Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang


Pada dasarnya, setiap ilmu memiliki dua macam objek, yaitu objek material dan objek
formal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh
manusia adalah objek material ilmu kedokteran.
Filsafat sebagai proses berpikir yang sistematis dan rasional juga memiliki objek
material dan objek formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada
mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak.
Objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada
dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun objek formal,dan rasional adalah
sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada. Setelah berjalan
beberapa lama kajian yang terkait dengan hal yang empiris semakin bercabang dan berkembang,
sehingga menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan yang praktis. Inilah proses
terbentuknya ilmu secara berkesinambungan. Maka seiring dengan berkembangnya zaman,
makin berkembanglah ilmu-ilmu pengetahuan yang ada.
Kemajuan pesat ilmu pengetahuan yang dicapai manusia pada ujung pertengahan kedua
abad ke-20, memungkinkan arus informasi menjadi serba cepat: apa dan oleh siapa dari seluruh
muka bumi (bahkan sebagian jagat raya) - menembus ke seluruh lapisan masyarakat dengan
bebas tanpa membedakan siapa dia si penerima. Tanpa mengenal batas jarak dan waktu, negara,
ras, kelas ekonomi, ideologi atau faktor lainnya yang dapat menghambat bertukar
pikiran. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan terhadap pola kemasyarakatan alienasiadalah
suatu kondisi psikologis seorang individu yang dinafasi oleh kesadaran semu (tentang misteri
keabadian termasuk Tuhan), keberadaan, dan dirinya sendiri sebagai individu serta komunitas.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat dan cenderung meniru budaya
barat bisa jadi menciptakan sebuah alienasi budaya.Orang merasa asing dengan budayanya
sendiri. Kaum muda tidak lagi at home dengan kebudayaan yang telah membentuk identitas
sosialnya. Kemajuan-kemajuan memungkinkan banyaknya pilihan (multiple options) dan
membuka kesempatan tumbuhnya materialisme dan rasionalisme dengan luar biasa. Tuntutan
hidup begitu tinggi. Kemakmuran yang dicapai tidak terkendali, gaya hidup menjadi konsumtif
dan hedonistik. Manusia pribadi yang menjadi begitu sibuk untuk mempertahankan hidup
menyuburkan sosok individualistik. Kaya dan sukses dari segi materi jadi satu-satunya tujuan
hidup. Persaingan demikian ketat, sehingga penghargaan manusia terhadap waktu mencapai titik
tertinggi dibandingkan masa sebelumnya. Yang tersisa hanya wajah kehidupan tidak manusiawi
dimana bahaya masa depan ialah manusia menjadi robot karena terjadi alienasi diri. Ini
merupakan pengaruh negatif dari kemjuan ilmu jika tidak di dasari dengan akhlak, norma, moral
dan landasan agama yang ada. Jangan sampai perkembangan ilmu menjadikan  manusia sebagai
objek, menyeret dan memaksanya pada model kehidupan yang menyimpang.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa perkembangan peradaban manusia yang ada pada saat
ini merupakan bentuk desakan dari pengaruh berkembangnya aspek-aspek kehidupan di masa
lalu. Manusia dengan alam pikirannya selalu melahirkan inovasi baru yang pada akhirnya
memberikan efek saling tular serta membentuk sikap tertentu pada lingkungannya. Fenomena ini
akan membawa kita kepada masa depan manusia yang berbeda dan lebih kompleks. Prediksi
pada ilmuwan Barat yang menyatakan bahwa agama formal (organized religion) akan lenyap,
atau setidaknya akan menjadi urusan pribadi, ketika iptek dan filsafat semakin berkembang,
ternyata tidak terbukti. Sebaliknya, dewasa ini sedang terjadi proses artikulasi peran agama
(formal) dalam berbagai jalur sosial, politik, ekonomi, bahkan dalam teknologi. Manusia yang
berpikir filsafati, diharapkan bisa memahami filosofi kehidupan, mendalami unsur-unsur pokok
dari ilmu yang ditekuninya secara menyeluruh sehingga lebih arif dalam memahami sumber,
hakikat dan tujuan dari ilmu yang ditekuninya, termasuk pemanfaatannya bagi masyarakat.

B.   Maksud dan Tujuan


Maksud dari penyusunan makalah ini adalah sebagai tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu.
Yang juga sekaligus sebagai bahan diskusi bersama dalam proses pembelajaran. Adapun judul
yang diangkat dalam makalah ini yaitu “Tantangan Dan Masa Depan Ilmu”.
Tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk membantu para mahasiswa kedepan
agar dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan masukan tentang bagaimana, apa pengertian, serta
konteks yang berhubungan dengan tantangan dan masa depan ilmu.

C.   Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan membatasi permasalahan sebagai
berikut:
1.      Bagaimana Kemajuan Ilmu dan Krisis Kemanusiaan ?
2.      Apa Hubungan Antara Agama, Ilmu dan Masa Depan Manusia ?
Dalam Makalah ini akan membahas :
1.      Kemajuan Ilmu dan Krisis Kemanusiaan
2.      Agama, Ilmu dan Masa Depan Manusia

BAB II
TANTANGAN DAN MASA DEPAN ILMU

A.   KEMAJUAN ILMU DAN KRISIS KEMANUSIAAN

       1.    Pengertian Ilmu


Kata ilmu berasal dari bahasa Arab “Alima-ya’lamu, dan science dari bahasa Latin Scio,
scrie artinya to know. Sinonim yang paling akurat dalam bahasa Yunani adalah epitisteme.
Sedangkan secara terminology ilmu atau science adalah semacam pengetahuan yang mempunyai
cirri-ciri, tanda-tanda dan syarat-syarat tertentu. Menurut ensiklopedia pengertian ilmu adalah
“Ilmu pengetahuan yaitu suatu system dari pelbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai
suatu lapangan pengetahuan tertentu, yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu,
sehingga menjadi kesatuan suatu system dari pelbagai pengetahuan yang masing-masing
didapatkan sebagai hasil pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode
tertentu.
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti yang dikutip oleh Bakhtiar
tahun 2005 diantaranya  adalah : Pengertian kata “ilmu” secara bahasa adalah pengetahuan
tentang sesuatu yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang itu.
-      Mohamad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum
kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya
tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
-      Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum
dan sistematik, dan ke empatnya serentak.
-      Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten
tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
-      Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu
sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip
tentang hal yang sedang dikaji.
-      Harsojo menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan dan
suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang
terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera
manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan sebagai suatu cara menganalisis yang mengijinkan
kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ jika …. maka “.
-      Afanasyef, menyatakan ilmu adalah manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia
mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori dan hukum-hukum, yang ketetapannya dan
kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
Ciri-ciri utama ilmu secara terminologi adalah:
       1)    Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur dan dibuktikan.
       2)    Koherensi sistematik ilmu.
       3)    Tidak memerlukan kepastian lengkap.
       4)    Bersifat objektif.
       5)    Adanya metodologi.
       6)    Ilmu bersumber didalam kesatuan objeknya
       2.    Pengertian Krisis kemanusiaan
Krisis adalah suatu keadaan dimana terjadinya peralihan dari keadaan lama menuju
keadaan baru yang belum pasti. Misalnya, metode lama telah ditinggalkan, tetapi metode baru
belum sepenuhnya dapat digunakan, sehingga yang terjadi adalah kebingungan, karena belum
adanya metodologi baru yang memadai.
Krisis kemanusiaan merupakan suatu peristiwa atau runtutan peristiwa ancaman kritis
terhadap kesehatan, keamanan, dan keberadaan atau eksistensi suatu komunitas atau suatu
kelompok besar dalam suatu wilayah luas.
Suatu kenyataan yang tampak jelas dalam dunia modern yang telah maju ini, ialah
adanya kontradiksi-kontradiksi yang mengganggu kebahagiaan orang dalam hidup. Kemajuan
industri telah dapat menghasilkan alat-alat yang memudahkan hidup, memberikan kesenangan
dalam hidup, sehingga kebutuhan-kebutuhan jasmani tidak sukar lagi untuk memenuhinya.
Seharusnya kondisi dan hasil kemajuan itu membawa kebahagiaan yang lebih banyak kepada
manusia dalam hidupnya. Akan tetapi suatu kenyataan yang menyedihkan ialah bahwa
kebahagiaan itu ternyata semakin jauh, hidup semakin sukar dan kesukaran-kesukaran material
berganti dengan kesukaran mental. Beban jiwa semakin berat, kegelisahan dan ketegangan serta
tekanan perasaan lebih sering terasa dan lebih menekan sehingga mengurangi kebahagiaan.
Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
canggih untuk mengatasi berbagai masalah hidupnya, namun pada sisi lain ilmu pengetahuan dan
teknologi tersebut tidak mampu menumbuhkan moralitas (ahlak) yang mulia. Dunia modern saat
ini, termasuk di indonesia ditandai oleh gejalah kemerosotan akhlak yang benar-benar berada
pada taraf yang menghawatirkan. Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong menolong dan kasih
sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling
merugikan. Untuk memahami gerak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sedemikian itu, maka kehadiran filsafat ilmu berusaha mengembalikan ruh dan tujuan luhur ilmu
agar ilmu tidak menjadi bomerang bagi kehidupan umat manusia.
Dalam masyarakat beragama, ilmu adalah bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai
ketuhanan karena sumber ilmu yang hakiki adalah dari Tuhan. Manusia adalah ciptaan Tuhan
yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan mahluk yang lain, karena manusia diberi
daya berfikir, daya berfikir inilah yang menemukan teori-teori ilmiah dan teknologi. Pada waktu
yang bersamaan, daya pikir tersebut menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan dari keberadaan
manusia sebagai mahluk Tuhan. Sehingga dia tidak hanya bertanggung jawab kepada sesama
manusia, tetapi juga kepada pencipta-Nya.
Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun
secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun
karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu ini sering dibagi
menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial. Pembagian ini lebih merupakan
pembatasan masing-masing bidang yang ditelaah, yakni ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial,
dan tidak mencirikan cabang filsafat yang otonom. Ilmu memang berbeda dengan pengetahuan-
pengetahuan secara filsafat, namun tidak terdapat perbedaan yang prinsipil antara ilmu-ilmu
alam dan ilmu-ilmu sosial, di mana keduanya mempunyai ciri-ciri yang sama.
Pertama, filsafat ilmu ingin menjawab pertanyaan laandasan ontologis ilmu; obyek apa
yang ditelaah? Bagaimana korelasi antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti
berfikir, merasa dan mengindera) yang menghasilkan ilmu? Dari landasan ontologis ini adalah
dasar untuk mengklasifikasi pengetahuan dan sekaligus bidang-bidang ilmu. Noeng Muhadjir
dalam bukunya flsafat ilmu mengatakan, ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat
oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal,
menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat dalam
setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus, menjelaskan yang ada yang meliputi semua
realitas dalam semua bentuknya.
Menurut Jujun S. Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Perspektif mengatakan,
ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan
perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Tiang penyangga yang  kedua
adalah Epistimologi ilmu  atau teori pengetahuan. Ini merupakan cabang filsafat yang berurusan
dengan hakekat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta
pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Dengan demikian adanya perubahan pandangan tentang ilmu pengetahuan mempunyai
peran penting dalam membentuk peradaban dan kebudayaan manusia, dan dengan itu pula
tampaknya, muncul semacam kecenderungan yang terjalin pada jantung setiap ilmu pengetahuan
dan juga para ilmuwan untuk lebih berinovasi untuk penemuan dan perumusan berikutnya.
Kecenderungan yang lain ialah adanya hasrat untuk selalu menerapkan apa yang
dihasilkan ilmu pengetahuan, baik dalam dunia teknik mikro maupun makro. Dengan demikian
tampaklah bahwa semakin maju pengetahuan, semakin meningkat keinginan manusia, sampai
memaksa, merajalela, dan bahkan membabi buta. Akibatnya ilmu pengetahuan dan hasilnya
tidak manusiawi lagi, bahkan cenderung memperbudak manusia sendiri yang telah
merencanakan dan menghasilkannya. Kecenderungan yang kedua inilah yang lebih mengerikan
dari yang pertama, namun tidak dapat dilepaskan dari kecenderungan yang pertama.
Kedua kecenderungan ini secara nyata paling menampakkan diri dan paling mengancam
keamanan dan kehidupan manusia, dewasa ini dalam bidang lomba persenjataan, kemajuan
dalam memakai serta menghabiskan banyak kekayaan bumi yang tidak dapat diperbaharui
kembali, kemajuan dalam bidang kedokteran yang telah mengubah batas-batas paling pribadi
dalam hidup manusia dan perkembangan ekonomi yang mengakibatkan melebarnya jurang kaya
dan miskin. Ilmu pengetahuan dan teknologi akhirnya mau tak mau mempunyai kaitan langsung
ataupun tidak, dengan setruktur sosial dan politik yang pada gilirannya berkaitan dengan jutaan
manusia yang kelaparan, kemiskinan, dan berbagai macam ketimpangan yang justru menjadi
pandangan yang menyolok di tengah keyakinan manusia akan keampuhan ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk menghapus penderitaan manusia.
Kedua kecenderungan di atas yang ternyata condong menjadi lingkaran setan ini perlu
dibelokkan manusia sendiri sehingga tidak menimbulkan ancaman lagi. Kesadaran akan hal ini
sudah muncul dalam banyak lingkungan ilmuwan yang prihatin akan perkembangan teknik,
industri, dan persenjataan yang membahayakan masa depan kehidupan umat manusia dan bumi
kita. Untuk itulah maka epistimologi ilmu bertugas menjawab pertanyaan; bagaimana proses
pengetahuan yang masih berserakan dan tidak teratur itu menjadi ilmu? Bagaimana prosedur dan
mekanismenya?
Tiang penyangga filsafat ilmu yang ketiga adalah aksiologi ilmu; Ilmu adalah sesuatu
yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia
bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak dapat
dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang pada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah
wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan dan berbagai wajah
kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga, manusia bisa merasakan kemudahan
lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komonikasi, dan lain sebagainya.
Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat
bagi manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat
menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya pembuatan bom yang pada awalnya untuk
memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif
yang menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri. Di sinilah ilmu harus diletakkan secara
proposional dan memihak pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan. Sebab, jika ilmu tidak
berpihak kepada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan diterapkan
pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi yang benar-benar dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari siilmuwannya. Seorang ilmuwan akan
dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan
membawa pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggungjawab
seorang ilmuwan haruslah dipupuk dan berada pada tempat yang tepat, tanggung jawab
akademis, dan tanggung jawab moral.
  2.    Pengertian Masa Depan
-      Menurut tinjauan istilah masa depan ialah suatu masa atau kondisi yang berada di depan
manusia, akan tetapi kondisi tersebut biasanya digunakan untuk waktu yang panjang, mungkin
juga tidak terbatas dan kadang-kadang masih bersifat abstrak. Masa depan untuk jangka pendek
biasanya digunakan istilah besok, besok lusa, bulan depan atau tahun depan.
-      Menurut berbagai contoh yang banyak kami temukan pada masyarakat tertentu, istilah masa
depan ini banyak dipergunakn pada kondisi tertentu. Misalnya orang tua yang menyarankan
anaknya untuk memperhatikan masa depannya, masa depan di sini berorientasi kepada 
persiapan diri untuk memasuki kehidupan rumah tangga agar supaya mereka tidak mengalami
kesulitan. Pengertian masa depan ini bergeser kembali ketika diletakkan atau digunakan pada
orang-orang yang sudah berkeluarga. Masa depan diartikan kepada masa tua, sehingga anjuran
tersebut menyarankan agar mempersiapkan diri untuk menghadapi masa tua yang cukup
menyulitkan bagi manusia, sehingga tidak sedikit manusia yang melakukan pendidikan terhadap
anak-anaknya agar supaya kelak dapat dijadikan tempat bergantung dan tidak banyak
menimbulkan kesulitan bagi dirinya. Dipersiapkan rumah tangga, tempat tinggal yang cocok ,dan
kondisi ketuaan, demikian seterusnya.
-      Pengertian masa depan ini bergeser lagi ketika digunakan kepada para orang yang sudah
memasuki masa tua, orientasinya sekarang kepada masa kehidupan setelah kematian, sehingga
mereka lebih mengkonsentrasikan diri pada aktifitas ibadah sebagai bekal akhirat.
-      Menurut pendapat penulis, masa depan ialah masa yang paling depan, setelah itu sudah tidak ada
masa lagi di depannya. Kalau masa depan diartikan dengan masa rumah tangga bagi generasi
muda atau masa tua bagi orang yang sudah memasuki kehidupan keluarga, berarti masa itu
bukan masa depan karena di depannya masih ada masa lagi. Sedangkan masalah keadaan masa
depan, di mana harus diperlukan persiapan khusus, menurut pendapat penulis, masa tersebut
sangat rawan sekali, yang banyak memungkinkan bencana-bencana besar bagi siapa yang
memasukinya apabila tidak memiliki persiapan dengan baik.
Apabila masa depan diartikan secara salah, seperti diartikan masa rumah tangga, atau
masa tua, maka persiapan seseorang akan dikonsentrasikan secara penuh kepada hal-hal yang di
atas. Akibatnya ia mungkin akan berhasil pada masa itu tetapi akan mendapatkan kehancuran
ketika ia memasuki kepada masa depan yang sesungguhnya, karena mereka sebelumnya tidak
mempersiapkan ke arah sana.
Di dalam kondisi industrialisasi seperti sekarang ini, tidak sedikit para orang tua dan
generasi muda yang memandang kehidupan  di dunia ini dipandang sebagai masa depannya,
sehingga seluruh kegiatan-kegiatan mereka mengacu pada hal-hal yang dapat meningkatkan
prestasi kehidupan duniawi, mereka tidak segan-segan mengorbankan segala yang dimiliki untuk
kesuksesan dunia. dan kami rasa banyak sekali contoh-contoh sosial yang menggambarkan
kejadian-kejadian di atas. mari kita renungkan bersama lagi, rencana apa yang akan kita lakukan
untuk menyongsong kehidupan lebih baik di masa mendatang , dimana era globalisasi  dan
perkembangan teknologi yang sangat pesat ini:)
BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Ilmu pengetahuan itu ialah hasil usaha pemahaman manusia yang disusun dalam suatu
system mengenai hukum-hukum tentang hal ikhwal yang diselidikinya (alam, manusia, dan juga
agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran manusia yang dibantu penginderaannya,
yang kebenarannya diuji secara empiris, riset dan eksperimen.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa perkembangan peradaban manusia yang ada pada saat
ini merupakan bentuk desakan dari pengaruh berkembangnya aspek-aspek kehidupan di masa
lalu. Manusia dengan alam pikirannya selalu melahirkan inovasi baru yang pada akhirnya
memberikan efek saling tular serta membentuk sikap tertentu pada lingkungannya. Fenomena ini
akan membawa kita kepada masa depan manusia yang berbeda dan lebih kompleks.
Prediksi pada ilmuwan Barat yang menyatakan bahwa agama formal (organized
religion) akan lenyap, atau setidaknya akan menjadi urusan pribadi, ketika iptek dan filsafat
semakin berkembang, ternyata tidak terbukti. Sebaliknya, dewasa ini sedang terjadi proses
artikulasi peran agama (formal) dalam berbagai jalur sosial, politik, ekonomi, bahkan dalam
teknologi.
Manusia yang berpikir filsafati, diharapkan bisa memahami filosofi kehidupan,
mendalami unsur-unsur pokok dari ilmu yang ditekuninya secara menyeluruh sehingga lebih arif
dalam memahami sumber, hakikat dan tujuan dari ilmu yang ditekuninya, termasuk
pemanfaatannya bagi masyarakat.
Mengutip sebuah kalimatnya Einstein, bahwa agama tanpa ilmu lumpuh namun ilmu
tanpa agama buta. Kebutaan moral dari ilmu itu mungkin membawa manusia kejurang
malapetaka. Jadi dalam kehidupan ini kedua bidang itu tak usah berseberangan, bahkan
sebaliknya justru harus melengkapi satu sama lainnya. Ilmu pengetahuan dipelajari guna
memperoleh penjelasan-penjelasan dari fenomena kehidupan ini, sedangkan agama memberikan
kita akan tujuan makna atau arti kehidupan (fenomena) itu. Kemudian, ilmu itu berusaha
menganalisa kehidupan memecah-mecah kehidupan jadi berkeping-keping memperdalam suatu
masalah kehidupan ini, sedangkan agama memberikan pemahaman tunggal (sintesa) dari
keberagaman fenomena yang terpampang didepan kita.
Ilmu dan teknologi harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia.
Artinya ilmu dan teknologi menjadi instrumen penting dalam setiap proses pembangunan
sebagai usaha untuk mewujudkan kemaslahatan hidup manusia seluruhnya. Untuk mencapai
sasaran tersebut maka perlu dilakukan suatu upaya bahwa dalam mempelajari  ilmu pengetahuan
dan menggunakan teknologi setiap individu perlu ditanamkan nilai-nilai moral( agama),
sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia
tersebut, tidak bebas nilai atau sekuler. Agar perkembangan ilmu yang ada tidak menimbulkan
krisis pada kemanusiaan terutama mengenai kemerosotan agama yang mencakup nilai etika,
moral, norma yang ada, dan agar perkembangan ilmu itu sendiri dapat menjadi manfaat bagi
kehidupan dalam segala bidang.

B.   Saran
Makalah ini tidak lepas dari kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran yang sangat
membangun dalam penulisan makalah ini sangat penulis butuhkan.
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat memahami
mengenai tantangan dari perkembangan ilmu dan masa depan kita menyangkut perkembangan
ilmu tersebut . Kemudian untuk lebih maksimalnya dalam memahami tentang pembahasan ini
diharapkan kepada mahasiswa lainnya untuk mencari bahan-bahan bacaan lain yang berkenaan
dengan hal ini, Sehingga diharapkan dapat menambah pengetahuan sehingga dapat diterapkan
dalam kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai