Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KELOMPOK 3

ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN


(Ontologi Ilmu, Epistemologi, dan Aksiologi)
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan

Dosen Pengampu: Dr. Shobahussurur, M. Ag

Disusun Oleh:
Muhammad Syauqi ( 11221120000056)
Nadia Sa’diah Rachim ( 11221120000057)
Athari Ahmad Arrijalu ( 11221120000079)
Febi Indah Sandraeni ( 11221120000098)

JURUSAN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan lancar dan dapat diselesaikan dengan tepat
waktu sesuai dengan yang sudah ditentukan. Makalah ini berjudul “Ontologi Ilmu,
Epistemologi, dan Aksiologi”.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Mata kuliah Islam dan Ilmu
Pengetahuan dari dosen pengampu mata kuliah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
memberikan pengetahuan tambahan bagi kami sebagai penulis dan bagi para pembaca, karena
materi dari makalah ini berisi tentang pembelajaran islam dan Ilmu Pengetahuan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Shobahussurur, M.Ag., selaku dosen
mata kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan yang telah memeberikan tugas dan kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kami membutuhkan kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan kami, supaya
kedepannya bisa menulis makalah dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
para pembaca, dan bagi kami khususnya sebagai penulis.

Jakarta, Maret 2023

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada setiap kajian disiplin suatu ilmu, biasanya ada aspek-aspek tertentu yang
mendominasi bersifat mayor, disamping ada juga aspek lain yang yang akan menjadi aspek
pendukung yang bersifat minor. Terlebih lagi jika kajian ini membahas dari suatu induk.
Induk yang dimaksud di sini ialah induk pengetahuan itu sendiri atau sering disebut dengan
‘filsafat’, sebelum melahirkan turunannya yang kemudian menjadi berbagai cabang berbagai
disiplin ilmu pengetahuan.

Tiga hal tersebut itu adalah ontologi, epistemologi, dan aksiologi, akan selalu menjadi
prolog suatu pembahasan sehingga dapat membedakan akar suatu pembahasan dengan
pengetahuan yang melingkupi suatu akar pembahasan. Di banyak kesempatan sebagian orang
malah justru tiga pembahasan tersebut (ontology, epistemologi, dan aksiologi) diposisikan
sebagai tiga cabang dari filsafat itu sendiri.

Adapun ontologi dimaksud di sini adalah suatu kajian yang ditujukan untuk menjawab
pertanyaan “apa”, sehingga ini sangatlah mendasar dan awal sebelum membahas hal yang
lainnya. Pembahasan pertama dari tema apapun seharusnya diawali dengan menjawab “apa”,
sehingga akan teridentifikasi batasan-batasan apa yang menjadi kajiannya. Sementara
tahapan berikutnya adalah epistemologi, yaitu bagaimana mencari berbagai pengetahuan
yang berhubungan dan berkaitan terhadap jawaban “apa” yang dimaksud di kajian ontologi
seperti tersebut di atas.

Adapun langkah berikutnya adalah, tidak hanya cukup dengan mendefinisikan ‘apa
sesuatu’ itu tetapi harusnya melengkapi berbagai macam halnya tentang ‘sesuatu’ yang
sedang menjadi objek pembahasan. Oleh karena itu berbagai pengetahuan yang berkaitan
dengan ‘sesuatu’ yang sedang menjadi objek pembahasan menjadi target utama aspek
epistemologi ini, guna melahirkan suatu disiplin ilmu tertentu.

Hanya dengan dua aspek utama inilah lalu kemudian lahir berbagai cabang ilmu dan
cabang pengetahuan hingga kini berkembang begitu pesat tidak seperti awal mula filsafat
muncul yang hanya melahirkan beberapa disiplin ilmu seperti; logika, biologi, sosiologi,
etika, estetika, ekonomi, dan metafisika. Tetapi lahir berbagai disiplin ilmu pengetahuan dari
induknya yaitu filsafat, dengan melalui tiga aspek utama yang sangat penting telah diletakkan
oleh para filosof Yunani bahkan hingga kini; ontologi, epsitemologi, dan aksiologi.
Melengkapi pertanyaan dari “apa” yang ada di kajian “ontologi’, kemudian penjelasan
tentang pertanyaan dari pertanyaan “bagaimana” yang ada di kajian “epitemologi” ini, lalu
kemudian dilengkapi dengan apa yang dikaji dalam aksiologi. Karena aksiologi ini
membahas tentang daya manfaat dan daya guna dari bahasan tersebut, apakah memberi
kemanfaatan dan berguna ataukah tidak memberikan manfaat dan tidak berguna.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mahasiswa memahami arti dari ontologi, epistemologi, dan aksiologi?
2. Apa saja yang di pelajari dalam ilmu ontologi, epistemologi, dan aksiologi?
3. Sejarah perkembangan ilmu ontologi, epistemologi, dan aksiologi?
A. Ontologi

Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang eksistensi, esensi, dan hubungan
antara berbagai entitas atau objek yang ada di alam semesta. Sejarah ontologi bermula dari masa
Yunani Kuno, khususnya pada zaman Plato dan Aristoteles.

Plato mengembangkan gagasan ontologi melalui konsep dunia ide atau bentuk-bentuk yang
ideal, yang dipandang sebagai bentuk asli dari semua entitas atau objek yang ada di dunia nyata.
Menurutnya, dunia ide adalah kenyataan yang lebih hakiki dan permanen, sedangkan dunia nyata
hanyalah bayangan atau pantulan dari dunia ide tersebut.

Sementara itu, Aristoteles mengembangkan konsep ontologi melalui ide substansi atau zat.
Baginya, substansi adalah entitas yang paling dasar dan eksis di alam semesta, dan ia membagi
substansi menjadi dua jenis, yaitu substansi primer (seperti manusia, kucing, dan pohon) dan
substansi sekunder (seperti warna, bentuk, dan gerakan). Setelah era Yunani Kuno, pemikiran
ontologi berkembang pesat pada zaman Abad Pertengahan. Tokoh-tokoh seperti Thomas
Aquinas dan Duns Scotus mengembangkan konsep ontologi berdasarkan gagasan Tuhan dan
ciptaan-Nya. Mereka menganggap Tuhan sebagai substansi yang paling hakiki dan esensial, dan
mengembangkan teori tentang hierarki dan hubungan antara Tuhan, manusia, dan alam semesta.

Pada masa Renaisans dan Pencerahan, pemikiran ontologi mulai berkembang dengan lebih
luas, dengan adanya gagasan bahwa dunia nyata dapat dipahami melalui pengamatan dan
penelitian empiris. Filosof Barat seperti Descartes, Leibniz, dan Kant mengembangkan gagasan
ontologi berdasarkan logika dan penalaran rasional. Di zaman modern, pemikiran ontologi masih
terus berkembang, dan banyak teori baru yang muncul, seperti ontologi proses, ontologi feminis,
dan ontologi fenomenologi. Namun, gagasan-gagasan dasar tentang eksistensi, esensi, dan
hubungan antara berbagai entitas atau objek masih menjadi fokus utama dalam studi ontologi.

1. Ontologi Ilmu

Ontologi ilmu adalah cabang filsafat yang mempelajari hakikat atau asal-usul dari suatu ilmu
pengetahuan, termasuk bagaimana konsep, kategori, dan prinsip-prinsip mendasar dari suatu
ilmu dibangun dan diorganisir. Ontologi ilmu mencoba untuk mengidentifikasi dan
mengklasifikasikan kategori-kategori dasar dan relasi yang saling terkait antara unsur-unsur yang
membentuk suatu ilmu pengetahuan.
Dalam ontologi ilmu, para filsuf dan ahli ilmu pengetahuan berusaha untuk memahami esensi
atau karakteristik inti dari suatu ilmu pengetahuan, seperti bagaimana definisi, konsep, dan
kategori-kategori dasar dari suatu ilmu dapat dijelaskan secara logis dan filosofis. Ontologi ilmu
juga dapat membahas tentang relasi antara ilmu pengetahuan dengan realitas atau dunia nyata,
serta bagaimana ilmu pengetahuan dapat memperoleh pengetahuan yang sahih dan bermanfaat
tentang dunia.

2. Sejarah Perkembangan Ontologi Ilmu

Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang apa yang benar-benar ada di dunia,
bagaimana hubungan antara entitas, dan bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain. Sejarah
perkembangan ontologi ilmu dimulai sejak zaman Yunani kuno dengan pemikiran para filsuf
seperti Plato dan Aristoteles, dan terus berkembang hingga saat ini. Berikut merupakan
perkembangan ontologi ilmu dari masa ke masa:

 Yunani Kuno

Pada zaman Yunani kuno, Plato memperkenalkan konsep "Ide" atau "Form", yang
merupakan entitas yang abadi dan tidak berubah yang merupakan model dari semua entitas dunia
nyata. Aristoteles kemudian memperkenalkan konsep "substansi" dan "atribut", serta konsep
kategori dan hierarki entitas.

 Abad Pertengahan

Pada abad pertengahan, ontologi digunakan sebagai alat untuk memahami alam semesta
dan hubungan antara Tuhan, manusia, dan alam. Filsuf seperti Santo Agustinus dan Santo
Thomas Aquinas mengembangkan teori-teori ontologi yang menggabungkan filsafat dengan
teologi.

 Era Modern

Pada era modern, ontologi menjadi bagian dari kajian filsafat modern yang lebih umum.
Immanuel Kant mengembangkan konsep "realitas fenomenal" dan "realitas noumenal", serta
membedakan antara objek dan konsep tentang objek. Kemudian, filosof seperti Gottfried
Wilhelm Leibniz, George Wilhelm Friedrich Hegel, dan Martin Heidegger mengembangkan
teori ontologi yang lebih kompleks.
 Abad 20 dan 21

Pada abad 20 dan 21, ontologi semakin diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu,
termasuk fisika, biologi, dan ilmu komputer. Ontologi diterapkan dalam ontologi informasi, yaitu
kajian tentang representasi pengetahuan dalam komputer dan informasi, serta ontologi medis,
yang mempelajari ontologi dalam kaitannya dengan terminologi medis.

Dalam kesimpulannya, sejarah perkembangan ontologi ilmu dimulai sejak zaman Yunani
kuno dengan pemikiran para filsuf seperti Plato dan Aristoteles, dan terus berkembang hingga
saat ini dengan semakin diterapkannya dalam berbagai disiplin ilmu.

3. Yang Dipelajari Dalam Ontologi Ilmu

Ontologi ilmu adalah bidang studi yang fokus pada penelitian tentang sifat dan struktur ilmu
pengetahuan. Beberapa konsep dan topik yang dipelajari dalam ontologi ilmu antara lain:

 Kategori ilmu: Kategori atau domain ilmu pengetahuan seperti fisika, biologi, kimia,
psikologi, dll.
 Entitas ilmu: Entitas yang menjadi objek atau subjek dari ilmu pengetahuan, seperti
partikel, organisme, molekul, pikiran, dll.
 Relasi ilmu: Hubungan antara entitas atau konsep ilmu pengetahuan, seperti
kausalitas, keterkaitan, struktur, dll.
 Aksioma ilmu: Prinsip atau asumsi dasar yang mendasari suatu ilmu pengetahuan.
 Teori ilmu: Sebuah sistem penjelasan atau model yang menghubungkan entitas, relasi,
dan aksioma ilmu untuk menjelaskan fenomena alam atau sosial.
 Konsep ilmu: Ide atau abstraksi yang mewakili entitas atau relasi ilmu pengetahuan.
 Metodologi ilmu: Metode atau teknik yang digunakan dalam suatu ilmu pengetahuan
untuk mengumpulkan data dan membuat generalisasi atau kesimpulan.
 Epistemologi ilmu: Studi tentang sifat pengetahuan dan kebenaran dalam ilmu
pengetahuan.
 Filosofi ilmu: Refleksi dan pertimbangan tentang hakikat dan tujuan dari ilmu
pengetahuan.
 Sejarah ilmu: Penelitian tentang perkembangan dan evolusi ilmu pengetahuan dalam
konteks sejarah dan sosial.
B. Epistemologi

Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari sifat, sumber, dan batasan
pengetahuan manusia. Secara lebih spesifik, epistemologi berkaitan dengan pertanyaan-
pertanyaan seperti bagaimana manusia memperoleh pengetahuan, apa yang dapat dianggap
sebagai pengetahuan yang sah dan dapat dipercaya, serta apa yang merupakan batasan dan
keterbatasan pengetahuan manusia.

Epistemologi mencoba untuk memahami proses kognitif manusia dan mempertanyakan


bagaimana manusia dapat membedakan antara informasi yang benar dan yang salah, serta
bagaimana manusia dapat memperoleh pengetahuan yang lebih baik dan lebih akurat. Dalam hal
ini, epistemologi juga membahas mengenai metodologi yang digunakan dalam ilmu
pengetahuan, dan cara memvalidasi dan memverifikasi teori-teori dan hipotesis-hypotesis ilmiah.

Epistemologi memainkan peran penting dalam banyak disiplin ilmu, termasuk filsafat, ilmu
pengetahuan, dan psikologi kognitif. Dengan mempertanyakan sumber dan batasan pengetahuan
manusia, epistemologi dapat membantu memperluas pemahaman kita tentang dunia dan
memberikan dasar untuk mencapai kemajuan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi.

1. Sejarah Perkembangan Epistemologi

Epistemologi adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan pengetahuan. Sejak pertama kali
muncul pada masa Yunani Kuno, epistemologi terus mengalami perkembangan dan transformasi.
Berikut adalah beberapa fase perkembangan epistemologi:

 Epistemologi Yunani Kuno

Epistemologi Yunani Kuno dimulai dengan filsuf Thales yang mempertanyakan asal muasal
segala sesuatu, termasuk pengetahuan itu sendiri. Di era ini, para filsuf Yunani mencoba
menemukan dasar-dasar pengetahuan melalui pengamatan alam dan pemikiran rasional.

 Epistemologi Abad Pertengahan

Epistemologi pada Abad Pertengahan terutama didasarkan pada ajaran agama Kristen. Pada
masa ini, terjadi perdebatan tentang hubungan antara keyakinan religius dan pengetahuan
rasional.
 Epistemologi Modern

Epistemologi Modern dimulai pada abad ke-17 dengan René Descartes. Pada masa ini,
pengetahuan dianggap dapat diperoleh melalui akal budi dan pengalaman. Filsuf-filsuf seperti
John Locke, George Berkeley, dan David Hume mengembangkan teori-teori baru tentang
pengetahuan.

 Epistemologi Kontemporer Epistemologi

Kontemporer berkembang pada abad ke-20 dan terus berlanjut hingga sekarang. Filsuf-filsuf
seperti Ludwig Wittgenstein, Thomas Kuhn, dan Michel Foucault mengusulkan pandangan-
pandangan baru tentang pengetahuan dan bagaimana pengetahuan dibentuk dalam konteks sosial
dan sejarah.

Perkembangan epistemologi tidaklah statis, dan selalu berubah sesuai dengan perubahan
zaman. Hal ini disebabkan karena epistemologi sangat berkaitan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

C. Aksiologi

Aksiologi adalah cabang ilmu filsafat yang mempelajari tentang nilai, baik nilai etika,
estetika, atau nilai-nilai lainnya yang dianggap penting oleh manusia. Istilah aksiologi berasal
dari bahasa Yunani, yaitu axia yang berarti nilai atau martabat, dan logos yang berarti ilmu.

Dalam aksiologi, terdapat beberapa konsep penting seperti nilai-nilai objektif dan subjektif,
hierarki nilai, serta pertimbangan moral dalam pengambilan keputusan. Aksiologi juga
membahas tentang bagaimana manusia memahami dan menilai suatu tindakan atau perilaku,
serta bagaimana nilai-nilai tersebut mempengaruhi pandangan hidup dan perilaku manusia dalam
kehidupan sehari-hari.

Dalam konteks filsafat, aksiologi seringkali dihubungkan dengan etika, yang mempelajari
tentang norma-norma moral dan bagaimana manusia harus bertindak secara moral. Namun
demikian, aksiologi juga bisa berhubungan dengan aspek lain dari kehidupan manusia seperti
estetika, politik, dan agama.
1. Sejarah Perkembangan Aksiologi
 Masa Yunani Kuno

Aksilogi adalah cabang filsafat yang mempelajari nilai dan evaluasi dalam segala bentuknya,
baik yang bersifat objektif maupun subjektif. Sejarah perkembangan aksiologi dimulai pada
zaman Yunani kuno dengan filsuf-filsuf seperti Plato, Aristotle, dan Socrates yang
mengembangkan gagasan tentang nilai dan kebenaran.

 Pada Abad Pertengahan

Pada abad pertengahan filsafat Kristen mengembangkan gagasan tentang nilai-nilai moral
dan etika, serta mengaitkannya dengan konsep teologi. Beberapa tokoh penting dalam
perkembangan ini adalah Santo Agustinus dan Santo Thomas Aquinas.

 Pada Zaman Modern

Pada zaman modern filsuf seperti Immanuel Kant dan Friedrich Nietzsche memperluas
konsep aksiologi dengan memasukkan pemikiran tentang kebebasan, keadilan, dan kesetaraan.
Mereka juga mempertanyakan asumsi-asumsi yang sebelumnya dianggap sebagai nilai universal.

 Pada Abad ke-20

Pada abad ke-20 aksilogi semakin berkembang dan dipengaruhi oleh teori-teori sosial, seperti
Marxisme dan feminisme. Perkembangan teknologi dan globalisasi juga mempengaruhi
pemikiran tentang nilai dan etika dalam konteks modern.Hari ini, aksilogi terus berkembang
dengan mempertimbangkan implikasi nilai dalam banyak konteks, termasuk politik, budaya, dan
lingkungan hidup. Konsep seperti hak asasi manusia, keberlanjutan, dan pluralisme nilai semakin
menjadi perhatian utama dalam diskusi dan penelitian tentang aksilogi.

Anda mungkin juga menyukai