Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

FILSAFAT ILMU

DOSEN PEMBIMBING

Dr. TaufiqRamdani, S.Th.I., M.Sos

DISUSUN OLEH

LENI TIARA ( L1C020048 )

UNIVERSITAS MATARAM

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha kuasa karena telah memberikan kesempatan pada penulis
untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
makalah ini tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas filsafat ilmu. Selain itu,
penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca. Penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. TaufiqRamdani, S.Th.I.,M.Sos selaku
filsafat ilmu. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait
bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Sumbawa, 18 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I Pengertian dan Ruang Lingkup Filsafat Ilmu 1
BAB II Pengertian Ontologi, Epistimologi, Aksiologi 3
BAB III Tokoh-TokohFilsafat dan Pendapatnya tentang Being (Ontologi) 5
BAB IV Perbandingan Pendapat Tokoh-Tokoh Filsafat Klasik dan Temuan
Sains-Teknologi Kekinian tentang Being 8
BAB V. Kesimpulan dan Analisis 10
DAFTAR PUSTAKA 11
BAB I
PENGERTIAN dan RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU

1.1 Definisi Filsafat


Istilah filsafat bisa ditinjau dari dua segi, semantik dan praktis. Dari segi semantik perkataan filsafat
berasal dari bahasa Yunani, philosophia yang berarti philos = cinta, suka (loving) dan Sophia =
pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi philosopia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada
kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafah akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada
pengetahuan disebut philosopher dalam bahasa Arab disebut failasuf. Dari segi praktis filsafat berarti alam
pikiran atau alam berfikir. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat.
Berfilsafat maknanya berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.
Beberapa pendapat para ahli mengenai filsafat yaitu :

1. Plato salah seorang murid Socrates yang hidup antara 427 – 347 Sebelum Masehi mengartikan
filsafat sebagai pengetahuan tentang segala yang ada, serta pengetahuan yang berminat mencapai
kebenaran yang asli.

2. Aristoteles (382 – 322 S.M) murid Plato, mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang
meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,
politik dan estetika. Dia juga berpendapat bahwa filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda.

3. Cicero (106 – 43 S.M). filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha-
usaha mencapai hal tersebut.

4. Al Farabi (870 – 950 M). seorang Filsuf Muslim mendefinidikan Filsafat sebagai ilmu pengetahuan
tentang alam maujud, bagaimana hakikatnya yang sebenarnya.

5. Immanuel Kant (1724 – 1804). Mendefinisikan Filsafat sebagai ilmu pokok dan pangkal segala
pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan yaitu :

1. Metafisika (apa yang dapat kita ketahui).


2. Etika (apa yang boleh kita kerjakan).
3. Agama ( sampai dimanakah pengharapan kita)
4. Antropologi (apakah yang dinamakan manusia).

6. H.C Webb dalam bukunya History of Philosophy menyatakan bahwa filsafat mengandung
pengertian penyelidikan. Tidak hanya penyelidikan hal-hal yang khusus dan tertentu saja, bahkan lebih-
lebih mengenai sifat – hakekat baik dari dunia kita, maupun dari cara hidup yang seharusnya kita
selenggarakan di dunia ini.

7. Harold H. Titus dalam bukunya Living Issues in Philosophy mengemukakan beberapa pengertian
filsafat yaitu :
1. Philosophy is an attitude toward life and universe (Filsafat adalah sikap terhadap kehidupan dan
alam semesta).

2. Philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry (Filsafat adalah suatu metode
berfikir reflektif dan pengkajian secara rasional)

3. Philosophy is a group of problems (Filsafat adalah sekelompok masalah)

4. Philosophy is a group of systems of thought (Filsafat adalah serangkaian sistem berfikir)

1.2 Definisi Ilmu


Dalam Ensiklopedia Indonesia, Ilmu didefinisikan sebagai berikut : ilmu Pengetahuan adalah suatu
system dari pelbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu,
yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu, hingga menjadi kesatuan; suatu system dari
pelbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang
dilakukan dan memberikan pemjelasan yang sistematis yang dapat dipertanggungjawabkan dengan
menunjukkan sebab-sebab hal/kejadian itu.

Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang berarti
tahu atau mengetahui, sementara itu secara istilah ilmu diartikan sebagai Idroku syai bi
haqiqotih(mengetahui sesuatu secara hakiki). Dalam bahasa Inggeris Ilmu
biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa
Indonesia kata science (berasal dari bahasa lati dari kata Scio, Scire yang berarti tahu) umumnya diartikan
Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada
makna yang sama.
BAB II

PENGERTIAN ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI dan AKSIOLOGI

2.1 Pengertian ontologo, epistimologi dan aksiologi

A. Pengertian Ontologi

Menurut bahasa, Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu : On/Ontos = ada, dan
Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah Ontologi
adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.

Ada beberapa pengertian ontology menurut para tokoh-tokoh filsafat diantaranya:

1. Menurut Suriasumantri (1985)


Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu,
atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan
menjawab pertanyaan-pertanyaan :

a) apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,


b) bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan
c) bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa,
dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.

2. Menurut Soetriono & Hanafie (2007)


Ontologi yaitu merupakan azas dalam menerapkan batas atau ruang lingkup wujud yang
menjadi obyek penelaahan (obyek ontologis atau obyek formal dari pengetahuan) serta penafsiran
tentang hakikat realita (metafisika) dari obyek ontologi atau obyek formal tersebut dan dapat
merupakan landasan ilmu yang menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya
berkaitan dengan alam kenyataan dan keberadaan.

B. Pengertian Epistemologi

Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme, yang berarti pengetahuan
(knowledge) dan logos yang berarti ilmu. Jadi menurut arti katanya, epistemologi ialah ilmu yang
membahas masalah-masalah pengetahuan. Di dalam Webster New International Dictionary,
epistemologi diberi definisi sebagai berikut: Epistimology is the theory or science the method and
grounds of knowledge, especially with reference to its limits and validity, yang artinya
Epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan dasar-dasar pengetahuan,
khususnya yang berhubungan dengan batas-batas pengetahuan dan validitas atau sah berlakunya
pengetahuan itu. (Darwis. A. Soelaiman, 2007, hal. 61).

Istilah Epistemologi banyak dipakai di negeri-negeri Anglo Saxon (Amerika) dan jarang
dipakai di negeri-negeri continental (Eropa). Ahli-ahli filsafat Jerman menyebutnya
Wessenchaftslehre. Sekalipun lingkungan ilmu yang membicarakan masalah-masalah pengetahuan
itu meliputi teori pengetahuan, teori kebenaran dan logika, tetapi pada umumnya epistemology itu
hanya membicarakan tentang teori pengetahuan dan kebenaran saja.

Epistemologi atau Filsafat pengetahuan merupakan salah satu cabang filsafat yang
mempersoalkan masalah hakikat pengetahuan. Apabila kita berbicara mengenai filsafat
pengetahuan, yang dimaksud dalam hal ini adalah ilmun pengetahuan kefilsafatan yang secara
khusus hendak memperoleh pengetahuan tentang hakikat pengetahuan.Beberapa pakar lainnya juga
mendefinisikan espitemologi, seperti J.A Niels Mulder menuturkan, epistemologi adalah cabang
filsafat yang mempelajari tentang watak, batas-batas dan berlakunya dari ilmu pengetahuan.
Jacques Veuger mengemukakan, epistemology adalah pengetahuan tentang pengetahuan dan
pengetahuan yang kita miliki tentang pengetahuan kita sendiri bukannya pengetahuan orang lain
tentang pengetahuan kita, atau pengetahuan yang kita miliki tentang pengetahuan orang lain.
Pendek kata Epistemologi adalah pengetahuan kita yang mengetahui pengetahuan kita. Abbas
Hammami Mintarejo memberikan pendapat bahwa epistemology adalah bagian filsafat atau cabang
filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan dan mengadakan penilaian atau
pembenaran dari pengetahuan yang telah terjadi itu. (Surajiyo, 2008, hal. 25).

Dari beberapa definisi yang tampak di atas bahwa semuanya hamper memiliki pemahaman
yang sama. Epistemologi adalah bagian dari filsafat yang membicarakan tentang terjadinya
pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan
keshahihan pengetahuan. Jadi objek material dari epistemology adalah pengetahuan dan objek
formalnya adalah hakikat pengetahuan itu.

C. Pengertian Aksiologi

Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia


menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang
berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori
nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat
nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai
itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.

Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa
memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula.
Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu
dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.

Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai.
Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan
moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat
dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan
bencana.
BAB III

TOKOH-TOKOH FILSAFAT DAN PENDAPATNYA TENTANG BEING


(ONTOLOGI)

Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut
membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang
bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum
membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai
pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu.
Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu
substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
Hakikat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:

1. kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas
tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret
secara kritis.
Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni Monisme, Dualisme, Materialisme, Idealisme, Agnostisisme
Monisme: aliran yang mempercayai bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada adalah satu saja, baik yang
asa itu berupa materi maupun ruhani yang menjadi sumber dominan dari yang lainnya. Para filosof pra-
Socrates seperti Thales, Demokritos, dan Anaximander termasuk dalam kelompok Monisme, selain juga
Plato dan Aristoteles. Sementara filosof Modern seperti I. Kant dan Hegel adalah penerus kelompok
Monisme, terutama pada pandangan Idealisme mereka.
Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan-lapangan penyelidikan filsafat yang paling kuno. Pertama
kali diperkenalkan oleh filosof Yunani bernama Thales atas pernungannya terhadap air yang terdapat
dimana-mana, dan sampai pada kesimpulan bahwa “air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal
mula dari segala sesuatu”. Yang penting bagi kita bukanlah mengenai kesimpulannya tersebut melainkan
pendiriannya bahwa mungkin segala sesuatu berasal dari satu substansi saja.
Dualisme: kelompok ini meyakini sumber asal segala sesuatu terdiri dari dua hakikat, yaitu materi(jasad)
dan jasmani(spiritual). Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama
abadi dam azali. Perhubungan antara keduanya itulah yang menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh
yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia.
Descartes adalah contoh filosof Dualis dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang
(kebendaan). Aristoteles menamakan kedua hakikat itu sebagai materi dan forma (bentuk yang berupa
rohani saja). Umumnya manusia dengan mudah menerima prinsip dualisme ini, karenaa kenyataan lahir
dapat segera ditangkap panca indera kita, sedangkan kenyataan batin dapt segera diakui adanya dengan akal
dan perasaan hidup.
Materialisme: aliran ini menganggap bahwa yang ada hanyalah materi dan bahwa segala sesuatu yang
lainnya yang kita sebut jiwa atau roh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Menurut
pahan materialisme bahwa jiwa atau roh itu hanyalah merupakan proses gerakan kebendaan dengan salah
satu cara tertentu.
Materialisme terkadang disamakan orang dengan naturalisme.Namun sebenarnya terdapat perbedaan
antara keduanya. Naturalisme merupakan aliran filsafat yang menganggap bahwa alam saja yang ada, yang
lainnya di luar alam tidak ada. (Tuhan yang di luar alam tidak ada). Sedangkan yang dimaksud alam
(natural) disana ialah segala-galanya meliputi benda dan roh. Sebaliknya materialisme menganggap roh
adalah kejadian dari benda, jadi tidak sama nilainya dengan benda.
Filsafat Yunani yang pertama kali muncul juga berdasarkan materialisme, mereka disebut filsafat alam
(natuur filosofie). Mereka menyelidiki asal-usul kejadian alam ini pada unsur-unsur kebendaan yang
pertama. Thales (625-545 s.M) menganggap bahwa unsur asal itu air. Anaximandros (610-545 s.M)
menganggap bahwa unsur asal itu apeiron yakni suatu unsur yang tak terbatas. Anaximenes (585-528 s.M)
menganggap bahwa unsur asal itu udara. Dan tokoh yang terkenal dari aliran ini adalah Demokritos (460-
360 s.M) menggap bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya tak dapat
dihitung dan sangat halus. Atom-atom itulah yang menjadi asal kejadian peristiwa alam. Pada Demokritos
inilah tampak pendapt materialisme klasik yang lebih tegas.
Idealisme: idealisme merupakan lawan dari materialisme yang juga dinamakan spiritualisme. Aliran
menganggap bahwa hakikat kenyataan yang beraneka warna itu semua berasal dari roh (sukma) atau yang
sejenis dengan itu. Intinya sesuatu yang tidak berbentuk dan yang tidak menempati ruang. Menurut aliran
ini materi atau zat itu hanyalah suatu jenis daripada penjelmaan roh. Alasan yang terpenting dari aliran ini
adalah “manusia menganggap roh lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia.
Roh dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya, sehingga materi hanyalah badannya, bayngan atau
penjelmaan saja.
Agnostisisme: pada intinya Agnostisisme adalah paham yang mengingkari bahwa manusia mampu
mengetahui hakikat yang ada baik yang berupa materi ataupun yang ruhani. Aliran ini juga menolak
pengetahuan manusia tentang hal yang transenden. Contoh paham Agnostisisme adalah para filosof
Eksistensialisme, seperti Jean Paul Sartre yang juga seorang Ateis. Sartre menyatakan tidak ada hakikat ada
(being) manusia, tetapi yang ada adalah keberadaan (on being)-nya.
Istilah istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:

 yang-ada (being)
 kenyataan/realitas (reality)
 eksistensi (existence)
 esensi (essence)
 substansi (substance)
 perubahan (change)
 tunggal (one)
 jamak (many)

Thales adalah salah seoran g filosof yang hidup di antara suku Homerian dan diperkirakan hidup antara
620-540 SM, suku tersebut merupakan suku yang mempercaai aadanya kekuatan para dewa yang memiliki
kemampuan seperti manusia. Dewa inilah yang dianggap sebagai penggerak alam termasuk adanya
bencana dan gempa bumi. Namun, kepercayaan ini tidak diyakini oleh Thales. Dia membangun keyakinan
dari pandangan naluri dan akal sehatnya sendiri. Dia adalah orang yang memerdekakan pikiran dan batinnya
dari dogma keyakinan agama, dan berusaha mencari keyakinan melalui hakikat penciptaan alam ini.

Thales merupakan filosof pertama yang mengilhami tentang asal usul alam ini.Dia telah menanyakan pada
akal sehatnya tentang “dari apa alam ini terben tuk?”. ini adalah pertanyaan yang bernilai filsafat dan akan
menjadi sebuah pemikiran yang cerdas dan mendalam. terlepas dari apapun jawabannya, dia telah
memelopori munculnya kaidah filsafat.Sebagai orang pertama yang berpikir tentang materi materi
pemberntuk alam raya ini. Dia membangun sebuah pandangan filosofi penciptaan alam yang terbuat dari
air.
BAB V

PERBANDINGAN PENDAPAT TOKOH-TOKOH FILSAFAT KLASIK DAN TEMUAN


SAINS TEKNOLOGI KEKINIAN TENTANG BEING

Sebagaimana pendapat umum, bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang kebijaksanaan, prinsip-
prinsip mencari kebenaran, atau berpikir rasional-logis, mendalam dan bebas (tidak terikat dengan tradisi,
dogma agama) untuk memperoleh kebenaran. Kata ini berasal dari Yunani, Philos yang berarti cinta
dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, demikian pula seni
dan agama. Jadi dalam pengetahuan tercakup didalamnya ilmu, seni dan agama. Filsafat sebagaimana
pengertiannya semula bisa dikelompokkan ke dalam bagian pengetahuan tersebut, sebab pada
permulaannya (baca: zaman Yunani Kuno) filsafat identik dengan pengetahuan (baik teoretik maupun
praktik). Akan tetapi lama kelamaan ilmu-ilmu khusus menemukan kekhasannya sendiri untuk kemudian
memisahkan diri dari filsafat. Gerak spesialisasi ilmu-ilmu itu semakin cepat pada zaman modern, pertama
ilmu-ilmu eksakta, lalu diikuti oleh ilmu-ilmu sosial seperti: ekonomi, sosiologi, sejarah, psikologi dan
seterusnya. (Lihat Franz Magnis Suseno, 1991:18 dan Van Peursen, 1989 : 1). Ilmu berusaha memahami
alam sebagaimana adanya, dan hasil kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan dan
mengendalikan gejala-gejala alam. Pengetahuan keilmuan merupakan sari penjelasan mengenai alam yang
bersifat subjektif dan berusaha memberikan makna sepenuh-penuhnya mengenai objek yang
diungkapkannya. Dan agama (sebagiannya) adalah sesuatu yang bersifat transendental di luar batas
pengalaman manusia (lihat Cony et al. 1988 : 45). Secara garis besar, Jujun S. Suriasumanteri (dalam A.M.
Saifuddin et.al, 1991 : 14) menggolongkan pengetahuan menjadi tiga kategori umum, yakni: (1)
pengetahuan tentang yang baik dan yang buruk (yang disebut juga dengan etika/agama); (2) pengetahuan
tentang indah dan yang jelek (yang disebut dengan estetika/seni) dan (3) pengetahuan tentang yang benar
dan yang salah (yang disebut dengan logika/ilmu). Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang mencoba
menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tak lagi merupakan misteri. Pengetahuan pada
hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah
ilmu. Dengan demikian ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping
berbagai pengetahuan lainnya, seperti seni dan agama. Sebab secara ontologis ilmu membatasi diri pada
pengkajian objek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki pula
daerah jelajah yang bersifat transendental yang berada di luar pengalaman manusia itu (Jujun, 1990:104-
105). Sedangkan sisi lain dari pengetahuan mencoba mendeskripsikan sebuah gejala dengan sepenuh-penuh
maknanya, sementara ilmu mencoba mengembangkan sebuah model yang sederhana mengenai dunia
empiris dengan mengabstraksikan realitas menjadi beberapa variabel yang terikat dalam sebuah hubungan
yang bersifat rasional. Ilmu mencoba mencarikan penjelasan mengenai alam yang bersifat umum dan
impersonal, sementara seni tetap bersifat individual dan personal, dengan memusatkan perhatiannya pada
“pengalaman hidup perorangan” (Jujun, 1990: 106-107). Karena pengetahuan ilmiah merupakan a higher
level of knowledge dalam perangkat-perangkat kita sehari-hari, maka filsafat ilmu tidak dapat dipishkan
dari filsafat pengetahuan. Objek bagi kedua cabang ilmu itu sering-sering tumpang tindih (Koento
Wibisono, 1988 : 7). Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan
cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut (Beerling, et al., 1988:1-4). Filsafat ilmu erat kaitannya
dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk-
bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi. Untuk menetapkan dasar pemahaman
tentang filsafat ilmu tersebut, sangat bermanfaat menyimak empat titik pandang dalam filsafat ilmu, yaitu:
1. Bahwa filsafat ilmu adalah perumusan world-view yang konsisten dengan teori-teori ilmiah yang
penting. Menurut pandangan ini, adalah merupakan tugas filosuf ilmu untuk mengelaborasi
implikasi yang lebih luas dari ilmu;
2. 2. Bahwa filsafat ilmu adalah suatu eksposisi dari presupposition dan pre-disposition dari para
ilmuwan.
3. 3. Bahwa filsafat ilmu adalah suatu disiplin ilmu yang didalamnya terdapat konsep-konsep dan
teori-teori tentang ilmu yang dianalisis dan diklasifikasikan;
4. 4. Bahwa filsaft ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua. Filsafat ilmu menuntut jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
5. Karakteristik-karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dari tipe penyelidikan lain?
6. Kondisi yang bagaimana yang patut dituruti oleh para ilmuwan dalam penyelidikan alam?
7. Kondisi yang bagaimana yang harus dicapai bagi suatu penjelasan ilmiah agar menjadi benar?
8. d. Status kognitif yang bagaimana dari prinsip-prinsip dan hukum-hukum ilmiah? (Cony, at.at.,
1988 : 44).

Pada masa renaissance dan aufklarung ilmu telah memperoleh kemandiriannya. Sejak itu pula
manusia merasa bebas, tidak terikat dengan dogma agama, tradisi maupun sistem sosial. Pada masa ini
perombakan secara fundamental di dalam sikap pandang tentang apa hakekat ilmu dan bagaimana cara
perolehannya telah terjadi. Ilmu yang kini telah mengelaborasi ruang lingkupnya yang menyentuh sendi-
sendi kehidupan umat manusia yang paling dasariah, baik individual maupun sosial memiliki dampak yang
amat besar, setidaknya menurut Koento (1988: 5) ada tiga hal: pertama, ilmu yang satu sangat berkait
dengan yang lain, sehingga sulit ditarik batas antara ilmu dasar dan ilmu terapan, antara teori dan
praktik; kedua semakin kaburnya garis batas tadi sehingga timbul permasalahan sejauh mana seorang
ilmuwan terlibat dengan etika dan moral; ketiga, dengan adanya implikasi yang begitu luas terhadap
kehidupan umat manusia, timbul pula permasalahan akan makna ilmu itu sendiri sebagai sesuatu yang
membawa kemajuan atau malah sebaliknya (Untuk ini lihat pula Peursen, 1989:1). Filsafat ilmu
pengetahuan (theory of knowledge) dimana logika, bahasa, matematika termasuk menjadi bagiannya lahir
pada abad ke-18. Dalam filasfat ilmu pengetahuan diselidiki apa yang menjadi sumber pengetahuan, seperti
pengalaman (indera), akal (verstand), budi (vernunft) dan intuisi. Diselidiki pula arti evidensi serta syarat-
syarat untuk mencapai pengetahuan ilmiah, batas validitasnya dalam menjangkau apa yang disebut sebagai
kenyataan atau kebenaran itu (Koento Wibisono, 1988: 5). Dari sini lantas muncul teori empirisme (John
Lock), rasionalisme (Rene Descartes), Kritisisme (Immanuel Kant). Posisitivisme (Auguste Comte),
fenomenologi (Husserl), Konstruktivisme (Feyeraband) dan seterusnya. Sejalan dengan itu, masing-masing
aliran ini atau disebut juga school of thought, memiliki metodenya sendiri-sendiri, sehingga metodologi
menjadi bagian yang sangat menarik perhatian. Filsafat ilmu sebagai kelanjutan dari perkembangan filsafat
pengetahuan, adalah juga merupakan cabang filasafat. Ilmu yang objek sasarannya adalah ilmu, atau secara
populer disebut dengan ilmu tentang ilmu. (Koento Wibisono, 1988 : 6). Dalam perkembangan selanjutnya,
pada tahap sekarang ini filsafat ilmu juga mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu,
yang menyangkut juga etik dan heuristik, bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap arti
dan makna bagi kehidupan umat manusia (Van Peursen, 1989: 96).
BAB V

KESIMPULAN DAN ANALISIS KRITIS

Berdasarkan uraian diatas,kita dapat mengetahui sejarah filsafat dan pandangan-pandangan dari para
tokoh-tokoh filsafat.Serta kita mengetahui temuan sains dan teknologi kekinian pada zaman sekarang
ini.Dimana kita mengetahui asal usul kita sendiri sebagai manusia dan terciptanya alam ini.
DAFTAR PUSTAKA

https://uin-malang.ac.id/r/131101/sekilas-tentang-filsafat-ilmu.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Ontologi

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/05/20/pengertian-dan-ruang-lingkup-filsafat-ilmu/

https://id.wikipedia.org/wiki/Ontologi

Anda mungkin juga menyukai