Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan
ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara cepat dan
mudah. Dan merupakan kenyataan yang tak dapat dimungkiri bahwa peradaban
manusia sangat berhutang pada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia
seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah
kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa
merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan,
komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk
membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan
penyelamat manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu
pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya,
pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun
kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan
malapetaka bagi umat manusia itu sendiri, seperti yang terjadi di Bali dan Jakarta
baru-baru ini. Disinilah ilmu harus di letakkan proporsional dan memihak pada
nilai- nilai kebaikan dan kemanusian. Sebab, jika ilmu tidak berpihak pada nilai-
nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian
akan diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah
teknologi yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak
terlepas dari si ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada
kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa
pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggung
jawab seorang ilmuwan haruslah “dipupuk” dan berada pada tempat yang tepat,
tanggung jawab akademis, dan tanggung jawab moral.
Pernyataan diatas berkaitan  dengan wewenang penjelajahan sains, kaitan
ilmu dengan moral, nilai yang menjadi acuan seorang ilmuan, dan tanggung jawab
sosial ilmuan telah menempatkan aksiologi ilmu pada posisi yang sangat penting.
Karena itu, salah satu aspek pembahasan integrasi keilmuan ialah aksiologi ilmu.

B. Rumusan Masalah
1. apa itu Aksiologi?
2. Bagaimana aksiologi sebagai pengetahuan mengenai teori nilai
kegunaan ilmu?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian aksiologi.
2. Untuk mengetahui aksiologi sebagai pengetahuan mengenai teori nilai
kegunaan ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aksiologi
Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan logos
artinya teori atau ilmu. Aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.1 Dalam
Encyclopedia of Philosophy (dalam Amsal: 164) dijelaskan aksiologi disamakan
dengan value and valuation :
1. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih
sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang
lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban,
kebenaran dan kesucian.
2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah
nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang
bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.
3. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi
nilai atau dinilai.
Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama
adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia
untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang
nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan estetika.
Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian
makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam
kehidupan, yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan
simbolik atau pun fisik material (Koento, 2003: 13).
Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi
aksiologi :

1
Kamus Bahasa Indonesia, 1995 hlm. 19.
a. Menurut Suriasumantri (1990:234) aksiologi adalah teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.
b. Menurut Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152) aksiologi adalah nilai-nilai
sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative
penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
c. Scheleer dan Langeveld (Wiramihardja, 2006: 155-157) memberikan
definisi tentang aksiologi sebagai berikut. Scheleer mengontraskan
aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan
tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori
mengenai tindakan baik secara moral.
d. Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal
utama, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan
penilaian yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah
bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia
dari sudut indah dan jelek.
e. Kattsoff (2004: 319) mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan
yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut
pandang kefilsafatan.
f. Menurut Bramel (dalam Amsal 2009: 163). Aksiologi terbagi tiga bagian :
1) Moral Conduct, yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan
disiplin khusus yaitu etika.
2) Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan
keindahan.
3) Socio-political life, yaitu kehidupan social politik, yang akan
melahirkan filsafat social politik.
B. Aksiologi Sebagai Nilai Kegunaan Ilmu

Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika
dimana makna etika memiliki dua arti yaitu merupakan suatu kumpulan
pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat
yang dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang lainnya.
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan
objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai.
Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang
melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat
individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif,
apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi
tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan
berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan
mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat
berhutang kepada ilmu dan teknologi, sains dan teknologi dikembangkan untuk
memudahkan hidup manusia agar lebih mudah dan nyaman. Peradaban manusia
berkembang sejalan dengan perkembangan sains dan teknologi karena itu kita
tidak bisa dipungkiri peradaban manusia berhutang budi pada sains dan teknologi.
Berkat sain dan teknologi pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan dengan
lebih cepat dan mudah. Perkembangan ini baik dibidang kesehatan, pengangkutan,
pemukiman, pendidikan dan komunikasi telah mempermudah kehidupan manusia.
Sejak dalam tahap- tahap pertama ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang,
disamping lain ilmu sering dikaitkan dengan faktor kemanusiaan, dimana bukan
lagi teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan dan kebutuhan
manusia, namun sebaliknya manusialah yang akhirnya yang harus menyesuaikan
diri dengan teknologi. Menghadapi kenyataan ini ilmu yang pada hakikatnya
mempelajari alam sebagai mana adanya mulai mempertanyakan hal yang bersifat
seharusnya, untuk apa sebenarnya ilmu itu harus digunakan? Dimana batasnya?
Kearah mana ilmu akan berkembang?
Kemudian bagaimana dengan nilai dalam ilmu pengetahuan. Perkembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan berbagai bentuk kemudahan bagi
manusia. Namun apakah hal itu selalu demikian? Bahwa ilmu pengetahuan dan
teknologinya merupakan berkah dan penyelamat baagi manusia, terbebas dari
kutuk yang membawa malapetaka dan kesengsaraan? Memang mempelajari
teknologi seperti bom atom, manusia bisa memanfaatkan wujudnya sebagai
sumber energi bagi keselamatan umat manusia, tetapi dipihak lain hal ini bisa juga
berakibat sebaliknya, yakni membawa mausia pada penciptaan bom atom yang
menimbulkan malapetaka. Menghadapi hal yang demikian, ilmu pengetahuan
yang pada esensinya mempelajari alam sebagaimana adanya, mulai dipertanyakan
untuk apa sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan?
Dihadapkan dengan masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi
yang bersifat merusak ini para ilmuan terbagi kedalam golongan pendapat yaitu
golongan pertama yang menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap
nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologi. Sebaliknya golongan kedua
bahwa netralisasi terhadap nilai- nilai hanyalah terbatas pada metavisis keilmuan
sedangkan dalam penggunaanya ilmu berlandaskan pada moral.golongan kedua
mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal yakni:
1. Ilmu secara factual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang
telah dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan
teknologi- teknologi keilmuan.
2. Ilmu telah berkembang pesat dan makin eksetoris sehingga ilmuan telah
mengetahui apa yang mungkin terjadi apabila adanya penyalahgunaan.
3. Ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki
seperti pada kasus revolusi genetika dan tehnik perubahan sosial.

Berkenaan dengan nilai guna ilmu, tak dapat dibantah lagi bahwa ilmu itu sangat
bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah
wajah dunia. Berkaitan dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang
dikutip oleh Jujun S. Suriasumatri yaitu bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan”
apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat
manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa
kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu
sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi
pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk
melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia,


kajian tentang nilai – nilai khususnya etika. Ilmu menghasilkan
teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi dalam
penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia,
tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Disinilah pemanfaatan
pengetahuan dan teknologi harus diperhatikan sebaik – baiknya.
Dalam filsafat penerapan teknologi meninjaunya dari segi aksiologi
keilmuan.Seorang ilmuwan mempunyai tanggungjawab agar produk
keilmuwan sampai dan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh
masyarakat.
2. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika
dan estetika dimana makna etika memiliki dua arti yaitu merupakan
suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan
manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan
perbuatan, tingkah laku, atau yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Admojo,Wihadi, et.al. 1998. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.


Amsal, Bakhtiar. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali pers.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia.Jakarta: Bumi
Aksara.
Suriasumantri, Jujun S.1990. Filsafat ilmu: Sebuah Pengantar Populer.Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Soetriono, & Hanafie,Rita.2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian.
Yogyakarta: Andi.

Website :

http://komunitasmahasiswa.info/tag/aksiologi-ilmu. Diakses Maret 2011


http://valensikautsar.blogspot.com//2009/03/sekilas-aksiologi-ilmu.hml. Diakses
Maret 2011.

Anda mungkin juga menyukai