Anda di halaman 1dari 32

TANTANGAN KEILMUWAN DI MASA DEPAN

Oleh :

AMALIA REZKI ANANDA (J012222008)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok :


Mata Kuliah Manajemen & Kebijakan Pelayanan Kesehatan Gigi
dan Mulut

Dosen Pengampuh : Prof. Dr. Edy Machmud, drg., Sp.Pros (K)


PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Tantangan Keilmuwan di
Masa Depan” tepat pada waktunya.

Tak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Edy

Machmud, drg., Sp.Pros (K)selaku dosen pengampuh Manajemen Pelayanan


Kesehatan Gigi dan Mulut yang membimbing kami dalam mengerjakan tugas
makalah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang
selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan
makalah ini.

Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk Memenuhi Tugas Filsafat


Kedokteran Gigi. Dalam penyajian makalah ini kami menyadari masih sangat
belum mendekati kata sempurna dalam penulisannya, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan koreksi dan saran yang sifatnya membangun untuk bahan masukan
yang bermanfaat demi perbaikan dan peningkatan diri dalam ilmu pengetahuan.

Akhir kata semoga makalah yang kami susun dapat bermanfaat tidak
hanya bagi kami tetapi juga bermanfaat bagi pembaca.

Makassar, 13 Maret 2023

Penulis

ii
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………………….……


4

1.2 Rumusan Masalah …………………….………………………………


…….5

1.3 TujuanPenulisan Makalah………………………………………………..…5

BAB II PEMBAHASAN

2.2 Kemajuan Ilmu dan Krisis Kemanusiaan…………….


………………….7

2.2 Agama, Ilmu dan Masa depan Manusai………………………......


…….14

2.3 Masa Depan Dunia Setelah Covid-19: Perubahan, Tantangan, Dan Peluang Di
Berbagai Sektor Kehidupan Pasca-Pandemi…………………………… ...
……...27

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………..……
28

3.2 Saran…………………………………………………………………...….29

DAFTAR PUSTAKA…………..…………….………………............
30

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pada dasarnya, setiap ilmu memiliki dua macam objek, yaitu objek
material dan objek formal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan
sasaran penyelidikan, seperti tubuh manusia adalah objek material ilmu
kedokteran.
Filsafat sebagai proses berpikir yang sistematis dan rasional juga memiliki
objek material dan objek formal. Objek material filsafat adalah segala yang
ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak.

Objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam
empiris, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun
objek formal,dan rasional adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal,
dan rasional tentang segala yang ada. Setelah berjalan beberapa lama kajian
yang terkait dengan hal yang empiris semakin bercabang dan berkembang,
sehingga menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan yang praktis.
Inilah proses terbentuknya ilmu secara berkesinambungan. Maka seiring
dengan berkembangnya zaman, makin berkembanglah ilmu-ilmu pengetahuan
yang ada.

Kemajuan pesat ilmu pengetahuan yang dicapai manusia pada ujung


pertengahan kedua abad ke-20, memungkinkan arus informasi menjadi serba
cepat: apa dan oleh siapa dari seluruh muka bumi (bahkan sebagian jagat raya)
- menembus ke seluruh lapisan masyarakat dengan bebas tanpa membedakan
siapa dia si penerima. Tanpa mengenal batas jarak dan waktu, negara, ras,
kelas ekonomi, ideologi atau faktor lainnya yang dapat menghambat bertukar
pikiran. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan terhadap pola
kemasyarakatan alienasiadalah suatu kondisi psikologis seorang individu yang
dinafasi oleh kesadaran semu (tentang misteri keabadian termasuk Tuhan),
keberadaan, dan dirinya sendiri sebagai individu serta komunitas.

4
Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat dan cenderung
meniru budaya barat bisa jadi menciptakan sebuah alienasi budaya.Orang
merasa asing dengan budayanya sendiri. Kaum muda tidak lagi at
home dengan kebudayaan yang telah membentuk identitas
sosialnya. Kemajuan-kemajuan memungkinkan banyaknya pilihan (multiple
options) dan membuka kesempatan tumbuhnya materialisme dan rasionalisme
dengan luar biasa. Tuntutan hidup begitu tinggi. Kemakmuran yang dicapai
tidak terkendali, gaya hidup menjadi konsumtif dan hedonistik. Manusia
pribadi yang menjadi begitu sibuk untuk mempertahankan hidup
menyuburkan sosok individualistik. Kaya dan sukses dari segi materi jadi
satu-satunya tujuan hidup. Persaingan demikian ketat, sehingga penghargaan
manusia terhadap waktu mencapai titik tertinggi dibandingkan masa
sebelumnya. Yang tersisa hanya wajah kehidupan tidak manusiawi dimana
bahaya masa depan ialah manusia menjadi robot karena terjadi alienasi
diri. Ini merupakan pengaruh negatif dari kemjuan ilmu jika tidak di dasari
dengan akhlak, norma, moral dan landasan agama yang ada. Jangan sampai
perkembangan ilmu menjadikan manusia sebagai objek, menyeret dan
memaksanya pada model kehidupan yang menyimpang.

Tidak dapat kita pungkiri bahwa perkembangan peradaban manusia


yang ada pada saat ini merupakan bentuk desakan dari pengaruh
berkembangnya aspek-aspek kehidupan di masa lalu. Manusia dengan alam
pikirannya selalu melahirkan inovasi baru yang pada akhirnya memberikan
efek saling tular serta membentuk sikap tertentu pada lingkungannya.
Fenomena ini akan membawa kita kepada masa depan manusia yang berbeda
dan lebih kompleks. Prediksi pada ilmuwan Barat yang menyatakan bahwa
agama formal (organized religion) akan lenyap, atau setidaknya akan menjadi
urusan pribadi, ketika iptek dan filsafat semakin berkembang, ternyata tidak
terbukti. Sebaliknya, dewasa ini sedang terjadi proses artikulasi peran agama
(formal) dalam berbagai jalur sosial, politik, ekonomi, bahkan dalam

5
teknologi. Manusia yang berpikir filsafati, diharapkan bisa memahami filosofi
kehidupan, mendalami unsur-unsur pokok dari ilmu yang ditekuninya secara
menyeluruh sehingga lebih arif dalam memahami sumber, hakikat dan tujuan
dari ilmu yang ditekuninya, termasuk pemanfaatannya bagi masyarakat.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan membatasi permasalahan sebagai


berikut:

1. Bagaimana Kemajuan Ilmu dan Krisis Kemanusiaan ?

2. Apa Hubungan Antara Agama, Ilmu dan Masa Depan Manusia ?

Dalam Makalah ini akan membahas :


1. Kemajuan Ilmu dan Krisis Kemanusiaan

2. Agama, Ilmu dan Masa Depan Manusia

1.3 TUJUAN PENULISAN


Tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk membantu para mahasiswa
kedepan agar dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan masukan tentang
bagaimana, apa pengertian, serta konteks yang berhubungan dengan tantangan dan
masa depan ilmu.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KEMAJUAN ILMU DAN KRISIS KEMANUSIAAN


1. Pengertian Ilmu
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab “Alima-ya’lamu, dan science
dari bahasa Latin Scio, scrie artinya to know. Sinonim yang paling
akurat dalam bahasa Yunani adalah epitisteme. Sedangkan secara
terminology ilmu atau science adalah semacam pengetahuan yang
mempunyai cirri-ciri, tanda-tanda dan syarat-syarat tertentu. Menurut
ensiklopedia pengertian ilmu adalah “Ilmu pengetahuan yaitu suatu
system dari pelbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai
suatu lapangan pengetahuan tertentu, yang disusun sedemikian rupa
menurut asas-asas tertentu, sehingga menjadi kesatuan suatu system
dari pelbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai
hasil pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai
metode tertentu.
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti yang
dikutip oleh Bakhtiar tahun 2005 diantaranya adalah

a. Mohamad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang

teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan


masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya
tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
b. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah

yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan ke empatnya


serentak.

7
c. Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan

yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman


dengan istilah yang sederhana.
d. Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan

yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan,


studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal
yang sedang dikaji.
e. Harsojo menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi
pengetahuan yang disistemasikan dan suatu pendekatan atau
metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia
yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada
prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia. Lebih lanjut
ilmu didefinisikan sebagai suatu cara menganalisis yang
mengijinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi
dalam bentuk : “ jika …. maka “.
f. Afanasyef, menyatakan ilmu adalah manusia tentang alam,
masyarakat dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-
konsep, katagori dan hukum-hukum, yang ketetapannya dan
kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
Ciri-ciri utama ilmu secara terminologi adalah:
1) Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur
dan dibuktikan.
2) Koherensi sistematik ilmu.
3) Tidak memerlukan kepastian lengkap.
4) Bersifat objektif.
5) Adanya metodologi.
6) Ilmu bersumber didalam kesatuan objeknya

8
2. Pengertian Krisis Kemanusiaan

Krisis adalah suatu keadaan dimana terjadinya peralihan


dari keadaan lama menuju keadaan baru yang belum pasti.
Misalnya, metode lama telah ditinggalkan, tetapi metode baru
belum sepenuhnya dapat digunakan, sehingga yang terjadi adalah
kebingungan, karena belum adanya metodologi baru yang
memadai.
Krisis kemanusiaan merupakan suatu peristiwa atau
runtutan peristiwa ancaman kritis terhadap kesehatan, keamanan,
dan keberadaan atau eksistensi suatu komunitas atau suatu
kelompok besar dalam suatu wilayah luas.
Suatu kenyataan yang tampak jelas dalam dunia modern
yang telah maju ini, ialah adanya kontradiksi-kontradiksi yang
mengganggu kebahagiaan orang dalam hidup. Kemajuan industri
telah dapat menghasilkan alat-alat yang memudahkan hidup,
memberikan kesenangan dalam hidup, sehingga kebutuhan-
kebutuhan jasmani tidak sukar lagi untuk memenuhinya.
Seharusnya kondisi dan hasil kemajuan itu membawa kebahagiaan
yang lebih banyak kepada manusia dalam hidupnya. Akan tetapi
suatu kenyataan yang menyedihkan ialah bahwa kebahagiaan itu
ternyata semakin jauh, hidup semakin sukar dan kesukaran-
kesukaran material berganti dengan kesukaran mental. Beban jiwa
semakin berat, kegelisahan dan ketegangan serta tekanan perasaan
lebih sering terasa dan lebih menekan sehingga mengurangi
kebahagiaan.
Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi canggih untuk mengatasi berbagai
masalah hidupnya, namun pada sisi lain ilmu pengetahuan dan

9
teknologi tersebut tidak mampu menumbuhkan moralitas (ahlak)
yang mulia. Dunia modern saat ini, termasuk di indonesia ditandai
oleh gejalah kemerosotan akhlak yang benar-benar berada pada
taraf yang menghawatirkan. Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong
menolong dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan,
penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling merugikan.
Untuk memahami gerak perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sedemikian itu, maka kehadiran filsafat ilmu
berusaha mengembalikan ruh dan tujuan luhur ilmu agar ilmu tidak
menjadi bomerang bagi kehidupan umat manusia.
Dalam masyarakat beragama, ilmu adalah bagian yang tak
terpisahkan dari nilai-nilai ketuhanan karena sumber ilmu yang
hakiki adalah dari Tuhan. Manusia adalah ciptaan Tuhan yang
paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan mahluk yang lain,
karena manusia diberi daya berfikir, daya berfikir inilah yang
menemukan teori-teori ilmiah dan teknologi. Pada waktu yang
bersamaan, daya pikir tersebut menjadi bagian yang tak dapat
dipisahkan dari keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan.
Sehingga dia tidak hanya bertanggung jawab kepada sesama
manusia, tetapi juga kepada pencipta-Nya.
Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai
ciri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu tidak
membedakan antara ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun
karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka
filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan
filsafat ilmu-ilmu sosial. Pembagian ini lebih merupakan
pembatasan masing-masing bidang yang ditelaah, yakni ilmu-ilmu
alam dan ilmu-ilmu sosial, dan tidak mencirikan cabang filsafat

10
yang otonom. Ilmu memang berbeda dengan pengetahuan-
pengetahuan secara filsafat, namun tidak terdapat perbedaan yang
prinsipil antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, di mana
keduanya mempunyai ciri-ciri yang sama.
Pertama, filsafat ilmu ingin menjawab pertanyaan
laandasan ontologis ilmu; obyek apa yang ditelaah? Bagaimana
korelasi antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti
berfikir, merasa dan mengindera) yang menghasilkan ilmu? Dari
landasan ontologis ini adalah dasar untuk mengklasifikasi
pengetahuan dan sekaligus bidang-bidang ilmu. Noeng Muhadjir
dalam bukunya flsafat ilmu mengatakan, ontologi membahas
tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu.
Ontologi membahas tentang yang ada yang universal,
menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berusaha
mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam
rumusan Lorens Bagus, menjelaskan yang ada yang meliputi
semua realitas dalam semua bentuknya.
Menurut Jujun S. Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu
dalam Perspektif mengatakan, ontologi membahas apa yang ingin
kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan
lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Tiang
penyangga yang kedua adalah Epistimologi ilmu atau teori
pengetahuan. Ini merupakan cabang filsafat yang berurusan dengan
hakekat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan
dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan
mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Dengan demikian adanya perubahan pandangan tentang
ilmu pengetahuan mempunyai peran penting dalam membentuk

11
peradaban dan kebudayaan manusia, dan dengan itu pula
tampaknya, muncul semacam kecenderungan yang terjalin pada
jantung setiap ilmu pengetahuan dan juga para ilmuwan untuk
lebih berinovasi untuk penemuan dan perumusan berikutnya.
Kecenderungan yang lain ialah adanya hasrat untuk selalu
menerapkan apa yang dihasilkan ilmu pengetahuan, baik dalam
dunia teknik mikro maupun makro. Dengan demikian tampaklah
bahwa semakin maju pengetahuan, semakin meningkat keinginan
manusia, sampai memaksa, merajalela, dan bahkan membabi buta.
Akibatnya ilmu pengetahuan dan hasilnya tidak manusiawi lagi,
bahkan cenderung memperbudak manusia sendiri yang telah
merencanakan dan menghasilkannya. Kecenderungan yang kedua
inilah yang lebih mengerikan dari yang pertama, namun tidak dapat
dilepaskan dari kecenderungan yang pertama.
Kedua kecenderungan ini secara nyata paling
menampakkan diri dan paling mengancam keamanan dan
kehidupan manusia, dewasa ini dalam bidang lomba persenjataan,
kemajuan dalam memakai serta menghabiskan banyak kekayaan
bumi yang tidak dapat diperbaharui kembali, kemajuan dalam
bidang kedokteran yang telah mengubah batas-batas paling pribadi
dalam hidup manusia dan perkembangan ekonomi yang
mengakibatkan melebarnya jurang kaya dan miskin. Ilmu
pengetahuan dan teknologi akhirnya mau tak mau mempunyai
kaitan langsung ataupun tidak, dengan setruktur sosial dan politik
yang pada gilirannya berkaitan dengan jutaan manusia yang
kelaparan, kemiskinan, dan berbagai macam ketimpangan yang
justru menjadi pandangan yang menyolok di tengah keyakinan

12
manusia akan keampuhan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
menghapus penderitaan manusia.
Kedua kecenderungan di atas yang ternyata condong
menjadi lingkaran setan ini perlu dibelokkan manusia sendiri
sehingga tidak menimbulkan ancaman lagi. Kesadaran akan hal ini
sudah muncul dalam banyak lingkungan ilmuwan yang prihatin
akan perkembangan teknik, industri, dan persenjataan yang
membahayakan masa depan kehidupan umat manusia dan bumi
kita. Untuk itulah maka epistimologi ilmu bertugas menjawab
pertanyaan; bagaimana proses pengetahuan yang masih berserakan
dan tidak teratur itu menjadi ilmu? Bagaimana prosedur dan
mekanismenya?
Tiang penyangga filsafat ilmu yang ketiga adalah
aksiologi ilmu; Ilmu adalah sesuatu yang paling penting bagi
manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan
manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan
merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa
peradaban manusia sangat berhutang pada ilmu. Ilmu telah banyak
mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit,
kelaparan, kemiskinan dan berbagai wajah kehidupan yang sulit
lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga, manusia bisa merasakan
kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan,
komonikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan
sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu
merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia? Dan memang
sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat
menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya pembuatan bom

13
yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun
kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang
menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri. Di sinilah ilmu
harus diletakkan secara proposional dan memihak pada nilai-nilai
kebaikan dan kemanusiaan. Sebab, jika ilmu tidak berpihak kepada
nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang
kemudian akan diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu
pengetahuan menjadi sebuah teknologi yang benar-benar dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari
siilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada
kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat
akan membawa pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas
nilai. Untuk itulah tanggungjawab seorang ilmuwan haruslah
dipupuk dan berada pada tempat yang tepat, tanggung jawab
akademis, dan tanggung jawab moral.

2.2 AGAMA, ILMU DAN MASA DEPAN MANUSIA


1. Pengertian Agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut
dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian
dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan
tersebut. Kata “agama” berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang
berarti “tradisi”. Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini
adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar
pada kata kerja re-ligare yang berarti “mengikat kembali”.

14
Maksudnya dengan berReligi, seseorang mengikat dirinya kepada
Tuhan (wikipedia.com).
Untuk memberikan batasan tentang makna agama
memang agak sulit dan sangat subyektif. Karena pandangan orang
terhadap agama berbeda-beda. Ada yang memandangnya sebagai
suatu institusi yang diwahyukan oleh Tuhan kepada orang yang
dipilihnya sebagai nabi atau rasulnya, dengan ketentuan-ketentuan
yang telah pasti. Ada yang memandangnya sebagai hasil
kebudayaan, hasil pemikiran manusia, dan ada pula yang
memandangnya sebagai hasil dari pemikiran orang orang yang
jenius, tetapi ada pula yang menganggapnya sebagai hasil lamunan,
fantasi, ilustrasi (Syafa’at,1965).
Menurut sejarah, agama tumbuh bersamaan dengan
berkembangnya kebutuhan manusia. Salah satu dari kebutuhan itu
adalah kepentingan manusia dalam memenuhi hajat rohani yang
bersifat spritual, yakni sesuatu yang dianggap mampu memberi
motivasi semangat dan dorongan dalam kehidupan manusia. Oleh
karena itu, unsur rohani yang dapat memberikan spirit dicari dan
dikejar sampai akhirnya mereka menemukan suatu zat yang
dianggap suci, memiliki kekuatan, maha tinggi dan maha kuasa.
Sesuai dengan taraf perkembangan cara berpikir mereka, manusia
mulai menemukan apa yang dianggapnya sebagai Tuhan.
Dapatlah dimengerti bahwa hakikat agama merupakan
fitrah naluriah manusia yang tumbuh dan bekembang dari dalam
dirinya dan pada akhirnya mendapat pemupukan dari lingkungan
alam sekitarnya. Ada yang menganggap bahwa agama di dalam
banyak aspeknya mempunyai persamaan dengan ilmu kebatinan.
Yang dimaksud ilmu agama di sini pada umumnya adalah agama-

15
agama yang bersifat universal. Artinya para pengikutnya terdapat
dalam masyarakat yang luas yang hidup di berbagai daerah
(Thalhas, 2006). Di samping itu ajarannya sudah tetap dan
ditetapkan (established) di dalam kaedahnya atau ketetapannya dan
semuanya hanya dapat berubah di dalam interpretasinya saja.
Agama mengajarkan para penganutnya untuk mengatur hidupnya
agar dapat memberi kebahagiaan di dunia dan akhirat baik kepada
dirinya sendiri maupun kepada masyarakat di sekitarnya. Selain itu
agama juga memberikan ajaran untuk membuka jalan yang menuju
kepada al-Khaliq, Tuhan yang Maha Esa ketika manusia telah
mati.
Ajaran agama yang universal mengandung kebenaran yang
tidak dapat dirubah meskipun masyarakat yang telah menerima itu
berubah dalam struktur dan cara berfikirnya. Maksud di sini adalah
bahwa ajaran agama itu dapat dijadikan pedoman hidup, bahkan
dapat dijadikan dasar moral dan norma-norma untuk menyusun
masyarakat, baik masyarakat itu bersifat industrial minded, agraris,
buta aksara, maupun cerdik pandai (cendikiawan). Karena ajaran
agama itu universal dan telah estabilished, maka agama itu dapat
dijadikan pedoman yang kuat bagi masyarakat baik di waktu
kehidupan yang tenang maupun dalam waktu yang bergolak.
Selain itu, agama juga menjadi dasar struktur masyarakat dan
member pedoman untuk mengatur kehidupannya.

2. Pengertian Masa Depan

Menurut tinjauan istilah masa depan ialah suatu masa atau


kondisi yang berada di depan manusia, akan tetapi kondisi tersebut

16
biasanya digunakan untuk waktu yang panjang, mungkin juga tidak
terbatas dan kadang-kadang masih bersifat abstrak. Masa depan
untuk jangka pendek biasanya digunakan istilah besok, besok lusa,
bulan depan atau tahun depan.

Menurut berbagai contoh yang banyak kami temukan pada


masyarakat tertentu, istilah masa depan ini banyak dipergunakn
pada kondisi tertentu. Misalnya orang tua yang menyarankan
anaknya untuk memperhatikan masa depannya, masa depan di sini
berorientasi kepada persiapan diri untuk memasuki kehidupan
rumah tangga agar supaya mereka tidak mengalami kesulitan.
Pengertian masa depan ini bergeser kembali ketika diletakkan atau
digunakan pada orang-orang yang sudah berkeluarga. Masa depan
diartikan kepada masa tua, sehingga anjuran tersebut menyarankan
agar mempersiapkan diri untuk menghadapi masa tua yang cukup
menyulitkan bagi manusia, sehingga tidak sedikit manusia yang
melakukan pendidikan terhadap anak-anaknya agar supaya kelak
dapat dijadikan tempat bergantung dan tidak banyak menimbulkan
kesulitan bagi dirinya. Dipersiapkan rumah tangga, tempat tinggal
yang cocok ,dan kondisi ketuaan, demikian seterusnya.
Pengertian masa depan ini bergeser lagi ketika digunakan
kepada para orang yang sudah memasuki masa tua, orientasinya
sekarang kepada masa kehidupan setelah kematian, sehingga
mereka lebih mengkonsentrasikan diri pada aktifitas ibadah
sebagai bekal akhirat.
Menurut pendapat penulis, masa depan ialah masa yang paling
depan, setelah itu sudah tidak ada masa lagi di depannya. Kalau
masa depan diartikan dengan masa rumah tangga bagi generasi
muda atau masa tua bagi orang yang sudah memasuki kehidupan
keluarga, berarti masa itu bukan masa depan karena di depannya
masih ada masa lagi. Sedangkan masalah keadaan masa depan, di

17
mana harus diperlukan persiapan khusus, menurut pendapat
penulis, masa tersebut sangat rawan sekali, yang banyak
memungkinkan bencana-bencana besar bagi siapa yang
memasukinya apabila tidak memiliki persiapan dengan baik.
Apabila masa depan diartikan secara salah, seperti diartikan
masa rumah tangga, atau masa tua, maka persiapan seseorang akan
dikonsentrasikan secara penuh kepada hal-hal yang di atas.
Akibatnya ia mungkin akan berhasil pada masa itu tetapi akan
mendapatkan kehancuran ketika ia memasuki kepada masa depan
yang sesungguhnya, karena mereka sebelumnya tidak
mempersiapkan ke arah sana.
Di dalam kondisi industrialisasi seperti sekarang ini, tidak
sedikit para orang tua dan generasi muda yang memandang
kehidupan di dunia ini dipandang sebagai masa depannya,
sehingga seluruh kegiatan-kegiatan mereka mengacu pada hal-hal
yang dapat meningkatkan prestasi kehidupan duniawi, mereka
tidak segan-segan mengorbankan segala yang dimiliki untuk
kesuksesan dunia. dan kami rasa banyak sekali contoh-contoh
sosial yang menggambarkan kejadian-kejadian di atas. mari kita
renungkan bersama lagi, rencana apa yang akan kita lakukan untuk
menyongsong kehidupan lebih baik di masa mendatang , dimana
era globalisasi dan perkembangan teknologi yang sangat pesat ini.

A. Pentingnya Agama Bagi Manusia

Tidak mudah memahami pengertian agama apabila hanya satu


atau dua definisi saja. Setiap agama dan kepercayaan mempunyai
pengertiannya masing-masing. Setiap manusia harus menghargai
berbagai perbedaan pengertian dalam setiap agama dan kepercayaan
tersebut. Agama dapat dilihat sebagai kepercayaan dan pola perilaku
yang dimiliki oleh manusia untuk menangani masalah-masalah

18
penting dan aspek-aspek alam semesta yang tidak dapat
dikendalikannya dengan teknologi maupun sistem organisasi sosial
yang dikenalnya. Pengertian agama yang lain yaitu agama sebagai
seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi melalui mitos dan
menggerakkan kekuatan-kekuatan supranatural dengan tujuan untuk
mencapai atau menghindari terjadunya perubahan keadaan pada
manusia atau alam semesta (Sare, 2007).

Agama memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi sosial dan


fungsi psikologis. Secara psikologis, agama dapat mengurangi
kegelisahan manusia dengan memberikan penerangan tentang hal-hal
yang tidak diketahui dan tidak dimengerti olehnya di dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga lebih mudah dimengerti, misalnya
tentang kematian. Selain itu, agama juga memberi ketenangan pada
manusia karena dapat memberikan sebuah harapan bahwa ada sebuah
kekuatan supranatural yang dapat menolong manusia pada saat
menghadapi bahaya atau tertimpa suatu musibah. Ditinjau secara
sosial, agama mempunyai sanksi bagi seluruh perilaku manusia yang
beraneka ragam. Agama juga menanamkan pengertian tentang
kebaikan dan kejahatan dengan memberikan semacam pedoman
tentang perilaku hidup dan berinteraksi. Dalam hal ini, agama dapat
dikatakan sebagai pemelihara ketertiban sosial. Selain itu, agama juga
sebagai alat yang efektif untuk meneruskan tradisi lisan dalam sebuah
masyarakat (Sare, 2007).

Dilihat dari pengertian pentingnya agama bagi manusia, terdapat


dua konsep mendasar agama bagi kehidupan manusia, yaitu agama
dalam arti what religion does dan what is religion. Pengertian
pertama menunjuk pada apa kegunaan agama bagi kehidupan
manusia, sedangkan pengertian yang kedua menunjuk pada apa
makna agama bagi manusia, yaitu sebagai pedoman untuk bertindak
di dalam menjalankan seluruh aktivitas kehidupannya (Moesa, 2007)

19
B. Pentingnya Peran Manusia Terhadap Agama

Bagi kebanyakan manusia, kerohanian dan agama memainkan


peran utama dalam kehidupan mereka. Sering dalam konteks ini,
manusia tersebut dianggap sebagai “orang manusia” terdiri dari sebuah
tubuh, pikiran, dan juga sebuah roh atau jiwa yang kadang memiliki arti
lebih daripada tubuh itu sendiri dan bahkan kematian. Seperti juga
sering dikatakan bahwa jiwa (bukan otak ragawi) adalah letak
sebenarnya dari kesadaran (meski tak ada perdebatan bahwa otak
memiliki pengaruh penting terhadap kesadaran). Keberadaan jiwa
manusia tak dibuktikan ataupun ditegaskan; konsep tersebut disetujui
oleh sebagian orang dan ditolak oleh lainnya. Juga, adalah perdebatan
di antara organisasi agama mengenai benar/tidaknya hewan memiliki
jiwa; beberapa percaya mereka memilikinya, sementara lainnya percaya
bahwa jiwa semata-mata hanya milik manusia, serta ada juga yang
percaya akan jiwa kelompok yang diadakan oleh komunitas hewani dan
bukanlah individu.
Menurut Feuerbach, yang disebut Allah adalah kesadaran
manusia itu sendiri. Menurut pemikiran itu maka Feuerbach
menyimpulkan bahwa agama adalah kesadaran Nan tak terbatas. Maka
agama berakar pada jati diri manusia, yang bersifat memiliki kesadaran
nan tak terbatas. Agama adalah hubungan manusia dengan jati dirinya
nan tak terbatas. Agama palsu terjadi apabila manusia memproyeksikan
Nan tak terbatas tersebut keluar dan dalam oposisi terhadap dirinya.
Dengan demikian, manusia menciptakan Allah menurut citranya sendiri,
sehingga dapat dikatakan bahwa manusia jugalah yang menciptakan
agama. Manusia adalah awal, pusat , dan akhir agama. Menurut
Feuerbach, ini bukanlah ateisme, melainkan humanisme (Jacobs, 2002).

20
Pendapat lain mengatakan bahwa agama merupakan produk dan
alienasi dari manusia. Manusia tidak menciptakan agama, dan agama
tidak menciptakan manusia. maka agama adalah kesadaran diri dan
perasaan diri manusia (Leahy, 2008).

C. Peran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bagi Kehidupan Manusia

Perkembangan sejarah manusia selalu diwarnai oleh


perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melingkupinya.
Hal ini tentunya berbanding lurus dengan upaya manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Teknologi adalah sarana
yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Seiring
dengan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan turunannya yang berbentuk
teknologi ini, meluas bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia
secara sempit. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat
mendorong manusia mendayagunakan sumber daya alam lebih efektif
dan efisien. Pemanfaatan teknologi meluas pada upaya penghapusan
kemiskinan, penghapusan jam kerja yang berlebihan, penciptaan
kesempatan untuk hidup lebih lama dengan perbaikan kualitas
kesehatan manusia, membantu upaya-upaya pengurangan kejahatan,
peningkatan kualitas pendidikan, dan sebagainya (Keraf dan Dua,
2001).
Bahkan secara lebih komprehensif, ilmu pengetahuan dan
teknologi juga dimanfaatkan pemerintah dalam menunjang
pembangunannya. Puncaknya, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi bukan saja membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari.Perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi
dapat menaikkan kualitas manusia dalam keterampilandan

21
kecerdasannya untuk meningkatkan kemakmuran serta
inteligensimanusia.Lebih jauh, ilmu pengetahuan dan teknologi berhasil
mendatangkan kemudahan hidup bagi manusia (Mas’ud dan Paryono,
1998).

D. Peran Manusia Terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Perkembangan sejarah manusia selalu diwarnai oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melingkupinya.
Hal ini tentunya berbanding lurus dengan upaya manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dan teknologi adalah
sarana yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Secara
definitif, ilmu adalah pengetahuan yang membantu manusia dalam
mencapai tujuan hidupnya. Maka, patutlah dikatakan, bahwa peradaban
manusia sangat bergantung kepada ilmu dan teknologi. Berkat
kemajuan dalam bidang ini, pemenuhan kebutuhan manusia bisa
dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah (Jujun, 2003). Secara
lebih spesifik, Eugene Staley menegaskan bahwa teknologi adalah
sebuah metode sistematis untuk mencapai setiap tujuan insani (Siti,
2001).
Pada tahap selanjutnya, seiring dengan perkembangan di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
turunannya yang berbentuk teknologi ini, meluas bukan hanya untuk
memenuhi kebutuhan manusia secara sempit. Pemanfaatan teknologi
meluas pada upaya penghapusan kemiskinan, penghapusan jam kerja
yang berlebihan, penciptaan kesempatan untuk hidup lebih lama dengan
perbaikan kualitas kesehatan manusia, membantu upaya-upaya
pengurangan kejahatan, peningkatan kualitas pendidikan, dan sebagainya
(Sonny dkk., 2001).

22
Bahkan secara lebih komprehensif, ilmu pengetahuan dan
teknologi juga dimanfaatkan pemerintah dalam menunjang
pembangunannya. Misalnya dalam perencanaan dan programing
pembangunan, organisasi pemerintah dan administrasi negara untuk
pembangunan sumber-sumber insani, dan teknik pembangunan dalam
sektor pertanian, industri, dan kesehatan.
Puncaknya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
bukan saja membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari. Lebih jauh, ilmu pengetahuan dan teknologi berhasil
mendatangkan kemudahan hidup bagi manusia. Bendungan, kalkulator,
mesin cuci, kompor gas, kulkas, OHP, slide, TV, tape recorder, telephon,
komputer, satelit, pesawat terbang, merupakan produk-produk teknologi
yang, bukan saja membantu manusia memenuhi kebutuhan hidupnya,
tetapi membuat hidup manusia semakin mudah (Ibnu, 1998).
Manfaat-manfaat inilah yang mula-mula menjadi tujuan manusia
mengembangkan ilmu pengetahuan hingga menghasilkan teknologi. Mulai
dari teknologi manusia purba yang paling sederhana berupa kapak dan
alat-alat sederhana lainnya. Sampai teknologi modern saat ini, yang
perkembangannya jauh lebih pesat dari perkembangan teknologi
sebelumnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini sanggup
membawa berkah bagi umat manusia berupa kemudahan-kemudahan
hidup, yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan dalam benak manusia.

E. Hubungan Agama, Ilmu, Teknologi, dan Kebudayaan


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu
sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup
manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi,
misalnya, terbukti amat bermanfaat. Tapi di sisi lain, tidak jarang iptek

23
berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan
martabat manusia.
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat
penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar
kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi
dampak negatifnya semiminal mungkin. Pola hubungan pertama adalah
pola hubungan yang negatif, saling tolak. Apa yang dianggap benar oleh
agama dianggap tidak benar oleh ilmu pengetahuan dan teknologi.
Demikian pula sebaliknya. Dalam pola hubungan seperti ini,
pengembangan iptek akan menjauhkan orang dari keyakinan akan
kebenaran agama dan pendalaman agama dapat menjauhkan orang dari
keyakinan akan kebenaran ilmu pengetahuan. Pola hubungan ke dua
adalah perkembangan dari pola hubungan pertama. Ketika kebenaran
iptek yang bertentangan dengan kebenaran agama makin tidak dapat
disangkal sementara keyakinan akan kebenaran agama masih kuat di hati,
jalan satu-satunya adalah menerima kebenaran keduanya dengan
anggapan bahwa masing-masing mempunyai wilayah kebenaran yang
berbeda.
Pola ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan
ini, kebenaran ajaran agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu
pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi. Kendati ajaran
agama tidak bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan
dengan iptek sama sekali.
Mendukung ajaran agama tapi ajaran agama tidak mendukung
pengembangan iptek, dan ajaran agama mendukung pengembangan iptek
dan demikian pula sebaliknya. Pola hubungan yang ke empat adalah
pola hubungan yang positif. Terjadinya pola hubungan seperti ini
mensyaratkan tidak adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu

24
pengetahuan serta kehidupan masyarakat yang tidak sekuler. Secara teori,
pola hubungan ini dapat terjadi dalam tiga wujud: ajaran agama
mendukung pengembangan iptek tapi pengembangan iptek tidak
mendukung ajaran agama, pengembangan iptek.

F. Posisi Agama Dalam Pengembangan


Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi canggih untuk mengatasi berbagai masalah
hidupnya, namun pada sisi lain ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut
tidak mampu menumbuhkan moralitas (ahlak) yang mulia. Dunia modern
saat ini, termasuk di indonesia ditandai oleh gejala kemerosotan akhlak
yang benar-benar berada pada taraf yang menghawatirkan. Kejujuran,
kebenaran, keadilan, tolong menolong dan kasih sayang sudah tertutup
oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling
merugikan. Untuk memahami gerak perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang sedemikian itu, maka kehadiran agama sangatlah
penting. Agama menjadi salah satu faktor pendukung dan sangat utama
dalam perkembangan ilmu. Merujuk pada realita mengenai Indonesia
yang memiliki penduduk (muslim) terbesar di dunia, membuktikan
bahwa posisi agama di Indonesia sangat penting.
Dalam masyarakat beragama (Islam), ilmu adalah bagian yang tak
terpisahkan dari nilai-nilai ketuhanan karena sumber ilmu yang hakiki
adalah dari Tuhan. Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling tinggi
derajatnya dibandingkan dengan mahluk yang lain, karena manusia diberi
daya berfikir, daya berfikir inilah yang menemukan teori-teori ilmiah dan
teknologi. Pada waktu yang bersamaan, daya pikir tersebut menjadi bagian
yang tak dapat dipisahkan dari keberadaan manusia sebagai mahluk
Tuhan. Sehingga dia tidak hanya bertanggung jawab kepada sesama
manusia, tetapi juga kepada pencipta-Nya.
Namun, perlu juga diingat bahwa ikatan agama yang terlalu kaku
dan tersetruktur kadang kala dapat menghambat perkembangan ilmu.

25
Karena itu, perlu kejelian dan kecerdasan memperhatikan sisi kebebasan
dalam ilmu dan sistem nilai dalam agama agar keduanya tidak saling
bertolak belakang. Disinilah perlu rumusan yang jelas tentang ilmu secara
filosofis dan akademik serta agama agar ilmu dan teknologi tidak menjadi
bagian yang lepas dari nilai-nilai agama dan kemanusiaan serta
lingkungan. Ilmu di dalam mengembangkan ilmu dan teknologi
seharusnya bermanfaat mencari keredhaan Allah. Ini hanya boleh dicapai
melalui aplikasi agama dalam ilmu dan teknologi . Maka langkah awal
ialah agama perlu diintegrasi ke dalam ilmu dan teknologi untuk
memastikan ilmu dan teknologi tidak lari dari manfaat asal kejadian
manusia. Ini juga didorong oleh faktor bahwa agama itu tidak terikat
dengan ilmu dan teknologi.
Agama mengajar seseorang untuk hidup bertujuan. Tujuan
beragama adalah untuk menjamin / mendapatkan kesejahteraan di akhirat
dalam kepatuhan di dunia. Setiap amalan yang dilakukan di dunia harus
berada di atas landasan yang diridhai oleh Allah. Telah dinyatakan dengan
jelas dalam Alquran bahwa manusia adalah khalifah Allah yang
bertanggung jawab untuk memelihara dan mengatur alam ini. Justru
setiap urusan manusia harus memelihara keharmonisan dan keseimbangan
alam. Jika perkembangan ilmu dan teknologi di atas landasan ini, maka
sudah tentu perkembangan ilmu dan teknologi tidak akan merusak bumi
karena setiap perkembangan ilmu dan teknologi dirancang dengan teliti.
Seandainya ini terlalu bersifat idealistik, setidaknya ia dapat
meminimalkan dampak negatif yang timbul karena perkembangan ilmu
dan teknologi tersebut, pastinya dilakukan secara berhati-hati untuk
memelihara kepentingan alam.

26
2.3 Masa Depan Dunia Setelah Covid-19: Perubahan, Tantangan, Dan
Peluang Di Berbagai Sektor Kehidupan Pasca-Pandemi

Pandemi Covid-19 berdampak sangat luas dalam kehidupan,


bahkan belum pernah dirasakan umat manusia pada bisnis, ekonomi,
teknologi, dan masyarakat. Dampak tersebut kemungkinan akan
membayangi—dalam cara yang buruk dan baik—pada tahun-tahun dan
dekade mendatang. Tentu saja, ini akan berdampak pada bagaimana
kita bekerja, di mana kita tinggal, dan seperti apa industri yang berbeda
di masa depan.
Pandemi Covid-19 telah memberikan gambaran atas kelangsungan
dunia pendidikan di masa depan melalui bantuan teknologi. Namun,
teknologi tetap tidak dapat menggantikan peran guru, dosen, dan
interaksi belajar antara pelajar dan pengajar sebab edukasi bukan hanya
sekedar memperoleh pengetahuan tetapi juga tentang nilai, kerja sama,
serta kompetensi. Situasi pandemi ini menjadi tantangan tersendiri bagi
kreativitas setiap individu dalam menggunakan teknologi untuk
mengembangkan dunia pendidikan.
Saat ini pandemi menjadi tantangan dalam mengembangkan
kreativitas terhadap penggunaan teknologi, bukan hanya transmisi
pengetahuan, tapi juga bagaimana memastikan pembelajaran tetap
tersampaikan dengan baik

27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ilmu pengetahuan itu ialah hasil usaha pemahaman manusia yang
disusun dalam suatu system mengenai hukum-hukum tentang hal ikhwal
yang diselidikinya (alam, manusia, dan juga agama) sejauh yang dapat
dijangkau daya pemikiran manusia yang dibantu penginderaannya, yang
kebenarannya diuji secara empiris, riset dan eksperimen.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa perkembangan peradaban
manusia yang ada pada saat ini merupakan bentuk desakan dari pengaruh
berkembangnya aspek-aspek kehidupan di masa lalu. Manusia dengan

28
alam pikirannya selalu melahirkan inovasi baru yang pada akhirnya
memberikan efek saling tular serta membentuk sikap tertentu pada
lingkungannya. Fenomena ini akan membawa kita kepada masa depan
manusia yang berbeda dan lebih kompleks.
Prediksi pada ilmuwan Barat yang menyatakan bahwa agama
formal (organized religion) akan lenyap, atau setidaknya akan menjadi
urusan pribadi, ketika iptek dan filsafat semakin berkembang, ternyata
tidak terbukti. Sebaliknya, dewasa ini sedang terjadi proses artikulasi
peran agama (formal) dalam berbagai jalur sosial, politik, ekonomi,
bahkan dalam teknologi.
Manusia yang berpikir filsafati, diharapkan bisa memahami
filosofi kehidupan, mendalami unsur-unsur pokok dari ilmu yang
ditekuninya secara menyeluruh sehingga lebih arif dalam memahami
sumber, hakikat dan tujuan dari ilmu yang ditekuninya, termasuk
pemanfaatannya bagi masyarakat.
Mengutip sebuah kalimatnya Einstein, bahwa agama tanpa ilmu
lumpuh namun ilmu tanpa agama buta. Kebutaan moral dari ilmu itu
mungkin membawa manusia kejurang malapetaka. Jadi dalam kehidupan
ini kedua bidang itu tak usah berseberangan, bahkan sebaliknya justru
harus melengkapi satu sama lainnya. Ilmu pengetahuan dipelajari guna
memperoleh penjelasan-penjelasan dari fenomena kehidupan ini,
sedangkan agama memberikan kita akan tujuan makna atau arti kehidupan
(fenomena) itu. Kemudian, ilmu itu berusaha menganalisa kehidupan
memecah-mecah kehidupan jadi berkeping-keping memperdalam suatu
masalah kehidupan ini, sedangkan agama memberikan pemahaman
tunggal (sintesa) dari keberagaman fenomena yang terpampang didepan
kita.

29
Ilmu dan teknologi harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi
kehidupan manusia. Artinya ilmu dan teknologi menjadi instrumen
penting dalam setiap proses pembangunan sebagai usaha untuk
mewujudkan kemaslahatan hidup manusia seluruhnya. Untuk mencapai
sasaran tersebut maka perlu dilakukan suatu upaya bahwa dalam
mempelajari ilmu pengetahuan dan menggunakan teknologi setiap
individu perlu ditanamkan nilai-nilai moral( agama), sehingga ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat memberikan manfaat bagi kehidupan
manusia tersebut, tidak bebas nilai atau sekuler. Agar perkembangan ilmu
yang ada tidak menimbulkan krisis pada kemanusiaan terutama mengenai
kemerosotan agama yang mencakup nilai etika, moral, norma yang ada,
dan agar perkembangan ilmu itu sendiri dapat menjadi manfaat bagi
kehidupan dalam segala bidang.

3.2 Saran
Makalah ini tidak lepas dari kesalahan, oleh karena itu kritik dan
saran yang sangat membangun dalam penulisan makalah ini sangat penulis
butuhkan.

Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar


dapat memahami mengenai tantangan dari perkembangan ilmu dan masa
depan kita menyangkut perkembangan ilmu tersebut . Kemudian untuk
lebih maksimalnya dalam memahami tentang pembahasan ini diharapkan
kepada mahasiswa lainnya untuk mencari bahan-bahan bacaan lain yang
berkenaan dengan hal ini, Sehingga diharapkan dapat menambah
pengetahuan sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, Sutarjo. 1983. Problematika Perkembangan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta.


Kanisius
Bakhtiar A. 2007. Filsafat Ilmu. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada
Mangunwijaya YB. 1999. Pasca Indonesia Pasca Einstein; Eseiesei Tentang
Kebudayaan IndonesiaAbad ke-21. Yogyakarta. Kanisius
http://sites.google.com/site/filsafatindonesia/Home/b/budaya/ 14 nov/ 21.36
http://filsafat.ugm.ac.id/downloads/artikel/agama-krisis.pdf

31
http://meetabied.wordpress.com/2009/11/01/kedudukan-filsafat-ilmu-dalam-islamisasi-
ilmu-pengetahuan-dan-kontribusinya-dalam-krisis-masyarakat-modern/
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/teori-ilmu
Anonim. Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Kemiskinan. http://elearning.gunadarma.ac.id.
20/11/2009.
Sastrapratedja. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta. Kanisius
Anonim. Cultural Relativism.
http://www.collegetermpapers.com/TermPapers/Philosophy/
Cultural_Relativism.shtml
Anonim, Ethical (Moral, Cultural) Relativism.
http://www.owlnet.rice.edu/~spac205/February_11-2.pdf
Muchdhor M. Krisis Kemanusiaan dan Etika Global. Sinar Harapan 26/10/2002
Daruni,EA. 1991. Hubungan Ilmu dan Kebudayaan dalam Majalah Jurnal Filsafat.
Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta. Seri 8
Ma’arif S. 1997. Dalam “Kata Pengantar” Buku Agama dan krisis Kemanusiaan
Modern oleh Nashir H. 1997. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Irfan LA. 2009. Kajian Terhadap Islamizing Curicula Al- Faruqi. http://iptekita.com.
Diunduh 22/11/09.
Fakhry, Majid, Etika Dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996

32

Anda mungkin juga menyukai