Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PERKEMBANGAN KAIDAH FIKIH DARI MASA KE MASA

(Ditulis Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu yang


diampu Oleh Dosen Dr.H.Andy Dermawan )

Disusun oleh :

Jihan Isyia Salsabila (20102040098)

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS


DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SUNAN
KALIJAGA YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK
2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Ynag Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji
syukur kehadirat Allah SWT. Yang Maha Esa karena telah memnbrri lesempatan kepada
penulis untuk menyelesaikakn makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul ”TINJAUAN FILSAFAT :
ONTOLOGI,EPISTIMOLOGI,AKSIOLOGI” tepat waktu.
Makalah disusun guna memenuhi tugas Bapak Andy Dermawan pada mata
kuliah filsafat ilmu di Prodi Manajemen Dakwah. Selain itu, penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang “TINJUAAN FILSAFAT :
ONTOLOGI EPISTIMOLOGI AKSIOLOGI”.
Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Andy Dermawan
selaku Dosen pengampu pada mata kuliah Filsafat Ilmu. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah
ini.Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun kepada penulis sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah
ini.

Bintan, 9 mei 2002


Jihan Isyia Salsabila

2
3
DAFTAR ISI

COVER...................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................................2
BAB I : Pendahuluan..............................................................................................................4
Latar Belakang Masalah......................................................................................................4
Rumusan masalah................................................................................................................5
BAB II : Pembahasan..............................................................................................................6
A. Ontologi....................................................................................................................6
B. Epistimologi...........................................................................................................10
C. Aksiologi................................................................................................................14
BAB III : Penutupan.............................................................................................................18
Kesimpulan & Saran.............................................................................................................18

4
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah.

Filsafat adalah ratunya berbagai ilmu, begitu sebutan biasanya, sebuah disiplin yang
telah berusia ribuan tahun. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang Komperhensif yang
berusaha memahami persoalan persoalan yang timbul di keseluruhan ruang lingkup
pengalaman manusia. Dengan demikian filsafat banyak dibutuhkan manusia dalam upaya
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam berbagai lapangan kehidupan
manusia. Jawaban hasil dari pemikiran filsafat bersifat sistematis, integral, menyeluruh dan
mendasar.
Pada prinsipnya, filsafat menempatkan sesuatu berdasarkan kemampuan daya nalar
manusia. Kebenaran dalam konteks filsafat adalah kebenaran yang sepenuhnya tergantung
pada kemampuan daya nalar manusia. Kemampuan berfikir atau bernalar merupakan satu
bentuk kegiatan akal manusia melalui pengetahuan yang diterima melalui pancaindera,
diolah dan ditunjukkan untuk mencapai suatu kebenaran.
Sebagai mata kuliah wajib yang harus diikuti oleh tiap mahasiswa di banyak
fakultas dan jurusan, seringkali filsafat disalah artikan. Salah satunya adalah definisi
‘filsafat ilmu’ sendiri yang seringkali dipahami sebagai padanan dari filsafat pengetahuan,
filsafat ilmu pengetahuan, filsafat ilmu hukum, filsafat ilmu politik dan lain sebagainya.
Sementara filsafat ilmu itu sendiri berbeda sama sekali dengan padanan seperti yang
tersebut diatas.
Secara mudah filsafat ilmu sendiri di definisikan sebagai suatu kajian yang akan
menjawab pertanyaan tentang hakikat ilmu, ditinjau dari ontologi, epistimologi dan
aksiologi. Sehingga filsafat ilmu tidak berpannjang lebar menjelaskan tentang sejarah dari
filsafat, teori dan konsep yang ada dalam diri filsafat. Hal ini dikarenakan inti dari
pembahasan yang ada tidak lain dan tidak bukan ada dalam tiga aspek pembahasan:
ontologi, epistimologi, aksiologi yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan erat,
hingga kemudia melahirkan suatu disiplin ilmu baru

5
Rumusan masalah.
1. Apa pengertian ontologi?
2. Apa pengertian epistimologi?
3. Apa pengertian aksiologi?
4. apa saja aspek ontologi ?
5. apa saja pandangan dalam ontologi?
6. Bagaimana peran ontologi dalam keilmuan ?
7. Apa saja aliran dalam epistimologi
8. Apa saja cakupan dari epistimologi ?
9. Apasaja metode dari epistimologi ?
10. Bagaimana hubungan Epistimologi dengan ilmu ilmu lainnya?
11. Apasaja yang menjadi fokus utama dari aksiologi ?
12. Bagaimana kegunaan aksiologi terhadap tujuan ilmu pengetahuan ?

Tujuan.
1. Untuk mengetahui pengertian ontologi?
2. Untuk mengetahui pengertian epistimologi?
3. Untuk mengetahui pengertian aksiologi?
4. Untuk mengetahui aspek ontologi ?
5. Untuk mengetahui pandangan dalam ontologi?
6. Untuk mengetahui peran ontologi dalam keilmuan ?
7. Untuk mengetahui aliran dalam epistimologi
8. Untuk mengetahui cakupan dari epistimologi ?
9. Untuk mengetahui metode dari epistimologi ?
10. Untuk mengetahui hubungan Epistimologi dengan ilmu ilmu lainnya?
11. Untuk mengetahui apa yang menjadi fokus utama dari aksiologi ?
12. Untuk mengetahui kegunaan aksiologi terhadap tujuan ilmu pengetahuan ?

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ontologi
Pengertian Ontologi
Definisi Ontologi secara Bahasa berasal dari Bahasa Yunani, yaitu On (Ontos)
merupakan ada dan Logos merupakan ilmu sehingga Ontologi merupakan ilmu
mengenai yang ada. Ontologi dapat diartikan sebagai suatu cabang metafisika yang
berhubungan dengan kajian mengenai eksistensi itu sendiri. Ontologi mengkaji sesuai
yang ada, sepanjang sesuatu itu ada.1
Claubergh menyebut ontologi sebagai ilmu pertama, yaitu studi tentang yang ada
sejauh ada. Studi ini dianggap berlaku intuk semua entitas, termasuk Allah dan ciptaan,
dan mendasari teologi serta fisika. Pertanyaaan yang berhubungan dengan obyek apa
yang dikaji oleh pengetahuan itu (ontologi), bagaimana cara mengetahui pengetahuan
tersebut (epistimologi), dana pa fungsi pengetahuan (aksiologi)2
Ontologi menurut istilah merupakan ilmu yang membahas hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality, baik jasmani/konkret maupunrohani/abstrak
(Bakhtiar:2004). Dalam definisi Arisstoteles, Ontologi merupakan pembahasan
mengenai pembahasan mengenai hal ada sebagai hal ada (hal ada sebagai demikian)
mengalami perubahan yang dalam sehubungan dengan objeknya (Gie:1997)
Ontologi menurut The Liang Gie merupakan bagian dari filsafat dasar yang
mengungkapkan makna dari sebuh eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan
sebagai berikut :
a. Apakah artinya ada, hal ada?
b. Apakah golongan-golongan dari hal ada?
c. Apakah sifat dassar kenyataan dan hal ada?
d. Apakah cara-cara yang berbeda dalam entilas dari kategori kategori logis yang
berlainan (missal objek fisis, pengertian universal,abstraksi dan bilangan) dapat
dikatakan ada?
1
Muhammad Kristiawan, Filasafat pendidikan: the choice is yours, (YOGYAKARTA: Valia Pustaka,2016) hal.
141.
2
Ibid, 141

7
Ontologi dalam Ensiklopedia Britannica, (yang diangkat dari konsepsi Aristoteles)
merupakan teori atau studi tentang wujud, misalnya karakteristik dasar dari seluruh
realitas. Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab
“apa” yang menurut Aristoteles merupakah The First Philosophy dan merupakan ilmu
mengenai esensi benda (Romdon 1996). Ontologi memiliki arti yang sama dengan
metafisika yang merupakan studi filosofi untuk menentukan sifat yang asli (real nature)
dari suatu benda untuk memnentukan arti, struktur, dan prinsip benda tersebut. 3
Ontologi dalam filsafat ilmu merupakan studi mengenai sifat dasar ilmu yang
memiliki arti,struktur,dan prinsip ilmu. Kadang kadang Ontologi digunakan dalam arti
yang lebih luas untuk merujuk pada studi tentang apa yang mungkin ada. Ontologi
bertujuan untuk memberikan klasifikasi yang definitive dan lengkap dari entitas di
semua bidang. Definitive dalam arti bahwa hal tersebut dapat berfungsi sebagai
jawaban atas pertanyaan dan penjelasan dari semua kejadian di alam semesta. Lengkap
disini berarti bahwa semua jenis entitas harus dimasukkan dalam klasifikasi.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari
kenyataan konkrit tau relitas secara kritis. Beberapa alirand alam bidang ontologi, yakni
realisme, naturalism, dan empirisme. Istilah istilah terpenting yang terkait dengan
ontologi adalah :
1. Yang ada (being)
2. Kenyataan/ realitas (reality)
3. Eksisitensi (existence)
4. Esensi (essence)
5. Substansi (substance)
6. Perubahan (change)
7. Tunggal (one)
8. Jamak (many)

Dasar Ontologi
Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan kefilsafatan paling
kuno. Awal pikiran Yunani menunjukkan munculnya perenungan di bidang Ontologi.
Dalam persoalan Ontologi, orang menghadapi persoalan bagaimana mernerangkan
segala yang ada ini?. Pertama kali orang dihadapkannya pada materi (kebenaran) dan
kedua pada kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan). Metafisika Umum adalah nama
lain dari (istilah) dari Ontologi. Dengan demikian, metafisika atau ontologi adalah

3
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu, (Bogor : PT Penerbit IPB press,2016) hal. 82

8
cabang filsafat yang membahas tentang prinsip paling dasar dari segala sesuatu yang
ada.
Dalam berbagai pemahaman Ontologi, terdapar beberapa pandangan pokok
pemikiran, diantaranya :
a) Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan hanyalah satu
saja, tidak mungkin ada dua. Harus satu hakikatnya saja yang menjadi sumber yang
asal, baik berupa materi maupun rohani. Harus merupakan sumber yang pokkok dan
dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Istilah Monoisme oleh Thomas
Davidson disebut dengan Block Universe 4. Paham ini kemudian terbagi menjadi
dua aliran
a) Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itun adalah materi, bukan
rohani. Aliran ini sering disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati
merupakan kenyataan dan satu satunya fakta (Sunarto:1983) hanyalah materi,
sedangkan jiwa atau ruh tidakklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri
sendiri.
b) Idealisme
Aliran ini merupakan lawan dari aliran materialisme. Aliran idealisme ini
dinamakan dengan spiritualisme. Aliran ini beranggapan bahw hakikat
kenyataan yang beraneka ragam berasal dari sukma (roh), yaitu sesuatu yang
tidak berbentuk dan menempati ruang. Materi dan zat itu hanyalah suatu jenis
daripada penjelmaan rohani.

b) Dualisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat itu ada dua ialah Dualisme. Paha inin
berpendapat bahwa benda terdiri atas dua macam hakikat sebagai asal sumber, yaitu
hakikat materi dan rohani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan mmuncul dari
benda, malainkan sama sama hakikat. Kedua macam hakikat ini masing masing bersifat
bebas dan berdiri sendiri. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan di alam ini.
Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650) yang dianggap sebagai bapak Filosofi
Modern.

9
c) Pluralisme
Paham ini beranggapan bahwa segala macam bentuk yang ada merupakan kenyataan.
Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mnegakui bahwa segala bentuk ini semuanya
nyata. Dalam Dictionary of Philosophy and Religion, pluralism dikatakan sebagai
paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini terssusun dari banyak unsur. Tokoh
aliran ini pada Masa Yunani Kuno adalah Anaxahoras dan Empedocles yang
menyatakan bahwa substansi yang ada terbentuk dan terdiri atas 4 unsur yaitu tanah,
air, api, udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James 91842-1910 M) tokoh ini
terkenal sebagai seorang psikolog dan filsuf Amerika.

d) Nihilisme
Berasal dari Bahasa Yunani yang berarti nothing atau tidak ada. Istilah Nihilisme
diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalamnovelnya Fadhers and Children yang
ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin tentang Nihilisme sebenarnya sudah ada
sejak zaman Yunani kuno, yaitu pada pandangan Grogias (483-360 SM) yang
memberikan tiga proporsi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis.
Realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui.
Ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya. Penginderaan itu sumber
ilusi. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita
beritahukan kepada orang lain.

e) Agnotitisme
paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda, baik
hakikat materi maupun hakikat rohani. Kata agnosticisme barasal dari bahasa Yunani
ignotos yang berarti Unknow artinya not, Gno artinya Know. Timbulnya aliran ini
dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkrit
akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat dikenal. Aliran ini mirirp dengan
skeptitisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya mengetahui
hakikat. Namun, tampaknya agnotisme lebih dari itu karena menyerah sama sekali.

Aspek Ontologi

10
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan
tertentu. ontologi membahas segala yang ada dan universal. Onjek kajian ontologi adalah
ada. Istilah ontologi banyak digunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks
filsafat ilmu. Ontologi membahas tentang yang ada dan universal, menampilkan oemikiran
universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan atau dalam
rumusan Lorens Bagus ; menjelaskan yang ada meliputi semua realitas dalam semua
bentuknya5
Objek formal Ontologi adalah Hakikat seluruh realitas. Perlu untuk diketahui secara
utuh, bahwa Ontologi merupakan pembahasandalam rangka untuk mencari atau
mendapatkan hakekat sesuatu. Sering orang mempertanyakan kembali tentang “sesuatu”
apa? Atau “sesuatu” yang manakah? Hingga kemudian didapatkan hakekat dari sesuatu
tersebut, seperti yang pernah dilakukan oleh filsuf Yunani bernama Thales.
Thales memberi kesimpulan setelah melewati perenungan tentang air. Ia
mengatakan bahwa air itu adalah substansi terdalam atau asal dari segala sesuatu, karena
dengan air kehidupan bisa berjalan dan kehidupan berjalan, dan kehidupan bisa
berkembang.
Tanpa suatu kajian Ontologi tentang suatu hal, mustahil adanya suatu pembahasan
yang mendalam dan melebar karena secara akar pembahasan belum terungkap. Namun
sebaliknya jika jika suatu kajian telah dikaji secara ontologis, maka serta merta akan
mengungkap berbagai hal yang berkaitan dengan kajian tersebut, sehingga akan muncul
berbagai macam hal yang ada hubungannya dengan akar kajian yang sedang dibahas.
Seperti biologi dengan berbagai hal yang menyangkut dunia tetumbuhan, binatang, baik
yang ada di darat dan air, bahkan manusia dengan apa ada di diri tubuh manusia, dan lain
halnya yang ada dalam kehidupannya.

Peran Penting Ontologi dalam struktur ilmu


Ontologi dalam filsafat merupakan studi atau pengkajian mengenai sifat dasar ilmu
yang menentukan arti, struktur, dan prinsip ilmu. Ontologi menempati posisi yang penting
karena ontologi menempati posisi landasan yang terdasar dari segitiga ilmu. Ontologi
sebagai landasan terdasar dari ilmu adalah seperti dunia yang jarang dikaji. Hal ini
disebabkan keberadaannya nyaris tak terlintas dibenak sebagian besar pengguna ilmu. Pada
lapisan ontologi lah dilletakkannya undang undang dasar dunia ilmu.

B. Epistimologi
5
Ibid, hal. 83

11
Pengertian Epistimologi
Epistimologi berasal dari Bahasa Yunani, episteme dan Logos. Episteme berarti
pengetahuan (knowledge), logos berarti teori. Secara etimologis berarti teori pengetahuan.
Hal yang dikaji Epistimologi mengenai apa sesungguhnya ilmu, darimana sumber ilmu,
serta bagaimana proses terjadinya. Dalam Kamus Webster disebutkan bahwa epistemologi
merupakan “Teori ilmu pengetahuan (science) yang melakukan investigasi mengenai asal-
usul, dasar, metode, dan batas-batas ilmu pengetahuan”. Disamping itu, banyak sumber
yang mendefinisikan pengertian spidtimologi, diantaranya :
a) Epistemologi adalah cabang ilmu filsafat yang mengenarahi masalah-masalah
filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan.
b) Epistemologi adalah pengetahuan sistematis yang membahas tentang terjadinya
pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara
memperoleh pengetahuan, validitas, dan kebenaran pengetahuan (ilmiah)
c) Epistemologi adalah cabang atau bagian filsafat yang membicarakan tentang
pengetahuan, yaitu tentang terjadinya pengetahuan dan kesahihan atau kebenaran
pengetahuan.
d) Epistemologi adalah cara bagaimana mendapatkan pengetahuan, sumber-sumber
pengetahuan, ruang lingkup pengetahuan. Manusia dengan latar belakang,
kebutuhankebutuhan, dan kepentingan-kepentingan yang berbeda mesti akan
berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti dari manakah saya berasal?
Bagaimana terjadinya proses penciptaan alam? Apa hakikat manusia? Tolak ukur
kebaikan dan keburukan bagi manusia? Apa faktor kesempurnaan jiwa manusia?
Mana pemerintahan yang benar dan adil? Mengapa keadilan itu ialah baik? Pada
derajat berapa air mendidih? Apakah bumi mengelilingi matahari atau sebaliknya?
Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain. Tuntutan fitrah manusia dan rasa ingin
tahunya yang mendalam niscaya mencari jawaban dan solusi atas permasalahan-
permasalahan tersebut dan hal-hal yang akan dihadapinya. Pada dasarnya, manusia
ingin menggapai suatu hakikat dan berupaya mengetahui sesuatu yang tidak
diketahuinya.6
Epistimologi atau teori pengetahuan cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat
dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar dasarnya, serta
penanggungjawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Epistimologi
membahas tentang terjadinya dan kebenaran suatu ilmu. Epistimologi adalah bagian filsafat
yang meneliti asal-usul,asumsi dasar,sifat sifat, dan bagaimana memperoleh pengetahuan
menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat. Dengan pengertian ini,

6
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu (Bogor: IPB Press, 2016), hal. 91.

12
epistimologi menjadi penentu dalam karakter pengetahuan, bahkan menemukan kebenaran,
mengenai hal yang dianggap pantas diterima dan apa yang pantas ditolak.

Metode Epistimologi
Berdasarkan definisi dan pengertian epistimologi dapat diketahui bahwa metode
ilmu ini menggunanakan akal dan rasio, karena untuk menjelaskan pokok bahasannya
memerlukan analisa akal. Yang dimaksud metode akal di sini adalah meliputi seluruh
analisa rasional dalam koridor ilmu-ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî. Dari dimensi lain,
untuk menguraikan sumber kajian epistemologi dan perubahan yang terjadi di sepanjang
sejarah, juga menggunakan metode analisa sejarah. Adapun metode dalam epistemologi itu
antara lain adalah sebagai berikut
a. Metode induktif adalah metode menyimpulkan pernyataan hasil oservasi dalam
suatu pernyataan yang umum
b. Metode deduktif adalah metode yang menyimpulkan babhwa data empiris diolah
lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut.
c. Metode Positivisme adalah metode yang berpangkal dari apa yang
diketahui,factual,dan positif. Ia mengenyampingkan segala uraian dan persoalan di
luar dari pada fakta. Oleh kaarena nya dia menolak Metafisika. Metode ini
dipelopori oleh Aguste Comte. Menurutnya perkembangan pemikiran manusia
berlandgung dalam tiga tahap, yaitu : teologis,metafisis dan positif
d. Metode Kontemplatif adalah pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi yang
diperolah dengan cara berkontemplasi sepeerti yang dilakukan oleh Al-Ghazali.
e. Metode Dialektis adalah tahap logika yang mengajarkan kaidah dan metode
penuturan juga analisa sistematis tentang ide ide untuk mencapai apa yang
terkandung dalam pandangan.

Aliran Epistimologi
a) Empirisme
Aliran ini menyatakan bahwa semua pengetahuan manusia diperolah melalui
pengalaman indra. Indra memperoleh pengalaman dari alam empiris, selanjutnya kesan
tersebut terkumpul dalam didi manusia menjadi pengalaman. Sehingga Empirisme
menekan pada ilmu pengetahuan manusia bersifat terbatas terhadap apa yang diamati
dan diuji. Oleh karena itu aliran empirisme memiliki sifat kritis terhadap abstraksi dan

13
spekulasi dalam membangun dan memperoleh ilmu. Tokoh aliran ini adalah John Locke
dan David Hume.
b) Realisme
Merupakan suatu aliran yang menyatakan bahwa objek yang kita serap lewat indra
adalah nyata dalam diri objek tersebut. Realisme berpandangan bahwa kenyataan
tidaklah terbatas pada pengalaman indrawi ataupun gagasan yang terbangun dari dalam.
Dengan demikian realisme dapat dikatakan sebagai bentuk penolakan terhadap gagasan
ekstrim idealisme dan empirisme. Dalam membangun ilmu pengetahuan, realisme
memberikan teori dengan metode induksi empirisme. Gagasan utama dari realisme
bahwa pengetahuan didapat dari dua hal, yaitu observasi dan pengembangan pemikiran
baru dari observasi yang dilakukan.
c) Idealisme
Idealisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang berpandangan bahwa doktrin
tentang realitas eksternal tidak dapat dipahami secara terpisan dari kesadaran
manusia. Aliran ini memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi,
bukan fisik. Pengetahuan yang diperolah melalui pancaindra adalah tidak pasti dan
tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah. Tokoh
dari aliran ini antara lain ialah : Plato, Elea dan Hegel, Immanuel Kant, David
Hume, dan Al-Ghazali.
d) Positivisme
Positivism adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-
satunya sumber pengetahuan yang benar, menolak aktivitas yang berkenaan dengan
metafisik, tidak mengenaladanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.
Adalah doktrin filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang menempatkan peran
sentral pengalaman dan bukti empiris sebagai basisi dari ilmu pengetahuan dan
penelitian. Tokoh aliran ini diantaranya adalah Aguste Comte, yang memiliki
pandangan sejarah perkembangan pemikiran manusia yang dikelompokkan dalam
tiga tahap, yaitu:

 Tahap Theologis, yaitu manusia amsih percaya pada sesuatu yang mutlak.
Di tahap ini, manusia dikuasai oleh takhayul.
 Tahap Metafisis, yaitu pemikiran manusia berusaha memahami dan
memeikirkan kenyataan, tetapi belum mampu membuktkan dengan fakta.
 Tahap Positif, yaitu ditandai dengan pemikiran manusia untuk menemukan
hukum-hukum an saling hubungan lewat fakta.

14
e) Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah
segala sesuatu yang membuktikan dirinya dengan melihat kepada akibat-akibat atau
hasil yang bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, aliran ini tidak
mempersoalkan tentang hakikat pengetahuan, namun mempertanyakan tentang
pengetahuan dengan manfaat atau guna dari pengetahuan tersebut. Dengan kata lain
kebenaran pengetahuan hendaklah dikaitkan dengan manfaat dan sebagai sarana
bagi suatu perbuatan. Dasar pragmatism adalah logika pengamatan, dimana apa
yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta fakta
individual, konkret, and terpisah atu sama lain. Tokoh aliran ini antara lain adalah
C.S Pierce (1839-1914), yang menyatakan bahwa yang terpenting adalah manfaat
apa yang dapat dilakukan suatu pengetahuan dalam suatu rencana. Tokoh lain
adalah Wiliam James (1824-1910) menyatakan bahwa ukuran kebenaran sesuatu hal
adalah ditentukan oleh akibat praktisnya.

Hubungan Epistimologi dengan Ilmu Ilmu lain


a. Hubungan epistimologi dengan ilmu logika. Epistimologi jika dikaitkan dengann
ilmu logika dikategorikan sebagai pendahuluan atau mukaddimah karena apabila
kemampuan dan validitas akal belum dikaji dan ditegaskan, mustahil bisa
membahas tentang metode akal untuk mengungkap suatu hakikat dan bahkan
metode-metode yang ditetapkan oleh ilmu logika masih dipertanyakan dan
direkonstruksi
b. Hubungan epistimologi dengan filsafat. Membahas kaidah umum tentang
eksisitensi.Kemapuan,kodrat, dan validitas akal dalam memahami hakikat dan
realitas eksternal.
c. Hubungan epistimologi dengan teologi dan ilmu tafsir. Teologi ialah suatu ilmu
yang menjabarkan proposisi teks suci agama dan penyusunan argumentasi demi
mempertahankan peran dan posisi agama. Ilmu tafsir adalah suatu ilmu yang
berhubungan dengan metode penafsiran kitab suci. Jadi, epistimologi berperan
sentral sebagai alat penting bagi kedua ilmu tersebut, khususnya pembahasan terkait
dengan kintradiksi ilmu dan agama.

C. Aksiologi
Pengertian Aksiologi

15
Beberapa definisi tentang Aksiologi yang diungkapkan oleh Amsal Bakhtiar
(bakhtiar 2004) sebagai berikut :

 Secara Bahasa, Aksiologi berasal dari Bahasa Yunani , yaitu berasal dari kata
‘Axios’ yang brarti nilai dan ‘Logos’ yang berarti ilmu. Dengan demikian dapat
diambil kesimpulan bahwa aksiologi adalah Ilmu tentang nilai.
 Mengutip dari Jujun. S Suriasumantri, dalam bukunya “Filsafat Ilmu”
mendefinisikan Aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh
 Mengutip dari Bramei, aksiologi terbagi menjadi tida bagian penting, antara lain :
a. Tindakan moral yang melahirkan etika
b. Ekspresi keindahan yang melahirkan estetika
c. Kehidupan sosial politik yang melahirkan filsafat sosial politik
 Dalam Encyclopedia of Philosophy, dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan
value dan valuation. Dalam hal ini dianggap sebagai nilai memberi nilai dan dinilai
Nilai
Dalam pembahasan aksiologi, nilai menjadi fokus utama. Nilai dipahami sebagai
pandangan, cita cita dan kebiasaan yang nantinya akan menimbulkan tanggapan emosional
pada seseorang atau masyarakat tertentu. dalam filsafat, nilai akan berkaitan dengan
logika,etika dan estetika (Salam 1997). Yang mana logika akan berbicara tentang persoalan
niali kebenaran sehingga dengan logika akan diperoleh sebuah keruntutan. Sementara etika
akan berbicara mengenai kebenaran, yaitu antara yang pantas dengan yang tidak pantas,
antara yang baik denganyang tidak baik. Adapun estetika akan mengupas tentang nilai
keindahan atau kejelekan. Estetika biasanya erat kaitannya dengan karya seni.
a. Logika
Pada dasarnya, logika merupakan suatu teknik atau metode yang diciptakan
untuk meneliti ketepatan dalam penalaran. Logika akan membantu manusia dalam
menempuh jalan yang paling efisien dan menjaga kemampuan yang salah dalam
berfikir. Dengan kata lain orang dapat berdikir secara benar. Logika tidak
mengajarkan apaun tentang manusia atau dunia, melainkan merupakan suatu teknik
yang mementingkan segi formal, yaitu bentuk dari pengetahuan.
b. Etika
Etika atau “filsafat moral” adalah cabang filsafat yang berbicara tentang
“praksis” manusiawi, yaitu tentang tindakan. Istilah etika berasal dari kata ethis
yang berarti adat kebiasaan. Dalam istilah lain, para alhi menyebutnya dengan
moral. Namun kedua kata ini memiliki arti yang berbeda, etika bersifat teori

16
sedangkan moral bersifat praktisEtika merupakan cabang filsafat yang
membicarakan perbuatan manusia dari sudut baik dan tidak baik yang berlaku
umum. Etika mempersoalkan bagaimana manusia bertindak, sedangkan moral
mempersoalkan bagaimana semestinya tindakan manusia itu. Tujuan dari etika
dalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia
lakukan. Dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral
persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggungjawab, baik
tanggungjawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan
sebagai sang pencipta. Dalam perkembangan sejarah etika, ada 4 teori sebagai
sistem filsafat moral, yaitu

 Hedonisme, yaitu suatu pandangan yang menganggap bahwa sesuatu sesuatu yang
baik jika mengandung kenikmatan bagi manusia
 Eudemonisme, yaitu menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Adapun
tujuan dari eudemonisme itu sendiri adalah kebahagiaan.
 Utilitarisme, yaitu yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan
kepentingan para warga negara dan bukan memeksaakn perintah ilahi atau
melindungi apa yang disebut dengan hak kodrati.
 Pragmatisme, yaitu suatu pemikiran yang menganggap bahwa sesuatu yang baik
adalah yang berguna secara praktis dalam kehidupan
Ukuran kebenaran suatu teori adalah kegunaan praktis teori itu, bukan dilihat secara
teoretis.
c. Estetika
Estetika adalah cabang filsafat yang berbicara tentang keindahan. Dalam
estetika dicari hakekat dari keindahan, bentuk pengalaman keindahan dan
diselidiki juga emosi emosi manusia sebagai reaksi terhadap yang indah, yang
agung, yang tragis, yang mengharukan, yang bagus, dst. Tujuannya adalah untuk
menemukan ukuran yang berlaku umum tentang apa yang indah dan takindah.
Dalam hal ini seperti karya manusia atau mengenai alam semesta. Estetika disebut
juga dengan filsafat keindahan (Philosophy of Beauty), yang berasal dari Aisthetika
atau Aisthesis (Yunani) yang artinya hal hal yang dapat diserap pancaindera. Teori
esthetika pada dasarnya terbagi mnenjadi 3, yaitu :

 Teori estetika Formal

Teori ini menyatakan bahwa keindahan luar bangunan menyangkut


persoalan bentuk dan warna. Teori ini beranggapan bahwa keindahan
merupakan hasil formil dari ketinggian, lebar, ukuran (dimensi) dan
warna. Rasa indah merupakan emosi langsung yang diakibatkan oleh

17
bentuk tanpa memandang konsep-konsep lain. Teori ini menuntut
konsep ideal yang absolut yang dituju oleh bentuk-bentuk indah,
mengarah pada mistik

 Teori Estetika Ekspresionis

Teori ini menyebutkan bahwa keindahan tidak selalu terjelma dari


bentuknya tetapi dari maksud dan tujuan atau ekspresinya. Teori ini
beranggapan bahwa keindahan karya seni terutama tergantung pada apa
yang diekspresikannya. Dalam arsitektur keindahan dihasilkan oleh
ekspresi yang paling sempurna antara kekuatan gaya tarik dan kekuatan
bahan (material).

 Teori Estetika Psikologis

Teori ini mempunyai 3 aspek keindahan


1) Kindahan dalam arsitektur merupakan irama yang seerhana dan
mudah
2) Keindahan merukapan emosi yang hannya dapat diperlihatkan
dengan prosedur Psikoanalistik
3) Keindahan merupakan akibat rasa kepuasan pengamat terhadap
oobjek yang dilihatnya

Kaitan aksiologi dengan filsafat ilmu


Nilai bersifst objektif, namun kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif apabila
nilai nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu
gagasan berada pada objeknya, bukan subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak
tergantung pada kebenaran pada pendapat individu, meliankan pada objektivitas fakta.
Sebaliknya, nilai menjadi subjektif apabila subjek berperan dlam memberi penilaian.
Dengan demikian subjektif selalu memerhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal
busi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah pada suka atau tidaj suka, sennag atau
tidak senang (Zamroni 2009)

18
BAB III
PENUTUPAN

D. Kesimpulan.
Menurut banyak referensi, ketiga aspek tersebut di atas ini merupakan lapangan kajian
filsafat, seperti halnya logika, metafisika, kosmologi, metodologi, etika, estetika, filsafat
agama, sosiologi, psikologi, dan biologi. Namun sebagian lainnya menganggap tiga aspek
ini merupakan aspek kajian dasar setiapkali akan membahas sesuatu atau ilmu yang akan
lahir. Sehingga ketiga aspek ini dalam kajian filsafat ilmu sangatlah penting untuk untuk
dipahami secara utuh. Dengan bahasa lain, aspek kajian utama dan mendasar dalam
pembahasan filsafat ilmu adalah tiga hal seperti tersebut di atas; ontologi, epistemologi, dan
aksiologi. Karena tanpa ketiga hal ini tidaklah mungkin kita akan memahami filsafat ilmu
itu sendiri secara utuh.

E. Saran.
Penulis tentunya menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kealahan dan
jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis berharap adanya saran dan kritik yang
membangun sebagai acuan bagi penulis untuk memeperbaiki kesalahan an akan
menjadi lebihh baik di kedepannya.

19

Anda mungkin juga menyukai