Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MATA KULIAH

FILSAFAT ILMU

HUBUNGAN ANTARA ILMU DAN MORALITAS (ETIKA DAN AGAMA)

NAMA : DENDI SATRIA BUANA


NPM : 227321016
PRODI : ILMU PEMERINTAHAN
SEMESTER : SATU
KELAS : 32.A
DOSEN PENGASUH : DR. SAIDUL AMIN, M.A

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
TAHUN 2022

0
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang telah teruji kebenarannya dan disusun
secara sistematis berdasarkan metode ilmiah. Kemajuan ilmu merupakan hal penting yang
mempengaruhi kemanusiaan, peradaban dan lingkungan.
Keberadaan ilmu membantu manusia dalam menangani masalah-masalah yang dihadapi
seperti wabah penyakit, kelaparan, pencegahan bencana, dan lain sebagainya. Ilmu juga
membantu manusia dalam mempermudah pekerjaan seperti dalam bidang komunikasi,
pembangunan, transportasi, kesehatan dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa dalam kondisi
ideal, ilmu menjadi sarana yang membantu manusia dalam kehidupannya.
Perkembangan ilmu cukup pesat seiring dengan bertambah banyaknya cabang-cabang
ilmu tersebut. Ilmu membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih maju. Fenomena
kemajuan ilmu yang berkembang pesat ini diibaratkan pedang bermata dua yang menempatkan
manusia diantara harapan dan ancaman. Kemajuan ilmu banyak juga disalahgunakan sehingga
yang awalnya bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan manusia, berubah menjadi masalah
itu sendiri.
Demoralisasi yang terjadi, menyebabkan ilmu tidak selalu diposisikan secara benar
sehingga dalam perkembangannnya tidak selalu menghasilkan “kemaslahatan” akan tetapi
seringkali juga menimbulkan “kemudharatan”.
Ilmu tanpa (bimbingan moral) agama adalah buta, demikian kata Einstein. Moralitas
diperlukan agar ilmu dapat bermanfaat bagi ilmuwan dan masyarakat. Moral adalah fenomena
sosial yang ada dalam masyarakat ukurannya pantas tidak pantas, baik atau tidak baik menurut
penilaian masyarakat. Moral merupakan produk budaya dan agama.
Ilmu dan moral idealnya memiliki keterkaitan yang erat. Moral menjadi landasan dan nilai
dalam menemukan (epistemologis) serta menggunakan (aksiologi) ilmu.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan yang termuat dalam latar belakang diatas, maka topik
permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut adalah Hubungan Ilmu dan Moralitas, yang dibagi
menjadi 3 sub bahasan:
1. Apa yang dimaksud dengan Ilmu (Sains)
2. Apa yang dimaksud dengan Moral dan Etika
3. Bagaimana Hubungan Ilmu dan Moralitas

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Apa yang dimaksud dengan Ilmu (Sains)


Ilmu merupakan kumpulan dari teori-teori dan konsep-konsep yang telah diuji
kebenarannya dan telah memenuhi syarat-syarat ilmu yakni: (1) memiliki objek tertentu, (2)
bersifat empiris, (3) bersifat universal, (4) bersifat sistematis, dan (5) memiliki metodologi.
Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berpikir lebih jauh
mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu terbentuk dari 3 cabang filsafat yakni ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Jika ketiga cabang itu terpenuhi berarti sah dan diakui sebagai sebuah
ilmu.

2. Apa yang dimaksud dengan Moralitas dan Etika


Moral dalam bahasa latin disebut moralitas, sedangkan dalam bahasa arab disebut
akhlaq. Moral merupakan fenomena sosial yang ada dalam masyarakat, ukurannya pantas atau
tidak pantas, baik atau tidak baik menurut penilaian masyarakat. Terbentuknya melalui tiga cara:
(1) norma yang turun temurun (tradisional) dan mempunyai nilai sakral/suci, jika dilanggar akan
mendapat sanksi, (2) kebiasaan/karena terbiasa, (3) faktual atau karena kesepakatan tokoh
masyarakat. Kata moral sering disamakan dengan kata “etika” karena kedua kata tersebut identik
dengan arti kebiasaan, adat.
Etika merupakan bagian dari filsafat, etika adalah ruang ilmu sedangkan moral ruang fakta
atau fenomena. Jika fakta-fakta itu dipelajari maka menjadilah etika. Moral mengajarkan apa
yang benar sedangkan etika melakukan yang sifatnya kebenaran. Moral menyediakan rel
kehidupan sedangkan etika berjalan dalam rel kehidupan.
Moral dan etika berpedoman pada kebenaran yang dianut oleh masyarakat, kebenaran
yang paling hakiki adalah kebenaran absolut (agama), khususnya yang bersumber dari wahyu
yang diturunkan Tuhan.

3
3. Bagaimana Hubungan Ilmu dan Moralitas
Ada ungkapan yang popular di ranah minang “Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah”.
Jika diartikan maknanya “Segala perbuatan hendaknya selalu mengingat aturan adat dan agama, jangan
bertentangan antara satu dengan yang lainnya”. Jika ada perbedaan maka kembalikan ke agama sebagai
sumber kebenaran yang absolut.
Ungkapan diatas agaknya bisa diidentikkan ketika membahas bagaimana Hubungan Ilmu dan
Moralitas dalam tataran yang ideal. Konon, Enstein pernah mengemukaan bahwa ilmu tanpa bimbingan
moral (agama) adalah buta. Ilmu sebagai hasil karya manusia (ilmuwan) jika dilihat dari ontologi,
epistemologi dan aksiologinya tidak bisa menjadi sesuatu yang bebas nilai. Meskipun faktanya sebagian
kalangan justru berpandangan sebaliknya (ilmu tersebut bebas nilai). Maka dari itu kehadiran moralitas
penting untuk menjadi penunjuk jalan “lurus” dalam proses penemuan, perkembangan dan penggunaan
ilmu agar berimplikasi positif bagi kehidupan manusia, peradaban dan lingkungannya.
Jika di tinjau dari sisi ontologis yang membicarakan tentang objek apa yang ditelaah, maka ilmu
membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah-daerah yang berada dalam jangkauan
pengalaman (empiris) manusia. Dalam kaitannya dengan kaidah moral, ketika menetapkan objek
penelaahan kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat merubah kodrat manusia atau
merendahkan martabat manusia. Contohnya sebagian ilmuwan melakukan riset yang melawan kodrat
seperti rekayasa genetik untuk manusia, cloning untuk manusia, dll.
Ditinjau dari sisi epistemologi yang membahas tentang bagaimana ilmu diperoleh (prosedur,
metodologi, cara dan sarana) yang digunakan untuk mendapatkan ilmu. Dalam kaitan dengan moral maka
proses kegiatan keilmuan harus ditujukan untuk menemukan kebenaran, yang dilakukan dengan penuh
kejujuran dan kepatuhan terhadap nilai-nilai. Contohnya dalam melakukan riset tidak menjadikan
manusia sebagai alat untuk percobaan riset. Pelanggaran Ini kerap terjadi di masa perang dunia ke 2
dimana ilmuwan menggunakan tahanan perang sebagai objek percobaan penelitian.
Sedangkan ditinjau dari sisi aksiologi yang membahas tentang nilai guna ilmu (untuk apa ilmu
dipergunakan). Dalam kaiatannya dengan moral pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan
untuk “kemaslahatan” manusia. Sehingga keberadaan ilmu tersebut menjadi sarana atau alat dalam
meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta
kelestarian/keseimbangan alam. Contohnya penemuan atom digunakan untuk bidang kesehatan, sumber
energi dan kegunaan positif lainnya.

4
Sayangnya hal yang ideal seperti uraian diatas tidak berjalan dengan sepenuhnya. Perkembangan
ilmu yang pesat dan keberagaman pandangan ilmuwan dalam menemukan dan menggunakan ilmu serta
campur tangan pihak-pihak yang berkepentingan dalam penggunaan ilmu membuatnya ibaratkan pedang
bermata dua, disatu sisi mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, sementara di sisi lainnya juga bisa
mendatangkan kemudharatan.
Menggunakan ilmu sebagai alat politik kekuasaan dan bisnis menjadi fenomena, ini kerap
dilakukan oleh negara-negara besar seperti Amerika, Rusia dan China. Mereka cenderung menggunakan
produk dari ilmu untuk menunjukkan kekuasaan dan mengintervensi negara-negara lainnya. Kemajuan
ilmu menjadi pijakan untuk menghasilkan produknya berupa persenjataan, senjata bio-kimia, senjata
biologis seperti virus dan lain sebagainya yang mendatangkan mudharat bagi kemanusiaan dan
peradaban. Disisi lain kemajuan ilmu juga menjadi pemicu eksploitasi terhadap sumber daya alam,
sehingga menimbulkan kerusakan dan bencana yang juga bermuara pada kerusakan lingkungan.
Menjadi jelas sudah bahwa peranan moralitas sangat penting dalam penemuan dan
perkembangan ilmu. Antara ilmu dan moralitas mempunyai hubungan keterkaitan yang sangat erat.
Moralitas akan menjadi penuntun bagi ilmuwan untuk menjadi arif dan bijaksana dalam mengembangkan
ilmu dengan memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta keseimbangan lingkungan (ekosistem).
Moralitas juga menuntun penggunaan ilmu agar bermanfaat bagi kemanusiaan, peradaban dan
lingkungan.
Ilmu akan menjadi rahmat bagi kehidupan manusia jika dimanfaatkan secara benar serta berpijak
pada landasan moral yang bersumber dari budaya dan agama. Seorang ilmuwan idealnya memiliki
landasan moral yang kuat. Tanpa landasan dan pemahaman terhadap moralitas, ilmuwan maupun
pengguna ilmu akan menjadi ancaman besar bagi kemanusiaan, peradaban dan lingkungan.

5
BAB III
PENUTUP

Perkembangan Ilmu secara pesat ibarat pedang bermata dua, yang menempatkan manusia dalam
harapan dan ancaman. Idealnya perkembangan tersebut mendatangkan kemaslahatan bagi kemanusiaan,
peradaban dan lingkungan, namun disisi lain juga tak jarang menimbulkan kemudharatan. Hal ini sangat
bergantung kepada moralitas ilmuwan dan pengguna ilmu tersebut.
Perlu landasan moral yang kokoh untuk mempergunakan ilmu secara konstruktif supaya
keberadaannya mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, peradaban dan lingkungan. Sebaik-baiknya
moralitas adalah yang berumber dari kebenaran absolut (agama) yang diturunkan Tuhan melalui wahyu.
Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk
mendatangkan kerusakan (kemudharatan). Dalam persoalan yang menyangkut kemanusiaan, ilmuwan
yang memiliki moralitas akan bersuara dan berpihak sekiranya kemanusiaan memerlukan mereka. Sejarah
telah mencatat bahwa para ilmuwan bangkit dan bersikap terhadap politik pemerintahnya yang menurut
anggapan mereka melanggar asas-asas kemanusiaan.
Ilmu pada prinsipnya mengabdi untuk kemanusiaan dengan menyumbangkan penemuan-
penemuan yang didapatkan lewat kegiatan ilmiah mulai dari ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ilmu
tidak diperuntukkan bagi suatu golongan tertentu namun bagi kemanusiaan dan bersifat universal.
Ilmu bisa menjadi berkah dan bisa juga menjadi musibah tergantung bagaimana manusia
menemukan dan memanfaatkannya. Bila ilmu tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, maka
keberadaannya tidak akan membawa berkah kepada kemanusiaan sebagaimana yang diharapkan dan
bahkan bisa menjadi musibah.
Keberadaan moralitas yang bersumber dari budaya dan agama menjadi jalan “lurus” bagi manusia
dalam proses menemukan, mengembangkan dan menggunakan ilmu tersebut agar bernilai positif bagi
kemanusiaan, peradaban dan lingkungan.

REFERENSI
Jujun S. Suriasumantri, 2010, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Sinar Harapan).
Khairul Rahman, 2022, Bahan Kuliah Moralitas dan Etika (Pekanbaru: UIR).
Rahyunir Rauf, 2022, Bahan Kuliah Metodologi Ilmu Pemerintahan (Pekanbaru: UIR)

Anda mungkin juga menyukai