Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH FILSAFAT SAINS

“ILMU DAN MORAL”

Disusun Oleh:
Siti Komaria F1071171003
Yulita Pensa F1071171009
Gusti Fawwaz Setyo F1071171010
Putri Musi Khatulisti F1071171016
Syarifah Ditha Aprillia F1071171021
Youva Kristi F1071171026
Privita Maulidya F1071171031
Nury Kamelia F1071171032

Dosen Pengampu:
Eko Sri Wahyuni, M.Pd

Program Studi Pendidikan Biologi


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tanjungpura
2018
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah filsafat sains
dengan judul ilmu dan moral. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Terlepas
dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan lapang dadakami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami ucapkan dan kami berharap semoga makalah filsafat sains dengan
judul ilmu dan moral ini dapat memberikan manfaat maupun pengetahuan terhadap pembaca.

Pontianak, April 2018

Penyusun
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Manusia dikenal sebagai makhluk akal dan pikiran, yang menjadikan
manusia lebihistimewa dibandingkan makhluk lainnya. Kemampuan berpikir atau daya
nalar manusiayang menyebabkannya mampu mengembangkan pengetahuan
berfilsafatnya. Manusia mampu mengetahui mana yang benar dan mana yang salah,
mana yang baik dan mana yang buruk, yang indah dan yang jelek. Kemampuan
menentukan pilihan ini menjadikan manusia selalu berupaya melakukan perubahan dari
masa ke masa.
Keceradasan yang dimiliki manusia semakin menjadikan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi begitu pesat, seiring banyaknya tuntutan keperluan hidup
manusia. Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) di satu sisi memang
berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Hal
terbukti berbagai sarana dan prasaran modern diberbagai bidang
industri, komunikasi, dan transportasi, yangterbukti sangat bermanfaat. Namun di sisi
lain, adanya timbul kekhawatiran yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan tersebut.
Hal ini terjadi karena tidak ada seorang pun atau lembaga yang memiliki otoritas
untuk menghambat terjadinya implikasi negatif dari perkembangan ilmu. Maka
tidak jarang Iptek berdampak negative karena merugikan dan membahayakan
kehidupan dan martabat manusia. Salah satunya, letusan bom atom telah menewaskan
ratusan ribu manusia di Hirosima dan Nagasaki pada tahun 1945.
Zubair (dalam Surajiyo, 2008:148) mengatakan bahwa tanggungjawab Iptek
menyangkut tanggungjawab terhadap hal-hal yang akan dan telah diakibatkan Iptek di
masa lalu, sekarang maupun apa akibatnya bagi masa depan berdasarkan keputusan
bebas manusia dalam kegiatannya. Namun menurut Van Melsen (dalam Surajiyo,
2008:149) perkembangan Iptek akan mengahmbat ataupun meningkatkan keberadaan
manusia, tergantung pada manusia itu sendiri, karena Iptek dilakukan oleh manusia dan
untuk kepentingan manusia dalam kebudayaannya.
Berdasarkan hal itu, ilmu harus diletakkan secara proporsional dan memihak
pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusian. Sebab, jika ilmu tidak berpihak pada nilai-
nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka. Oleh sebab itu, penulis perlu
untuk membahas tentang aksiologi ini. Hal ini karena manusia perlu berpegang pada
filsafat atau pengetahuan, salah satunya filsafat ilmu tentang aksiologi, yaitu tentang
kegunaan ilmu pengetahuan bagi manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu aksiologi?
2. Apa itu ilmu dan moral serta keterkaitannya?
3. Bagaimana mengenai tanggungjawab sosial ilmuwan?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami definisi dari aksiologi
2. Mengetahui dan memahami definisi dari ilmu dan moral serta keterkaitannya
3. Mengetahui dan memahami tanggungjawab sosial ilmuwan
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aksiologi
Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan logos
artinya teori atau ilmu. Sesuai dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan
manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Suriasumantri (1987:234) aksiologi
adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh. Sebaliknya Wibisono (dalam Surajiyo,2009), mengatakan bahwa aksiologi
adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar
normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
Namun, Encyclopedia of Philosophy (dalam Amsal:164) dijelaskan aksiologi
disamakan dengan value and valuation, yaitu sebagai berikut.
 Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, dalam pengertian yang lebih sempit
seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas
mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
 Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai
atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai,
seperti nilainya atau nilai dia.
 Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau
dinilai.
Berdasarkan definisi aksiologi itu, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan
utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki
manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori
tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan estetika. Aksiologi
ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap
kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan, yang menjelajahi
berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik material.
(Koento, 2003:13).
Oleh sebab itu, aksiologi adalah teori tentang nilai serta bagian dari filsafat yang
menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and
wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and and).

B. Pengertian Ilmu dan Moral serta Kaitannya


Kata ilmu dalam bahasa Arab “ilm” yang berarti memahami, mengerti, atau
mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti
memahami suatu pengetahuan (id.wikipedia.org). Istilah ilmu pengetahuan diambil dari
kata bahasa Inggris science, yang berasal dari bahasa Latin scientia dari bentuk
kata kerja scire yang berarti mempelajari dan mengetahui. The Liang Gie (1987)
memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari
penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris
mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis
yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti oleh manusia (Ihsan Fuad,
2010:108).
Ilmu sesuai dalam Kamus BesarBahasa Indonesia (KBBI) adalah pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang
dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu
di bidang pengetahuan) itu. Menurut Endrotomo (2004) ilmu adalah suatu aktivitas
tertentu yang menggunakan metode tertentu untuk menghasilkan pengetahuan
tertentu. Sebaliknya, Suriasumantri (2007) mengatakanilmu sebagai sesuatu yang
paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan
manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan juga lebih mudah. Kenyataan yang tidak
bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Dengan kata
lain, ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan
hidupnya.
Selanjutnya, moral berasal dari kata Latin mos jamaknya mores yang berarti
adat atau cara hidup. Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam penilaian sehari-hari
ada sedikit perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang
dinilai.Sebaliknya etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada
(Surajiyo, 2009:147). Kata moral dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang
melahirkan etika. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang
kritis dalam melihat nilai (takaran, harga, angka kepandaian, kadar/mutu, sifat-sifat
yang penting atau berguna dan moral tersebut serta permasalahan yang timbul dalam
kaitan dengan nilai dan moral itu (Ihsan Fuad, 2010:271).
Pengertian moral sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu ajaran
tentang baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban; akhlak,
budi pekerti; susila. Prawironegoro Darsono (2010:247) mengatakan moral adalah
sistem nilai (sesuatu yang dijunjung tinggi) yang berupa ajaran (agama) dan paham
(ideologi)sebagai pedoman untuk bersikap dan bertindak baik yang diwariskan dari
generasi ke generasi berikutnya. Tujuan moral adalah mengarahkan sikap dan perilaku
manusia agar menjadi baik sesuai dengan ajaran dan paham yang dianutnya. Manfaat
moral adalah menjadi pedoman untuk bersikap dan bertindak atau berperilaku dalam
interaksi sosial yang dinilai baik atau buruk. Tanpa memiliki moral, seseorang akan
bertindak menyimpang dari norma dan nilai sosial dimana mereka hidup dan mencari
penghidupan. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa moral
merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait
dengan nilai-nilai baik dan buruk.
Ilmu dan moral itu saling mendukung, ibarat kata Albert Einstein (1879-1917),
bahwa ilmu tanpa bimbingan moral (agama) adalah buta, sebaliknya agama tanpa ilmu
adalah lumpuh. Menurut Suriasumantri (2007): “… ilmu sudah terkait dengan masalah
moral namun dalam perpektif yang berbeda”. Ilmu tidak hanya menjadikan berkah dan
penyelamat bagi manusia, tetapi bisa juga menjadi bencana bagi manusia. Misalnya
pembuatan bom yang pada awalnya memudahkan untuk kerja manusia, namun
kemudian digunakan untuk hal yang bersifat negative yang menimbulkan malapetaka
bagi umat manusia itu sendiri, seperti bom yang terjadi di Bali (Endrotomo, 2004). Oleh
sebab itu, ilmu harus diletakkan secara proporsional dan memihak kepada nilai-nilai
kebaikan dan kemanusiaan. Jika ilmu tidak berpihak kepada nilai-nilai kebaikan, maka
yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan
diterapkan pada masyarakat. Teknologi dapat diartikan sebagai penerapan konsep
ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah praktis baik yang berupa perangkat keras
(hardware) maupun perangkat lunak (software). Dalam tahap ini ilmu tidak hanya
menjelaskan gejala alam untuk tujuan pengertian dan pemahaman, namun lebih jauh
lagi memanipulasi factor-faktor yang terkait dalam gejala tersebut untuk mengontrol
dan mengarahkan proses yang terjadi. Disinilah masalah moral muncul kembali namun
dalam kaitannya dengan factor lain. Kalau dalam tahap kotemplasi masalah moral
berkaitan dengan metafisiska maka dalam tahap manipulasi ini maslalah moral
berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah. Atau secara Filsafati dalam
tahap penerapan konsep terdapat masalah moral ditinjau dari segi aksiologi keilmuwan.
Ilmu dan moral memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Seperti yang telah
diutarakan diatas bahwa ilmu bisa menjadi malapetaka kemanusiaan jika seseorang
memanfaatkannya tidak bermoral atau paling tidak mengindahkan nilai-nilai moral
yang ada. Tetapi, sebaliknya ilmu akan menjadi rahmat bagi kehidupan manusia jika
dimanfaatkan secara benar dan tepat serta mengindahkan aspek moral. Dengan
demikian kekuasaan ilmu ini mengharuskan seorang ilmuwan memiliki landasan moral
yang kuat. Tanpa landasan dan pemahaman terhadap nilai-nilai moral, seorang ilmuwan
bisa menjadi “monster” yang setiap saat bisa menerkam manusia, artinya bencana
kemanusian bisa setiap saat terjadi. Kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berilmu
itu jauh lebih jahat dan membahayakan dibandingkan dengan kejahatan orang yang
tidak berilmu.
Perkembangan ilmu, sejak pertumbuhannya diawali dan dikaitkan dengan
sebuah kebutuhan kondisi realitas saat itu. Pada saat terjadi peperangan atau ada
keinginan manusia untuk memerangi orang lain, maka ilmu berkembang, sehingga
penemuan ilmu bukan saja ditujukan untuk menguasai alam melainkan untuk tujuan
perang, memerangi semua manusia dan untuk menguasai mereka. Di pihak lain,
perkembangan dan kemajuan ilmu sering melupakan kedudukan atau faktor manusia.
Penemuan ilmu semestinya untuk kepentingan manusia, jadi ilmu yang menyesuaikan
dengan kedudukan manusia, namun keadaan justru sebaliknya yaitu manusialah yang
akhirnya harus menyesuaikan diri dengan ilmu (Jujun S. Suriasumantri dalam Ihsan
Fuad, 2010:273).
Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhan dimensi etis sebagai
pertimbangan dan mempunyai pengaruh terhadap proses perkembangan lebih lanjut
ilmu dan teknologi. Tanggungjawab etis adalah sesuatu yang menyangkut kegiatan
keilmuan maupun pengunaan ilmu, yang berarti dalam pengembangannya harus
memperhatikan kodrat dan martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem,
bersifat universal, bertanggung jawab pada kepentingan umum, dan kepentingan
generasi mendatang.
Tanggungjawab ilmu menyangkut hal-hal yang akan dan telah diakibatkan ilmu
dimasa lalu, sekarang maupun masa mendatang, berdasarkan keputusan bebas manusia
dfalam kegiatannya. Penemuan baru dalam ilmu terbukti ada yang dapat mengubah
sesuatu aturan nilai-nilai hidup baik alam maupun manusia. Hal ini tentu menuntut
tanggungjawab untuk selalu menjaga agar yang diwujudkan dalam perubahan tersebut
akan merupakan perubahan yang terbaik bagi perkembangan ilmu itu sendiri maupun
perkembangan eksistensi manusia secara utuh. Tanggungjawab moral tidak hanya
menyangkut upaya penerapan ilmu secara tepat dalam kehidupan manusia, melainkan
harus menyadari apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan untuk
memperkokoh kedudukan serta martabat manusia, baik dalam hubungannya secara
pribadi, dalam hubungan dengan lingkungannya maupun sebagai makhluk yang
bertanggung jawab terhadap khaliknya.
Perkembangan ilmu akan mempengaruhi nilai-nilai kehidupan manusia
tergantung dari manusianya sendiri, Karena ilmu dilakukan oleh manusia dan untuk
kepentingan manusia. Kemajuan di bidang ilmu memerlukan kedewasaan manusia
dalam arti yang sesungguhnya, karena tugas terpenting ilmu adalah menyediakan
bantuan agar manusia dapat bersungguh-sungguh mencapai pengertian tentang
martabat dirinya.

C. Tanggungjawab Sosial Ilmuwan


Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji
secara terbuka oleh lapisan masyarakat. Penciptaan ilmu bersifat individual namun
komunikasi dan penggunaan ilmu adalah bersifat sosial. Kreativitas individu yang
didukung oleh sistem komunikasi sosial yang bersifat terbuka menjadi proses
pengembangan ilmu yang berjalan secara efektif. Seorang ilmuwan mempunyai
tanggung jawab sosial, bukan saja karena dia adalah warga masyarakat yang
kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat namun yang lebih penting
adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup
bermasyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan tidak berhenti pada penelaahan dan
keilmuan secara individual namun juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuan
sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat (Suriasumantri Jujun S, 2000:237).
Ilmu akan menghasilkan teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat.
Teknologi dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia,
tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Disinilah pemanfaatan pengetahuan dan
teknologi diperhatikan sebaik-baiknya. Ilmuwan tidak berhenti pada penelahan dan
keilmuan secara individual namun ikut bertanggung jawab agar produk keilmuwan
sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat (Suriasumantri,2007).
Ilmu sebagai karya tertinggi mnusia (ilmuwan) adalah sesuatu yang terus dan
akan mengikuti pola dan model si pemilikrnya (ilmuwan), ilmu bisa saja menjadi
momok yang menakutkan bila disalahgunakan. Di sinilah keharusan bagi ilmuwn untuk
mampu mnilai mana yang baik dan mana yang buruk, yang pada hakikatnya
mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan yang kuat. Tanpa ini seorang
ilmuwan akan merupakan seorang hantu atau serigala yang menakutkan bagi manusia
lainnya. Seperti yang terjadi di Irak, Bali, Afganistan dan lain sebagainya. Oleh sebab
itu, ilmuwan memiliki tanggungjawab besar, bukan saja karena ia adalah warga
masyarakat, tetapi karena ia juga memiliki fungsi tertentu dalam suatu masyarakat.
Fungsinya sebagai ilmuwan, tidak hanya sebatas penelitian bidang keilmuan, tetapi
bertanggungjawab atas hasil penelitiannya agar dapat digunakan oleh masyarakat,
bertanggungjawab dalam mengawal hasil penelitiannyasupaya tidak disalahgunakan.
Etika keilmuan merupakan etika normative yang merumuskan prinsip-prrinsip
etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam
ikmu pengetahuan. Tujuan etika keilmuan adalah agar seorang ilmuwan dapat
menerapkan prinsip-prinsip moral, yaitu yang baik dan menghindarkan dari yang buruk
ke dalam perilaku keilmuannya, sehinggah dapat menjadi ilmuwan yang
mempertanggungjawabkan perilaku ilmiahnya. Etika normative menetapkan kaidah-
kaidah yang mendasari pemberian penilaian terhadap perbuatan-perbuatan apa yang
seharusnya dikerejakan dan apa yang seharusnya terjadi serta menetapkan apa yang
bertentantangan dengan yang seharusnya terjadi.
Etika keilmuan selalu mengacu kepada “elemen-elemen” kaidah moral, yaitu
hati nurani,kebebasan dan tanggungjawab, nilai dan norma yang bersifat utilitaristik
(kegunaan). Maka, bagi seorang ilmuwan, nilai dan norma moral yang dimilikinya akan
menjadin penentu,apakah ia sudah menjadi ilmuwan yang baik atau belum. Dengan
demikian, penerapan ilmu pengetahuan yang telah dihasilkan oleh para ilmuwan,
apakah itu berupa teknologi, maupun teori-teori emansipasi masyarakat dan sebagainya
itu, mestilah memperhatikan nilai-nilai kemanusian, nilai-nilai kemanusiaan, nilai
agama, nilai adat, dan sebaginya. Ini artinya, bahwa ilmu sudah tidak bebas nilai.
Karena ilmu sudah berada di tengah-tengah masyarakat luas dan masyarakat akan
mengujinya.
Proses ilmu pengetahuan menjadi teknologi yang dimanfaatkan
oleh masyarakat tidak terlepas dari ilmuwan. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada
kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa
pada persoalan etika keilmuwan serta masalah bebas nilai. Fungsi ilmuwan tidak
berhenti pada penelaahan dan keilmuwan secara individual namun juga ikut
bertanggung jawab agar produk keilmuwannya sampai dan dapat dimanfaatkan
masyarakat. Ilmuwan mempunyai kewajiban sosial untuk menyampaikan kepada
masyarakat dalam bahasa yang mudah dicerna. Tanggung jawab sosial seorang
ilmuwan adalah memberikan perspektif yang benar: untung dan rugi, baik dan
buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif dapat dimungkinkan. Maka, ilmu secara
moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau
mengubah hakikat kemanusian (Suriasumantri,2007).
Kemampuan pengetahuan yang dimiliki oleh seorang ilmuwan harus dapat
mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya mereka
sadari. Dalam hal ini, berbeda dengan menghadapi masyarakat, ilmuwan yang elitis dan
esoteric, dia harus berbicara dengan bahasa yang dapat dicerna oleh orang awam.
Ilmuwan bukan saja mengandalkan pengetahuannya dan daya analisisnya namun juga
integritas kepribadiannya. Seorang ilmuwan pada hakikatnya adalah manusia yang
biasa berpikir dengan teratur dan teliti. Seorang ilmuwan tidak menolak atau menerima
sesuatu secara begitu saja tanpa pemikiran yang cermat. Di sinilah kelebihan seorang
ilmuwan dibandingkan dengan cara berpikir orang-orang awam. Kelebihan seorang
ilmuwan dalam berpikir secara teratur dan cermat inilah yang menyebabkan dia
mempunyai tanggung jawab sosial. Dia mesti berbicara kepada masyarakat sekiranya
ia mengetahui bahwa berpikir mereka keliru, dan apa yang membikin mereka keliru,
dan yang lebih penting lagi harga apa yang harus dibayar untuk kekeliruan itu.
Di bidang etika tanggungjawab sosial seseorang ilmuwan bukan lagi memberi
informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil didepan bagaimana caranya
bersifat obyektif, terbuka, menerima kritikan, menerima pendapat orang lain, kukuh
dalam pendirian yang dianggap benar dan berani mengakui kesalahan. Semua sifat ini
berserta sifat-sifat lainnya, merupakan implikasi etis dari dari berbagai proses
penemuan ilmiah. Tugas seorang ilmuwan harus menjelaskan hasil penelitiannya
sejernih mungkin atas dasar rasionalitas dan metodologis yang tepat. Seorang ilmuwan
secara moral tidak akan membiarkan hasil penelitian atau penemuannya dipergunakan
untuk menindas bangsa lainnya meskipun yang mempergunakan adalah bangsanya
sendiri. Sejarah telah mencatat para ilmuwan bangkit dan juga bersikap terhadap politik
pemerintahnya yang menurut anggapan mereka melanggar asas-asas kemanusiaan.
Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai untuk
kemaslahatan manusia atau sebaliknya dapat pula disalagunakan. Untuk itulah
tanggung jawab ilmuwan haruslah “dipupuk” dan berada pada tempat yang tepat,
tanggung jawab akademis dan tanggung jawab moral. Maka, pendidikan moral sebagai
unsur yang terlupakan oleh para ilmuwan. Karena IPTEK (ilmu pengetahuan dan
teknologi) tanpa iman dan taqwa (IMTAQ) atau agama akan menghancurkan manusia,
sedangkan berbekal IMTAQ saja kita akan tertinggal jauh dari masyarakat modern.
Contoh: Dalam tanggungjawab sosialnya para ilmuwan seperti Andre Sakharove dari
Rusia elah melaksanakan tugas sosialnya dengan menyarankan kepada pemerintahnya
dalam proyek nuklir dan proyek-proyek lainnya yang membahayakan umat manusia.
Walaupun pada akhirnya dia harus mendekam dalam penjara dengan kerja paksa
(Suseno,1989). Namun, demi rakyat semua ia relakan.
Berkaitan dengan pertanyaan di atas, kaitan ilmu dengan moral, nilai yang
menjadi acuan seorang ilmuan, dan tanggungjawab sosial ilmuan telah menempatkan
aksiologi ilmu pada posisi yang sangat penting karena aksiologi salah satu aspek
pembahasan mendasar dalam integrasi keilmuan adalah aksiologi yang sebelumnya
telah dibahas.
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Endrotomo. 2004. Ilmu dan Teknologi, Information System. Surabaya: ITS.
Ihsan, Fuad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta.
Kurtines, William M. dan Gerwitz. 1993. Moralitas, Perilaku Moral, dan
Perkembangan Moral. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Prawironegoro, Darsono. 2010. Filsafat Ilmu Pendidikan. Jakarta: Nusantara
Consulting.
Sudarsono. 2008. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.
Suriasumantri, Jujun S. 2007. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Surajiyo. 2009. Fildsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Suseno, Franz Magnis. 1989. Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral.
Jakarta: Penerbit Kanisius.
Wibisono, Koento. 1997. Dasar-dasar Filsafat. Jakarta: Universitas Terbuka.
(http://id.wikipedia.org/wiki/ilmu). (diakses 25 Oktober 2015)

Anda mungkin juga menyukai