Makalah ini dipersembahkan untuk dosen pengampu mata kuliah Filsafat ilmu yaitu
Ibu Anny Rosiana M., Ns. Sp. Kep. J. dengan tema bahasan yaitu “Epistemologi”.
1
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………………………. 1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………... 2
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………… 3
BAB I…………………………………………………………………................................ 4
Pendahuluan……………………………………………………………………………... 4
A. Latar Belakang dan Masalah……………………………………………………… 4
B. Tujuan dan Manfaat…………………………………………………………….. 7
C. Rumusan Masalah……………………………………………………………….. 8
BAB II…………………………………………………………………............................... 9
Pembahasan…………………………………………………………………………… 9
A. Pengertian epistemologi…………………………………………………………. 9
B. Objek danTujuan Epistemologi ………………………………………………... 12
C. Hubungan epistemology, metode dan metodelogi……………………………… 15
BAB III……………………………………………………………………………………. 20
PENUTUP……………………………………………………………………………….. 20
A. Kesimpulan……………………………………………………………………….. 20
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….. 21
2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan Makalah ini dengan
judul ”Epistemologi”.
Tim penyusun banyak hambatan yang tidak dapat tim penyusun pecahkan sendiri,
namun berkat kerja tim, maka Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Tim penyusun
juga menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini, kritik dan saran membangun
sangat tim penyusun harapkan.
Pada kesempatan ini tim penyusun menyampaikan ucapan terimakasih atas kerja
kelompok yang baik dari kelompok 2 yaitu:
Semoga Allah SWT memberikan rahmat, hidayah dan balasan kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan Makalah ini.
Besar harapan tim penyusun agar Makalah ini dapat bermanfaat bagi tim penyusun
khususnya dan pembaca pada umumnya.
Tim Penyusun
3
BAB I
PEDAHULUAN
6
B. Tujuan dan Manfaat
7
C. Rumusan Masalah
8
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN EPISTEMOLOGI
Secara historis, istilah epistemologi digunakan pertama kali oleh J.F. Ferrier, untuk
membedakan dua cabang filsafat, epistemologi dan ontologi. Sebagai sub sistem filsafat,
epistemologi ternyata menyimpan “misteri” pemaknaan yang tidak mudah dipahami.
Pengertian epistemologi ini cukup menjadi perhatian para ahli, tetapi mereka memiliki
sudut pandang yang berbeda ketika mengungkapkannya, sehingga didapatkan pengertian
yang berbeda-beda, buka saja pada redaksinya, melainkan juga pada substansi
persoalannya.
Substansi persoalan menjadi titik sentral dalam upaya memahami pengertian suatu
konsep, meskipun ciri-ciri yang melekat padanya juga tidak bisa diabaikan. Lazimnya,
pembahasan konsep apa pun, selalu diawali dengan memperkenalkan pengertian (definisi)
secara teknis, guna mengungkap substansi persoalan yang terkandung dalam konsep
tersebut. Hal iini berfungsi mempermudah dan memperjelas pembahasan konsep
selanjutnya. Misalnya, seseorang tidak akan mampu menjelaskan persoalan-persoalan
belajar secara mendetail jika dia belum bisa memahami substansi belajar itu sendiri.
Setelah memahami substansi belajar tersebut, dia baru bisa menjelaskan proses belajar,
gaya belajar, teori belajar, prinsip-prinsip belajar, hambatan-hambatan belajar, cara
mengetasi hambatan belajar dan sebagainya. Jadi, pemahaman terhadap substansi suatu
konsep merupakan “jalan pembuka” bagi pembahasan-pembahsan selanjutnya yang
sedang dibahas dan substansi konsep itu biasanya terkandung dalam definisi (pengertian).
Definisi epistemologi adalah suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan
membahas tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolok ukur, keabsahan, validitas, dan
kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan manusia Pokok Bahasan Epistemologi.
9
Dengan memperhatikan definisi epistemologi, bisa dikatakan bahwa tema dan
pokok pengkajian epistemologi ialah ilmu, makrifat dan pengetahuan. Dalam hal ini, dua
poin penting akan dijelaskan:
1. Cakupan pokok bahasan, yakni apakah subyek epistemologi adalah ilmu secara umum
atau ilmu dalam pengertian khusus seperti ilmu hushûlî[4]. Ilmu itu sendiri memiliki
istilah yang berbeda dan setiap istilah menunjukkan batasan dari ilmu itu. Istilah-istilah
ilmu tersebut adalah sebagai berikut:
a. Makna leksikal ilmu adalah sama dengan pengideraan secara umum dan mencakup
segala hal yang hakiki, sains, teknologi, keterampilan, kemahiran, dan juga meliputi
ilmu-ilmu seperti hudhûrî, hushûlî, ilmu Tuhan, ilmu para malaikat, dan ilmu
manusia.
b. Ilmu adalah kehadiran (hudhûrî) dan segala bentuk penyingkapan. Istilah ini
digunakan dalam filsafat Islam. Makna ini mencakup ilmu hushûlî dan ilmu
hudhûrî.
c. Ilmu yang hanya dimaknakan sebagai ilmu hushûlî dimana berhubungan dengan
ilmu logika (mantik).
d. Ilmu adalah pembenaran (at-tashdiq) dan hukum yang meliputi kebenaran yang
diyakini dan belum diyakini.
e. Ilmu adalah pembenaran yang diyakini.
f. Ilmu ialah kebenaran dan keyakinan yang bersesuaian dengan kenyataan dan realitas
eksternal.
g. Ilmu adalah keyakinan benar yang bisa dibuktikan. Ilmu ialah kumpulan proposisi-
proposisi universal yang saling bersesuaian dimana tidak berhubungan dengan
masalah-masalah sejarah dan geografi.
h. Ilmu ialah gabungan proposisi-proposisi universal yang hakiki dimana tidak
termasuk hal-hal yang linguistik.
i. Ilmu ialah kumpulan proposisi-proposisi universal yang bersifat empirik.
2. Sudut pembahasan, yakni apabila subyek epistemologi adalah ilmu dan makrifat, maka
dari sudut mana subyek ini dibahas, karena ilmu dan makrifat juga dikaji dalam
ontologi, logika, dan psikologi. Sudut-sudut yang berbeda bisa menjadi pokok bahasan
dalam ilmu. Terkadang yang menjadi titik tekan adalah dari sisi hakikat keberadaan
ilmu. Sisi ini menjadi salah satu pembahasan dibidang ontologi dan filsafat. Sisi
pengungkapan dan kesesuian ilmu dengan realitas eksternal juga menjadi pokok kajian
10
epistemologi. Sementara aspek penyingkapan ilmu baru dengan perantaraan ilmu-ilmu
sebelumnya dan faktor riil yang menjadi penyebab hadirnya pengindraan adalah
dibahas dalam ilmu logika. Dan ilmu psikologi mengkaji subyek ilmu dari aspek
pengaruh umur manusia terhadap tingkatan dan pencapaian suatu ilmu. Sudut pandang
pembahasan akan sangat berpengaruh dalam pemahaman mendalam tentang
perbedaan-perbedaan ilmu.
11
B. OBJEK DAN TUJUAN EPISTEMOLOGI
Sebaliknya, mungkinkan suatu kegiatan hanya memiliki objek satu tetapi tujuannya
banyak. Ternyata ini juga mungkin terjadi bahkan sering terjadi. Manusia misalnya, sejak
lama ia menjadi objek penelitian dan pengamatan yang memiliki tujuan bermacam-
macam, baik untuk membangun psikologi, sosiologi, pedagogi, ekonomi, antropologi,
bilogi, ilmu hukum dan sebagainya, meskipun secara spesifik tekanan perhatian dalam
meneliti dan mengamati itu berbeda-beda. Dewasa ini, justru kecenderungan ini mulai
memperoleh perhatian yang sangat besar di kalangan para pemikir, perekayasa, dan juga
pengusaha. Artinya, ada upaya bagaimana menjadikan bahan yang sama untuk
kepentingan yang berbeda-beda. Kecenderungan ini justru memiliki efektifitas dan
efisiensi yang tinggi dan bersifat dinamis, mendorong kreativitas seseorang.
Aktivitas berfikir dalam kecenderungan pertama (satu tujuan dengan objek yang
berbeda-beda) lebih mendorong pencarian cara sebanyak-banyaknya, sedang berpikir
dalam kecenderungan kedua (satu objek untuk tujuan yang berbeda-beda) lebih
mendorong pencarian hasil yang sebanyak-banyaknya. Hal ini merupakan implikasi dari
tekanan masing-masing pola berpikir tersebut. Secara global, baik berpikir dalam
kecenderungan pertama maupun kecenderungan kedua, tetap saja membutuhkan banyak
cara untuk mewujudkan keinginan pemikirnya.
12
Dalam filsafat terdapat objek material dan objek formal. Objek material adalah
sarwa-yang-ada, yang secara garis besar meliputi hakikat Tuhan, hakikat alam dan hakikat
manusia. Sedangkan objek formal ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-
dalamnya, sampai ke akarnya) tentang objek material filsafat (sarwa-yang-ada).
Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi atau teori pengetahuan yang pertama kali
digagas oleh Plato ini memiliki objek tertentu. Objek epistemologi ini menurut Jujun
S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh
pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori
pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu
merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa
suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran
menjadi tidak terarah sama sekali.
13
akan menerangkan proses tersebut secara rinci dan mendetail, sehingga siswa benar-benar
mampu memahaminya dan mampu mengembangkan perkalian angka-angka lainnya.
Proses menjadi tahu atau “proses pengetahuan” inilah yang menjadi pembuka
terhadap pengetahuan, pemahaman dan pengembangan-pengembangannya. Proses ini bisa
diibaratkan seperti kunci gudang, meskipun seseorang diberi tahu bahwa di dalam gudang
terdapat bermacam-macam barnag, tetapi dia tetap hanya apriori semata, karena tidak
pernah membuktikan. Dengan membawa kuncinya, maka gudang itu akan segera dibuka,
kemudian diperiksa satu persatu barang-barang yang ada didalamnya. Dengan demikina,
seseorang tidak sekedar mengetahuai sesuatu atas informasi orang lain, tetapi benar-benar
tahu berdasarkan pembuktian melalui proses itu.
14
C. HUBUNGAN EPISTEMOLOGI, METODE DAN METODOLOGI
Selanjutnya perlu ditelusuri dimana posisi metode dan metodologi dalam konteks
epistemologi untuk mengetahui kaitan-kaitannya, antara metode, metodologi dan
epistemologi. Hal ini perlu penegasan, mengingat dalam kehidupan sehari-hari sering
dikacaukan antara metode dengan metodologi dan bahkan dengan epistemologi. Untuk
mengetahui peta masing-masing dari ketiga istilah ini, tampaknya perlu memahami
terlebih dahulu makna metode dan metodologi. “Dalam dunia keilmuan ada upaya ilmiah
yang disebut metode, yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran
ilmu yang sedang dikaji”.
Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain
mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah:
1. Metode Induktif
Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih
lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode
deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri.
Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai
sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian
teori dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik
dari teori tersebut.
3. Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari
apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan segala
15
uraian/ persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, iamenolak metafisika.
Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan
demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada
bidang gejala-gejala saja.
4. Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk
memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda
harusnya dikembangkan sutu kemampuanakal yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan
yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang
dilakukan oleh Al-Ghazali.
5. Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai
kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya
diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah
dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai
apa yang terkandung dalam pandangan.
Lebih jauh lagi Peter R.Senn mengemukakan, “metode merupakan suatu prosedur
atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis”.
Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan dalam
metode tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa metodologi adalah ilmu tentang
metode atau ilmu yang mempelajari prosedur atau cara-cara mengetahui sesuatu. Jika
metode merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu, maka metodologilah yang
mengkerangkai secara konseptual terhadap prosedur tersebut. Implikasinya, dalam
metodologi dapat ditemukan upaya membahas permasalahan-permasalahan yang berkaitan
dengan metode.
16
penelitian kuantitatif dan kualitatif. Padahal mestinya dia harus benar-benar memahami,
bahwa penelitian kuantitatif menggunakan paradigma positivisme, sehingga ditentukan
oleh sebab akibat (mengikuti paham determinsime, sesuatu yang ditentukan oleh yang
lain), sedangkan penelitian kualitatif menggunakan paradigma naturalisme
(fenomenologis). Dengan demikian, metodologi juga menyentuh bahasan tantang aspek
filosofis yang menjadi pijakan penerapan suatu metode. Aspek filosofis yang menjadi
pijakan metode tersebut terdapat dalam wilayah epistemologi.
1. Empirisme
Seorang empiris berpendapat bahwa kita dapat memperoleh pengetahuan melalui
pengalaman. Seseorang yang telah menyaksikan suatu proses perubahan dan
memberitahukan hal tersebut pada yang lain, telah menyampaikan pengalamannya.
Ada 2 unsur yang berkaitan dengan hal ini, yakni yang mengetahui dan yang
diketahui. Pengalaman yang diperoleh melalui indra. Waktu kita dilahirkan, akan
masih berwujud tabularaser dan kemudian baru berfungsi sebagai tempat mencatat
pengalaman indrawi. Ada yang berpendapat bahwa paham empiris member sifat
radikal atau sensasionalisme. Penganut empirisme berpendapat bahwa suatu objek
akan terangsang alat penerima indrawi, yang kemudian diteruskan ke otak. Oleh otak
rangsangan tersebut akan dipahami sebagaimana adanya. Pengalaman dapat bermakna
ganda. Disatu sisi sebagai hasil pengindraan ditambah tanggapan atau hanya
pengalaman murni saja.
2. Rasionalisme
Rasionalisme memandang rasio (akal) sebagai sumber pengetahuan, sedangkan
pengalaman hanya sebagai perangsang pada akal. Kebenaran dan kesesatan dalam
akal kita diperoleh melalui akal budi. Dengan metode deduktif, Descartes menemukan
bahwa kebenaran ada dan nyata dengan bantuan nur cahaya terang dari akal budi.
Kebenaran dapat disimpulkan berasal dari prenisme yang mendahuluinya. Menurut
Descartes kebenaran apriori (sebelum datangnya pengalaman) bersifat terang dan
tegas.
3. Fenomenalisme ajaran Kant
Memperbaiki kritik Hume terdapat sudut pandang empiris dan rasionalis, imanuelkan
(abad ke 18) melakukan peninjauan kembali dan ia berpendapat bahwa ebab akibat
17
adalah hubungan yang bersifat niscaya. Kesimpulannya, pengetahuan tidak diperoleh
melalui pengalaman, melainkan ditambahkan pada pengalaman. Bagaimana cara kita
memperoleh pengetahuan itu sebenarnya tergantung pada jenis pengetahuan.
a. Pengetahuan analitis apriori
Pengetahuan tersebut telah ada sebelum memiliki pengalaman dan memandang
semua benda bereksistensi.
b. Pengetahuan sintesis apriori
Pengetahuan yang berasal dari hasil penyelidikan akal terhadap bentuk
pengalaman sendiri dan digabungkan dengan unsure lain yang tidak terkait.
Menurut Kant, sebagian besar kebenaran matematika mengikuti pola ini. Setiap
kejadian mempunyai sebab (metafisika).
c. Pengetahuan sintesis aposteroi
Pengetahuan yang diperoleh setelah adanya pengalaman.
4. Intuisionisme
Intuisi adalah suatu cara untuk mengetahui secara langsung dan seketika. hal ini
tidak dapat digantikan oleh cara analisis mengenai sesuatu oleh seorang perantara.
Intuisi adalah hasil evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan inilah yang dapat
memahami kebenaran yang utuh, tetap dan unik.
5. Metode Ilmiah
Metode ilmiah sebagai cara untuk memperoleh pengetahuan, sebenarnya adalah
prosedur yang mencakup tindakan pikiran, pola kerja, secara teknis dan tata langkah
untuk memperoleh / mengembangkan pengetahuan yang sudah ada.
Posisi masing-masing istilah ini, seperti lingkaran besar yang melingkari lingkaran
kecil, dan dalam lingkaran kecil masih terdapat lingkaran yang lebih kecil lagi. Lingkaran
18
besar disini diumpamakan filsafat, lingkaran kecil berupa epistemologi, dan lingkaran
yang lebih kecil kecuali berupa metodologi. Ini berarti bahwa filsafat mencakup bahasan
epistemologi, tetapi bahasan filsafat tidak hanya epistemologi karena masih ada bahasan
lain, yaitu ontologi dan aksiologi. Demikian juga epistemologi mencakup bahasan metode
(metodologi), namun bahasan epistemologi bukan hanya metode semata-mata, karena ada
bahasan lain, seperti: hakikat, sumber, struktur, validitas, unsur, macam, tumpuan, batas,
sasaran dan dasar pengetahuan. Untuk lebih jelas lagi perlu dibedakan adanya metode
pengetahuan dan metode penelitian, kendatipun tidak bisa dipisahkan. Metode
pengetahuan berada dalam dataran filosofis-teoritis, sedangkan metode penelitian berada
dalam dataran teknis.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
20
DAFTAR PUSTAKA
http://muhakbarilyas.blogspot.com/2012/04/kajian-epistemologi.html
21