FILSAFAT ILMU
DiSusun Oleh :
Nama : Suci Arliani
NIM : 2022B1B078
Dan harapan kami semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan dan sumber ilmu
bagi para pembaca. Semoga untuk ke depannya kami dapat memperbaiki dan menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai
hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu,
yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Filsafat ilmu berusaha
untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti, apa dan bagaimana suatu konsep dan
pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana
ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi, cara
menentukan validitas dari sebuah informasi, formulasi dan penggunaan metode ilmiah,
macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan, serta
implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu
sendiri.
Filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu, epistemologi
atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh pengetahuan, ontologi
atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan
pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna pengetahuan.
Mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu
luas ruang lingkup dan pembahasannya.
Ketiga teori di atas sebenarnya sama-sama membahas tentang hakikat,hanya saja
berangkat dari hal yang berbeda dan tujuan yang beda pula.Epistemologi sebagai teori
pengetahuan membahas tentang bagaimana mendapat pengetahuan,bagaimana kita bisa tahu
dan dapat membedakan dengan yang lain.Ontologi membahas tentang apa objek yang kita
kaji,bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir.Sedangkan
aksiologi sebagai teori nilai membahas tentang pengetahuan kita akan pengetahuan di
atas,klasifikasi,tujuan dan perkembangannya.
1.2 Rumusan masalah
PEMBAHASAN
2.1 ONTOLOGI
A.Pengertian ontology
Sedangkan “logos” berarti pemikiran (Lorenz Bagus:2000). Jadi, ontologi adalah pemikiran
mengenai yang ada dan keberadaannya.
Menurut bahasa, ontologi ialah berasal dari bahasa Yunani yaitu, On atau Ontos= ada,
dan logos =ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut istilah, ontologi
adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik
yang berbentuk jasmani atau konkret maupun rohani atau abstrak.
Teori ontologi pertama diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1939 M.
untuk memahami teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam
perkembangannya Christian Wolff (1679-1954) membagi metafisika menjadi dua, yaitu
metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum yang dimaksudkan sebagai istilah
lain dari ontology.
Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan prinsip paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang
metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi.
Kosmologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang alam semesta. Psikologi
adalah cabang filsafat yang membahas tentang jiwa manusia. Teologi adalah cabang filsafat
yang membicarakan Tuhan.
B. Aliran-aliran Ontologi
1. Dualisme aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat
sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad, dan
spirit. Materi bukan muncul dari ruh, dan ruh bukan muncul dari benda. Sama-sama hakikat.
Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan
abadi
2. Pluralisme paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk
itu semuanya nyata.
3. Agnotisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan manusia mengetahui
hakikat benda baik materi ataupun ruhani.
Ontologi dalam bahasa inggris”ontology” berakar dari bahasa Yunani “on” berarti ada, dan “
ontos” berarti keberadaan.
2.2. AKSIOLOGI
A. Pengertian aksiologi
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu: axios yang berarti sesuai
atau wajar sedangkan logos berarti ilmu. Aksiologi disebut juga dengan teori nilai dan
membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri dan bagaimana manusia
menggunakan ilmu tersebut.
Objek kajian aksiologi adalah menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu karena ilmu
dalam kontek filsafat tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu, ilmu harus
disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat sehingga nilai kegunaan
ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan
bersama, bukan sebaliknya, justru menimbulkan bencana.
Secara historis, istilah yang lebih umum dipakai adalah etika (ethic) atau moral
(moral). Tetapi sekarang ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih sering dipakai dalam
dialog filosofis. Jadi aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Bagian
dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk, benar dan salah, serta tentang
cara dan tujuan.
B. Nilai dalam aksiologi
Dalam aksiologi, ada dua komponen mendasar yakni etika (moralitas) dan estetika
(keindahan).
Etika adalah cabang filsafat aksiologi yang membahas tentang
masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada perilaku, norma dan adat istiadat yang
berlaku pada komunitas tertentu. Etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan
larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah
agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan.
Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab
terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah etika, ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral
yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme, dan deontologi. Hedonisme adalah pandangan
moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan
kesenangan. Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia diorientasikan untuk
mengejar tujuan. Dan tujuan manusia itu sendiri adalah kebahagiaan. Utilitarisme yang
berpendapat bahwa tujuan hokum adalah memajukan kepentingan para warga negara dan
bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak
kodrati. Deontologi adalah pemikiran tentang moral dalam bentuk suatu kehendak manusia.
Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai
keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa di dalam diri segala sesuatu terdapat unsur-
unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang
menyeluruh.
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu: axios yang berarti sesuai
atau wajar sedangkan logos berarti ilmu. Aksiologi disebut juga dengan teori nilai dan
membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri dan bagaimana manusia
menggunakan ilmu tersebut.
Objek kajian aksiologi adalah menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu karena ilmu
dalam kontek filsafat tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu, ilmu harus
disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat sehingga nilai kegunaan
ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan
bersama, bukan sebaliknya, justru menimbulkan bencana.
Secara historis, istilah yang lebih umum dipakai adalah etika (ethic) atau moral
(moral). Tetapi sekarang ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih sering dipakai dalam
dialog filosofis. Jadi aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Bagian
dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk, benar dan salah, serta tentang
cara dan tujuan.
2.3 EPISTIMOLOGI
A. Pengertian epistimologi
B. Kebenaran Pengetahuan
Seseorang yang memperoleh pengetahuan melalui pengalaman indra akan berbeda
cara pembuktiannya dengan seseorang yang bertumpu pada akal atau rasio, intuisi, otoritas,
keyakinan dan wahyu. Beberapa teori yang menjelaskan tentang kebenaran adalah sebagai
berikut:
a. Teori Koresponden menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu adalah kesesuaian
antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta yang ada.
b. Teori Konsistensi menurut teori ini, kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan
dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-
putusan itu sendiri. Dengan kata lain bahwa kebenaran ditegaskan atas hubungan antara yang
baru itu dengan putusan lainnya yang telah kita ketahui dan kita akui benarnya terlebih
dahulu.
c. Teori Prakmatis maksud teori ini adalah bahwa benar tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau
teori semata-mata bergantung kepada aspek manfaat tidaknya ucapan, dalil, atau teori
tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya.
Berdasarkan tiga teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kebenaran adalah kesesuaian
arti dengan fakta yang ada dengan putusan-putusan lain yang telah diakui kebenarannya dan
tergantung kepada aspek manfaat tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia.
JELASKAN CABANG ILMU SOSIAL ANTROPOLOGI,PSIKOLOGI
(SOSIOLOGI,EKONOMI,ILMU POLITIK)
3.1 ANTROPOLOGI
Antropologi bertujuan untuk lebih memahami dan mengapresiasi manusia sebagai entitas
biologis homo sapiens dan makhluk sosial dalam kerangka kerja yang interdisipliner dan
komprehensif. Oleh karena itu, antropologi menggunakan teori evolusi biologi dalam
memberikan arti dan fakta sejarah dalam menjelaskan perjalanan umat manusia di bumi sejak
awal kemunculannya. Antropologi juga menggunakan kajian lintas-budaya dalam
menekankan dan menjelaskan perbedaan antara kelompok-kelompok manusia dalam
perspektif material budaya, perilaku sosial, bahasa, dan pandangan hidup.[2]
Dengan orientasinya yang holistik, antropologi dibagi menjadi empat cabang ilmu yang
saling berkaitan, yaitu: Antropologi Biologi, Antropologi Sosial Budaya, Arkeologi, dan
Linguistik. Keempat cabang tersebut memiliki kajian-kajian konsentrasi tersendiri dalam
kekhususan akademik dan penelitian ilmiah, dengan topik yang unik dan metode penelitian
yang berbeda-beda.[3]
Antropologi lahir atau berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa pada ciri-ciri fisik, adat
istiadat, dan budaya etnis-etnis lain yang berbeda dari masyarakat yang dikenal di Eropa.
Pada saat itu kajian antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan
masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal di suatu kawasan
geografis yang sama, memiliki ciri fisik dan bahasa yang digunakan serupa, serta cara hidup
yang sama. Namun demikian dalam perkembangannya, ilmu antropologi kemudian tidak lagi
hanya mempelajari kelompok manusia tunggal yang mendiami suatu wilayah geografis yang
sama. Kajian-kajian antropologi mengenai isu-isu migrasi misalnya kemudian melahirkan
penelitian-penelitian etnografis multi-situs. Hal ini terjadi karena dalam perkembangannya,
pergerakan manusia baik dalam satu kawasan regional tertentu hingga dalam cakupan global
adalah fenomena yang semakin umum terjadi.
Etimologi
Sejarah
Sejarah perkembangan psikologi secara umum terbagi menjadi 3 masa, yaitu psikologi pra-
sistematik, psikologi sistematik dan psikologi ilmiah. Psikologi pra-sistematik dimulai ketika
manusia mulai melakukan perenungan terhadap keberadaannya. Renungan ini bersifat tidak
teratur dan umumnya dikaitkan dengan pemikiran mitologi dan agama. Psikologi sistematik
mulai berkembang pada 400 SM melalui pemikiran-pemikiran Plato. Psikologi mulai diberi
perenungan-perenungan yang teratur secara rasional. Sedangkan psikologi ilmiah mulai
berkembang pada akhir abad ke-19 Masehi. Psikologi menjadi ilmu tersendiri yang memiliki
berbagai kesimpulan yang faktual dengan definisi yang jelas.[3]
Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, psikologi melalui sebuah perjalanan panjang. Konsep
psikologi dapat ditelusuri jauh ke masa Yunani kuno. Psikologi memiliki akar dari bidang
ilmu filsafat yang diprakarsai sejak zaman Aristoteles sebagai ilmu jiwa, yaitu ilmu untuk
kekuatan hidup (levens beginsel). Aristoteles memandang ilmu jiwa sebagai ilmu yang
mempelajari gejala - gejala kehidupan. Jiwa adalah unsur kehidupan (Anima), karena itu
setiap makhluk hidup memiliki jiwa.[4] Sejarah psikologi sejalan dengan perkembangan
intelektual di Eropa, namun mendapatkan bentuk pragmatisnya di benua Amerika.
1.Psikologi sebagai ilmu pengetahuan
Walaupun sejak dulu telah terdapat pemikiran tentang ilmu yang mempelajari manusia
bersamaan dengan adanya pemikiran tentang ilmu yang mempelajari alam, akan tetapi karena
kerumitan dan kedinamisan manusia untuk dipahami, maka psikologi baru tercipta sebagai
ilmu sejak akhir tahun 1800-an yaitu ketika Wilhelm Wundt mendirikan laboratorium
psikologi pertama di dunia.
Laboratorium Wundt
Psikologi kontemporer
Diawali pada abad ke 19, di mana saat itu berkembang 2 teori dalam menjelaskan tingkah
laku, yaitu:
Psikologi Fakultas
Psikologi fakultas adalah doktrin abad 19 tentang adanya kekuatan mental bawaan,
menurut teori ini, kemampuan psikologi terkotak-kotak dalam beberapa ‘fakultas’
yang meliputi berpikir, merasa, dan berkeinginan. Fakultas ini terbagi lagi menjadi
beberapa subfakultas. Kita mengingat melalui subfakultas memori, pembayangan
melalui subfakultas imaginer, dan sebagainya.
Psikologi Asosiasi
Bagian dari psikologi kontemporer abad 19 yang mempercayai bahwa proses
psikologi pada dasarnya adalah asosiasi ide yaitu bahwa ide masuk melalui alat
indra dan diasosiasikan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu seperti kemiripan,
kontras, dan kedekatan.
C. SOSIOLOGI
pertengahan, masa abad renaisans, masa sosiologi sebagai ilmu tentang masyarakat dengan
menggunakan metode ilmiah dari keilmuan lain (abad ke-18 M), dan masa sosiologi sebagai
ilmu dengan metode ilmiah yang mandiri (abad ke-19 M).Sosiologi memiliki objek kajian
yang jelas dan dapat diselidiki melalui metode-metode ilmiah serta dapat disusun menjadi
suatu sistem yang masuk akal dan saling berhubungan. Objek kajian utama dalam sosiologi
ialah struktur masyarakat, unsur sosial, sosialisasi dan perubahan sosial. Cabang-cabang ilmu
sosiologi bersifat gabungan antara ilmu tentang gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat
dengan ilmu-ilmu lainnya.
Sosiologi didirikan oleh orang Yunani kuno. Awalnya sosiologi bersatu dengan ilmu filsafat
sosial. Dipiahkan karena kemudian diskusi masyarakat berkisar pada hal-hal yang menarik
perhatian umum, seperti perang, konflik sosial. Dalam buku Sociology: Society Diving in
Society (2007), pada abad ke-19, seorang filsuf Prancis bernama Auguste Comte
mengungkapkan keprihatinannya tentang keadaan masyarakat Prancis setelah Revolusi
Prancis booming. Dampak revolusi menimbulkan perubahan positif dengan munculnya
suasana demokrasi, tetapi juga membawa perubahan negatif. Perubahan negatif berupa
konflik kelas yang menyebabkan anarkisme di masyarakat. Konflik dipicu oleh kurangnya
pemahaman untuk mengatasi perubahan atau hukum seperti pengaturan stabilitas sosial.
Dalam kondisi seperti itu, Auguste Comte menyarankan bahwa studi tentang masyarakat
harus dikembangkan menjadi ilmu yang mandiri. C tis di mana sosiologi lahir sebagai cabang
termuda dari ilmu-ilmu sosial. Istilah sosiologi dipopulerkan oleh Auguste Comte dalam
bukunya Cours de Philosophe Positif (1830). Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa objek
sosiologi adalah manusia atau masyarakat luas. Sosiologi kemudian menjadi ilmu yang
berkembang di Eropa, terutama di Jerman dan Perancis.
Istilah sosiologi digunakan pertama kali oleh Auguste Comte dalam bukunya yang
berjudul Cours De Philosophie Positive yang diterbitkan pada tahun 1838 M dan kemudian
dipopulerkan oleh Herbert Spencer pada tahun 1876 melalui penerbitan bukunya yang
berjudul Principles of Sociology. Istilah sosiologi diperoleh dari dua kata dalam bahasa
Latin yaitu Socius dan Logos. Kata Socius berarti kawan, sedangkan kata Logos berarti ilmu
pengetahuan.
D. EKONOMI
E. ILMU POLITIK
Studi tentang politik diperumit dengan seringnya keterlibatan ilmuwan politik dalam proses
politik, karena pengajaran mereka biasanya memberikan kerangka pikir yang digunakan
komentator lain, seperti jurnalis, kelompok minat tertentu, politikus, dan peserta pemilihan
umum untuk menganalisis permasalahan dan melakukan pilihan. Ilmuwan politik dapat
berperan sebagai penasihat untuk politikus tertentu, atau bahkan berperan sebagai politikus
itu sendiri. Ilmuwan politik dapat terlihat bekerja di pemerintahan, di partai politik, atau
memberikan pelayanan publik. Mereka dapat bekerja di Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) atau pergerakan politik. Dalam berbagai kapasitas, orang yang dididik
dan dilatih dalam ilmu politik dapat memberi nilai tambah dan menyumbangkan keahliannya
pada perusahaan. Perusahaan seperti wadah pemikir (think-tank), institut riset,
lembaga polling dan hubungan masyarakat sering mempekerjakan ilmuwan politik.
Terdapat banyak sekali pendekatan dalam ilmu politik.Di sini hanya akan dibahas tentang
tiga pendekatan saja, yakni pendekatan institusionalisme (the old institutionalism),
pendekatan perilaku (behavioralism) dan pilihan rasional (rational choice), serta pendekatan
kelembagaan baru atau the new institutionalism. Ketiga pendekatan ini memiliki cara
pandangnya tersendiri dalam mengkaji ilmu politik dan memiliki kritik terhadap pendekatan
yang lain.
Pendekatan institusionalisme
Bahasan tradisional dalam pendekatan ini menyangkut antara lain sifat undang-undang dasar,
masalah kedaulatan, kedudukan, dan kekuasaan formal serta yuridis dari lembaga-lembaga
kenegaraan seperti parlemen dan lain-lain.Dengan kata lain, pendekatan ini mencakup
unsur legal maupun institusional. Pendekatan legal/institusional, yang sering dinamakan
pendekatan tradisional, mulai berkembang abad 19 pada masa sebelum Perang Dunia II.
Dalam pendekataan ini negara menjadi fokus pokok, terutama segi konstitusional dan
yuridisnya.
Setidaknya, ada lima karakteristik atau kajian utama pendekatan ini, yakni:
Legalisme, yang mengkaji aspek hukum, yaitu peranan pemerintah pusat dalam mengatur
hukum;
Strukturalisme, yakni berfokus pada perangkat kelembagaan utama atau menekankan
pentingnya keberadaan struktur dan struktur itu pun dapat
menentukan perilaku seseorang;
Holistik yang menekankan pada kajian sistem yang menyeluruh atau holistik alih-alih
dalam memeriksa lembaga yang "bersifat" individu seperti legislatif;
Sejarah atau historicism yang menekankan pada analisisnya dalam aspek sejarah seperti
kehidupan sosial-ekonomi dan kebudayaan;
Analisis normatif yang menekankan analisisnya dalam aspek yang normatif sehingga
akan terfokus pada penciptaan good government.
Salah satu pemikiran pokok dalam pendekatan perilaku ialah bahwa tidak ada gunanya
membahas lembaga-lembaga formal karena pembahasan seperti itu tidak banyak memberikan
informasi mengenai proses politik yang sebenarnya.[1] Sementara itu, inti "pilihan rasional"
ialah bahwa individu sebagai aktor terpenting dalam dunia politik dan sebagai makhluk
yang rasional selalu mempunyai tujuan-tujuan yang mencerminkan apa yang dianggapnya
kepentingan diri sendiri.[1] Kedua pendekatan ini (perilaku dan pilihan rasional), memiliki
fokus utama yang sama yakni individu atau manusia. Meskipun begitu, penekanan kedua
pendekatan ini tetaplah berbeda satu sama lainnya. Pendekatan perilaku timbul dan mulai
berkembang di amerika pada tahun 1950-an seusai Perang Dunia II. Adapun sebab-sebab
kemunculannya adalah seabgai berikut. Pertama, sifat deskriptif dari ilmu politik dianggap
tidak memuaskan, karena tidak realistis dan sangat berbeda dengan kenyataan sehari-
hari. Kedua, ada kekhawatiran bahwa, jika ilmu politik tidak maju dengan pesat, ia akan
ketinggalan dibanding dengan ilmu-ilmu lainnya, seperti sosiologi dengan tokohnya Max
Weber (1864-1920) dan Talcott Parsons (1902-1979), antropologi, dan psikologi.Ketiga, di
kalangan pemerintah Amerika telah muncul keraguan mengenai kemampuan para sarjana
ilmu politik untuk menerangkan fenomena politik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani atau konkret maupun rohani atau
abstrak. Ada beberapa aliran ontologi seperti: Dualisme, Pluralisme dan Agnotisme.
Secara etimologis istilah “epistemology” merupakan gabungan kata dalam bahasa
Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos berarti
pengetahuan sistematik atau ilmu. Dengan demikian, epistimologi dapat diartikan sebagai
suatu pemikiran mendasar dan sistematik mengenai pengetahuan.
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu: axios yang berarti sesuai
atau wajar sedangkan logos berarti ilmu. Aksiologi disebut juga dengan teori nilai dan
membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri dan bagaimana manusia
menggunakan ilmu tersebut.