Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ILMU DAKWAH

KONSEP ONTOLOGI ILMU DAKWAH

Oleh:
Kelompok 15

1. Riky Wardhana (210401048)


2. Zian Ulfia (210401041)
3. Nona Salsabila (210401068)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY FAKULTAS


DAKWAH DAN KOMUNIKASI JURUSAN KOMUNIKASI
PENYIARAN ISLAM
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum wr.wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Ontologi
Dakwah” yang banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterimakasih kepada Dr.
Jasafat, M.A yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai “Ontologi Dakwah” Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari anda
demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Banda Aceh, 12 Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI………………………………………………………………...
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………..

A. Latar belakang masalah……………………………………………


B. Rumusan masalah………………………………………………….
C. Tujuan masalah…………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………….

A. Pengertian Ontologi……………………………………………….
B. Landasan Ontologi ilmu dakwah………………………………….
C. Ontologi Dakwah ………………………………………………...
D. Perspektif ontologi terhadap ilmu dakwah……………………….
BAB III PENUTUP ……………………………………………………….

Kesimpulan……………………………………………………………

DAFTAR PUSAKA………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketika berbicara tentang landasan Otologis Dakwah maka kita akan


menelaah apa yang hendak diketahui melalui penelaah itu, karena Ontologi dalam
tataran filsafat merupakan sebuah cabang filsafat yang berdiri sendiri dan
berusaha mengungkap ciri-ciri segala yang ada, baik ciri-ciri yang universal
maupun yang khas. Ontologi juga sebagai suatu tealaah teoritis, yaitu himpunan
terstruktur yang primer dan basic. Ontologi merupakan akar dari ilmu sains atau
dasar dari kehidupan sains, yang mempelajari hal-hal yang bersifat abstrak.
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fudamental dan
cara-cara yang berbeda dalam entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan
(seperti obyek-obyek fisis, hal universal, abstraksi, bilangan, dll) dapat dikatakan
ada. Dalam kerangka tradisional, ontologi dianggap sebagai teori mengenai
prinsip-prinsip umum mengenai hal yang ada. Ontologi berusaha mengungkapkan
makna eksistensi, tidak termasuk mengenai persoalan asal mula, perkembangan
dan struktur kosmos (alam semesta) yang merupakan titik perhatian dari
kosmologi.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian ontologi?
2. Pengertian Ontologi Dakwah?
3. Landasan Ontologi Ilmu Dakwah?
4. Bagaimana perspektif ontologi terhadap ilmu dakwah?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Pengertian ontologi?
2. Mengetahui Pengertian Ontologi Dakwah?
3. Menjelaskan Landasan Ontologi Ilmu Dakwah?
4. Mengetahui Bagaimana perspektif ontologi terhadap ilmu dakwah?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ontologi
Menurut  bahasa, Ontologi  berasal dari  bahasa  Yunani  yaitu : On/Ontos =
ada, dan Logos ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Sedangkan
menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada,
yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun
rohani/abstrak.
Menurut Ensiklopedi Britannica Yang juga diangkat dari Konsepsi
Aristoteles Ontologi Yaitu teori atau studi tentang being / wujud seperti
karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ontologi sinonim dengan metafisika
yaitu, studi filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari
suatu benda untuk menentukan arti , struktur dan prinsip benda tersebut. (Filosofi
ini didefinisikan oleh Aristoteles abad ke-4 SM)
Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang filsafat
yang mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar dan
dikaji secara tersendiri menurut lingkup cabang-cabang keilmuan tersendiri.
Pengertian ontologi ini menjadi sangat beragam dan berubah sesuai dengan
berjalannya waktu.
Sebuah ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit
dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah knowledge base.
Sebuah ontologi juga dapat diartikan sebuah struktur hirarki dari istilah untuk
menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk sebuah
knowledge base”. Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori tentang
makna dari suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang
mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Ringkasnya, pada tinjauan
filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada.
B. Landasan Ontologi Ilmu Dakwah

Lazimnya kita memandang ilmu sebagai bagian dari pengetahuan, baik


Soeroso Prawirohardjo di fakultas pasca sarjana Universitas Gajah Mada,
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan yang memiliki ciri-ciri khas. Ciri khas atau
karakteristik pengetahuan itu keilmuan itu mencerminkan landasan-landasan
ontologi, epistimologi, aksiologi.
Ontologi adalah cabang metafisika mengani realitas yang berusaha
mengungkap ciri-ciri segala yang ada, baik ciri-ciri yang universal, maupun yang
khusus.ontology suatu telaah teoritis adalah himpunan terstruktur yang primer dan
basit dari jenis-jenis entitas yang dipakai untuk memberikan penjelasan dalam
seperti itu, jadi landasan ontology suatu pengetahuan mengacu apa yang digarap
dalam penelaahannya, dengan kata lain apa ynag hendak diketahui melalui
kegiatan penelahan itu. Seperti disebut diatas yaitu bahwa landasan ontology
adalah menelaah apa yang hendak diketahui melalui penelahan itu, dengan kata
lain apa yang menjadi bidang telaah ilmu dakwah. Berlainan dengan agama, maka
ilmu dakwah mengatasi dirinya kepada bidang-bidang yang bersifat empirik dan
pemikiran objek ini tentunya berkaitan dengan aspek kehidupan manusia, sosial,
kehidupan agama, pemikiran budaya, estetika dan filsafat yang dapat diuji atai
diverifikasi.Ilmu dakwah mempelajari dan memberikan misi yang berkaitan
dengan Islam bagi kehidupan manusia.
Berdasarkan objek yang ditelaah, maka ilmu dakwah dapat disebut sebagai
suatu ilmu pengetahuan yang sifatnya empirik maupun pemikiran.secara garis
besar ilmu dakwah mempunyai tiga asumsi mengenai objeknya. Asumsi pertama
bahwa objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, berdasarkan
ini maka kita dapat mengelompokan beberapa objek dalam kegiatan yang serupa
kedalam satu golongan. Asumsi kedua bahwa kegiatan ilmu dakwah disamping
menyampaikan misi ajaran islam juga mempelajari tingkah laku satu objek
dalamkegiatan tertentu. Asumsi ketiga bahwa suatu gejala bukan merupakan suatu
kejadian yang bersifat kebetulan, tiap gejala mempunyai pola tertentu yang
bersifat tetap dengan urutan-urutan kejadian yang sama, disamping asumsi-asumsi
tersebut dakwah sebagai ilmu atau ilmu dakwah, mengandung dua aspek yang
pokok yaitu aspek fenomental dan aspek structural.
Aspek fenomental menunjukan ilmu dakwah yang mengewejantahkan
dalam bentuk masyarakat proses dan produk, sebagai masyarakat atau
kelompok“elit” yang dalam kehidupan kesehariannya begitu mematuhi kaidah-
kaidah ilmiah ynag menurut paradigma Mertan disebut universalisme,
komunise,disent erestedn ess, dan skepsisme yang teratur dan terarah sebagai
proses ilmu dakwah menampakan diri sebagai aktivitas atau kegiatan kelompok
elit dalam upayanya menggali dan mengembangkan ilmu melalui penelitian,
ekspedisi, seminar, kongres dan lain-lainnya, sedangkan sebagai produk ilmu
dakwah dan menghasilkan berupa teori, ajaran, paradigma, temuan-temuan dan
lain sebagainya disebar luaskan melalui karya-karya publikasi dan kemudian
diwariskan kepada madsyarakat dunia.
Aspek struktural menunjukan bahwa ilmu dakwah disebut sebagai
ilmupengetahuan apabila didalamnya terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
Sasaran yang dijadikan objek untuk diketahui(G egenstand). Objek sasaran ini
terus menerus dipertanyakan dengan suatu cara (metode) tertentu tanpa mengenal
titik henti. Adalah suatu cara paradiks bahwa ilmu pengetahuan yang akan terus
berkembang justru muncul permasalahan-permasalahan baru yang mendorong
terus dipertanyakan. Ada alasan mengapa Geganstand terus dipertanyakan.
Jawaban yang diperoleh kemudian dikumpulkan dalam sebuah sistim. Disamping
aspek-aspek tersebut, maka berbicara strategi perkembangan ilmu dakwah dapat
dilihat kedalam beberapa hal, bahwa ilmu dan konteks dengansience sehingga
menimbulkan adanya gagasan baru yang actual dan relevan, sedangkan yang
berpendapat bahwa ilmu lebur dalam konteks. Tidak saja merefleksikan tetapi
juga memberi dasar pembaharuan bagi konteks.
Hal itu tidak dapat dipungkiri bahwa kini sangat dirasakan urgensinya
untukmenjelaskan dan mengarahkan perkembangkan ilmu dakwah atas dasar
context ofdiscovery dan tidak hanya berhenti atas dasar context of justification.
Strategi pengembangan ilmu dakwah yang paling tepat, kiranya adalah sebagai
berikut:
Visi orientasi filosofiknya diletakkan pada nilai-nilai islam didalam
mengahadapi masalah-masalah yang harus dipecahkan sebagai data/fakta objektif
dalam satu kesatuan interogrative.
Visi dan orientasi oprasionalnya diletakkan pada dimensi sebagai berikut:
Tehologis dalam arti bahwa ilmu dakwah hanya sekedar sarana yang memang
harus kita pergunakan untuk mencapai suatu leleos (tujuan), yaitu sebagaimana
ideal kita kita untuk mewujudkan cita-cita masyarakat ilsmai.
Etis dalam arti bahwa ilmu dakwah kita harus oprasionalkan untuk meningkatkan,
sebab manusia hidup dalam relasi baik dengan sesama maupun dengan
masyarakat yang menadi ajangnya. Peningkatan kualitas manusia harus
diintegrasikan kedalam msayarakat yang juga harus ditigkatkan kualitas
strukturnya.
Menurut Sukriadi Sambas, kajian ontology keilmuan ilmu dakwah yaitu
mencakup haikat/keapaan dakwah, hakikat ilmu dakwah itu dapat dirumuskan
sebagai kumpulan pengetahuan yang berasal dari Allah dan kemudian
dikumpulkan oleh umat Islam secara sistematis dan terorganisir yang membahas
interaksi antar unsur dalam sistem melaksanakan kewajiban dengan maksud
mempengaruhi, pemahaman yang tepat mengenai kenyataan dakwah sehingga
akan dapat diperoleh susunan ilmu yang bermanfaat bagi tugas pedakwah dan
khalifah umat Islam.

C. Ontologi Dakwah

Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan


yang paling kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah menunjukan munculnya
perenungan di bidang ontologi.

Secara bahasa kata ontologi dibagi menjadi dua yaitu ontos: sesuatu yang


berwujud, dan logos: “ilmu atau teori”. Secara istilah ontologi adalah ilmu atau
teori tentang wujud hakikat yang ada, yang merupakan kenyataan terakhir baik
yang berbentuk jasmani/ konkret maupun rohani / abstrak. Sedangkan
kata dakwah berasal dari bahasa arab“Da’a-Yad’u-Da’wan” yang artinya adalah
menyeru, mengajak. Secara istilah dakwah bisa diartikan sebagai mengajak
manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka
berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek, agar mereka mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Dari pengertian diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa ontologi dalam
filsafat Dakwah Islam adalah pemahaman atau pengkajian tentang wujud hakikat
dakwah Islam dari segi hakikat dakwah islam itu sendiri dalam mengkaji problem
ontologis dakwah yang juga menjadi perhatian filsafat dakwah.

Bidang kajian ilmu dakwah bersifat empirik, dalam hal ini harus dibedakan
dari kajian ilmu agama yang juga membahas hal-hal yang tidak empirik dalam
pengertian tidak dapat dijangkau dengan pengalaman. Jika ilmu agama mengkaji
hal-hal seperti ketuhanan, hari kiamat, dan yang sejenisnya, maka ilmu dakwah
mengakaji hal-hal yang  berkaitan dengan kehidupan manusia, sosial, kehidupan
keagamaan, pemikiran, budaya, estetika dan filsafat dimana  kesemua hal diatas
dapat diverifikasi/ diuji langsung (empiris).

Dalam memandang bidang atau objek  kajiannya tersebut, ilmu dakwah


memiliki tiga asumsi dasar. Pada asumsi dasar, pertama dikatakan bahwa objek
tertentu memiliki keserupaan dengan objek yang lain. berdasarkan asumi ini,
objek-objek yang memiliki keserupaan kemudian diklasifikasikan menjadi
kelompok-kelompok. Asumsi yang keduaadalah  suatu objek memiliki tingakah
khusus di dalam kegiatan tertentu. Suatu obyek memiliki perilaku tertentu jika ia
berada di dalam situasi tertentu. Misalnya kehidupan keagamaan masyarakat
memiliki corak yang beragam tergantung pada letak geografis atau komposisi
demografisnya. Perilaku-perilaku ini akan melahirkan gejala-gejala tertentu
sehigga asumsiketiga menyatakan bahwa gejala (pada suatu objek) bukanlah
kejadian kebetulan tetapi ada pola tertentu yang bersifat tetap berdsarkan urutan-
urutan yang sama. Hal ini memungkinkan kita untuk mengamati suatu gejala di
dalam riset untuk manrik kesimpulan. Jika gejala yang ada bersifat tidak teratur
tanpa mengikuti pola tertentu maka akan susah menarik kesimpulan.

Ketika membahas landasan ontologis ilmu dakwah maka kita akan bertemu
isitilah-istilah filsafat ilmu seperti adanya aspek fenomental dan aspek
structural. Aspek fenomentalmenunjukan ilmu dakwah yang mengewejantahkan
dalam bentuk masyarakat proses dan produk, sebagai masyarakat atau
kelompok“elit” yang dalam kehidupan kesehariannya begitu mematuhi kaidah-
kaidah ilmiah ynag menurut paradigma Mertan disebut universalisme,
komunisme, dan skepsisme yang teratur dan terarah sebagai proses ilmu dakwah
menampakan diri sebagai aktivitas atau kegiatan kelompok elit dalam upayanya
menggali dan mengembangkan ilmu melalui penelitian, ekspedisi, seminar,
kongres dan lain-lainnya, sedangkan sebagai produk ilmu dakwah dan
menghasilkan berupa teori, ajaran, paradigma, temuan-temuan dan lain
sebagainya disebar luaskan melalui karya-karya publikasi dan kemudian
diwariskan kepada madsyarakat dunia.

Ketika berbicara mengenai ontologi dakwah, maka ada tiga hal mendasar yang
harus dilihat secara cermat dalam kajian tersebut yaitu:

1. Manusia (sebagai pelaku dan penerima dakwah)

Pertanyaan tentang siapakah manusia itu telah muncul sejak manusia 


berada dimuka bumi, dan jawabanya disusun sesuai dengan perkembangan pola
pikir dan pengetahuan manusia itu sendiri. Jawaban dari pertanyaan tersebut 
dapat dijabarkan dalam berbagai disiplin ilmu sosial, ekonomi dan lain-lain, yang
setidaknya memuat jawaban bahwa manusia itu terdiri dari dua unsur yaitu,
pertama jasad material yang tidak ada bedanya dengan binatang). Sedangkan
unsur yang kedua adalah jiwa yang bersifat ruhaniyah, yang memungkinkan
manusia untuk berfikir dan berkembang secara dinamis. Inilah yang membedakan
antara manusia dan binatang.

Manusia dalam pandangan Al-Qur’an dianggap sebagai makhluk yang


paling sempurna diantara makhluk lain (At-Tin:4) dan diangkat derajatnya sebagai
makhluk yang mengungguli alam surga bahkan malaikat sekalipun. Akan tetapi
dalam beberapa tempat manusia juga direndahkan derajatnya, hal ini karena
manusia dilengkapi dengan sifat yang baik dan buruk. Dua sifat ini dapat
dipahami dari dua unsur beku penciptaan manusia, unsur materi yang terdiri dari
tanah liat yang kering dimana hal ini mengambarkan sifat kerendahan. Unsur
kedua adalah ruh Allah yang ditiupkan dalam diri manusia, hal inilah yang
mengambarkan sifat sucinya manusia. Dua sifat yang berlawanan ini mawarnai
kehidupan dam memaksa manusia untuk memilihnya. Dari pilihan manusia itulah
yang akan menentukan nasibnya kelak dikemudian hari.
Sedangakan manusia dalam pandangan dakwah pada hakikatnya adalah
bahwa manusia dicipta dalam kondisi yang cenderung pada agama Allah. Hal ini
telah ada sejak manusia dalam kandungan, dimana manusia telah bersaksi bahwa
Allah adalah tuhannya, sehingga Allah melengkapi manusia dengan dua fungsi
utama (sebagai kahlifah dan kehambaan). Sepanjag perjalana hidup manusia
selalu dihadapkan pada berbagai macam rintangan dan hambatan yang menggoda
fitrahnya. Dalam posisi tersebut manusia harus memilih antara baik dan buruk.
Oleh sebab itu Allah memberikan jembatan “dakwah” agar manusia tetap berjalan
secara konsisten dalam fitrahnya (jalan tuhanya), Hal ini telah dijelaskan dalam
QS. An-Nahl:125

2. Islam sebagai pesan dakwah

Untuk menjaga eksistensinya sebagai makhluk dua dimensi, maka manusia


membutuhkan dua haldasar yang harus dipenuhi yaitu material ( sandang, pangan
dan papan) dan spiritual (agama). Agama secara pasti memberikan jawaban atas
pertanyaan manusia yang berkaitan dengan ketuhanan, yang dijelaskan dalam
ajaran akidah, yang berisi tentang siapa tuhan yang sebenarnya harus disembah.
Jawaban tentang rasa sosial manusia dijabarkan dalam ajaran syari’at yang
mengatur tentan bagaimana kehidupan manusia bisa berjalan dengan harmonis.
Sedangkan pertanyaan tentang etika dijelaskan oleh islam dalam ajaran akhlak,
yang mengatur tentang bagaimana manusia berhubungan dengan sesamanya.

3. Dakwah dan Hidayah

Hidayah merupakan penjelasan dan petunjuk jalan yang akan


menyampaikan kepada tujuan, sehingga meraih kemenangan di sisi Allah. Dalam
hal ini hidayah tuhan yang berupa ajaran islam akan sampai kepada manusia itu
melalui proses, maka dalam proses inilah dakwah berperan sentral. Sehingga bisa
dikatakan bahwa posisi dakwah dalam hal ini adalah upaya atau proses untuk
mengajak dan merayu manusia agar kembali atau tetap berada dan meningkatkan
fitrahnya, yakni dalam ketuhanan, sosial dan etika yang sesuai dengan ajaran
islam sehingga dapat terwujud kehidupan manusia yang khoiru ummah.
D. Perspektif Ontologi Terhadap Ilmu Dakwah

Kata ontologi berasal dari bahasa yunani, yaitu : on/ontos yang berarti
“ada”, dan logos yang artinya “ilmu”. Jadi, ontologi ialah ilmu tentang yang
ada. Ontologi sendiri adalah teori tentang ada dan realitas. Meninjau persoalan
secara ontologis adalah mengadakan penyelidikan terhadap sifat dan realitas. Jadi
ontologi adalah bagian dari metafisika yang mempelajari hakikat dan digunakan
sebagai dasar untuk memperoleh pengetahuan. Ontologi meliputi permasalahan
apahakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inbern dengan
pengetahuan yang tidak terlepas dari persepsi kita tentang apa dan bagaimana
ilmu itu.

Menurut Jujun S. Suriasumantri, ontology membahas apa yang ingin kita


ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu
pengkajian mengenai teori tentang “ada”.Aspek ontologi dalam ilmu dakwah
berkaitan dengan apa yang menjadi objek kajian pada ilmu tersebut. Obyek kajian
ilmu dakwah terbagi dua bagian, yaitu: obyek material dan obyek formal.

Amrullah Achmad berpendapat, obyek material ilmu dakwah adalah semua


aspek ajaran Islam (Al-Qur’an dan As-Sunnah), hasil ijtihad serta realisasinya
dalam sistem pengetahuan, teknologi, sosial, hukum, ekonomi, pendidikan dan
lainnya, khususnya kelembagaan Islam. Sedangkan obyek formalnya yaitu
kegiatan mengajak umat manusia supaya kembali kepada fitrahnya sebagai
muslim dalam seluruh aspek kehidupannya.

The Liang Gie membuat struktur pengetahuan filsafat yang terbagi ke dalam
tiga bidang, yaitu filsafat sistematis, filsafat khusus dan filsafat keilmuan.
Sebagian dari filsafat sistematis adalah metafisika. Dan ontologi sendiri
menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara-cara yang
berbeda dalam entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan (seperti objek
fisis, hal universal, abstaksi, bilangan dan lain-lain) dapat dikatakan ada. Dalam
kerangka tradisonal, ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip
umum mengenai hal “ada”, sedangkan dalam pemakaiannya pada akhir-akhir ini
ontologi dipandang sebagai teori mengenai “apa yang ada”. Ontologi berusaha
mengungkapkan makna eksistensi, tidak termasuk mengenai persoalan asal mula
perkembangan dan struktur kosmos (atau alam semesta) yang merupakan titik
perhatian dari kosmologi.

Filsafat dakwah menurut sistematika filsafat yang dibuat The Liang Gie
termasuk dalam filsafat khusus, yaitu filsafat agama. Namun dalam kaitannya
dengan filsafat keilmuan, seperti yang diadaptasikan oleh Buhtanuddin Agus,
masalah ontologi dari filsafat dakwah berkaitan dengan pandangan tentang
hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah di sekitar persoalan dakwah.

Ontologi merupakan asas dalam menetapkan batas/ruang


lingkup wujud yang menjadi objek penelaahan (objek formal pengetahuan) serta
penafsiran tentang hakikat realitas dari objek formal tersebut. Objek formal
ilmu kawniyyah ada dua : alam semesta dan manusia. Objek yang terakhir dapat
dilihat dari dimensi individual, komanual, dan temporal. Masing-masing objek,
lingkup penelaahan keilmuannya dibatasi pada daerah-daerah yang berada dalam
jangkauan pengalaman manusia, baik secara empiris (QS. An-Nahl: 78) maupun
secara hermeneutis (QS. Al-Hajj: 46). Hakikat realitas dari masing-masing objek
formal ditafsirkan sebagaimana adanya.

Ontologi dalam Dakwah Islam adalah pemahaman atau pengkajian tentang


wujud hakikat dakwah islam dalam mengkaji problem ontologis dakwah yang
juga menjadi perhatian filsafat dakwah selain ilmu-ilmu lainnya.

Landasan ontologi adalah menelaah apa yang hendak diketahui melalui


penelaahan itu, dengan kata lain apa ynag menjadi bidang bidang telaah ilmu
dakwah. Berlainan dengan agama, maka ilmu dakwah mengatasi dirinya kepada
masalah-masalah yang empirik dan pemikiran yang tentunya berkaitan dengan
aspek kehidupan manusia, sosial, agama, pemikiran budaya, estetika dan lainnya
yang akan diuji. Berdasarkan objek yang ditelaah, maka ilmu dakwah daapt
disebut sebagai suatu ilmu pengetahuan yang sifatnya empiric maupun pemikiran.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Ontologi berasal dari dua kata on dan logi artinya ilmu tentang ada.
Ontologi adalah teori tentang ada dan realitas. Jadi ontologi adalah bagian dari
metafisika yang mempelajari hakikat dan digunakan sebagai dasar untuk
memperoleh pengetahuan atau dengan kata lain menjawab dengan pertanyaan
apakah hakekat ilmu itu. Ontologi dalam Dakwah yang juga menjadi perhatian
filsafat dakwah selain ilmu-ilmu lainnya.

Amrullah Achmad berpendapat, obyek material ilmu dakwah adalah semua


aspek ajaran Isalm ( Al-Qur’an dan as-sunnah), hasil ijtihad, dan realisasinya
dalam sistem pengetahuan, teknologi social, hukum, ekonomi, pendidikan dan
lainnya, khususnya kelembagaan Islam. Menurut Sukriadi Sambas, kajian
ontologi keilmuan ilmu dakwah yaitu mencakup hakikat/keapaan dakwah, hakikat
ilmu dakwah itu dapat dirumuskan sebagai kumpulan pengetahuan yang berasal
dari Allah dan kemudian dikumpulkan oleh umat Islam secara sistematis dan
terorganisir yang membahas interaksi antar unsur dalam sistem melaksanakan
kewajiban dengan maksud mempengaruhi, pemahaman yang tepat mengenai
kenyataan dakwah sehingga akan dapat diperoleh susunan ilmu yang bermanfaat
bagi tugas pendakwah dan khalifah umat Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Amrullah. 1985. Dakwah Islam dan Perubahan Sosial.


Yogyakarta: PLP2M.

Enjang dan Aliyudin. 2009. Dasar-dasar Ilmu Dakwah. Bandung: Widya


Padjajaran.

Iyas Supena, Desain Ilmu-Ilmu Keislaman, (Semarang: Walisongo Press,


2008),

Sulthon, Muhammad. 2003. Desain Ilmu Dakwah. Semarang: Pustaka


Pelajar Offset.

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo


Persada, 2011)

Anda mungkin juga menyukai