Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN

ONTOLOGI ILMU, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI

Disusun oleh :

SALSABILA 11191130000011
ARIDHA SASKIA ARDENA 11191130000019
WILDATUL HUSNA 11191130000030

Kelas :
HI-2A

Dosen Pengampu :
HAMDANI, Ph.D

PRODI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2020/2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Islam dan Ilmu Pengetahuan yang berjudul
“Ontologi Ilmu, Epistemologi, dan Aksiologi” ini tepat pada waktunya. Tak lupa shalawat dan
salam untuk Rasulullah Muhammad saw. kita curahkan pada beliau. Atas jasa-jasanyalah kita
dapat mengecap dunia yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti pada saat ini.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen mata kuliah
Islam dan Ilmu Pengetahuan. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan terkait
materi yang telah penulis bahas.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Hamdani, Ph.D selaku dosen
pengampu mata kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai filsafat.

Saya juga berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu
saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari bahwa makalah yang saya
tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan............................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan..........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................3
A. Pengertian Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi.............................................................3
B. Alasan Mengapa Disiplin Ilmu Membutuhkan Ketiga Aspek Tersebut..............................4
C. Penerapan Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi dalam Mengukur Kelayakan Sebuah
Disiplin Ilmu........................................................................................................................5

BAB III PENUTUP...................................................................................................................8


A. Kesimpulan....................................................................................................................8
B. Saran..............................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................9

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan dimuali dari rasa ingin tahu, kepastian dimulai dari rasa ragu-ragu, dan
filsafat dimulai dengan keduanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita
ketahui dan apa yang belum kita ketahui. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak
semuanya akan pernah kita ketahui dalam alam semesta yang tak terbatas ini. Berfilsafat juga
berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang tentang seberapa jauh
kebenaran yang telah kita jangkau.
“Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and
tries to determine the value and significance of the scientific enterprise as a whole.” Dalam
perspektif White Beck tersebut, filsafat ilmu bertugas mempertanyakan dan menilai metode-
metode pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah
sebagai suatu keseluruhan. Filsafat ilmu bukan hanya mengkritisi dan melakukan evaluasi,
tapi juga selalu berusaha menentukan nilai dan signifikansi wacana ilmiah secara holistic.
Dengan alasan inilah filsafat ilmu menjadi landasan filosofis bagi lahir, tumbuh
kembang, dan kokohnya ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh ilmuwan. Pada tulisan ini
penulis akan membahas dan menjelaskan tentang inti dari ilmu filsafat, yaitu ontologi,
epistemologi, dan aksiologi serta penerapannya dalam suatu ilmu pengetahuan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ontologi, epistemologi, dan aksiologi dalam cabang ilmu
filsafat?
2. Mengapa sebuah disiplin ilmu membutuhkan penjelasan dari ketiga aspek tersebut?
3. Bagaimana penerapan ontologi, epistemologi, dan aksiologi dlam mengukur validitas
atau kelayakan sebuah disiplin ilmu?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mingguan dari mata
kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan serta untuk menambah wawasan tentang cabang ilmu
filsafat, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Adapun tujuan khusus dari
mempelajari bab ontologi, epistemologi, dan aksiologi adalah :
1. Menjelaskan pengertian dari ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
2. Menjelaskan mengapa ketiga aspek tersebut diperlukan dalam mengkaji suatu ilmu
pengetahuan.
3. Menjelaskan bagaimana penerapan ketiga aspek tersebut dalam mengukur validitas
sebuah ilmu.

D. Manfaat Penulisan
1. Makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai filsafat dan
cabang-cabang dari ilmu tersebut.
2. Mengetahui bagaimana seorang ilmuwan menggunakan ontologi, epistemologi, dan
aksiologi dalam sebuah disiplin ilmu.
3. Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber rujukan bacaan mengenai topik terkait.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi

Pengertian Ontologi

Secara etimologis, istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata :
ontos yang berarti ada atau keberadaan dan logos yang berarti studi atau ilmu. Jadi, secara
sederhana ontology adalah ilmu tentang keberadaan. Sedangkan dalam kamus Oxford,
ontology merupakan sebuah cabang filsafat yang berkaitan dengan inti keberadaan.
Sementara itu, secara terminologis dalam kajian filsafat, terdapat sejumlah pengertian umum
tentang ontology, yakni :
Pertama, studi tentang ciri-ciri esensial dari Yang Ada dalam dirinya sendiri dan berada
dari studi tentang hal-hal yang ada secara khusus. Dalam mempelajari Yang Ada dalam
bentuknya yang sangat abstrak studi tersebut melontarkan pertanyaan seperti : “Apa itu
ada?”, “Apa itu hakikat ada sebagai ada?”. Kedua, cabang filsafat yang menggeluti tata dan
struktur realitas dalam arti seluas mungkin, yang menggunakan kategori-kategori
ada/menjadi, aktulitas/potensialitas, nyata/tampak, perubahan, waktu, eksistensi/non-
eksistensi, dll. Ketiga, cabang ilmu yang menyelidiki status realitas suatu hal, menyelidiki
jenis realitas yang telah dimiliki oleh sesuatu, dan menyelidiki realitas yang menentukan apa
yang kita sebut relitas dan ilusi.
Jadi, sebenarnya ontology adalah sebuah studi yang mempelajari hakikat keberadaan
sesuatu, dari bentuk yang konkret sapai yang berbentuk abstrak, tentang sesuatu yang tampak
sampai sesuatu yang tidak tampak, mengenai dunia nyata maupun dunia ghaib.

Aliran-aliran Ontologi
Beberapa aliran ontology yang terkenal, yang berupaya menjelaskan hakikat realitas
antara lain : monisme, dualisme, pluralisme, materialisme, idealisme, dan nihilisme.

1. Monisme
Istilah monisme berasal dari bahasa Yunani yang berarti “sendiri” atau “tunggal”.
Dari istilah tersebut, terdapat beberapa pengertian mengenai monisme, yaitu teori
yang menyatakan bahwa segala hal dalam alam semesta dapat dijabarkan pada
kegiatan satu unsur. Monisme berpandangan bahwa realitas secara mendasar adalah
satu dari segi proses, struktur, dan substansinya.
2. Dualisme
Kelompok ini meyakini sumber asal segala sesuatu terdiri dari dua hakikat, yaitu
materi (jasad) dan ruhani (spiritual). Kedua hakikat ini masing-masing bebas dan
berdiri sendiri, sama-sama abadi dan azali. Umumnya manusia mudah menerima
prinsip ini karena kenyataan lahir dapat segera ditangkap panca indra, sedangkan
kenyataan batin dapat segera diakui adanya dengan akal dan perasaan.
3. Pluralisme
Aliran ini secara umum dicirikan oleh keyakinan-keyakinan berikut : realitas
fundamental yang bersifat jamak, banyaknya tingkatan hal-hal dalam alam semesta
yang terpisah yang tidak dapat direduksi, alam semesta pada dasarnya tidak
tertentukan dalam bentuk; tidak memilikikesatuan atau kontinuitas harmonis yang
mendasar, tidak ada tatanan koheren dan rasional fundamental.
4. Materialisme
Aliran materialism manganggap bahwa yang ada hanyalah materi dan bahwa segala
sesuatu lainnya yang kita sebut sebagai jiwa dan ruh merupakan suatu kenyataan yang
tidak berdiri sendiri. Menurut aliran ini, jiwa dan ruh itu merupakan proses gerakan
kebendaan dengan salah satu cara tertentu.
5. Idealisme
Idealisme merupakan lawan dari materialisme yang juga dinamakan spiritualisme.
Aliran ini menganggap bahwa hakikat kenyataan yang beraneka warna itu berasal
dari roh atau yang sejenis dengan itu. Menurut aliran ini, materi atau zat merupakan
suatu jenis dari penjelmaan roh. Roh dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya,
sehingga materi hanyalah badannya atau bayangan atau penjelmaannya saja.

6. Nihilisme
Nihil berarti tidak ada. Secara umum, nihilisme berarti pandangan bahwa keberadaan
dan hidup di dunia ini sama sekali tidak berate dan tidak bermanfaat. Dalam rangka
kemasyarakatan, nihilisme berarti kepercayaan dan ajaran bahwa keadaan masyarakat
sudah demikian buruk dan tidak tertolong lagi, sehingga lebih baik dihancurkan saja.
Tujuannya adalah untuk kehancuran sendiri, karena mereka merasa pesimis dengan
usaha-usaha untuk perubahan.

Pengertian Epistemologi
Salah satu cabang ilmu fundamental filsafat ialah epistemologi. Secara spesifik,
epistemology berhubungan dengan karakter, sumber, batasan, dan validitas pengetahuan.
Dari sudut pandang epistemology, segala sesuatu yang kita klaim kita ketahui akan kecil
nilainya apabila kita tidak mampu mendukung pengetahuan kita secara argumentatif.
Tidak hanya itu, semua konsep-konsep tentang kehidupan manusia, teori-teori tentang
alam semesta, bahkan penegasan tentang kejadian sehari-hari membutuhkan semacam
pembenaran rasional (justification). Dengan demikian, pertanyaan-pertanyaan
epistemologis mendasari seluruh penjelajahan filosofis lainnya.
Sampai di sini, lalu apakah sebenarnya epistemologi itu? Istilah epistemology sendiri
juga berasal dari bahasa Yunani, episteme berarti “menempatkan” dan logos berarti
“ilmu”. Maka, harfiah epistemology berarti meletakkan sesuatu pada kedudukan
setepatnya. Sebagai salah satu cabang ilmu filsafat, epistemology bermaksud mengkaji
dan mencoba menemukan cirri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan manusia.
Epistemologi pada dasarnya juga merupakan suatu upaya rasional untuk menimbang
dan menentukan nilai kognitif pengalaman manusia dalam interaksinya dengan diri,
lingkungan sosial, dan alam sekitarnya. Maka, epistemology merupakan displin ilmu
yang bersigat evaluatif, normatif, dan kritis.

Metode untuk Memperoleh Pengetahuan


1. Empirisme
Empirisme merupakan salah satu doktrin filsafat yang menekankan peranan
pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Seorang
penganut empirisme biasanya berpendirian bahwa kita dapat memperoleh
pengetahuan melalui pengalaman. Misalnya seseorang bertanya tentang
bagaimanakah orang dapat mengetahui es membeku, jawaban pastinya adalah karena
ia melihatnya.
Menurut penganut empirisme, pengetahuan diperoleh dengan perantara indra.
John Locke, bapak empirisme Britania mengatakan bahwa pada saat manusia
dilahirkan, akalnya laksana sebuah catatan kosong, dan di dalam catatan itulah dia
mencatat pengalaman-pengalaman indrawi. Seluruh sisa pengetahuan kita peroleh
dengan membandingkan ide-ide yang didapat dari pengindraan dan refleksi.

2. Rasionalisme
Para pemikir yang menekankan bahwa pikiran atau akal adalah factor yang pokok
dalam pengetahuan kita, dinamakan rasionalis. Rasionalisme adalah pandangan
bahwa kita mengetahui apa yang kita pikirkan dan akal memiliki kemampuan untuk
mengungkapkan kebenaran dengan diri sendiri, atau bahwa pengetahuan itu diperoleh
dengan membandingkan ide dengan ide.
Pengetahuan yang paling tinggi terdiri atas pertimbangan-pertimbangan yang
benar yang bersifat konsisten antara satu dengan yang lainnya. Rasa dan pengalaman
yang kita peroleh dari panca indra merupakan bahan baku untuk pengetahuan. Rasa
tadi harus disusun oleh akal sehingga menjadi sistem, sebelum menjadi ilmu
pengetahuan. Bagi seorang raionalis, ilmu pengetahuan hanya terdapat dalamkonsep,
prinsip, dan hukum, dan tidak hanya rasa dalam fisik.

3. Metode Ilmiah
Metode ilmiah lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan alam atau sains.
Metode ilmiah berupaya menggabungkan antara pengalaman empiris dan akal dalam
memperoleh pengetahuan atau menyelesaikan persoalan-persoalan yang tengah
dihadapi oleh ilmuwan. Secara sederhana, sains merupakan pengetahuan yang
rasional dan didukung dengan bukti empiris. Menurut Harold. H Titus, dkk. metode
ilmiah dalam memperoleh pengetahuan secara rinci harus mengikuti enam langkah
berikut:
a. Keinsafan tentang adanya problema. Berpikir biasanya bermula jika ada
suatu penghalang atau kesulitan, atau jika ingin mengetahui suatu hal.
Adalah sangat penting untuk melukiskan problema secara jelas dan benar.
Tanpa definisi yang jelas tentang masalah, kita tidak tau fakta mana yang
harus kita kumpulkan.
b. Data tersedia yang relevan. Bagi problema yang sederhana, bahan-
bahannya mungkin sudah ada. Bagi problem yang sulit, kita mungkin
memerlukan penyelidikan untuk waktu yang lama.
c. Data ditertibkan. Data tersebut diberi nomor, dianalisis, dan diklasifikasi.
Diusahakan untuk melakukan perbandingan dan pertentangan, serta
mengatur data secara berurut.
d. Hipotesis dibentuk. Bermacam-macam pemecahan sementara dapat
dibukukan oleh seorang ahli sains dalam proses analisis dan klasifikasi.
Hipotesis harus bersifat masuk akal, dedukasi yang dapat dicoba dan harus
dapat menjadi petunjuk untuk penyelidikan lebih lanjut.
e. Menarik deduksi dari hipotesis.
f. Verifikasi. Setelah dengan metode deduktif, kita menetapkan apa yang
akan menjadi benar jika hipotesis kita benar. Kita berusaha untuk
mengetahui apakah fakta atau kondisi lain itu benar. Proses verifikasi
dilakukan melalui observasi dan eksperimen.

Aksiologi
Secara etimologis, aksiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu axios yang berarti
layak atau pantas dan logos berarti ilmu. Aksiologi adalah teori tentang nilai (Nadiroh :
154). Nilai merupakan realitas yang abstrak yang berfungsi sebagai daya pendorong atau
prinsip-prinsip yang menjadi pedoman dalam hidup. Nilai menempati kedudukan
penting dalam kehidupan seseorang sampai pada suatu tingkat di mana sebagian orang
lebih mengorbankan hidup daripada mengorbankan nilai. Nilai dapat dilacak dari tiga
perilaku, yaitu pola tingkah laku, pola berpikir, dan sikap pribadi atau kelompok.
Menurut Max Scheler, nilai-nilai itu terbangun dalam empat peringkat, yakni nilai-
nilai kenikmatan, nilai-nilai kehidupan, nilai-nilai kejiwaan, dan nilai-nilai kerohanian.
Manusia memahami nilai-nilai dengan hatinya, bukan dengan akal budi. Bahwa nilai
sebagai suatu kata benda abstrak yang mengandung dua pengertian. Dalam artian
sempit, berupa sesuatu yang baik, menarik, dan bagus. Sedangkan dalam artian luas,
nilai mengacu pada kewajiban, kebenaran, dan kesucian. (Nadiroh : 155)
Aksiologi dapat diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dan
pengetahuan yang diperoleh. Aksiologi berhubungan dengan penggunaan ilmu
pengetahuan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia. Dengan
ilmu pengetahuan, manusia mampu mengamati, memprediksi, memanipulasi, dan
menguasai alam.

B. Mengapa Sebuah Disiplin Ilmu Membutuhkan Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi?


Ilmu pengetahuan sebagai produk kegiatan dari berpikir yang merupakan obor peradaban
di mana manusia menemukan dirinya dan menghayati hidup lebih sempurna. Bagaimana
masalah-masalah yang ada telah mendorong manusia untuk berpikir, bertanya, lalu mencari
jawaban dari segala sesuatu yang ada. Dan pada akhirnya manusia adalah makhluk pencari
kebenaran.
Pada hakikatnya aktivitas ilmu pengetahuan digerakkan oleh pertanyaan-pertanyaan
mendasar, yakni : apakah yang ingin diketahui, bagaimaba cara mengetahui, dan untuk apa
hal tersebut diketahui? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tampak sederhana, namun mecakup
permasalahan yang sangat asasi. Maka, untuk menjawabnya, diperlukan sistem berpikir yang
radikal, sistematis, dan universal.
Oleh karena itu, hal-hal tersebut tidak terlepas dari ketiga aspek yang telah ditulis di atas.
Ontologi membahas apa yang ingin diketahui mengenai teori keberadaan, dengan kata lain
bagaimana suatu objek yang akan telah ditelaah akhirnya dapat menjadi sebuah ilmu
pengetahuan. Epistemologi membahas tentang bagaimana proses memperoleh ilmu
pengetahuan. Aksiologi membahas tentang nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh. Dengan membahas ketiga aspek di atas, manusia akan mengerti
tentang hakikat sebuah ilmu. Karena tanpa hakikat ilmu yang sebenarnya, manusia tidak akan
dapat menghargai ilmu sebagaimana mestinya.

C. Bagaimana Penerapan Ketiganya dalam Mengukur Validitas Sebuah Ilmu?


Mengukur validitas sebuah ilmu adalah

Anda mungkin juga menyukai