasi tinggi, mampu
mengambil resiko yang penuh perhitungan, percaya diri, inovatif,
optimis, memiliki motivasi tinggi, dan berpikir bebas.

C. Mutu Proses dan Mutu Hasil Sekolah


Siswa sebagai bahan dasar (raw material) yang akan diproses
tentu harus diprogram secara hati-hati agar menghasilkan output
dan outcome yang memadai. Mutu atau kualitas banyak
dirumuskan dalam pemahaman yang berbeda, misalnya
mengerjakan sesuatu pada saat yang tepat, selalu berusaha untuk
mencapai peningkatan dan selalu berusaha memuaskan pelangga.
Mutu atau kualitas di lingkungan sekolah juga ditentukan oleh
pihak di luar organisasi, yang disebut masyarakat, yang selain
berbeda-beda, juga selalu berubah dan berkembang secara
dinamis.
1. Mutu (Kualitas) Proses
Guru dalam posisinya sebagai agen perubahan dapat
menentukan kualitas kecerdasan siswa. Berkembangnya
kecerdasan siswa terbentuk pada saat ia mendapatkan
pelajaran, di bawah asuhan guru yang andal, kreativitas akan
80 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I
muncul di dalam kelas. Siswa dalam hal ini merupakan
pelanggan yang menggunakan fasilitas sekolah. Bila dikaitkan
dengan manajemen pendidikan, maka sistem manajemen
mutu yang tepat perlu dikembangkan dalam tiga sistem yang
meliputi pengawasan mutu siswa, jaminan mutu siswa, dan
manajemen mutu terpadu.
2. Mutu (Kualitas) Hasil
Edward Sallis menjelaskan bahwa kualitas adalah
keaslian untuk suatu kebaikan, kecantikan, dan kepercayaan;
ideal dengan suatu yang tidak dapat dikompromikan. Selain
itu, ia memiliki hubungan antara proses dan hasil. Ada
sepuluh langkah untuk mencapai mutu atau kualitas hasil ini,
yaitu:
a. Membangun kesadaran tentang peningkatan
kesempatan.
b. Menentukan tujuan untuk suatu peningkatan.
c. Mengorganisir penelitian terhadap tujuan.
d. Menyediakan latihan.
e. Mencari jalan keluar untuk pemecahan masalah.
f. Membuat laporan kemajuan.
g. Memberi pengakuan atau pengenalan.
h. Mengkomunikasikan keputusan.
i. Mencari skor.
j. Menjaga daya gerak dengan membuat peningkatan-
peningkatan tahunan, yang merupakan bagian dari
sistem reguler.

D. Iklim, Budaya, dan Perubahan Sekolah


Perbaikan atau peningkatan mutu sekolah sering menuntut
adanya perubahan. Perubahan tersebut terdiri dari dua tingkatan,
pertama, perubahan struktural, menghasilkan pengaturan yang
diubah; kedua, perubahan normatif, menghasilkan kepercayaan
yang diubah. Apabila hanya perubahan pada tingkatan pertama

Psikologi Manajemen | 81
yang dilakukan di sekolah, akan tampak bahwa berbagai hal itu
dilaksanakan dengan cara yang berbeda, tetapi menghasilkan
sesuatu yang tidak dipengaruhi, setidaknya bukan untuk waktu
yang lama.
Sebagai contoh, seorang supervisor, ingin mendorong para
guru untuk lebih bersungguh-sungguh dalam pengajaran mereka,
dan berusaha secara lebih baik untuk mengajar berdasarkan
kerangka kurikulum. Bekerja sama dengan komite guru,
supervisor itu akan memperkenalkan serangkaian pelayanan
workshop pada materi kurikulum, bagaimana memilih tujuan, dan
bagaimana menulis rencana pembelajaran yang efektif. Ia
kemudian juga menetapkan suatu kebijakan yang menuntut para
guru untuk menyampaikan rencana pengajarannya secara
mingguan untuk dapat ia teliti.
Meskipun seorang supervisor menemukan bahwa rencana
penga jaran tersebut sesuai dengan kerangka kurikulum, para
guru tetap harus membuat kemajuan kecil ke arah peningkatan
yang sesuai antara apa yang mereka ajarkan dan apa yang mereka
harapkan untuk diajarkan.
Dalam contoh ini, supervisor telah sukses dalam
mengimplementasikan perubahan kepada para guru untuk
menyusun pembelajaran mereka (perubahan struktural), tetapi ia
tidak berhasil dalam mengubah apa yang seharusnya diajarkan,
yang merupakan tujuan dari perubahan normatif yang
memberikan alternatif bagaimana para guru memperhatikan
berbagai hal, apa yang mereka yakini, inginkan, ketahui, dan
bagaimana mereka melakukannya. Perubahan normatif lebih
banyak mempengaruhi hasil yang diperoleh.
Meskipun perubahan struktural itu penting, namun
kelihatannya tidak terlalu menjadi persoalan. Terlalu sering, justru
menjadi ”bukan peristiwa”. Sekolah Menengah Pertama, yang
mengubah na manya menjadi sekolah menengah dan kebebasan
akademis untuk kelompok yang mengajar dengan spesialisasi
pokok bahasan. Pengenalan sistem supervisi dan evaluasi yang

82 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


mendasari perubahan bagaimana seorang guru mengajar ketika
diamati. Hal ini akan menjadi peristiwa ketika perubahan tidak
hanya struktural, akan tetapi juga normatif.
Banyak pelatihan supervisi yang telah dilakukan penulis,
yang meliputi perubahan struktural, bukan perubahan normatif.
Perubahan normatif, tujuan dari supervisi telah masuk dalam
hitungan aspek sifat manusia. Hal ini sangat membantu untuk
memikirkan tentang sifat manusia yang memiliki dua sisi, yaitu
psikologis dan simbolis. Secara psikologis dikatakan bahwa
manusia mempunyai kebutuhan dan mencari kesempatan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Secara simbolis dikatakan bahwa
manusia mencari untuk bisa mempertimbangkan hidup mereka
dengan mencari maknanya. Sisi psikologis dari sifat manusia lebih
siap dipengaruhi oleh iklim sekolah dan sisi simbolis lebih siap
dipengarui oleh budaya sekolah.
Iklim sekolah dapat menolong para guru untuk
mengupayakan kepuasan terhadap kebutuhan mereka dalam
bekerja. Salah satu cara untuk memahami iklim sekolah adalah
dengan menguji pengalaman dengan kelompok di sekolah.
Misalnya, kelompok yang dimiliki atau diketahui tentang
bagaimana memaksa para anggotanya untuk belajar,
menyelesaikan masalah, dan menyiapkan pilihan yang beralasan.
Dengan mendeskripsikan kelompok yang ada tentunya dapat
membantu proses pembelajaran dan kemudian mengevaluasi serta
mengukur dimensi iklim sekolah. Ada tujuh kategori yang
menjadi komposisi dimensi sosial untuk mendapatkan urgensi
pentingnya membedakan apakah iklim itu akan mendukung atau
menghambat pembelajaran. Ketujuh dimensi tersebut adalah:
1. Kesesuaian
2. Pertanggungjawaban
3. Standar
4. Hadiah
5. Kejelasan organisasi
6. Keramahan dan dukungan
Psikologi Manajemen | 83
7. Kepemimpinan83
Iklim sekolah merupakan masalah impressi yang sering sulit
didefinisikan. Iklim dapat dipandang sebagai karakteristik yang
meng gambarkan aspek psikologi yang menjadi ciri khas sekolah,
mem bedakannya dari sekolah yang lain, dan mempengaruhi
perilaku para guru dan siswa, sebagaimana ”perasaan” yang
dimiliki oleh para guru dan siswa terhadap sekolah.
George Litwin dan Robert Stringer mendefinisikan iklim
sebagai suatu akibat subjektif yang diterima dari sistem yang
formal, ”gaya” informal pemimpin, dan faktor-faktor lingkungan
yang penting terhadap sikap, keyakinan, nilai, dan motivasi setiap
orang yang bekerja dalam organisasi tertentu”.84
Iklim menyediakan referensi tentang bagaimana pemikiran
yang dimilliki sekolah sebagai dasar untuk memprediksi
konsekuensi dan hasil sekolah. Sebagai suatu barometer yang
merepresentasikan pentingnya peralatan untuk mengevaluasi
kondisi saat ini, merencanakan arah baru, dan memonitor
kemajuan ke arah baru. Dengan demikian, iklim sekolah
merupakan dimensi kunci untuk melakukan supervisi terhadap
sumber daya manusia.
Iklim dapat juga dipahami dengan menerapkan metafora ter
hadap kesehatan sekolah. Matthew Miles mendeskripsikan
”sehatnya” sekolah sebagai salah satu alasan yang menunjukkan
jelasnya tujuan yang akan d (fokus tujuan); komunikasi yang
mengalir secara relatif (keseimbangan komunikasi), kesesuaian
distribusi pengaruh pada semua tingkatan organisasi (kesamaan
kekuatan secara optimal), dan efektivitas serta efisiensi
penggunaan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun
material (kegunaan sumber daya). Sekolah yang sehat
merefleksikan perasaan kebersamaan yang mengikat para anggota

83 Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision: A Redefinition,


Boston College.
84 George H. Litwin dan Robert A. Stringer, Jr., Op.Cit., h. 5.
84 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I
(kesesuaian), perasaan baik di antara anggota (moral), inovasi,
otronomi, dan adaptasi.
Pertanyaan penting dalam hal ini adalah apakah iklim sekolah
akan membuat sesuatu yang berbeda dalam perbaikan peluang
pembelajaran? Susan Rosenholtz telah membuktikan hal ini. Dia
menemukan bahwa hubungan kualitas kerja yang ada di sekolah
merupakan tingkat keterbukaan, kejujuran, komunikasi, dan
dukungan yang diberikan oleh para guru. Faktor-faktor ini tidak
hanya mempengaruhi pembelajaran, akan tetapi juga kepuasan
dan perbaikan kinerja sebagaimana yang ditunjukkan sekolah
yang memiliki kualitas sebagai ”pengayaan pembelajaran” untuk
membedakannya dari sekolah ”perbaikan pembelajaran”.
Iklim difokuskan pada perhatian terhadap kinerja pribadi di
sekolah yang tentunya berpengaruh pada guru, administrator, dan
supervisor. Tetapi iklim juga mempengaruhi para siswa. Misalnya,
ada asumsi penting bahwa para guru dan administrator
membantu siswa dalam dimensi iklim. Dan ada satu temuan
penting bahwa antara iklim dan faktor-faktor yang secara
langsung berpengaruh terhadap kualitas pengajaran dan
pengetahuan.
Disimpulkan bahwa usaha perubahan sekolah tidak dapat
diprediksi, dan tidak dapat berhasil tanpa adanya hubungan
antara perubahan ke arah yang lebih baik. Perbaikan iklim sekolah
dan membangun masyarakat sekolah tentunya dapat membantu.
Konsep iklim sekolah adalah kolektivitas, yang lahir dari
gabungan persepsi guru terhadap kehidupan pribadi yang ada di
sekolah sebagaimana kehidupan fakultas dan kerja bersama-sama.
Keanggotaan dalam kelompok itu penting, baik para guru, dan
norma-norma yang dibangun sebagai hasil yang mempengaruhi
apa yang diyakini dan dilakukan.
Dari aspek psikologis, sudut pandang anggota kelompok akan
memberikan makna untuk mendukung para guru dalam
membangun realitas dan menemukan makna serta kesesuaian. Hal
ini merupakan kondisi yang penting yang mendukung para guru
Psikologi Manajemen | 85
untuk memperoleh kepuasan dalambekerja dan bekerja secara
maksimal dengan segenap potensi yang dimiliki.
Para peneliti Claremont menyimpulkan bahwa lemahnya
kinerja siswa, tingginya tingkat dropout, masalah dalam profesi
keguruan, dan kesulitan lain yang dihadapi sekolah merupakan
konsekuensi dari masalah-masalah yang lebih dalam dan
fundamental, yang ditunjukkan oleh tujuh masalah utama, yaitu:
1. Hubungan; para partisipan merasa bahwa krisis sekolah
secara langsung berhubungan dengan hubungan manusia,
antara lain hubungan antara guru dan siswa, baik dalam hal
yang positif maupun negatif.
2. Ras, budaya, dan kelas; hal ini juga banyak diperdebatkan
dan sangat sedikit mencapai kesepakatan.
3. Nilai-nilai; ada percakapan yang sering terjadi di Amerika
Serikat yang mendorong masyarakat kulit berwarna dan/ atau
masyarakat yang hidup dalam kondisi ekonomi tertekan
mempunyai nilai-nilai yang berbeda dibandingkan dengan
yang lain, dan perbedaan ini akan menciptakan konflik dalam
sekolah dan masyarakat.
4. Pengajaran dan pembelajaran; para siswa biasanya merasa
bosan di sekolah dan melihat hanya sedikit relevansi dari apa
yang diajarkan dengan kehidupan dan masa depan mereka.
Sementara para guru merasakan tekanan dalam mengajar dan
seringkali meragukan pendekatannya kepada siswa, dan
sering merasa bosan dengan kurikulum yang harus diajarkan.
Oleh karena itu, mereka akan mengekspresikan semangat
mereka dalam proses pembelajaran yang penuh makna, dan
diskusi mengenai nilai, tuntutan kerja, dan pilihan yang lain.
5. Keamanan; berkaitan dengan hubungan yang tidak harmonis
dan ketidaktahuan tentang perbedaan antara yang satu
dengan yang lainnya merupakan masalah keamanan. Sangat
sedikit partisipan yang mengatakan bahwa sekolah
merupakan tempat yang aman. Guru, siswa, dan pegawai
merasakan kekerasan fisik. Pengaruh obat-obatan, gang, dan

86 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


kekerasan sering dirasakan siswa. Seharusnya siswa
merasakan keamanan di ruang kelas, dan juga dalam
perjalanan menuju atau dari sekolah.
6. Lingkungan fisik; para siswa menginginkan agar sekolah
merefleksikan keindahan dan kebebasan yang berisi bahan
dan media yang banyak. Minat kebersihan, estetika, dan
kesesuaian fisik hendaknya diekspresikan oleh semua.
7. Keputusasaan, harapan, dan proses perubahan; banyak
partisipan yang merasa keputusasaan terhadap sekolah yang
direfleksikan dalam masyarakat yang lebih besar.
Paradoksnya, harapan sering muncul mengikuti kejujuran
dalam kelompok. Dan melalui proses ini, kita memahami
bahwa ada nilai-nilai umum yang dimulai dari ide-ide
sekolah.
Budaya sekolah terdiri dari dua kata, yaitu kata budaya dan
kata sekolah. Budaya berasal dari kata Sanskerta, yaitu budhayah
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi, yang berarti budi atau
akal. Dengan demikian, budaya dapat diartikan sebagai”hal-hal
yang bersangkutan dengan akal”85. Sedangkan sekolah, dapat
dipahami sebagai lembaga pendidikan, dimana guru mengajar,
dan peserta didik belajar. Dari pengertian dapat diperoleh suatu
kesimpulan bahwa budaya sekolah merupakan suatu iklim yang
dibangun disekolah demi terciptanya situasi belajar secara baik.
Kata budaya mengacu pada warisan sosial seseorang, yang
didalamnya menyangkut suatu pola pikir, merasa, dan berbuat
yang dibawa dari satu generasi ke generasi sesudahnya, termasuk
pula perwujudan hal-hal ini dalam bentuk materi maupun non
materi, yang meliputi hasil ciptaan yang bersifat abstrak seperti
nilai-nilai, kepercayaan, simbol, norma-norma, adat istiadat, dan
peraturan institusional86.
Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat suatu hubungan
yang interaktif, karena proses pendidikan pada hakekatnya

85 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1982, h.80.


86 James W. Vander Zanden, Sociology the Core, USA, McGraw Hill, Inc.1990, h.31
Psikologi Manajemen | 87
merupakan proses membudaya. Dalam proses yang dimaksud,
pendidikan bukan sekedar mentransfer nilai-nilai (transfer of
values) yang ada dalam tradisi, tetapi juga berpartisipasi aktif
dalam kegiatan budaya yang ada dan mengantisipasi nilai-nilai
yang mungkin muncul di masa yang akan datang. Dalam hal ini,
pendidikan berfungsi untuk mengembangkan tiga jenis pelaku
budaya, yaitu manusia yang sadar budaya, manusia yang membudaya,
dan manusia sebagai budayawan dalam arti yang luas 87.
Setiap tingkah laku manusia yang disadari merupakan suatu
olahan akal budinya, yang berupa cipta, rasa, dan karsa.
Kesadaran akan hal ini tentunya akan sangat membantu dalam
melaksanakan tingkah laku yang diinginkan. Dan manusia yang
sadar budaya ini merupakan awal dari tindakan budaya yang
terarah dan kreatif, sehingga ia menjadi manusia yang
membudaya, dan mampu mewujudkan dirinya sebagai
budayawan dalam arti yang luas, yaitu seseorang yang telah
menyadari eksistensi nilai-nilai budayanya, bertindak dan
mewujudkan nilai-nilai budaya tersebut dalam kehidupannya,
serta mengembangkan nilai-nilai budaya tersebut secara aktif ke
arah yang lebih berkualitas.
Dalam dunia pendidikan, semula budaya suatu bangsa
dianggap sebagai faktor yang paling menentukan kualitas suatu
sekolah. Namun akhir-akhir ini, mulai berkembang bahwa
ternyata budaya bangsa bukan merupakan faktor yang paling
menentukan, sebaliknya, justru budaya sekolah menjadi faktor
penentu kualitas dalam sekolah.
Iklim dari aspek psikologi kehidupan sekolah merupakan
aspek simbolis. Para guru memberikan respon terhadap pekerjaan
tidak hanya hasil dari kebutuhan psikologis, tetapi juga
memberikan kebermaknaan. Mempelajari budaya sekolah berarti
mempelajari bagaimana kejadian dan interaksi yang menyebabkan
kebermaknaan.

87 Ace suryadi dan H.A.R. Tildar, Analisis Kebijakan Pendidikan: Statu Pengantar,
Bandung: Rosdakarya, 1993, h. 195.
88 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I
Budaya dapat didefinisikan sebagai seperangkat pemahaman
atau makna yang bersama-sama dalam suatu kelompok. Secara
khusus, makna ini mendefinisikan kelompok yang dibedakan dari
kelompok yang lain. 88

Masyarakat merupakan satu jenis kebudayaan. Nilai dan


makna dari kebudayaan masyarakat ini secara mendalam
dirasakan sebagai loyalitas dan afeksi. Budaya sekolah merupakan
pemahaman masyarakat yang didefinisikan sebagai pusat nilai-
nilai yang diakui.
Pemahaman aspek psikologis dan simbolis terhadap sifat
alamiah manusia akan mendefinisikan ulang terhadap bagaimana
mem per kenalkan perubahan masalah tentang bagaimana hasil
individu guru terhadap masalah bagaimana memilih budaya
sekolah.
W.J. Reddin memandang individu guru yang
dikonsentrasikan pada tiga kategori berikut:
1. bagaimana mengajukan perubahan yang mempengaruhi
individu?
2. bagaimana mengajukan perubahan yang mempengaruhi
hubung an dengan yang lainnya?
3. bagaimana mengajukan perubahan yang mempengaruhi kerja
individu?89
Ketiga konsentrasi ini adalah hal yang real, namun sering
tidak dipertimbangkan menjadi alasan yang menjadi legitimasi
bagi suatu perubahan. Dalam hal ini, guru lebih memberi
perhatian pada hal yang tidak dinyatakan.
Berkaitan dengan hal ini ada suatu angket yang
dikembangkan oleh Jerry Patterson, Stuart C. Purkey, dan Jackson
Parker, yang mencoba mengevaluasi suatu sekolah melalui
pemahaman terhadap tujuan sekolah, pemberdayaan, pembuatan

88 M.R. Louis, Organizations as Culture Bearing Milieux dalam Louis Pondy et.al
(eds.), Organizational Syimbolism, Greenwich, Conn : JAI, 1980, hh. 76 – 92.
89 W.J. Reddin, Managerial Effectiveness. New York: McGraw-Hill, 1970, h. 163.
Psikologi Manajemen | 89
keputusan, masyarakat, kebenaran, kualitas, pengakuan,
kepedulian, integritas, dan keanekaragaman.
Sementara itu, tes Reddin menerapkan kategorinya
berdasarkan pengalaman pribadi, yaitu sejauh mana keterpusatan
pada diri sendiri, kerja, maupun hubungan keduanya. Seorang
supervisor harus mengidentifikasi hal tersebut, dan ia mungkin
saja mendorong timbulnya hal tersebut dan mengubahnya. Lebih
jauh ia harus menghimpun hal tersebut ke arah peningkatan kerja
melalui pemimpin kelompok. Hal ini tentunya terkait dengan
tingkat konsentrasi, dan guru juga harus fokus pada masalah yang
dihadapi. Model yang diajukan ini mengandung tujuh tingkatan,
yaitu: 1) kesadaran, 2) informasi, 3) pribadi, 4) manajemen, 5) kerja
sama, 6) kolaborasi, dan 7) fokus.
Pola ini dapat digambarkan sebagai berikut: pada tahapan
awal, para guru berkonsentrasi pada dirinya sendiri dengan
memusatkan pembelajaran pada inovasi dan bagaimana
mempengaruhi para siswa secara individu. Kemudian perhatian
itu akan berdampak terhadap perubahan yang dialami para siswa.
Pada kesempatan yang lain, guru tersebut akan berkolaborasi
dengan guru yang lain dalam upaya mengimplementasikan
perubahan dan perbaikan akibatnya. Akhirnya, ketika para guru
tersebut berbeda, mereka akan mengadaptasikan inovasi dalam
upaya perbaikan pembelajaran.
Meskipun ada perbedaan di antara guru, namun pada
dasarnya mereka sepakat dalam empat hal, yaitu 1) kebutuhan
terhadap harapan yang jelas, 2) kebutuhan terhadap kepastian
masa depan, 3) kebutuhan terhadap interaksi sosial, dan 4)
kebutuhan terhadap pengawasan lingkungan dan kejadian kerja.

E. Kolegalitas
Kolegalitas merupakan konsep iklim dan budaya sekolah,
yang tidak hanya berbicara pada tingkat kebenaran, keterbukaan,
dan perasaan baik yang ada di sekolah, tetapi juga jenis sistem
norma yang mengikat para guru sebagai unit yang kolektif. Aspek
90 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I
ikatan ini merupakan kunci dan sering kali hilang dalam kebijakan
dan praktek supervisi.
Salah satu masalah yang sering dihadapi kecocokan atau
keserasian.90 Kecocokan atau keserasian ini menunjukkan
hubungan kemanusiaan yang muncul di antara para guru dan
karakteristiknya berupa loyalitas, kebenaran, dan mudahnya
percakapan yang menghasilkan perkembangan kelompok sosial.
Keserasian ini juga menjadi ukuran dari suatu iklim sekolah.
Kolegalitas, dengan kata lain, menunjukkan eksistensi
tingginya tingkat kolaborasi dan prinsip antara para guru, dan
karakteristiknya berupa saling menghormati, nilai-nilai kerja sama,
dan percakapan yang spesifik anatra pengajaran dan
pembelajaran.
Apabila keserasian ini mencapai tingkat tinggi, artinya
budaya informal muncul di sekolah; dan apabila kolegalitas yang
mencapai tingkat tinggi, artinya budaya profesional dan norma-
norma kerja yang muncul di sekolah.
Norma-norma ini tentunya digariskan sesuai dengan tujuan
sekolah dan memberikan kontribusi untuk meningkatkan
komitmen dan memperbaiki kinerja. Namun demikian, keseraian
juga dapat memberikan kontribusi terhadap kolegalits.
Dan pada intinya, seorang supervisor merupakan tokoh kunci
untuk memperbaiki sekolah dengan meningkatkan dan
merefleksikan kinerja para guru, yang bertujuan untuk
mengarahkan para guru untuk mengembangkan pendekatan,
sehingga mereka dapat bersikap terbuka dan mendapatkan
keuntungan, yang tentunya sangat ditentukan oleh iklim dan
budaya sekolah.
Perbaikan atau peningkatan mutu sekolah menuntut adanya
perubahan. Yaitu perubahan struktural, dan normatif. meskipun
perubahan struktural itu penting, namun kelihatannya tidak
terlalu menjadi persoalan. Terlalu sering, justru menjadi ”bukan
peristiwa”.
90 Roland Barth, Improving School from Within. San Fransisco-Jossey Bass, 1990.
Psikologi Manajemen | 91
Banyak pelatihan supervisi yang telah dilakukan penulis,
yang meliputi perubahan struktural, bukan perubahan normatif.
Perubahan normatif, tujuan dari supervisi telah masuk dalam
hitungan aspek sifat manusia. Hal ini sangat membantu untuk
memikirkan tentang sifat manusia yang memiliki dua sisi, yaitu
psikologis dan simbolis. Secara psikologis dikatakan bahwa
manusia mempunyai kebutuhan dan mencari kesempatan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Secara simbolis dikatakan bahwa
manusia mencari untuk bisa mempertimbangkan hidup mereka
dengan mencari maknanya. Sisi psikologis dari sifat manusia lebih
siap dipengaruhi oleh iklim sekolah dan sisi simbolis lebih siap
dipengarui oleh budaya sekolah.
Iklim sekolah dapat menolong para guru untuk
mengupayakan kepuasan terhadap kebutuhan mereka dalam
bekerja. Dengan mendeskripsikan kelompok yang ada tentunya
dapat membantu proses pembelajaran dan kemudian
mengevaluasi serta mengukur dimensi iklim sekolah.
Ada tujuh kategori yang menjadi komposisi dimensi sosial
untuk mendapatkan urgensi pentingnya membedakan apakah
iklim itu akan mendukung atau menghambat pembelajaran.
Ketujuh dimensi tersebut adalah 1) kesesuaian, 2)
pertanggungjawaban, 3) standar, 4) hadiah, 5) kejelasan organisasi,
6) keramahan dan dukungan, serta 7) kepemimpinan.
Matthew Miles mendeskripsikan ”sehatnya” sekolah sebagai
salah satu alasan yang menunjukkan jelasnya tujuan yang akan
dicapai (fokus tujuan); komunikasi yang mengalir secara relatif
(keseimbangan komunikasi), kesesuaian distribusi pengaruh pada
semua tingkatan organisasi (kesamaan kekuatan secara optimal),
dan efektivitas serta efisiensi penggunaan sumber daya, baik
sumber daya manusia maupun material (kegunaan sumber daya).
Sekolah yang sehat merefleksikan perasaan kebersamaan yang
mengikat para anggota (kesesuaian), perasaan baik di antara
anggota (moral), inovasi, otronomi, dan adaptasi.

92 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


Konsep iklim sekolah adalah kolektivitas, yang lahir dari
gabungan persepsi guru terhadap kehidupan pribadi yang ada di
sekolah sebagaimana kehidupan fakultas dan kerja bersama-sama.
Keanggotaan dalam kelompok itu penting, baik para guru, dan
norma-norma yang dibangun sebagai hasil yang mempengaruhi
apa yang diyakini dan dilakukan. Dari aspek psikologis, sudut
pandang anggota kelompok akan memberikan makna untuk
mendukung para guru dalam membangun realitas dan
menemukan makna serta kesesuaian. Hal ini merupakan kondisi
yang penting yang mendukung para guru untuk memperoleh
kepuasan dalam bekerja dan bekerja secara maksimal dengan
segenap potensi yang dimiliki.

Psikologi Manajemen | 93
BAGIAN XIV INOVASI
ORGANISASI

Penerapan Psikologi Manajemen akan melahirkan inovasi


dalam sebuah organisasi. Inovasi atau innovation berasal dari kata
to innovate yang mempunyai arti membuat perubahan atau
memperkenalkan sesuatu yang baru. Inovasi kadang pula
diartikan sebagai penemuan, namun berbeda maknanya dengan
penemuan dalam arti discovery atau invention (invensi). Discovery
mempunyai makna penemuan sesuatu yang sebenarnya sesuatu
itu telah ada sebelumnya, tetapi belum diketahui. Sedangkan
invensi adalah penemuan yang benar-benar baru sebagai hasil
kegiatan manusia. Inovasi diartikan penemuan dimaknai sebagai
sesuatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang baik
berupa discovery maupun invensi untuk mencapai tujuan atau
untuk memecahkan masalah tertentu. Dalam inovasi tercakup
discovery dan invensi.
Inovasi dapat menjadi positif atau negatif. Inovasi positif
didefinisikan sebagai proses membuat perubahan terhadap
sesuatu yang telah mapan dengan memperkenalkan sesuatu yang
baru yang memberikan nilai tambah bagi pelanggan. Inovasi
negatif menyebabkan pelanggan enggan untuk memakai produk
tersebut karena tidak memiliki nilai tambah, merusak cita rasa dan
kepercayaan pelanggan hilang.
Dalam teori Diffusion of Innovations yang dikembangkan
Rogers adalah suatu teori yang berusaha menjelaskan bagaimana,
mengapa, dan seberapa cepat ide-ide baru dan teknologi menyebar
melalui berbagai budaya. Difusi inovasi adalah proses dimana
suatu inovasi

94 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


dikomunikasikan melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu di
antara para anggota suatu sistem sosial. Artinya difusi inovasi bisa
berbeda prosesnya serta berbeda juga hasilnya pada berbagai
bentuk ide atau teknologi baru. Ada empat elemen difusi yang
mem pengaruhi proses yaitu:
1. Inovasinya, yaitu ide, praktek atau objek yang dianggap baru
oleh masayarakat.
2. Saluran komunikasi dimana pesan diteruskan dari individu
ke individu.
3. Waktu, yaitu rentang waktu yang diperlukan dalam
penciptaan ide baru serta waktu adopsi dalam suatu sistem
sosial.
4. Sistem sosial, suatu kesatuan yang saling terkait yang terlibat
dalam pemecahan masalah secara bersama untuk mencapai
tujuan bersama.
Dewasa ini istilah inovasi dalam kehidupan organisasi
semakin menjadi penting, karena setiap orang pada dasarnya tidak
dapat melepaskan diri dari kehidupan organisasi.91 Prescott W, &
Hoyle E sebagaimana dikutip oleh Hasibuan92 menyatakan bahwa
inovasi dapat dipahami dalam arti ganda. Pertama, maknanya
dilihat dalam bentuk kata benda umum (common noun) yaitu: “a
new object, idea or practice”. Kedua, sebagai kata benda abstrak
(abstract noun) yaitu suatu proses di mana suatu ide, obyek atau
praktek baru dimunculkan ke permukaan dan diadopsi oleh
individu atau kelompok.
Proses ini berawal dari adanya temuan (invention) diikuti oleh
proses pengembangan (development), dan proses adopsi (adoption)”.
Pendapat senada juga dikemukakan oleh S. Wojowasito dan

91 Lias Hasibuan, Melejitkan Mutu Pendidikan: Refleksi, Relevansi, dan Rekonstruksi


Kurikulum, Jambi: Sapa Project, 2004, hal. 69.
92 Prescott W, & Hoyle E dalam Lias Hasibuan, Melejitkan Mutu Pendidikan:
Refleksi, Relevansi, dan Rekonstruksi Kurikulum, Jambi: Sapa Project, 2004, hal.
71.

Psikologi Manajemen | 95
Santoso S. Hamijoyo dalam Sa’ud93 bahwa kata innovation sering
diterjemahkan segala hal yang baru atau pembaharuan.
Persoalan-persoalan inovasi dalam kehidupan organisasi tidak
terlepas dari empat macam faktor, yaitu 1) inovator yang disebut
sebagai agen pembawa perubahan, 2) inovasi itu sendiri, 3) orang
atau lembaga yang mengadopsi inovasi, dan 4) proses inovasi itu
sendiri yang membutuhkan waktu banyak94. Masing-masing
faktor tersebut dijelaskan oleh Hasibuan sebagai berikut.
1) Faktor inovator (agent of change)
Inovator dapat diartikan sebagai orang atau pihak-pihak tertentu
yang melahirkan/membawa inovasi, yaitu berupa ide atau
praktek baru. Berdasarkan studi Rogers disebutkan bahwa
kelompok inovator seperti diperlihatkan pada tabel distribusi
frekuensinya hanya berkisar 2,5 % saja95. Hal ini menunjukkan
bahwa yang disebut sebagai kelompok inovator tidak banyak
jumlahnya. Lebih lanjut Hasibuan menjelaskan bahwa kita
dapat memahami keterbatasan jumlah atau kelompok
inovator, sehingga berakibat pada ide dan praktek-praktek
baru hanya sedikit saja yang memahaminya. Adanya
keterbatasan ini menuntut inovator untuk dapat
mensosialisasikan ide dan praktek-praktek baru ke dalam
sistem nilai sosialnya. Sosialisasi ini menuntut kearifan pihak
inovator, jika tidak, ide dan praktek baru sering menemukan
kegagalan dalam proses adopsinya.
2) Inovasi

93 S. Wojowasito dan Santoso S. Hamijoyo dalam Udin Saefudin Sa’ud, Inovasi


Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2013, hal. 2.
94 Harris, Lown, & Presscott w, (Ed) dalam Lias Hasibuan, Melejitkan Mutu
Pendidikan: Refleksi, Relevansi, dan Rekonstruksi Kurikulum, Jambi: Sapa Project,
2004, hal. 79.
95 Rogers dalam Lias Hasibuan, Melejitkan Mutu Pendidikan: Refleksi, Relevansi,
dan Rekonstruksi Kurikulum, Jambi: Sapa Project, 2004, hal.80.

96 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


Rogers dalam Hasibuan96 mengungkapkan terdapat lima karak
teristik inovasi yang menentukan keberhasilan inovasi itu
sendiri. Kelima karakteristik tersebut adalah:
(a) Keuntungan relatif yang diperoleh dari suatu inovasi
(b) Kesesuaian inovasi dengan nilai-nilai dan norma sosial
yang ada pada pihak adopter
(c) Inovasi harus dapat diujicobakan
(d) Kompleksitas inovasi
(e) Inovasi dapat disaksikan oleh calon-calon adopter
inovasi.
3) Orang atau lembaga yang menerima inovasi (Adopter
Inovasi)
Suatu inovasi dapat diadopsi oleh individu atau lembaga
(kelompok). Proses adopsi pada akhirnya harus membawa
pelembagaan unsur-unsur baru ke dalam sistem kehidupan
individu atau kelompok (institutionalized).
4) Proses Inovasi
Proses inovasi berlangsung dalam empat tahap, yaitu invensi,
pengembangan, difusi dan adopsi. Pada tahap invensi, proses
inovasi membutuhkan inovator yaitu penemu (inventor) untuk
melahirkan ide atau ptraktek-praktek baru. Pada tataran ini
inovator (inventor) dimaknai sebagai pribadi dinamis yang
kreatif, bahkan juga kontroversial untuk memunculkan ide
atau praktek-praktek baru tersebut. Inovator dengan temuan
barunya biasa tampil dengan berbeda dari lainnya, apakah itu
dalam arti pengetahuan atau keterampilan. Pada tahap
pengembangan, mengacu pada perencanaan untuk bisa
mengembangkan ide atau praktek-praktek baru. Proses
pengembangan akan menjadi sangat baik jika dihubungkan
dengan program riset, terutama untuk mengkaji manfaat lebih
lanjut dari ide atau praktek baru bagi kehidupan. Adapun
pada tahap difusi merupakan tahap proses penyebaran ide-

96 Ibid., hal.81.

Psikologi Manajemen | 97
ide atau praktek-praktek baru kepada adopter. Sedangkan
pada tahap adopsi merupakan tahap penerimaan oleh pihak
adopter.
Dalam pandangan Damian Hine, inovasi adalah konsep yang
rumit karena ada beberapa bentuk inovasi. Inovasi dalam arti luas
dianggap sebagai sesuatu yang baru untuk organisasi. Inovasi
memainkan peran penting dalam pengembangan organisasi dan
ekonomi, yang dibuktikan dengan lingkup besar dan jumlah
literatur khusus.97
Robert G. Owens sendiri melihat bahwa ada beberapa sumber
tekanan untuk berubah, sehingga memerlukan inovasi untuk
memecahkan masalah yang ada, yaitu:
a. awareness (seseorang pertama-tama harus merealisasikan
bahwa ada kebutuhan untuk berubah dan beberapa inovasi
ini memfasilitasi perubahan untuk keluar dari masalah),
b. interest (pada tahapan ini, banyak informasi dicari dan
implikasinya diungkap),
c. evaluation (pada tahap ini, masih pada tahap proses
perencanaan; ide yang dikemukakan adalah pemikiran
melalui bagaimana pekerjaan itu boleh dilakukan dalam
situasi khusus),
d. Trial (bukan merupakan eksperimen, lebih dari itu, tahap trial
adalah aplikasi skala kecil dari sebuah ide),
e. Adoption (jika trial menjanjikan, inovasi umumnya akan
diadop-
si).98
Di lingkungan kehidupan organisasi, keinovasian dapat
dilihat dari tiga sisi, yaitu (a) pimpinan dan individu-individu
tertentu sebagai inovator, (b) karakteristik internal dari struktur

97 Damian Hine, Innovation and Entrepreneurship in Biotechnology, An


International Perspective, (UK: Edward Elgar Publishing Limited, 2006), hal 3.
98 Robert G. Owens, Organizational Behavior in Schools (United States of America:
Prentice-Hall, Inc., 1970), hal.148.

98 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


organisasi, dan (c) karakteristik eksternal organisasi.99 Rogers
menggambarkan sisi tersebut seperti terlihat dalam gambar
berikut:

Berdasarkan gambar di atas, ditunjukkan bahwa dari sudut


individu, jika yang menjadi inovator adalah unsur pimpinan,
maka organisasi akan menjadi diuntungkan. Demikian pula dari
sudut karakteristik internal (struktur organisasi) dan eksternal
organisasi memberikan pengaruh yang cukup positif terhadap
munculnya inovasi di tubuh organisasi. Apabila ketiga faktor ini
tidak mendukung proses inovasi pada sebuah lembaga
pendidikan, maka hal-hal ini justru akan menjadi faktor penyebab
gagalnya inovasi pada lembaga tersebut.
Ada beberapa faktor yang memfasilitasi atau bahkan
menghambat inovasi, untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
mengatur hasil positif dan negatif inovasi bagi individu dan
kelompok ketika mereka mengambil resiko untuk terlibat dalam
kegiatan yang inovatif.100
Pertama, perilaku kerja yang menuntut terjadinya inovasi. Hal
ini membutuhkan berbagai upaya kognitif dan sosio politik serta
investasi yang mungkin menyebabkan keberhasilan atau
kegagalan, tinggi atau rendahnya kinerja dalam pelaksanaan

99 Ibid. Hal.80.
100 Anonim, Innovative Workplaces,: Making Better Use of Skills Within
Organizations (Paris: OECD Publishing, 2010), hal.127-129.

Psikologi Manajemen | 99
tugas, konflik yang terjadi, sikap kerja positif atau negatif dan
tinggi atau rendahnya tingkat kesejahteraan.
Kedua, keterampilan dan sikap dari pegawai yang inovatif.
Keterampilan kognitif dan interpersonal, kemauan untuk
mendiskusikan dan menyelesaikan perselisihan akan memfasilitasi
inovasi dan menurunkan terjadinya konflik.
Ketiga, proses kelompok dalam tim rekan kerja. Inovasi sangat
jarang merupakan hasil dari aktivitas satu individu saja, kerjasama
sangat penting. Pengetahuan tim yang tepat, keterampilan dan
kemam puan akan mempengaruhi proses kelompok, termasuk
juga keterampilan mengelola konflik, pemecahan masalah
kolaboratif keterampilan, kemampuan komunikasi, penetapan
tujuan dan keterampilan penilaian kinerja. Efektivitas kelompok
akan ditingkat kan dengan kejelasan dan komitmen terhadap
tujuan bersama dan partisipasi dalam pengambilan keputusan.
Keaneka ragaman kelompok dan kepemilikan tim adalah dua
karakteristik tim yang harus mendukung hasil inovasi yang positif
.
Keempat, gaya kepemimpinan. Inovator memerlukan adanya
otonomi dari aturan dan prosedur organisasi. Partisipasi dan
dukungan langsung ini akan merangsang perilaku kerja yang
inovatif, yaitu kepemimpinan partisipatif yang akan menyiratkan
adanya konsultasi dan delegasi, serta dukungan yang berkaitan
dengan pengakuan dan penyediaan sumber daya untuk
melakukan inovasi.
Kelima, konteks organisasi juga mempengaruhi hasil perilaku
kerja yang inovatif. Hal ini dapat dianggap negatif apabila
menghambat terjadinya inovasi, atau positif apabila dapat
mempro mosikan budaya inovasi.
Dukungan untuk melakukan perubahan, fokus pada
pelanggan (stakeholders) dan pembelajaran organisasi adalah tiga
karakteristik konteks organisasi yang memberikan kontribusi
terhadap budaya inovasi. Dukungan untuk melakukan perubahan

100 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


sangat menentukan dalam menghadapi potensi konflik yang
muncul dari inovasi.
Fokus pada pelanggan ini menarik bila dipandang dari dua
sudut pandang, di satu sisi, pelanggan merupakan sumber penting
dari masukan (input), dan kegiatan organisasi, di sisi lain,
perubahan dimulai dengan umpan balik (feedback) pelanggan yang
memiliki legitimasi dan potensi konflik yang lebih rendah. Hal ini
terutama berlaku pada sektor publik dan layanan, karena sebagian
besar dari sumber daya manusia bekerja dalam kontak langsung
dengan pelanggan (stakeholders).
Dalam hal ini, kegagalan merupakan sebuah hal yang tidak
dapat dihindari dalam sebuah inovasi. Inovasi yang gagal
seringkali merupakan ide-ide yang bagus, hanya saja di tahap
berikutnya ideide tersebut menghadapi kendala biaya, kurangnya
skill atau kadang ketidaksesuaiannya dengan tujuan organisasi saat
itu.
Penyebab kegagalan inovasi ini sudah banyak diteliti dan
menun jukkan hasil yang bervariasi. Beberapa penyebabnya
berasal dari luar organisasi (eksternal) sehingga sulit untuk
mengen dalikannya, dan beberapa lainnya berasal dari dalam
organisasi (internal). Penyebab internal bisa dibagi menjadi
penyebab yang berhubungan dengan struktur budaya organisasi
dan penyebab yang berhubungan dengan proses inovasi itu
sendiri.
Proses penentuan tujuan agar berjalan efektif harus dengan
bahasa yang jelas serta disampaikannya dengan cara yang mudah
dipahami oleh setiap orang yang terlibat dalam proses inovasi.
Kesesuaian antara inovasi yang akan dilaksanakan dengan tujuan
organisasi harus tergambarkan secara eksplisit. Tiap inovasi harus
bisa mewakili tiap tujuan. Partisipasi anggota tim mengacu pada
sikap mental tiap individu dalam tim tersebut, dan masing-masing
individu seharusnya mampu untuk bertanggung jawab pada tugas
dan perannya. Selain itu untuk lebih memacunya perlu diterapkan
sistem penghargaan/imbalan (reward), yang akan memberikan

Psikologi Manajemen | 101


penghargaan apabila berhasil mencapai target dari tiap tujuan.
Pemantauan terhadap hasil yang dicapai membutuhkan juga
pemantauan terhadap tujuan/sasaran, pelaksanaan dan tim yang
terlibat dalam proses inovasi.

BAGIAN XV KINERJA
ORGANISASI YANG UNGGUL

A. Berfikir Kesisteman Sebagai Implementasi Psikologi


Manajemen
Sistem (manhaj) dilihat sebagai suatu istilah telah cukup lama
digunakan manusia. Secara umum istilah sistem dapat
mempunyai makna seperti benda, peristiwa, kejadian atau cara
yang terorganisir yang terdiri atas bagian-bagian yang lebih kecil
dan seluruh bagian secara bersama-sama melakukan fungsinya
untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi ini menunjukkan bahwa
suatu benda atau peristiwa akan disebut sistem jika memenuhi
empat macam kriteria, yaitu:
1. Dapat dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.
2. Seluruh bagian melakukan fungsi secara bersama-sama.
3. Seluruh bagian melakukan fungsi secara bersama-sama.
4. Fungsi bersama yang dilakukan mempunyai suatu tujuan.
Karena itu, suatu sistem berarti memiliki arti lebih dari
sekedar gabungan bagian-bagiannya. Tujuan sistem tidak bisa
dicapai hanya oleh satu atau dua fungsi dalam sistem, tetapi akan
bisa dicapai melalui seluruh bagian-bagiannya yang sama-sama
menjalankan fungsinya di dalam sistem.101
Dalam pengertian yang lebih luas dikenal adanya istilah
“supra sistem”. Istilah ini menunjukkan adanya pengertian sistem
yang lebih umum atau luas, misalnya sistem sosial masyarakat

101 Suparman dalam Lias Hasibuan, Ibid., hal.165.

102 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


tertentu, yaitu sebagai bagian dari suprasistem masyarakat dalam
suatu wilayah yang lebih luas.
Sistem pembelajaran disebut sebagai bagian dari sistem
pendidikan yang ada di suatu sekolah. Maka setiap sistem selalu
menerima masukan dari suprasistem yaitu berupa bahan mentah,
tenaga, atau sumber daya. Masukan itu diolah dalam sistem
sekolah, kemudian dihasilkan luaran pendidikan yang kembali
lagi kepada suprasistemnya, yaitu berupa produk atau layanan
pendidikan.
Apabila suatu sistem pembelajaran tidak berfungsi – misalnya
karena disebabkan tidak mendapatkan masukan dari
suprasistemnya atau tidak mengolah masukan tersebut sehingga
tidak menghasilkan luaran pendidikan seperti yang diinginkan,
maka sistem itu harus diganti atau diperbaiki. Uraian suprasistem
dan subsistem ini terlihat pada diagram berikut:102

Berdasarkan berbagai pendekatan manajemen, lima prinsip


yang digunakan untuk melakukan perbaikan yang luar biasa
dalam kinerja organisasi, yaitu pengukuran / pembandingan,
kepemimpinan, keterlibatan karyawan, perbaikan proses, dan
fokus pelanggan. Namun, tidak setiap organisasi yang mencoba
menerapkan prinsip-prinsip ini berhasil. Dalam hal ini yang

102 Ibid., hal.166.

Psikologi Manajemen | 103


diperlukan untuk sukses adalah bahwa prinsip-prinsip ini
dipahami dan diterapkan sebagai sistem manajemen terpadu
(integrated system of management).103
1. Pengukuran/pembandingan
Komponen pengukuran/pembandingan memungkinkan
organisasi untuk secara objektif mengevaluasi apakah
perubahan yang diperlukan dan apakah kegiatan yang
menyebabkan hasil kinerja yang lebih baik. Ketika digunakan
untuk menilai umpan balik (feedback),
pengukuran/pembandingan dapat membantu untuk
mengidentifikasi kesenjangan antara sistem saat ini dan
sistem yang diinginkan. Hasil penilaian dapat menjadi
masukan untuk perubahan sistem perencanaan atau
perbaikan proses.
Selain itu, pengukuran/pembandingan dapat digunakan
sebagai mekanisme untuk memprediksi masa depandan
mengantisipasi perbaikan yang diperlukan. Hal ini
memungkinkan organisasi untuk mengubah arah dan
mengantisipasi kebutuhan pelanggan untuk produk baru
atau layanan baru.
2. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses sistem yang bersifat
strategis. Hal ini menjadi konsepsi sebuah organisasi, yang
terdiri dari visi, misi dan tujuan organisasi. Kepemim pinan
juga berfungsi untuk membuat dan memelihara lingkungan,
berbagi informasi, komunikasi yang terbuka, integritas, dan
kepercayaan. Unsur-unsur ini merupa kan dasar untuk
bereaksi terhadap input pelanggan dan memberdayakan
karyawan.

103 Kenneth A. Potocki dan Richard C. Brocato, A System of Management for


Organizational Improvement dalam techdigest.jhuapl.edu/td/td1604/Potocki. pdf
(diakses pada Senin, 13 Januari 2017).

104 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


3. Keterlibatan karyawan
Keterlibatan karyawan adalah proses sistem yang
menciptakan semangat kerja sama dalam organisasi dan
memberikan kontribusi kreatif terhadap masing-masing
anggota . Kesuksesan organisasi dalam meningkatkan kinerja
sangat tergantung pada keterampilan dan motivasi tenaga
kerjanya. Hal ini berfokus pada pemberdayaan tenaga kerja
dan membentuk adanya kemitraan untuk membangun
komitmen dalam mencapai tujuan yang sama.
4. Perbaikan proses
Perbaikan proses merupakan proses sistem yang
melibatkan penghapusan tambahan dari semua hambatan
untuk kinerja yang baik. komponen ini berkaitan dengan
efisiensi dan efektivitas organisasi, proses kerja administrasi
dan tenaga teknis, serta pengaruh persepsi pelanggan
terhadap kualitas dari produk atau jasa. Dalam hal ini, setiap
orang memiliki kesempatan untuk terus menerus
meningkatkan kinerja organisasi.
5. Fokus pelanggan
Komponen kelima dalam sistem manajemen untuk
perbaikan organisasi adalah fokus pelanggan. Pelanggan
terpusat pada fokus untuk memperoleh pemahaman yang
mendalam terhadap kebutuhan pelanggan, dan harapan
untuk menggunakan pemahaman bahwa untuk menyediakan
produk atau layanan jauh melebihi kepuasan, bila dilihat
sebagai umpan balik (feedback), fokus pelanggan
memungkinkan organisasi untuk merespon reaksi pelanggan
ke output dari sistem dari produk atau jasa dan untuk
mengidentifikasi perbaikan dalam rangka menciptakan
kinerja organisasi yang unggul.
Kelima komponen yang menjadi prinsip perbaikan kinerja
organisasi ini merupakan sistem manajemen untuk menciptakan
tujuan pendidikan unggul, yang dapat diterapkan melalui sistem
berpikir.

Psikologi Manajemen | 105


1. Semua komponen sistem harus ada untuk menciptakan
tujuan pendidikan unggul.
2. Keterkaitan yang tepat antara komponen-komponen sistem.
Dalam sistem, komponen-komponen ini saling terkait dalam
rangka mencapai tujuan yang sama.
3. Kepemimpinan mengoptimalkan sistem; komponen yang
menetapkan arah, menciptakan tujuan dan sistem, dan
panduan mengejar nilai tambah pelanggan dan organisasi
peningkatan kinerja.
Berfikir kesisteman dapat dikatakan sebagai pendekatan
sistem sebagai metode ilmiah baru, yang merupakan paradigma
berpikir yang mempuyai landasan ontologis, epistemologis dan
aksiologis dalam proses kegiatan mempergunakan logika deduktif
dan induktif. Berfikir kesisteman merupakan cara untuk
memecakan masalah yang bersifat holistik, analistis, sistematik
dan sistemik, serta berorientasi pada kebijakan dan keluaran.
Penerapannya ditujukan kepada hal-hal yang lebih bersifat
kompleks dan rumit. Dalam organisasi, berfikir kesisteman sering
digunakan untuk mengambil keputusan bagi para pengambil
keputusan, melalui proses perumusan masalah, penelitian,
penilaian, penelaahan, peme riksaan, dan pelaksanaan hasil
keputusan.
Berfikir kesisteman berfokus pada bagaimana hal yang sedang
dipelajari berinteraksi dengan sub sistem lain dari sistem
(sekumpulan elemen yang berinteraksi untuk menghasilkan
perilaku - yang itu adalah bagian). Ini berarti bahwa daripada
mengisolasi bagian-bagian yang lebih kecil dari sistem yang
sedang dipelajari. Berfikir kesisteman bekerja dengan memperluas
pandangan untuk memperhitungkan jumlah yang lebih besar
interaksinya sebagai sebuah isu yang sedang dipelajari.
Sebuah contoh berfikir kesisteman yang paling umum dalam
organisasi-organisasi saat ini adalah TQM (Total Quality
Management). Beberapa prinsip-prinsip dasar TQM ini adalah:

106 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


1. Memandang sebuah organisasi sebagai sutu keseluruhan
daripada bagian-bagiannya.
2. Menggunakan sebuah pendekatan tim untuk pembuat-
keputusan
3. Mendorong proses peningkatan yang mengambil tempat
menuju garis organisasi standar
Berpikir kesisteman merupakan suatu disiplin ilmu untuk
melihat struktur yang mendasari situasi kompleks, dan untuk
membedakan perubahan tingkat tinggi terhadap perubahan
tingkat rendah. Tentu saja, berpikir kesisteman mempermudah
hidup dengan membantu kita untuk melihat pola yang lebih
dalam yang mendasari beberapa peristiwa dan detailnya.
Pendekatan sistem dapat memberikan pengertian yang
mendalam bagi para pimpinan dalam berbagai keadaan.
Pendekatan ini manawarkan kemungkinan keberhasilan ketika
berhadapan dengan kompleksitas sistem daripada sistem-sistem
berpikir yang kaku. Berfikir kesisteman memiliki sebuah bagian,
kemampuan khusus yang dengan sangat baik dapat (berfungsi)
menggabungkan dan memperkuat bagian-bagian dimaksud.
Berfikir kesisteman ditujukan untuk menghindari berbagai
kesalahan yang berskala besar dalam memberikan atau
menyampaikan suatu daftar pilihan kepada pengambilan
keputusan yang menggambarkan berbagai efektivitas dan efisiensi
yang akan dijadikan pertimbangan dalam menentukan pilihan.

B. Berfikir Strategis dalam Pengembangan Lembaga


Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan sebuah program yang terencana dan
tersistem dengan baik. Program yang melibatkan sejumlah
komponen yang bekerja sama dalam sebuah proses untuk
mencapai tujuan yang diprogramkan. Sebagai sebuah program,

Psikologi Manajemen | 107


pendidikan merupakan aktivitas sadar dan sengaja yang
diarahkan untuk mencapai suatu tujuan.104
Sebagai sebuah upaya bersama dari beberapa komponen yang
ada, pengelolaan sistem kelembagaan tidak dapat lepas dari
konsepkonsep manajemen maupun administrasi yang baik. Dalam
konsep manajerial, program-program pendidikan yang ada tidak
dapat lepas dari upaya pengembangan. Tanpa ada upaya
pengembangan lembaga pendidikan kita akan tertinggal dari
lembaga-lembaga pendidikan yang ada di negara barat. Oleh
karena itu, untuk dapat melakukan pengembangan dengan baik.
Seorang pemimpin lembaga pendidikan sebagai leading sector,
perlu mencermati isuisu strategis yang ada dengan selalu berfikir
strategis. Dalam hal ini, berpikir strategis mencakup bagaimana
membuat perencanaan strategis dan implementasinya dalam
pengembangan kelembagaan.
Persoalan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia tidak
dapat lagi dipungkiri telah mengalami stagnansi yang cukup lama.
Persoalan-persoalan manajerial yang tidak sistematis dan strategis
dalam membawa lembaga Pendidikan Islam merupakan persoalan
utama. Upaya menjawab persoalan tersebut tidak serta merta
dapat dilakukan dengan seketika, butuh perencanaan yang
terukur dan strategis. Kunci utama keberhasilan pengembangan
lembaga pendidikan Islam tidak dapat lepas dari pemimpin atau
otak pelaku kebijakan yang ada di lembaga tersebut. Seorang
pemimpin perlu dan wajib berpikir strategis dalam melakukan
pengembangan kelembagaan pendidikan Islam.
Manajemen strategis merupakan gambaran dari upaya
menciptakan capaian-capaian masa depan yang lebih baik. Dengan
melakukan analisis mendalam terkait kekuatan, kelemahan,
peluang dan tantangan,maka strategi untuk melangkah kedepan
menjadi lebih pasti. Formulasi strategi dibangun dari analisis yang
mendalam, logis, sistematis, dan ilmiah. Sehingga, konsep berpikir

104 Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal.1.

108 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


strategis dengan wujud perencanaan strategis dalam
pengembangan kelembagaan Islam menjadi solusi terbaik
menghadapi problematika pengembangan lembaga pendidikan
Islam saat ini.
Perencanaan dan implementasi strategi pada lembaga
pendidikan, merupakan kerangka kerja pengembangan dalam
kurun waktu yang cukup panjang, berkisar antara 3 – 10 tahun. 105
Berpikir untuk sebuah perencanaan jangka panjang (strategis)
seperti ini, merupakan hal yang tidak gampang, seringkali kita
akan dihadapkan pada persoalan yang rumit dalam menangkap
isu-isu strategis yang ada, terlebih lagi dalam memprediksi masa
depan. Sejalan dengan itu, James Lewis (1983) berpendapat bahwa
dalam memprediksi masa depan, terdapat tiga asumsi dasar yang
harus dijadikan landasan, diantaranya; masa depan akan berbeda
dengan masa lalu, masa depan akan lebih sulit untuk diprediksi,
dan tingkat perubahannya akan lebih cepat dibanding
sebelumnya.106
Sehingga, untuk dapat melakukan prediksi dan analisa terkait
masa depan, seorang pemimpin lembaga pendidikan perlu
berpikir strategis dan berencana strategis. Perencanaan dan
berpikir strategis pada dasarnya tidak sama, namun, keduanya
sangat dibutuhkan dalam keseluruhan proses menuju
kesusksesan.107
Fenomena yang terjadi di lapangan, Lembaga Pendidikan
Islam di Indonesia saat ini, baik yang berbentuk pesantren,
madrasah, sekolah maupun perguruan tinggi masih jauh dari apa
yang diharapkan umatnya (umat muslim). Bahkan secara
kualitatif, lembaga-lembaga pendidikan Islam yang sekarang ini

105 James Lewis Jr, Long-range and Short Range Planning for Education. (USA: Allyn
and Bacon, Inc, 1983), hal. 9.
106 Ibid. hal. 3-4.
107 Andrea Luxton, Strategic Planning in Higher Education. USA: GCDE, 2005), hal.
9.

Psikologi Manajemen | 109


muncul serta dinilai terkemuka (outstanding), masih jauh dari
penilaian ideal.108
Pendapat di atas diperkuat dengan pandangan Paul Suparno
SJ dalam Sukarjo, bahwa perumpamaan kondisi pendidikan
Indonesia pada saat ini tak ubahnya seperti sebuah mobil tua,
dengan kondisi mesin bermasalah, sedang berada di tengah arus
lalu lintas pada jalur bebas hambatan. Hal itu disebabkan kondisi
pendidikan saat ini menghadapi tiga masalah besar, yaitu: (1)
mutu pendidikan yang masih rendah, (2) sistem pembelajaran
yang masih belum memadai, dan (3) krisis moral yang melanda
masyarakat.109
Dari beberapa persoalan di atas, sudah selayaknya lembaga
pendidikan Islam terutama pemimpin (leader) yang ada senantiasa
berpikir strategis terutama dalam mengembangkan lembaganya.
Tanpa ada upaya menjawab persoalan secara strategis dan
sistematis sulit kiranya meminimalisir tantangan zaman yang
semakin hari semakin besar.
Globalisasi, pasar bebas, dan liberalisasi di berbagai sektor
menuntut kemampuan lulusan Lembaga Pendidikan Islam guna
memiliki kompetensi dan kekuatan untuk bersaing. Untuk itu,
halhal yang perlu dilakukan dalam pengembangan lembaga
pendidikan Islam; Pertama, bagaimana berpikir strategis dan
bagaimana penerapannya dalam pengembangan lembaga
pendidikan Islam. Kedua, langkah-langkah Strategis terkait
pengembangan lembaga pendidikan Islam.
Dalam dunia modern, pelaksanaan pendidikan Islam tidak
hanya sebatas kegiatan informal akan tetapi merupakan kegiatan
formal yang dikelola sebuah lembaga yang disebut lembaga
pendidikan Islam. Dalam perkembangannya di Indonesia lembaga
pendidikan Islam dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis,

108 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan


Lembaga Pendidikan Islam. (Jakarta: Erlangga, 2007), hal. 43-44.
109 Sukarjo, M, Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya.
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 79.

110 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


yaitu: (1) pendidikan pondok pesantren; (2)pendidikan madrasah;
(3) pendidikan umum yang bernafaskan Islam; dan (4) pelajaran
agama Islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga
pendidikan umum sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah
saja.110.
Lembaga pendidikan Islam juga dapat dikategorikan sebagai
lembaga industri mulia (noble industry) kerena mengemban misi
ganda profit sekaligus sosial. Misi profit, yaitu untuk mencapai
keuntungan, ini dapat dicapai ketika efisiensi dan efektivitas dana
bisa tercapai, sehingga pemasukan (income) labih besar dari biaya
operasional. Sedangkan misi sosial bertujuan untuk mewariskan
dan menginternalisasikan nilai luhur. Hal ini dapat dicapai secara
maksimal apabila lembaga pendidikan Islam tersebut memiliki
modal human capital dan social-capital yang memadai dan juga
memiliki tingkat keefektifan dan efisiensi yang tinggi.111.
Dua misi lembaga pendidikan di atas, harus berjalan beriringan
guna tercapainya pengembangan kualitas lembaga. Imam
Suprayogo (1999) menambahkan, dalam mengembangkan kualitas
lembaga pendidikan setidaknya ada dua sisi yang harus dipenuhi
sekaligus: pertama, perhatian terhadap daya dukung, meliputi
ketenagaan, kurikulum,sarana dan prasarana, pendanaan dan
manajemen yang tangguh; kedua, harus ada cita-cita,etos, dan
semangat yang tinggi dari semua pihak yang terlibat di
dalamnya.112.
Dalam upaya pengembangan kualitas pendidikan Islam di
Indonesia senantiasa dihadapkan pada berbagai problematika.
Sebagaimana diungkapkan Muhaimin (dalam Asrori) bahwa
pendidikan di Indonesia dihadapkan pada tiga problematika

110 Muntaha Azhari dan Abd. Mun’im Saleh (Ed.), Islam Indonesia Menatap Masa
Depan, (Jakarta: P3M, 1989), hal.184.
111 Muhaimin, Suti’ah, dan Sugeng L.P, “Manajemen Pendidikan”Aplikasinya
dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah, (Jakart: Prenada
Media Group, 2009), hal. 5.
112 Imam Suprayogo, Reformasi Visi Pendidikan Islam, (Malang: STAIN
Press,1999), hal. 73.

Psikologi Manajemen | 111


antara lain; 1) masih rendahnya pemerataan pendidikan; 2) masih
rendahnya mutu dan relevansi pendidikan; 3) masih lemahnya
managemen pendidikan.113
Lebih lanjut, Hujair A. H. Sanaky menyebutkan bahwa
Faktorfaktor yang menjadi penyebab lembaga pendidikan Islam
terpinggirkan adalah faktor internal dan eksternal lembaganya.
Faktor internal lembaga pendidikan Islam diantaranya;
manajemen pendidikan Islam yang belum efektif dan berkualitas,
kompensasi guru yang masih rendah, dan kepemimpinan yang
belum profesional. Sedangkan faktor eksternalnya adalah adanya
perlakuan diskriminatif pemerintah terhadap pendidikan Islam,
paradigma birokrasi tentang pendidikan Islam selama ini lebih
didominasi oleh pendekatan sektoral dan bukan pendekatan
fungsional, dan adanya diskriminasi masyarakat terhadap
pendidikan Islam.114
Sejalan dengan pandangan di atas, Mahmud Arif mengatakan
bahwa salah satu persolan klasik yang dihadapi lembaga
pendidikan Islam, yaitu kelemahan manajemen. Kelemahan
manajemen pendidikan Islam ditunjukkan oleh sifatnya yang
tertutup dan tidak berorientasi ke luar, sehingga
perkembangannya menjadi lamban, bahkan statis. 115

Misalnya saja, praktek manajemen di madrasah sering


menggunakan manajemen tradisional, yaitu manajemen
paternalistik atau feodal. Kentalnya dominasi senioritas jelas
mengganggu perkembangan dan peningkatan kualitas
pendidikan. Sehingga, munculnya kreativitas daninovasi dari
kalangan muda terkadang dipahami sebagai sikap yang tidak

113 Mohammad Asrori, 2008. Dinamika Pendidikan Islam Indonesia (Kajian Historis
dari Tradisional Menuju Kontemporer). (JurnaI “eI-Harakah” Vol. to, No.1
JanuariApril 2008 UIN Malang), hal.42.
114 Hujair A. H. Sanaky, Permasalahan dan Penataan Pendidikan Islam Menuju
Pendidikan yang Bermutu, (El-Tarbawy Jurnal Pendidikan Islam, No.1 Vol.1.
2008), hal. 87-88.
115 Nizar Ali, Sumedi Ontologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: UIN Suka dan Ide
Press, 2010), hal. 148.

112 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


menghargai senior. Kondisi ini mengarah pada penilaian negatif,
sehingga muncul kesan bahwa meluruskan atau mengoreksi
kekeliruan langkah senior dianggap sebagai sikap su’ al-adab
(tabiat jelek).116
Melihat kondisi lembaga maupun praktek kelembagaan serta
harapan masyarakat diatas, maka reformasi birokasi lembaga
pendidikan Islam merupakan salah satu agenda wajib terkait
upaya mengejar bebagai ketertinggalan yang ada. Sudah saatnya
lembaga pendidikan Islam melakukan perubahan-perubahan
strategis dalam bidang manajemen dan bidang-bidang lainnya.
Pemimpin lembaga pendidikan Islam diharuskan memiliki visi,
tanggungjawab, wawasan, dan keterampilan menajerial yang
tangguh. Lebih lanjut, seorang pemimpin harus dapat berperan
sebagai lokomotif perubahan menuju terciptanya lembaga
pendidikan Islam berkualitas.117
Dari beberapa kajian problematika dan konsep-konsep
pembaharuan para pakar,dapat disimpulkan bahwa kondisi
pendidikan Islam di Indonesia mengalami problema yang
kompleks dan belum terselesaikan secara tuntas. Hal penting yang
menjadi sorotan para pakar adalah manajemen kelembagaan
pendidikan yang tidak efektif menghantarkan visi dan misinya.
Penggunaan pendekatanpendekatan lama yang cenderung
paternalistik atau feodal dalam kepemimpinan, menjadikan
lembaga pendidikan Islam jauh tertinggal dari lembaga-lembaga
pendidikan lainnya.
Bicara urgensi kepemimpinan, dalam Islam keharusan adanya
pemimpin/Khalifah dalam suatu komunitas masyarakat
merupakan hal wajib. Kepemimpinan merupakan sebuah proses
mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas anggota kelompok
yang berkaitan dengan tugasnya.118

116 Mujamil Qomar, Op.Cit., hal. 82.


117 Ibid., hal. 86.
118 A.R Effendi, Dasar-dasar Manajemen Pendidikan, (Malang: PPS UM, 2002), hal.
12.

Psikologi Manajemen | 113


Dengan demikian, kata pengaruh menjadikan seorang
pemimpin tidak dapat dilepaskan dari power dan upaya
menggunakan power-nya untuk memberikan pengaruh pada orang
lain. Hal ini sejalan dengan pandangan Sharplin (1985) bahwa
kekuasaan (power) dan pengaruh (influence) merupakan kebutuhan
primer manusia.119
Menurut pendapat Yukl terdapat empat pendekatan dalam
mempelajari kepemimpinan, yaitu; (1) pendekatan power-
pengaruh, (2) pendekatan sifat, (3) pendekatan perilaku, dan (4)
pendekatan situasional.116
Keempat pendekatan tersebut, dapat menggambarkan
bagaimana cara seorang pemimpin menggunakan legitimasinya
untuk mempengaruhi orang lain. Kecenderungan pemilihan
pendekatan akan sangat menentukan tingkat keefektifan power dan
pengaruh yang dimiliki seorang pemimpin dalam menggerakkan
anggotanya. Setiap pendekatan memiliki efektifitasnya masing-
masing, namun dalam kajian ini dititikberatkan pada konsep
kepemimpinan efektif yang dapat dipelajari oleh setiap manajer
maupun setiap orang yang dihadapkan pada tugas
kepemimpinan.
Efektivitas kepemimpinan dalam pengembangan
kelembagaan Pendidikan Islam perlu mengedepankan konsep
berfikir strategis serta langkah-langkah strategis dalam melakukan
perencanaan pengembangan. Setiap pemimpin lembaga
pendidikan perlu me ma hami bagaimana melakukan perencanaan
strategis guna pengembangan lembaga serta menjawab tantangan
yang ada.
Menurut Peter Senge, berpikir secara strategis berangkat dari
refleksi atas inti utama yang terdapat dalam suatu persoalan yang
ditangani dan tantangan-tantangan utama yang dihadapi. Dengan
demikian, berpikir secara strategis lebih berupa proses untuk

119 Arthur Sharplin, Strategic Management. (USA: McGraw-Hill, Inc,


1985), hal. 41 116 Sonhadji, Bahan-bahan Kuliah Manajemen Strategik, (Malang:
PPS UM, 2003), hal. 5.

114 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


memahami dua hal pokok yang saling terkait: yaitu fokus dan
kesadaran atas waktu (timing). Dalam hal ini, Fokus lebih mengacu
pada kemampuan kita dalam menempatkan perhatian kita.
Sedangkan, Kesadaran waktu (timing) mengacu pada pemahaman
akan dinamika perubahan yang sangat erat kaitannya dengan
panjang-pendeknya waktu yang dibutuhkan untuk suatu
perubahan.120
Berpikir strategis sangat erat kaitannya dengan kesediaan
untuk melatih diri membiasakan melihat persoalan dari berbagai
sudut pandang. Kemampuan berpikir strategis pun tercermin
dalam mengangkat beragam dilema yang mendasar, baik dalam
kehidupan individual maupun organisasional. Dilema ini selalu
menunjukkan adanya konflik atas pilihan mana yang mesti
diambil antara dua alternatif yang tampaknya sama-sama
menarik. Kemampuan berpikir strategis mengangkat beragam
dilema seperti ini kepermukaan, dan memakainya sebagai
katalisasi atas imaginasi dan inovasi yang bisa ditawarkan untuk
mengusung perubahan.
Perubahan dalam makna pengembangan pada dunia
pendidikan, merupakan bagian dari konsep perencanaan. Dimana,
perencanaan pendidikan merupakan proses perkiraan dan
penentuan secara matang hal-hal yang akan dikerjakan dalam
pendidikan untuk masa yang akan datang dalam rangka
pencapaian tujuan. Secara substansial perencanaan pendidikan
mengandung tiga hal, yaitu; (1) tujuan pendidikan, (2)
perhitungan atau pengembangan kebijakan, dan (3) pelaksanaan
rencana pendidikan.121

120 Markus Budiharjo, Berpikir Strategis? Apa itu?. http://edukasi.


kompasiana.com, diakses pada tanggal 19 Mei 2017.
121 Hikmat, Manajemen Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 102.

Psikologi Manajemen | 115


Berfikir strategis tidak dapat lepas dari berencana strategis,
dalam artian memformulasikan strategi pengembangan. Menurut
Imam Suprayogo (1999) dalam mengembangkan kualitas lembaga
pendidikan setidaknya ada dua sisi yang harus dipenuhi sekaligus:
pertama, perhatian terhadap daya dukung, meliputi ketenagaan,
kurikulum, sarana dan prasarana, pendanaan dan manajemen yang
tangguh; kedua, harus ada cita-cita, etos, dan semangat yang tinggi
dari semua pihak yang terlibat di dalamnya.122
Untuk dapat mengimplementasikan manajemen strategis di
lembaga pendidikan Islam, seorang leader perlu berpikir strategis
dalam menciptakan formula strategi merepresentasi dua sisi penting
lembaga tersebut.
Pada dasarnya, formulasi strategi dan implementasi strategi
merupakan dua unsur pokok dalam manajemen strategik. Hal
tersebut sejalan dengan pendapat Sharplin bahwa manajemen
strategik merupakan proses formulasi dan implementasi rencana dan
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan hal-hal vital, persuasif,
dan berkesinambungan bagi suatu organisasi. Maka, faktor-faktor
lingkungan eksternal maupun internal organisasi sangat
diperhitungkan dalam memformulasi strategi organisasi.
Formulasi strategi merupakan perencanaan (planning) yang
sering disebut dengan istilah perencanaan stratejik (strategic planning).
Strategi adalah rencana yang menyangkut hal-hal vital, dan/ atau
secara terus-menerus penting dalam organisasi. Bisanya, perencanaan
ini bersifat luas dan jangka panjang. Formulasi strategi, dalam hal ini
yang merupakan kerangka berfikir strategis dalam pengembangan
pendidikan, memiliki lima langkah pokok, yaitu; (1) perumusan misi
(mission determination), (2) asessmen lingkungan (environmental
assesment), (3) asesmen organisasi (organizational assesment), (4)
perumusan tujuan (objective setting), dan (5) penentuan strategi
(strategy setting).123

122 Imam Suprayogo, Op.Cit., hal. 73.


123 Arthur Sharplin, Op.Cit., hal. 49.
| Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I
120

Pertama, perumusan misi, yaitu deskripsi tentang apa yang


hendak dicapai dan untuk siapa. Misi berkaitan erat dengan tujuan,
jenis produk (service), teknologi dan customer (pasar). Formulasi misi
didasarkan atas beberapa unsur, antara lain; customer (pasar),
produk (jasa), wilayah geografis, teknologi, kepedulian terhadap
kelangsungan hidup (survival), filsafat, konsep diri, dan kepedulian
image publik.
Kedua, asesmen lingkungan, terdiri dari dua unsur yaitu asesmen
lingkungan eksternal dan asesmen lingkungan internal (asesmen
organisasi). Asesmen lingkungan eksternal meliputi identifikasi dan
evaluasi aspek-aspek sosial (soscial faced), budaya, politis, ekonomi
dan teknologi, serta kecenderungan yang mungkin berpengaruh pada
organisasi dan misinya. Hasil dari asesmen lingkungan eksternal
adalah sejumlah peluang yang harus dimanfaatkan oleh organisasi
(opportunities) dan ancaman besar yang harus dicegah
(threats).
Sedangkan asesmen lingkungan internal (organisasi), terdiri dari
penentuan persepsi yang realistis atas segala kekuatan (strengths) dan
kelemahan (weaknesses) organisasi. Analisis lingkungan internal dan
eksternal sering disebut dengan istilah analisis SWOT.124
Ketiga, perumusan tujuan, dalam merumuskan terdapat dua
karakteristik pokok untuk tujuan yang efektif, yaitu; (1) tujuan harus
menantang (challenging) tetapi dapat dicapai(attainable), (2) tujuan
harus spesifik, lebih bersifat kuantitatif dan dapat diukur. 125
Keempat, penentuan strategi, ketika tujuan telah dirumuskan atau
arah telah ditentukan, strategi atau rencana untuk mencapai tujuan
harus dibuat. Banyak organisasi yang merumuskan strategi atau
rencana terbatas pada pembiayaan. Padahal strategi harus mencakup
semua aspek penting organisasi. Langkah dalam merumuskan

124 Glenn Boseman and Arvind Phatak, Strategic Management: Text and Cases, (New
York: John Wiley & Sons, Inc. 1989), hal. 23.
125 Arthur Sharplin,Op.Cit.
Psikologi Manajemen | 117
strategi dapat didasarkan pada hasil analisis lingkungan (SWOT),
yaitu dengan membentuk empat strategi, yaitu; (1) strategi SO
(menggunakan kekuatan dan memanfaatkan peluang), (2) strategi
WO (memperbaiki kelemahan dan mengambil manfaat dari peluang),
(3) strategi ST (menggunakan kekuatan dan menghindari ancaman),
dan (4) Strategi WT (mengatasi kelemahan dan menghindari
ancaman).126
Dengan demikian, berpikir strategis dan berencana strategis
merupakan langkah awal menuju pengembangan lembaga
pendidikan yang labih baik dan terukur. Karena tidak dapat
dipungkiri bahwa dalam menerapkan konsep perencanaan strategik
tentu ada berbagai faktor penghambat, yaitu sebagai berikut:
1. kurangnya pemahaman tentang konsep perencanaan strategik;
pemahaman perencanaan strategik dirancukan dengan
perencanaan jangka panjang;
2. rendahnya komitmen pimpinan untuk meraih keberhasilan di
masa yang akan datang; manajemen cenderung dijalankan atas
dasar rutinitas dalam prosedur dan teknik yang telah menjadi
kebiasaan;
3. rendahnya kesadaran untuk melihat kelemahan internal
organisasi dan ancaman yang berasal dari luar organisasi;
4. rendahnya partisipasi para pendidik dan tenaga pendidikan
dalam proses pengambilan keputusan;
5. terbatasnya sumber daya material dan finansial untuk
mendukung beroperasinya perencanaan strategik.
Dengan demikian, berfikir strategis dalam pengembangan
lembaga pendidikan Islam, adalah sebuah proses formulasi rencana
dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan hal-hal vital,
persuasif, dan berkesinambungan. Langkah-langkah yang harus
ditempuh diantaranya; merumuskan misi lembaga, melakukan
asessmen lingkungan internal maupun eksternal lembaga,
merumuskan tujuan lembaga, dan menentukan/memilih strategi yang
sesuai dengan kondisi.

126 Sonhadji, Op.Cit., hal. 4.


| Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I
Pengembangan lembaga pendidikan Islam melalui
langkahlangkah berfikir serta berencana secara strategis menjadikan
arah

122

dan tujuan (visi dan misi) dapat tercapai secara sistematis. Selain itu
upaya pencapaian target kelembagaan dapat dikontrol sedemikian
rupa sehingga persoalan-persoalan atau problem-problem
penghambat perkembangan dapat disikapi serta diselesaikan dengan
cepat dan tepat sasaran.

Psikologi Manajemen | 119


124 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghani Abdullah, dkk, (2010). Gaya-Gaya Kepemimpinan


Dalam Pendidikan, Selangor: PTS Professional, Publishing,
Sdn,Bhd.
Aceng Rahmat, (2011). Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta; Kencana.
Ace Suryadi dan H.A.R. Tildar, (1993). Analisis Kebijakan
Pendidikan: Statu Pengantar, Bandung: Rosdakarya.
Ahmad Tafsir, (2009). Filsafat Ilmu; Mengurai Ontologi, Epistemologi,
dan Aksiologi Pengetahuan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Amsal Bakhtiar, (2004). Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Andrea Luxton, (2005). Strategic Planning in Higher Education. USA:
GCDE.
Anonim, (2010). Innovative Workplaces,: Making Better Use of Skills
Within Organizations. Paris: OECD Publishing.
A.R Effendi, (2002). Dasar-dasar Manajemen Pendidikan. Malang: PPS
UM.
Arthur Sharplin, (1985). Strategic Management. USA: McGraw-Hill,
Inc.
Bhojaraju G, (2005). ”Knowledge Management:Why do We Need It for
Corporates”, Malaysian Journal of Library & Information Science,
Vol. 10, No.2.
Brent Davies (ed), (2005). The Essentials of School Leadership.
London: Sage Publications, Ltd.
Burhanuddin Salam, (2001). Logika Materil; Filsafat Ilmu
Pengetahuan. Jakarta; Rineka Cipta.
Chester I, Barnard, (1968). The Functions of the Executive Cambridge,
Mass: Harvard University Press.
Christopher F. Achua dan Robert N. Lussier, (2010). Effective
Leadership. USA: Cengage.
Damian Hine, (2006). Innovation and Entrepreneurship in
Biotechnology, An International Perspective. UK: Edward Elgar
Publishing Limited.
Edgar H. Scherin, (2004). Organizational Culture and Leadership. San
Francisco, California: Jossey Bass, Third Edition.
Edward SalliS, (2012). Total Quality Management in Education:
Manajemen Mutu Pendidikan. Jogjakarta: IRCiSoD, CET. XVI.
Edwin A. Locke, terj., (1997). Esensi Kepemimpinan. Jakarta:
Spektrum.
Fred C. Lunenburg dan Allan C. Ornstein, (2000). Educational
Administration: Concepts and Practices. USA: Wadsworth/
Thomson Learning.
George H. Litwin dan Robert A. Stringer, Jr., (1968). Motivation and
Organization Climate. Boston: Harvard University.
Glenn Boseman and Arvind Phatak, (1989). Strategic Management:
Text and Cases. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Hikmat, (2009). Manajemen Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Hujair A. H. Sanaky, (2008). Permasalahan dan Penataan Pendidikan
Islam Menuju Pendidikan yang Bermutu. El-Tarbawy Jurnal
Pendidikan Islam, No.1 Vol.1.
Husaini Usman, (2008). Manajemen; Teori Praktik dan Riset
Pendidikan . Jakarta: Bumi Aksara.
Imam Suprayogo, (1999). Reformasi Visi Pendidikan Islam. Malang:
STAIN Press.
Indar, H.M. Djumberansyah, (1990). Perencanaan Pendidikan.
Malang.
Irham Fahmi, (2011). Manajemen: Teori, Kasus, dan Solusi. Bandung:
Alfabeta.

Psikologi Manajemen | 121


James Fenimore Cooper and John Nirenberg, (2012). “Leadership
Effectiveness” Encyclopedia of Leadership. Ed.. Thousand Oaks,
(CA: SAGE, 2004), hal.845-854 dalam SAGEReference Online.
James Lewis Jr, (1983). Long-range and Short Range Planning for
Education. USA: Allyn and Bacon, Inc.
James W. Vander Zanden, (1990). Sociology the Core. USA, McGraw
Hill, Inc.
Jujun S. Suriasumantri. (2003). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Juliadi, Keputusan dan Pengambilan Keputusan dalam http://juliadi.
wikispaces. com/
Kasful Anwar, (2011). Kepemimpinan Pesantren: Menawarkan
Model Kepemimpinan Kolektif dan Responsif. Jambi: STS
Press.
Kenneth A. Potocki dan Richard C. Brocato, A System of
Management for Organizational Improvement dalam
techdigest.jhuapl.edu/td/ td1604/ Potocki. pdf
Koentjaraningrat, (1982). Pengantar Antropologi. Jakarta: Aksara
Baru.
Lias Hasibuan, (2004). Melejitkan Mutu Pendidikan: Refleksi,
Relevansi, dan Rekonstruksi Kurikulum. Jambi: Sapa Project.
Lorens Bagus, (1991). Metafisika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Made Pidarta, (1988). Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bina
Aksara.
Marc Schabracq, (2007). Changing Organizational Culture, England:
John Wiley & Sons Ltd. The Atrium, Southern Gate,
Chichester, West Sussex PO19 8SQ.
Markus Budiharjo, Berpikir Strategis? Apa itu?. http://edukasi.
kompasiana.com,
Minarti, Sri, (2012). Manajemen Sekolah; Mengelola Pendidikan Secara
Mandiri, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011, Cet ke-1, hal.350.

122 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


pendapat ini juga dikutip Jamal Ma’mur Asmani dalam
bukunya, Tips Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Jogjakarta:
Diva Press.
Mohammad Asrori, (2008). Dinamika Pendidikan Islam Indonesia
(Kajian Historis dari Tradisional Menuju Kontemporer). JurnaI
“eI-Harakah” Vol. to, No.1 Januari-April 2008 UIN Malang.
M.R. Louis, (1980). Organizations as Culture Bearing Milieux dalam
Louis Pondy et.al (eds.), Organizational Syimbolism,
Greenwich, Conn : JAI.
Muhaimin, Suti’ah, dan Sugeng L.P, (2009). “Manajemen
Pendidikan” Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana
Pengembangan Sekolah/ Madrasah. Jakarta: Prenada Media
Group.
Muhammad Adib, (2010). Filsafat Ilmu (Ontologi, Epistemologi,
Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Mujamil Qomar, (2007). Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru
Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga.
Muntaha Azhari dan Abd. Mun’im Saleh (Ed.), (1989). Islam
Indonesia Menatap Masa Depan, Jakarta: P3M.
Murray E. Jennex, (2005). Case Studies in Knowledge Management,
USA: Idea Group Publishing (an imprint of Idea Group Inc.).
Naceur Jabnoun, Islam and Management, (2008). Saudi Arabia:
International Islamic Publishing House.
Nanang Fattah, (1996). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Neal M. Ashkanasy, et al, (Eds), (2000). Handbook of Organizational
Culture and Climate, USA: Sage Publication, Inc.
Oemar Hamalik, (1993). Psikologi Manajemen (Penuntun Bagi
Pemimpin). Bandung: Trigenda Karya.

Psikologi Manajemen | 123


Peter H. Gray, (2000). A Problem Solving Perspective on Knowledge
Management Practices. Kanada: Queen’s University at
Kingston.
Purwanto, (2009). Evaluasi Hasil Belajar, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Robert G. Owens, (1970). Organizational Behavior in Schools United
States of America: Prentice-Hall, Inc.
Robiah Sidin, (2003). Teori Pentadbiran Pendidikan, Selangor Darul
Ehsan: Percetakan Asni SDN, Bhd.
Roland Barth, (1990). Improving School from Within. San
FransiscoJossey Bass.
Ryan Fujiwara, Pengambilan Keputusan, dalam http://www.scribd.
com/ doc/47251522/ KWU
Satria Baja Hikam, Pengambilan Keputusan dalam Manajemen, dalam
http://satriabajahikam.blogspot.com/2012/02/
pengambilankeputusan-dalam-manajemen.html
Sonhadji, (2003). Bahan-bahan Kuliah Manajemen Strategik. Malang:
PPS UM.
Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, (2009). Manajemen. Jakarta:
PT. Indeks.
Sukarjo, M, Ukim Komarudin, (2009), Landasan Pendidikan Konsep
dan Aplikasinya.. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sumadi Suryabrata, (1998). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Sumedi Nizar Ali, (2010). Ontologi Pendidikan Islam. Yogyakarta:
UIN Suka dan Ide Press.
Suryadharma Ali, (2013). Mengawal Tradisi Meraih Prestasi: Inovasi
dan Aksi Pendidikan Islam. Malang: UIN Maliki Press.
Syafaruddin, (2010). Kepemimpinan Pendidikan: Akuntabilitas
Pimpinan Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Ciputat:
Quantum Teaching-Ciputat Press Group.

124 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


T. Hani Handoko, (2009). Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
T. Jacob, (1993). Manusia, Ilmu, dan Teknologi. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Tanri Abeng, (2007). Profesi Manajemen. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision: A
Redefinition, Boston College
Tony Bush, (2003). Theories Educational Leadership and Management
3rd edition. London: Sage Publication.
_______ dan David Middlewood, (2005). Leading and Managing
People in Education, California: Sagu Publication Limited.
Udin Saefudin Sa’ud, (2013). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Veithzal Rivai, dan Deddy Mulyadi, (2012). Kepemimpinan dan
Perilaku Organisasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Vienna Yunistia, Definisi Pengambilan Keputusan Menurut Para
Ahli dalam http://www.scribd.com/doc/52282565/
Vishalache Balakrishnan, (2009). Moral Education for Universities
and Colleges. Selangor Darul Ehsan: Arah Pendidikan Sdn,
Bhd.
Walter Baets, (2005). Knowledge Management dan Management
Learning: Extending the Horizons of Knowledge Based
Management. New York: Springer Science Business Media,
Inc.
W.J. Reddin, (1970). Managerial Effectiveness. New York:
McGrawHill.

CURRICULUM VITAE

Dr. Rusmini, S.Ag, M.Pd.I dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1978 di


Jambi dari pasangan Ahmad Syafe’i (alm) dan Sumartini (almh).
Psikologi Manajemen | 125
Istri dari Samsu, S.Ag, M.Pd.I., Ph.D., dan saat ini dikaruniai
empat orang anak, yaitu Nisa Munawwarah, Ahmad Sani
Munawwir (alm), Aisyah Mahmudah, dan Rahmah Mubarokah.

Riwayat Pendidikan
Memperoleh gelar Doktor (Dr.) dari Pascasarjana Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, dengan predikat
Cumlaude. Gelar Magister Pendidikan Islam (M.Pd.I) dari Program
Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Konsentrasi
Manajemen Pendidikan Islam pada tahun 2003, dengan predikat
Cumlaude. Gelar Sarjana Agama (S.Ag) dari Fakultas Tarbiyah
IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi pada tahun 1999 dengan
predikat Cumlaude. Menamatkan Madrasah Aliyah Mahdaliyah
pada tahun 1995 di Jambi, Madrasah Tsanawiyah Mahdaliyah
pada tahun 1992 di Jambi, dan Sekolah Dasar Negeri No.63/IV
Jambi pada tahun 1989.

Karya Ilmiah
Buku yang telah diterbitkan yaitu: 1) Pengajaran Remedial:
Teori dan Peranannya dalam Pembelajaran (2001), 2) Sekolah
Berprestasi (2001), 3) Pendidikan Anak Bangsa: Pendidikan Untuk
Semua (2002), 4) Penghapusan KDRT untuk Mencapai Keluarga
Sakinah (2007), dan 5) Kepuasan Kerja Guru (2017). Menjadi editor
buku: 1) Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (2003), dan 2)
Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan (2014).
Pada tahun 2017, telah memperoleh Hak atas Kekayaan
Intelektual (HaKI) dengan karya tulis berjudul: 1) The Influence of
Principal’s Leadership Styles on School Innovation in Jambi (Case Study
in Several Senior High Schools in Jambi), dan 2) Rekonstruksi
Kurikulum Manajemen Pendidikan Islam : Merancang
Keunggulan Berbasis
Stakeholder.

126 | Dr. Rusmini, S.Ag., M.Pd.I


Pengalaman Kerja
Karir akademisnya dimulai dengan mengajar pada Madrasah
Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Mahdaliyah (1995-1999),
Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Nurul Falah Jambi
(19992003), Dosen Luar Biasa pada IAIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi (2001-2005), dan Guru Kontrak pada SMP Negeri 16 Kota
Jambi (2003-2005). Pernah menjabat sebagai Wakil Sekretaris pada
Kopertais Wilayah XIII IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
(20082015).
Saat ini penulis merupakan dosen tetap (Lektor Kepala) pada
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi pada jurusan Manajemen
Pendidikan Islam, dan saat ini diberi amanah sebagai Ketua
Jurusan Manajemen Pendidikan Islam (periode tahun 2016-2019).
Saat ini juga aktif sebagai Pengurus Asosiasi Program Studi
Manajemen Pendidikan Islam se-Indonesia periode tahun 2017-
2019.

Psikologi Manajemen | 127

Anda mungkin juga menyukai