Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan
ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara cepat dan
mudah. Dan merupakan kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa peradaban
manusia sangat berhutang pada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia
seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah
kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa
merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan,
komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk
membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan
penyelamat manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu
pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya,
pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun
kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan
malapetaka bagi umat manusia itu sendiri. Disinilah ilmu harus di letakkan
proporsional dan memihak pada nilai- nilai kebaikan dan kemanusian. Sebab, jika
ilmu tidak berpihak pada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan
malapetaka.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan
diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi
yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari si
ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan
pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika
keilmuan serta masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggung jawab seorang
ilmuwan haruslah “dipupuk” dan berada pada tempat yang tepat, tanggung jawab
akademis, dan tanggung jawab moral.

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Aksiologi?
2. Bagaimana Konsep Nilai Dalam Aksiologi?
3. Apa Landasan Aksiologi?
4. Komponen Aksiologi?
5. Aksiologi Menurut Filsafat Ilmu?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Aksiologi.
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Konsep Nilai Dalam Aksiologi.
3. Untuk Mengetahui Apa Landasan Aksiologi.
4. Untuk Mengetahui Komponen Aksiologi.
5. Untuk Mengetahui Aksiologi Menurut Filsafat Ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Aksiologi
Menurut Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah pertama kegunaan ilmu
pengetahuan bagi kehidupan manusia, kedua kajian tentang nilai khususnya etika.
Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, dalampengertian yang lebih sempit
seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas
mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
Nilai sebagai kata bendakonkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau
nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti
nilainya atau nilai dia. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi
menilai,memberi nilai atau dinilai.
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu : axios yang
berarti nilai dan logos yang berarti ilmu. Menurut John Sinclair, dalam lingkup
kajian filsafat, nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistemseperti politik,sosial
dan agama. Sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatuyang berharga, yang
diidamkan oleh setiap insan.
Beberapa definisi tentang aksiologi menurut para ahli :
1. Menurut Suriasumantri, aksiologi adalah teori nilai yang berkaitandengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
2. Menurut Wibisono, aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukurkebenaran,
etika dan moral sebagai dasar normatif penelitian danpenggalian, serta
penerapan ilmu.
3. Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology yaitu suatu teoridasar
tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology yaitu
suatu teori mengenai tindakan baik secara moral.
4. Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua halutama,
yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilaidan penilaian
yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat
tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah
dan jelek.

3
4

5. Kattsoff mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki


hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan
utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki
manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori
tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan estetika.
Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif. dalam pemberian
makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam
kehidupan, yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan
simbolik atau pun fisik material. Lebih dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan oleh
aksiologi ini sebagai suatu conditio sine quanon yang wajib dipatuhi dalam
kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan
ilmu. Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai.
B. Konsep Nilai Dalam Aksiologi
Dalam pembahasan aksiologi, nilai menjadi fokus utama. Nilai dipahami
sebagai pandangan, cita-cita, adat, kebiasaan, dan lain-lain yang menimbulkan
tanggapan emosional pada seseorang atau masyarakat tertentu. Dalam filsafat,
nilai akan berkaitan dengan logika, etika, estetika.Logika akan menjawab tentang
persoalan nilai kebenaran sehingga dengan logika akan diperoleh sebuah
keruntutan. Etika akan berbicara mengenai nilai kebenaran, yaitu antara yang
pantas dan tidak pantas, antara yang baik dan tidak baik. Adapun estetika akan
mengupas tentang nilai keindahan atau kejelekan. Estetika biasanya erat berkaitan
dengan karya seni.
Sebuah nilai bisa juga bersifat subjektif dan objektif akan sangat bergantung
pada perasaan dan intelektualitas yang hasilnya akan mengarah pada perasaan
suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.Nilai akan subjektif bila subjek
sangat berperan dalam segala hal. Sementara nilai objektif, jika ia tidak
bergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Seorang ilmuwan
diharapkan tidak mempunyai kecenderungan memiliki nilai subjektif, tetapi lebih
pada nilai objektif’sebab nilai ini tidak dapat dipertanggung jawabkan secara
5

sosial. Nilai initidak semata-mata bergantung pada pendapat individu, tetapi lebih
pada objektivitas fakta.
Peradaban manusia berkembang sejalan dengan perkembangan sainsdan
teknologi. Oleh karena itu, tidak bisa dipungkiri peradaban manusia berhutang
budi pada sains dan teknologi. Berkat sains dan teknologi pemenuhan kebutuhan
manusia bisa dilakukan dengan lebih cepat danmudah. Perkembangan ini baik di
bidang kesehatan, transportasi,pemukiman, pendidikan, dan komunikasi telah
mempermudah kehidupan manusia. Sejak awal ilmu sudah dikaitkan dengan
tujuan perang. Selainitu, ilmu juga sering dikaitkan dengan faktor kemanusiaan, di
mana bukanlagi teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan dan
kebutuhan manusia, namun sebaliknya manusialah yang akhirnya harus
menyesuaikan diri dengan teknologi.
Menghadapi kenyataan ini, ilmu yang pada hakikatnya mempelajari alam
sebagaimana adanya, mulai mempertanyakan hal yang bersifat seharusnya, untuk
apa sebenarnya ilmu itu harus digunakan? Di mana batasnya? Ke arah mana ilmu
akan berkembang? Kemudian bagaimana dengan nilai dalam ilmu pengetahuan.
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan berbagai
bentuk kemudahan bagi manusia. Namun apakah hal itu selalu demikian? Bahwa
ilmu pengetahuan dan teknologinya merupakan berkah dan penyelamat bagi
manusia,terbebas dari kutuk yang membawa malapetaka dan kesengsaraan?
Memang mempelajari teknologi seperti bom atom, manusia bisa memanfaatkan
wujudnya sebagai sumber energi bagi keselamatan umat manusia, tetapi dipihak
lain hal ini bisa juga berakibat sebaliknya, yakni membawa manusia pada
penciptaan bom atom yang menimbulkan malapetaka.
Menghadapi hal yang demikian, ilmu pengetahuan yang padaesensinya
mempelajari alam sebagaimana adanya, mulai dipertanyakan untuk apa
sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan? Dihadapkan dengan masalah moral
dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak ini, para
ilmuwan terbagi kedalam golongan pendapat yaitu golongan pertama yang
menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara
ontologis maupun aksiologi. Sebaliknya,golongan kedua bahwa netralisasi
6

terhadap nilai-nilai hanyalah terbataspada metafisis keilmuwan sedangkan dalam


penggunaanya ilmu berlandaskan pada moral. Golongan kedua mendasarkan
pendapatnya pada beberapa hal yakni Ilmu secara faktual telah dipergunakan
secaradestruktif oleh manusia yang telah dibuktikan dengan adanya dua perang
dunia yang mempergunakan teknologi-teknologi keilmuwan.
Ilmu telah berkembang pesat dan makin eksetoris sehingga ilmuwan telah
mengetahui apa yang mungkin terjadi apabila adanya penyalahgunaan. Ilmu dapat
mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus
revolusi genetika dan teknik perubahan sosial. Berkenaan dengan nilai guna ilmu,
tak dapat dibantah lagi bahwa ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat
manusia. Dengan ilmu seseorang dapat mengubah wajah dunia. Berkaitan dengan
hal ini,menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun S. Suriasumatri
yaitu bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan” apakah kekuasaan itu merupakan
berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Kalaupunt erjadi malapetaka
yang disebabkan oleh ilmu, kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan
kesalahan ilmu karena ilmu itu sendiri merupakanalat bagi manusia untuk
mencapai kebahagiaan hidupnya. Lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak
mengenal baik ataupun buruk melainkan bergantung pada pemilik dalam
menggunakannya.
C. Landasan Aksiologi
Dalam aksiologis dibicarakan tentang kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia dan juga nilai-nilai yang harus dilembagakan pada setiap
dominannya. Aksiologi pada dasarnya bersifat ide dan karenaitu ia abstrak dan
tidak dapat disentuh oleh panca indra. Yang dapat ditangkap dari aspek aksiologis
adalah materi atau tingkah laku yang mengandung nilai. Karena itu nilai bukan
soal benar atau salah karena ia tidak dapat diuji. Ukurannya sangat subjektif dan
objek, kajiannya adalah soal apakah suatu nilai dikehendaki atau tidak. Berbeda
dengan fakta yang juga abstrak namun dapat diuji dan argumentasi rasional dapat
memaksa orang untuk menerima kebenarannya. Pengukuran benar dan salah
darisuatu fakta dapat dilakukan secara objektif dan empiris.
7

Landasan aksiologis ilmu berkaitan dengan dampak ilmu bagi umatmanusia.


Persoalan utama yang mengedepan di sini adalah: “Apa manfaat (untuk apa) ilmu
bagi manusia?”. Dalam konteks ini, dapat ditambahkan pertanyaan: “Sejauh mana
pengetahuan ilmiah dapat digunakan?”. Dalam hal ini, persoalannya bukan lagi
kebenaran, melainkan kebaikan. Secaraepistemologis, persoalan ini berada di luar
batas pengetahuan sains.Menurut Bertens, pertanyaan ini menyangkut etika:
“Apakah yang bisadilakukan berkat perkembangan ilmu pengetahuan, pada
kenyataannya boleh dipraktikkan juga?”. Pertanyaan aksiologis ini bukan
merupakan pertanyaan yang dijawab oleh ilmu itu sendiri, melainkan harus dijawa
boleh manusia di balik ilmu itu. Jawabannya adalah bahwa pengetahuan ilmiah
harus dibatasi penggunaannya, yakni sejauh ditentukan oleh kesadaran moral
manusia. Namun, jadi, sejauh mana hak kebebasan untuk meneliti? Hal ini
merupakan permasalahan yang pelik.
Pedoman untuk menguji nilai dipengaruhi oleh psikologi maupunteori
logika. Para hedonis menemukan pedoman mengenai jumlah atau besarnya
kenikmatan yang dirasakan seseorang atau masyarakat sebagai barometer dari
sistem nilai. Kaum Idealis menjadikan sistem objektif mengenai norma-norma
rasional atau yang paling ideal sebagai kriteria. Dari berbagai corak aliran ini
maka hubungan antara nilai dan fakta dapatdiselidiki melalui tiga hal. Pertama,
aliran naturalis potsitivisme yangmenyatakan tidak ada kaitan antara pengalaman
manusia dengan sistem nilai. Kedua, objektifisme logis yang menyatakan bahwa
nilai merupakanesensi logis dan substantif yang tidak ada kaitannya dengan status
atau tindakan eksistensi dalam realitas. Ketiga, aliran objektif metafisis
yangmenyatakan nilai adalah norma ideal yang mengandung unsur
integralobjektif dan aktif dari kenyataan metafisik.
Dengan demikian dalam filsafat aksiologis pembicaraan utama terkait erat
dengan kaitan ilmu dan moral. Hal ini telah lama menjadi bahan pembahasan para
pemikir antara lain Merton, Popper, Russel, danpemikira lainnya. Pertanyaan
umum yang sering muncul berkenaan dengan hal tersebut adalah : apakah itu
bebas dari sistem nilai ? Ataukah sebaliknya, apakah itu terikat pada sistem nilai?
Ternyata pertanyaan tersebut tidak mendapatkan jawaban yang sama dari para
8

ilmuwan. Ada dua kelompok ilmuwan yang masing-masing punya pendirian


terhadap masalah tersebut. Kelompok pertama menghendai ilmu harus bersifat
netral terhadap sistem nilai. Menurut mereka tugas ilmuwan adalah menemukan
pengetahuan ilmiah. Ilmu ini selanjutnya dipergunakan untuk apa, terserah pada
yang menggunakannya, ilmuwan tidak ikut campur. Kelompok kedua sebaliknya
berpendapat bahwa netralitas ilmu hanya terbatas pada metafisik keilmuwan,
sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan objek penelitian, maka
kegiatan keilmuwan harus berlandaskan azas-azas moral.
Hubungan antara ilmu dengan moral oleh Jujun S. dikaji secara hati-hati
dengan mempertimbangkan tiga dimensi filosofis ilmu. Pandangan Jujun S
mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendapatkan pengertian yang benar mengenai kaitan antara ilmu dan
moral maka pembahasan masalah ini harus didekati dari segi-segi yang lebih
terperinci yaitu segi ontologi, epistemologi, danaksiologi.
2. Menafsirkan hakikat ilmu dan moral sebaiknya memperhitungkanfaktor
sejarah, baik sejarah perkembangan ilmu itu sendiri, maupunpenggunaan ilmu
dalam lingkup perjalanan sejarah kemanusiaan.
3. Secara ontologis dalam pemilihan wujud yang akan dijadikan
objekpenelaahannya (objek ontologis/objek formal) ilmu dibimbing olehkaidah
moral yang berazaskan tidak mengubah kodrat manusia, tidakmerendahkan
martabat manusia, dan tidak mencampuri masalah kehidupan.
4. Secara epistemologis, upaya ilmiah tercermin dalam metoda keilmuwanyang
berporoskan proses logiko-hipotetiko-verifikatif dengan kaidah moral yang
berazaskan menemukan kebenaran, yang dilakukan dengan penuh kejujuran,
tanpa kepentingan langsung tertentu dan berdasarkan kekuatan argumentasi an
sich
5. Secara aksiologis ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan
manusia dengan jalan meningkatkan taraf hidupnya dan dengan
memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia,
dankeseimbangan/kelestarian alam. Upaya ilmiah ini dilakukan dengan
penggunaan dan pemanfaatan pengetahuan ilmiah secara komunaluniversal.
9

Ternyata keterkaitan ilmu dengan sistem nilai khususnya moral tidakcukup


bila hanya dibahas dari tinjauan aksiologi semata. Tinjauan ontologis dan
epistemologi diperlukan juga karena azas moral juga mewarnai perilaku ilmuwan
dalam pemilihan objek telaah ilmu maupun dalam menemukan kebenaran ilmiah.
Dari awal perkembangan ilmu selalu dikaitkan dengan masalahmoral. Copernicus
(1473-1543) yang menyatakan bumi berputar mengelilingi matahari, yang
kemudian diperkuat oleh Galileo (1564- 1642) yang menyatakan bumi bukan
merupakan pusat tata surya yang akhirnya harus berakhir di pengadilan inkuisisi.
Kondisi ini selama 2 abad mempengaruhi proses perkembangan berpikir di Eropa.
Moral reasioning adalah proses dengan mana tingkah laku manusia, institusi atau
kebijakan dinilai apakah sesuai atau menyalahi standar moral. Kriterianya: Logis,
bukti nyata yang digunakan untuk mendukung penilaian haruslah tepat,konsisten
dengan lainnya.
Moralitas sebagai persoalan penting dalam aksiologi sering juga dipahami
sebagai etika. Dalam bahasa Inggris etika disebut ethic (singular) yang berarti a
system of moral principles or rules of behavior atau suatu sistem,prinsip moral,
aturan atau cara berperilaku. Akan tetapi, terkadang ethics (dengan tambahan
huruf s) dapat berarti singular. Jika ini yang dimaksud maka ethics berarti the
branch of philosophy that deals with moral principles, suatu cabang filsafat yang
memberikan batasan prinsip-prinsip moral. Jika ethics dengan maksud plural
(jamak) berarti moral principles that govern or influence a person’s behavi
or,prinsip-prinsip moral yang dipengaruhi oleh perilaku pribadi.
Dalam bahasa Yunani Kuno, etika berarti ethos, yang apabila dalam bentuk
tunggal mempunyai arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput,kandang, adat,
akhlak, watak perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya
adalah adat kebiasaan. Jadi, jika kita membatasi diripada asal-usul kata ini, maka
“etika” berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan. Arti inilah yang menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah
“etika” yang oleh Aristoteles (384-322SM.) sudah dipakai untuk menunjukkan
filsafat moral. Etika secara lebihdetail merupakan ilmu yang membahas tentang
moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas.
10

D. Komponen Aksiologi
1. Etika
Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu
mempertanggung jawabkan apa yang ia lakukan. Di dalam etika, nilai kebaikan
dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah
tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab
terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap Tuhan sebagai sang
pencipta. Dalam perkembangan sejarahetika, ada 4 teori etika sebagai sistem
filsafat moral yaitu hedonisme,eudemonisme, utiliterisme dan pragmatisme.
Hedonisme adalah suatu pandangan yang menganggap bahwa sesuatu yang
baik jika mengandung kenikmatan bagi manusia. Eudemonisme menegaskan
setiap kegiatan manusia mengejar tujuan.
Adapun tujuan dari eudemonisme itu sendiri adalah kebahagiaan.
Selanjutnya, utilitarisme yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah
memajukan kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-
perintah Ilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya,
pragmatisme adalah suatu pemikiran yang menganggap bahwa sesuatu yang
baik adalah yang berguna secara praktis dalam kehidupan. Ukuran kebenaran
suatu teori adalah kegunaan praktis teoriitu, bukan dilihat secara teoretis. Etika
berada dalam setiap faktor kehidupan manusia, meski tidakselalu dinyatakan
secara tertulis, dalam berkomunikasi pun adaetikanya. Namun, mengkaji
masalah etika komunikasi termasuk kajianyang masih teramat luas. Hal ini
disebabkan karena komunikasi terdiri bebagai konteks komunikasi yang
menjadi bagiannya, misalnya,komunikasi antar personal, komunikasi antar
budaya, periklanan,humas, jurnalistik, pers, dan sebagainya. Masing-masing
mempunyai etika masing-masing yang satu dengan lainnya tidak akan sama
karena objek kajiannya berbeda.
Andersen mengatakan bahwa etika adalah sebuah situasi yang
mempelajari nilai dan landasan bagi penerapannya. Hal ini pantas atautidak
11

pantas, baik atau buruk. Sebuah etika tidak akan lagi mempersoalkan kondisi
manusia tetapi sudah pada bagaimanaseharusnya manusia bertidak namun
kemudian kita tidak dapat mengatakan bahwa sebuah etika akan menyelesaikan
persoalan praktis.Sebuah etika tidak mengatakan pada seseorang apa yang
harus dilakukannya pada situasi tertentu. Teori etika akan membantu manusia
untuk memutuskan apa yang harus ia lakukan. Sehingga dapat dikatakan
bahwa fungsi praktis etika adalah memberikan pertimbangan dalam perilaku.
Tidak akan dapat dikatakan bahwa etika adalah sesuatu yang benardan
tidak benar, tetapi etika lebih memandang pada pertimbangan yang relevan
untuk suatu alasan berkaitan dengan tindakan yang akan diambil oleh
seseorang. Bukan berarti bila seseorang berperilaku tidak pantas itu adalah
salah dan berperilaku pantas itu benar, tetapi sejauh mana alasan dari
berperilaku tersebut. Sebagai contoh, dalam ilmu komunikasi, perkataan etis
dan tidak etis sering sekali kita jumpai dalam peristiwa sehari-hari.
Pengungkapan ini akan sangat dekat dengan makna pantas atau tidak pantas
sehingga ukurannya adalah norma. Namun demikian, suatu etika bersifat relatif
atau tidak mutlak, yang berarti bahwa dalam waktu yang berbeda dan tempat
yang berbeda untuk satu etika dengan subjek sama, tidak akan mungkin sama
persis. Kita contohkan ketika kita melihat budaya kumpul kebo pada budaya
barat, dengan budaya timur. Di budaya barat, kumpul kebo dipandang sesuatu
yang etis dan wajar-wajar saja, tetapi dalam budaya timur seperti Indonesia,
kumpul kebo dianggap sebagai sesuatu yang tidak etis atau belum etis.
Demikian juga dengan ungkapan “dancuk” bagi masyarakat Madura adalah
suatu ungkapan etis, tetapi bagi masyarakat di luar itu belum tentu etis.
2. Estetika
Estetika akan dikaitkan dengan seni karena estetika lahir daripenilaian
manusia tentang keindahan. Kattsof mengatakan bahwaestetika akan
menyangkut perasaan, dan perasaan ini adalah perasaan indah. Nilai keindahan
tidak semata-mata pada bentuk atau kualitas objeknya, tetapi juga isi atau
makna yang dikandungnya. Dengan demikian sebuah estetika akan ditemukan
dalam sisi lahirnya maupun batinnya, bukan hanya sepihak. Sebagai ilustrasi
12

bahwa wanita cantik belum tentu indah, karena cantik disini belum tentu
menimbulkan kesenangan pada perasaan orang lain. Ilustrasi lain, misalnya
kita bangun pagi, matahari memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara
umum kita merasakan kenikmatan. Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri
tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan perasaan nikmat.
Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadimenjadi sifat
objek itu, artinya memandang keindahan sebagai sifatobjek yang kita serap,
padahal sebenarnya tetap merupakan perasaan. Contoh yang lain dalam hal
komunikasi. Komunikasi juga dapat dilihatdari sisi estetikanya. Warner J
Saverin dan James Tankard Jr mengatakan bahwa komunikasi massa adalah
sebagian keterampilan,sebagai seni, dan sebagai ilmu. Komunikasi massa
adalah keterampilan yang meliputi teknik-teknik tertentu yang secara
fundamental dapat dipelajari, seperti memfokuskan kamera televisi,
mengoperasikan perekam pita, dan mencatat ketika wawancara. Komunikasi
massaadalah seni dalam artian tantangan-tantangan kreatif seperti menulis
naskah untuk acara dokumenter televisi, mengembangkan tata letakyang
menyenangkan dan memikat untuk iklan majalah, serta menampilkan teras
berita yang menarik dan mengena untuk kisah berita. Ia adalah ilmu yang
mencakup asas-asas yang dapat diuji dalam membuat karya komunikasi yang
dapat dipergunakan untuk mencapai.
E. Aksiologi Menurut Filsafat Ilmu
1. Secara Etimologi (Bahasa)

2. Aksiologi yang
merupakan bagian dari
filsafat ilmu yang asal
kata berasal
13

3. dari bahasa Yunani,


terdiri dari dua suku
kata – axios dan logos –
yaitu nilai dan ilmu
4. (intisari dari
berbagai sumber
buku-buku Filsafat
Ilmu). Jadi aksiologi
pengertian
5. sederhananya ilmu
yang mempelajari
nilai atau ilmu nilai.
Dalam Kamus Besar
14

6. Bahasa Indonesia
online, aksiologi
berarti
7. Aksiologi yang
merupakan bagian dari
filsafat ilmu yang asal
kata berasal
8. dari bahasa Yunani,
terdiri dari dua suku
kata – axios dan logos –
yaitu nilai dan ilmu
9. (intisari dari
berbagai sumber
buku-buku Filsafat
15

Ilmu). Jadi aksiologi


pengertian
10. sederhananya ilmu
yang mempelajari
nilai atau ilmu nilai.
Dalam Kamus Besar
11. Bahasa Indonesia
online, aksiologi
berarti
12. Aksiologi yang
merupakan bagian dari
filsafat ilmu yang asal
kata berasal
13. dari bahasa Yunani,
terdiri dari dua suku
16

kata – axios dan logos –


yaitu nilai dan ilmu
14. (intisari dari
berbagai sumber
buku-buku Filsafat
Ilmu). Jadi aksiologi
pengertian
15. sederhananya ilmu
yang mempelajari
nilai atau ilmu nilai.
Dalam Kamus Besar
16. Bahasa Indonesia
online, aksiologi
berarti
17

17. Aksiologi yang


merupakan bagian dari
filsafat ilmu yang asal
kata berasal
18. dari bahasa Yunani,
terdiri dari dua suku
kata – axios dan logos –
yaitu nilai dan ilmu
19. (intisari dari
berbagai sumber
buku-buku Filsafat
Ilmu). Jadi aksiologi
pengertian
20. sederhananya ilmu
yang mempelajari
18

nilai atau ilmu nilai.


Dalam Kamus Besar
21. Bahasa Indonesia
online, aksiologi
berarti
22. Aksiologi yang
merupakan bagian dari
filsafat ilmu yang asal
kata berasal
23. dari bahasa Yunani,
terdiri dari dua suku
kata – axios dan logos –
yaitu nilai dan ilmu
24. (intisari dari
berbagai sumber
19

buku-buku Filsafat
Ilmu). Jadi aksiologi
pengertian
25. sederhananya ilmu
yang mempelajari
nilai atau ilmu nilai.
Dalam Kamus Besar
26. Bahasa Indonesia
online, aksiologi
berarti :
Aksiologi yang merupakan bagian dari filsafat ilmu yang asal kata
berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari dua suku kata – axios dan logos – yaitu
nilai dan ilmu(intisari dari berbagai sumber buku-buku Filsafat Ilmu). Jadi
aksiologi pengertian sederhananya ilmu yang mempelajari nilai atau ilmu nilai.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online, aksiologi berarti :
a. Kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia.
b. Kajian tentang nilai, khususnya etika (Website Kamus Besar Bahasa
Indonesia). Persamaan dari aksiologi, identik dengan aksioma yang
mengandung arti pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa
pembuktian.
20

2. Secara Terminologi (Istilah)


Banyak pakar filsafat terutama dibidang filsafat ilmu,yang mengkaji dan
memberikan arti tentang aksiologi, diantaranya :
a. Dalam makalah atas nama Suriyanti Nasution blog, menyajikan aksiologi
menurut Bramel,Kattsoff, dan Barneld ketiganya pakar filsafat ilmu dari
luar(Barat). Pandangan Kattsoff dan Barneld, bahwa aksiologi adalah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki tentang hakikat nilai yang umumnya ditinjau
darisudut pandang kefilsafatan, dengan kata lain aksiologi adalah cabang
filsafat yang menyelidiki tentang nilai-nilai, menjelaskan berdasarkan
kriteria atau prinsip tertentu yang dianggap baik di dalam tingkah laku
manusia. Sedangkan Bramel membagi tiga bagian tentang aksiologi :
1) Moral Conduct yaitut indakan moral,bidang ini melahirkan disiplin
khusus yaitu etika
2) EsteticExpression yaitu ekpresi keindahan, bidak ini melahirkan
estetika; dan
3) Sosio-Polical life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan
filsafat sosial politik
b. Menurut pakar dari dalam negeri, yang mengkaji arti aksiologi. Menurut
Jujun SSuriasumantri, aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh, MenurutSurajiyo, aksiologi
adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral
sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
Dari data yang telah dipaparkan tentang pengertian aksiologi, menurut
penulis, aksiologi adalah bagian (cabang) dari filsafat ilmu yang mempelajari
tentang nilai suatu ilmu atau berbagai ilmu (etika, estetika ataupun ilmu lain)
tanpa atau dengan mencari kebenaran ilmu tersebut dari segi berguna atau tidak
suatu ilmu bagi penelitian.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam
pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimanadijumpai dalam
kehidupan, yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan
simbolik atau pun fisik material. Lebih dari itunilai-nilai juga ditunjukkan oleh
aksiologi ini sebagai suatu conditio sine quanon yang wajib dipatuhi dalam
kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan
ilmu. Jadi, aksiologi adalah teoritentang nilai.
Dalam filsafat, nilai akan berkaitan dengan logika, etika, estetika,.Logika
akan menjawab tentang persoalan nilai kebenaran sehingga denganl ogika akan
diperoleh sebuah keruntutan. Etika akan berbicara mengenainilai kebenaran, yaitu
antara yang pantas dan tidak pantas, antara yang baik dan tidak baik. Adapun
estetika akan mengupas tentang nilai keindahan atau kejelekan. Estetika biasanya
erat berkaitan dengan karyaseni.
Adapun yang menjadi simpulan dari Aksiologi dalam Filsafat Ilmu sebagai
berikut :
1. Aksiologi berarti bagian (cabang) dari filsafat ilmu yang mempelajari tentang
nilai suatu ilmu atau berbagai ilmu (etika, estetika ataupun ilmu lain) tanpa
atau dengan mencari kebenaran ilmu tersebut dari segi berguna atau tidak suatu
ilmu bagi penelitian.
2. Identifikasi/objek dari aksiologi adalah ilmu dan nilai yang tercakup dalam
teori, fakta, dan teknologi (ilmu pengetahuan) dan nilai moral.
3. Ilmu, dan amal, serta tanggung jawab sosial ilmuan aksiologi dalam filsafat
ilmu bagi seorang ilmuan, khususnya dalam ilmuan aksiologi tergantung dari
tanggung jawab dirinya, masyarakat (sosial),lingkungan, mau diapakan
ilmunya“kebaikan atau keburukan”,dan akhirnya akan mempertanggung
jawabkan kepada Tuhan.

21
22

B. Saran
Demikian pembahasan makalah ini mengenai“Aksiologi”. Penulis
menyadari dalam penyesunan makalah masih ada kesalahan dalam penulisan.
Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan untuk menyempurkan
makalah ini. Dan selanjutnya, Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
untuk para pembaca. Sumber yang didapat pun sangat minim, namun penulis bisa
memberi saran bahwa pembelajaran tentang Filsafat ilmu bisa diterapkan oleh
semua kalangan yang ingin mengetahui tentang-tentang karya ilmiah serta dapat
langsung dipelajari dalam pembuatan karya ilmiah seperti skripsi, tesis, maupun
disertasi.

Anda mungkin juga menyukai