Anda di halaman 1dari 22

NAMA : MUSMUJIONO

NPM : 218100510379
KELAS : G (2018-2019)
MATA KULIAH : FILSAFAT ILMU

Rangkuman Buku Filsafat Ilmu (Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A.)

BAB I
RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU
A. Ilmu Sebagai Objek Kajian Filsafat
Pada dasarnya filsafat atau berfilsafat bukanlah sesuatu yang asing dan terlepas
dari kehidupan sehari-hari, karena segala sesuatu yang ada dan yang mungkin
serta dapat difikirkan bisa menjadi objek filsafat apabila selalu dipertanyakan,
difikirkan secara radikal guna mencapai kebenaran. Louis Kattsoff menyebutkan
bahwa lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya yaitu meliputi segala
pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui
manusia, Langeveld (1955) menyatakan bahwa filsafat itu berpangkal pada
pemikiran keseluruhan serwa sekalian secara radikal dan menurut sistem,
sementara itu Mulder (1966) menjelaskan bahwa
tiap-tiap manusia yang mulai berfikir tentang diri sendiri dan tentang tempat-
tempatnya dalam dunia akan menghadapi beberapa persoalan yang begitu
penting, sehingga persoalan-persoalan itu boleh diberi nama persoalan-persoalan
pokok yaitu : 1) Adakah Allah dan siapakan Allah itu ?, 2)
apa dan siapakah manusia ?, dan 3) Apakah hakekat dari segala realitas,
apakah maknanya, dan apakah intisarinya ?. Lebih jauh E.C. Ewing dalam
bukunya Fundamental Questions of Philosophy (1962) menyatakan bahwa
pertanyaan-pertanyaan pokok filsafat (secara tersirat menunjukan objek
filsafat) ialah : Truth (kebenaran), Matter (materi), Mind (pikiran), The Relation
of matter and mind (hubungan antara materi dan pikiran), Space and Time
(ruang dan waktu), Cause (sebab-sebab), Freedom (kebebasan), Monism versus
Pluralism (serba tunggal lawan serba jamak), dan God (Tuhan).
Pendapat-pendapat tersebut di atas menggambarkan betapa luas dan mencakupnya
objek filsafat baik dilihat dari substansi masalah maupun sudut pandang nya
terhadap masalah, sehingga dapat disimpulkan bahwa objek filsafat adalah segala
sesuatu yang maujud dalam sudut pandang dan kajian yang mendalam (radikal).
Secara lebih sistematis para akhli membagi objek filsafat ke dalam objek material
dan obyek formal. Obyek material adalah objek yang secara wujudnya dapat
dijadikan bahan telaahan dalam berfikir, sedangkan obyek formal adalah
objek yang menyangkut sudut pandang dalam melihat obyek material tertentu.
Menurut Endang Saefudin Anshori (1981) objek material filsafat adalah sarwa
yang ada (segala sesuatu yang berwujud), yang pada garis besarnya dapat
dibagi atas tiga persoalan pokok yaitu : 1). Hakekat Tuhan; 2). Hakekat Alam;
dan 3). Hakekat manusia, sedangkan objek formal filsafat ialah usaha mencari
keterangan secara radikal terhadap objek material filsafat. Dengan demikian objek
material filsafat mengacu pada substansi yang ada dan mungkin ada yang dapat
difikirkan oleh manusia, sedangkan objek formal filsafat menggambarkan tentang
cara dan sifat berfikir terhadap objek material tersebut, dengan kata lain objek
formal filsafat mengacu pada sudut pandang yang digunakan dalam memikirkan
objek material filsafat.
B. Pengertian Filsafat Ilmu
1) Pengertian Filsafat
Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani dari kata “philo” berarti
cinta dan” sophia” yang berarti kebenaran, sementara itu menurut I.R.
Pudjawijatna (1963 : 1) “Filo artinya cinta dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu
ingin dan karena ingin lalu berusaha mencapai yang diinginkannya itu
. Sofia artinya kebijaksanaan , bijaksana artinya pandai, mengerti dengan
mendalam, jadi menurut namanya saja Filsafat boleh dimaknakan ingin mengerti
dengan mendalam atau cinta dengan kebijaksanaan. Sutan Takdir
Alisjahbana (1981) menyatakan bahwa pekerjaan berfilsafat itu ialah berfikir, dan
hanya manusia yang telah tiba di tingkat berfikir, yang berfilsafat. Guna lebih
memahami mengenai makna filsafat berikut ini akan dikemukakan definisi filsafat
yang dikemukakan oleh para akhli :
a) Plato salah seorang murid Socrates yang hidup antara 427 – 347 Sebelum
Masehi mengartikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala yang ada, serta
pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
b) Aristoteles (382 – 322 S.M) murid Plato, mendefinisikan filsafat sebagai ilmu
pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu
metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Dia juga
berpendapat bahwa filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda.
c) Cicero (106 – 43 S.M). filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha
agung dan usaha-usaha mencapai hal tersebut.
d) Al Farabi (870 – 950 M). seorang Filsuf Muslim mendefinidikan Filsafat
sebagai ilmu pengetahuan tentang alam maujud, bagaimana hakikatnya yang
sebenarnya.
e) Immanuel Kant (1724 – 1804). Mendefinisikan Filsafat sebagai ilmu pokok
dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan
yaitu :
a. Metafisika (apa yang dapat kita ketahui).
b. Etika (apa yang boleh kita kerjakan).
c. Agama ( sampai dimanakah pengharapan kita)
d. Antropologi (apakah yang dinamakan manusia).
f) H.C Webb dalam bukunya History of Philosophy menyatakan bahwa filsafat
mengandung pengertian penyelidikan. Tidak hanya penyelidikan hal-hal yang
khusus dan tertentu saja, bahkan lebih-lebih mengenai sifat – hakekat baik dari
dunia kita, maupun dari cara hidup yang seharusnya kita selenggarakan di dunia
ini.
g) Harold H. Titus dalam bukunya Living Issues in Philosophy mengemukakan
beberapa pengertian filsafat yaitu :
a. Philosophy is an attitude toward life and universe (Filsafat adalah sikap
terhadap kehidupan dan alam semesta).
b. Philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry (Filsafat
adalahsuatu metode berfikir reflektif dan pengkajian secara rasional)
c. Philosophy is a group of problems (Filsafat adalah sekelompok masalah).
d. d. Philosophy is a group of systems of thought (Filsafat adalah serangkaian
sistem berfikir)
2) Pengertian Ilmu
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima –
ya’lamuyang berarti tahu atau mengetahui, sementara itu secara istilah ilmu
diartikan sebagaiIdroku syai bi haqiqotih(mengetahui sesuatu secara hakiki).
Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science,
sedang pengetahuan denganknowledge. Dalam bahasa Indonesia kata
science(berasal dari bahasa lati dari kataScio, Scire yang berarti tahu) umumnya
diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun
secara konseptual mengacu pada makna yang sama. Untuk lebih memahami
pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian :
ü Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar
Bahasa Indonesia)
ü Science is knowledge arranged in a system, especially obtained by observation
and testing of fact (An English reader’s dictionary)
ü Science is a systematized knowledge obtained by study, observation,
experiment” (Webster’s super New School and Office Dictionary)
ü Science is the complete and consistent description of facts and experience in
the simplest possible term”(Karl Pearson)
ü Science is a sistematized knowledge derives from observation, study, and
experimentation carried on in order to determinethe nature or principles of what
being studied” (Ashley Montagu)
ü Science is the system of man’s knowledge on nature, society and thought. It
reflect the world in concepts, categories and laws, the correctness and truth of
which are verified by practical experience(V. Avanasyev)
sementara itu The Liang Gie menyatakan dilihat dari ruang lingkupnya pengertian
ilmu adalah sebagai berikut :
Ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebutkan segenap pengetahuan
ilmiah yang dipandang sebagai suatu kebulatan. Jadi ilmu mengacu pada ilmu
seumumnya.
Ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang
mempelajari pokok soal tertentu, ilmu berarti cabang ilmu khusus.
3) Pengertian Filsafat Ilmu
Dilihat dari segi katanya filsafat ilmu dapat dimaknai sebagai filsafat yang
berkaitan dengan atau tentang ilmu. Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat
pengetahuan secara umum, ini dikarenakan ilmu itu sendiri merupakan suatu
bentuk pengetahuan dengan karakteristik khusus, namun demikian untuk
memahami secara lebih khusus apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu, maka
diperlukan pembatasan yang dapat menggambarkan dan memberi makna khusus
tentang istilah tersebut.
Para ahli telah banyak mengemukakan definisi/pengertian filsafat ilmu dengan
sudut pandangnya masing-masing, dan setiap sudut pandang tersebut amat penting
guna pemahaman yang komprehensif tentang makna filsafat ilmu, berikut ini
akan dikemukakan beberapa definisi filsafat ilmu :
· The philosophy of science is a part of philosophy which attempts to do for science
what philosophy in general does for the whole of human experience (Peter Caws)
· The philosophy of science attemt, first, to elucidate the elements involved in the
process of scientific inquiry-observational procedures, patterns of argument,
methods of representation and calculation, metaphysical presupposition, and so
on, and then to evaluate the grounds of their validity from the points of view of
formal logic, practical methodology anf metaphysics (Steven R. Toulmin).
· Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking
and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a
whole (L. White Beck).
· Philosophy of science.. that philosophic discipline which is the systematic study of
the nature of science, especially of its methods, its concepts and presupposition,
and its place in the general scheme of intelectual discipline (A.C. Benyamin).
· Philosophy of science.. the study of the inner logic of scientific theories, and the
relations between experiment and theory, i.e of scientific method (Michael V.
Berry).
Pengertian-pengertian di atas menggambarkan variasi pandangan beberapa akhli
tentang makna filsafat ilmu. Peter Caw memberikan makna filsafat ilmu sebagai
bagian dari filsafat yang kegiatannya menelaah ilmu dalam kontek keseluruhan
pengalaman manusia, Steven R. Toulmin memaknai filsafat ilmu sebagai suatu
disiplin yang diarahkan untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
prosedur penelitian ilmiah, penentuan argumen, dan anggapan-anggapan metafisik
guna menilai dasar-dasar validitas ilmu dari sudut pandang logika formal, dan
metodologi praktis serta metafisika. Sementara itu White Beck lebih melihat
filsafat ilmu sebagai kajian dan evaluasi terhadap metode ilmiah untuk dapat
difahami makna ilmu itu sendiri secara keseluruhan, masalah kajian atas metode
ilmiah juka dikemukakan oleh Michael V. Berry setelah mengungkapkan dua
kajian lainnya yaitu logika teori ilmiah serta hubungan antara teori dan
eksperimen, demikian juga halnya Benyamin yang memasukan masalah
metodologi dalam kajian filsafat ilmu disamping posisi ilmu itu sendiri dalam
konstelasi umum disiplin intelektual (keilmuan).
C. Tujuan Filsafat Ilmu
Tujuan Filsafat ilmu adalah :
1. Memahami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeleuruh
kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2. Memahami sejatah pertumbuhan, perkembangan dan pertumbuhan
ilmu diberbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses
ilmu kontemporer secara histories.
3. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam
memahami studi di perguruan tingggi, terutama untuk membedakan
persoalan yang ilmian dan non ilmiah.
4. Mendorong pada calon ilmuwan untuk konsisten dalam
mendalalmi ilmu dan mengembangkannya.
5. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara
ilmu dan agama tidak ada pertentangan.

BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU
A. Landasan Ilmu pada Zaman Yunani
Thales (624-546 SM); ia digelari sebagai bapak Filsafat karena orang yang
mula-mula berfilsafat dan mempertanyakan ” Apa sebenarnya asal-usul
semesta ini ?”. pertanyaan ini dijawab dengan rasional. Maka dari pernyataan
Thales tersebut bahwa di berdasarkan pada rasional bukan pada mitos atau
mistis.
2. Anaximandros (610-540 SM); ia bependapat bahwa esesnsi dari alam
adalah sutu hal yang tidak dapat dirasakan oleh pancaindra.
3. Heraklitos (540-480 SM); ia manyatak bahwa yang mendasar dalam
alam semesta ini bukanlah bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya,
yaitu api.
4. Parminides (515-440 SM); menurut dia realitas merupakan
keseluruhan yang bersatu tidak bergerak dan tidak berubah.
5. Phitagoras (580-500 SM); ia berpendapat bahwa segala sesuatu atau
realitas dapat diukur dengan bilangan dan bersifat rasional.
6. Tokoh Sofis : Protagoras dan Gorgias, mereka berpendapat bahwa
manusia merupakan ukuran kebenaran dan ukuran kebenaran itu bersifat
relative sesuai dengan waktu dan peruabahan alam atau juga disebut
dengan teori relativisme.
7. Socrates, Plato dan Aristoteles; mereka menentang segala teori
kebenaran yang diunngkapkan oleh kaum sofis. Menurut mereka terdapat
kebenaran bjektif yang bersumber kepada manusia. Mereka berusaha
menyeimbangkan antara filsafat dan ilmu pengatahuan yang nantinya akan
berkembang pesat menjadi beberapa objek kajian ilmiah.
B. Perkembangan Ilmu Zaman Islam
Rene Descartes termasuk pemikir yang beraliran rasionalis. Ia cukup
berjasa dalam membangkitkan kembali rasionalisme di barat. Muhammad
Baqir Shadr memasukkannya ke dalam kaum rasionalis. Ia termasuk
pemikir yang pernah mengalami skeptisme akan pengetahuan dan realita,
namun ia selamat dan bangkit menjadi seorang yang meyakini realita.
Bangunan rasionalnya beranjak dari keraguan atas realita dan
pengetahuan. Ia mencari dasar keyakinannya terhadap Tuhan, alam, jiwa
dan kota Paris. Dia mendapatkan bahwa yang menjadi dasar atau alat
keyakinan dan pengetahuannya adalah indra dan akal. Ternyata keduanya
masih perlu didiskusikan, artinya keduanya tidak memberika hal yang
pasti dan meyakinkan. Lantas dia berpikir bahwa segala sesuatu bisa
diragukan, tetapi ia tidak bisa meragukan akan pikirannya. Dengan kata
lain ia meyakini dan mengetahui bahwa dirinya ragu-ragu dan berpikir.
Ungkapannya yang populer dan sekaligus fondasi keyakinan dan
pengetahuannya adalah ” Saya berpikir (baca : ragu-ragu), maka saya ada
“.
Argumentasinya akan realita menggunakan silogisme kategoris bentuk
pertama, namun tanpa menyebutkan premis mayor. Saya berpikir, setiap
yang berpikir ada, maka saya ada.
Dalam dunia Islam adalah Imam al Ghazzali yang pernah skeptis terhadap
realita, namun iapun selamat dan menjadi pemikir besar dalam filsafat dan
tashawwuf. Perkataannya yang populer adalah ” Keraguan adalah
kendaraan yang mengantarkan seseorang ke keyakinan “.
1. Filusuf Ilahi Mulla Shadra ra. berkata, “Sesungguhnya ruh manusia jika
lepas dari badan dan berhijrah menuju Tuhannya untuk menyaksikan
tanda-tanda-Nya yang sangat besar, dan juga ruh itu bersih dari
kamaksiatan-kemaksiatan, syahwat dan ketarkaitan, maka akan tampak
padanya cahaya makrifat dan keimanan kepada Allah dan malakut-Nya
yang sangat tinggi. Cahaya itu jika menguat dan mensubstansi, maka ia
menjadi substansi yang qudsi, yang dalam istilah hikmah teoritis oleh para
ahli hikmat disebut dengan akal efektif dan dalam istilah syariat kenabian
disebut ruh yang suci. Dengan cahaya akal yang kuat, maka terpancar di
dalamnya -yakni ruh manusia yang suci- rahasia-rahasia yang ada di bumi
dan di langit dan akan tampak darinya hakikat-hakikat segala sesuatu
sebagimana tampak dengan cahaya sensual mata (alhissi) gambaran-
gambaran konsepsi dalam kekuatan mata jika tidak terhalang tabir. Tabir
di sini -dalam pembahasan ini- adalah pengaruh-pengaruh alam tabiat dan
kesibukan-kesibukan dunia, karena hati dan ruh -sesuai dengan bentuk
ciptaannya- mempunyai kelayakan untuk menerima cahaya hikmah dan
iman jika tidak dihinggapi kegelapan yang merusaknya seperti kekufuran,
atau tabir yang menghalanginya seperti kemaksiatan dan yang berkaitan
dengannya “
2. Kemudian beliau melanjutkan, “Jika jiwa berpaling dari ajakan-ajakan
tabiat dan kegelapan-kegelapan hawa nafsu, dan menghadapkan dirinya
kepada Alhaq dan alam malakut, maka jiwa itu akan berhubungan dengan
kebahagiaan yang sangat tinggi dan akan tampak padanya rahasia alam
malakut dan terpantul padanya kesucian (qudsi) Lahut .” (al-Asfar al-
Arba’ah jilid 7 halaman 24-25).
3. C. Kemajuan Ilmu Zaman Renaissance dan Modern
4. Kemajuan ilmu pada masa Renaisance tidak dapat dilepaskan dari
kecemerlangan peradaban Islam pada masa Dinasti Umayyah berkuasa di
Andalusia (Spanyol) dan hampir mnguasai seluruh daratan dan lautan
Eropa pada saat itu. Ibn Rusyd adalh tokoh Bapak Filsafat Islam Modern
yang menjadi sumber inspirasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi pada masa renaissance ini.
5. Pada masa renaissance banyak ditemukan berbagai teori, alat dan bahan
yang memudahkan manusia untuk mengetahui tentang alam dan
sekitarnya. Seperti ditetapkannya bahwa bentuk bumi ini bulat, bagaimana
persinggungan antara satu planet dengan plent yang lain, bagaimana
tentang teori penciptaan bumi dan galaksi Bima Sakti.
6. Adapaun perkembangan yang paling mutakhir pada masa modern ialah
ditemukannya berbagai alat yang dapat mempermudah aktivitas manusia,
seperti mesin pembuat benang, mesin uap, telegraf, telepon dan
sebagainya.
7. Dari perkembangan imu pada masa modrn ini semuanya bermula pad
filsafat, dan induk dari sebuah ilmu pengetahun itu sendiri adalah filsafat,
meskipun pada perkembangannya filsafat itu sendiripun merupakan
sebuah ilmu, dan dibedakan dalam beberapa bidang kajian filsafat.
8. D. Kemajuan Ilmu Zaman Kontemporer
9. Dalam bab terdahulu telah dikemukakan ciri-ciri dari suatu ilmu, ciri-ciri
tersebut pada prinsipnya merupakan suatu yang normatif dalam suatu
disiplin keilmuan. Namun dalam perkembangannya ilmu khususnya
teknologi sebagai aplikasi dari ilmu telah banyak mengalami perubahan
yang sangata cepat, perubahan ini berdampak pada pandangan masyarakat
tentang hakekat ilmu, perolehan ilmu, serta manfaatnya bagi masyarakat,
sehingga ilmu cenderung dianggap sebagai satu-satunya kebenaran dalam
mendasari berbagai kebijakan kemasyarakatan, serta telah menjadi dasar
penting yang mempengaruhi penentuan prilaku manusia. Keadaan ini
berakibat pada karakterisasi ciri ilmu modern, adapun ciri-ciri tersebut
adalah :
10. 1. Bertumpu pada paradigma positivisme. Ciri ini terlihat dari
pengembangan ilmu dan teknologi yang kurang memperhatikan aspek
nilai baik etis maupun agamis, karena memang salah satu aksioma
positivisme adalah value free yang mendorong tumbuhnya prinsip science
for science.
11. 2. Mendorong pada tumbuhnya sikap hedonisme dan konsumerisme.
Berbagai pengembangan ilmu dan teknologi selalu mengacu pada upaya
untuk meningkatkan kenikmatan hidup , meskipun hal itu dapat
mendorong gersangnya ruhani manusia akibat makin memasyarakatnya
budaya konsumerisme yang terus dipupuk oleh media teknologi modern
seperti iklan besar-besaran yang dapat menciptakan kebutuhan semu yang
oleh Herbert Marcuse didefinisikan sebagai kebutuhan yang ditanamkan
ke dalam masing-masing individu demi kepentingan sosial tertentu dalam
represinya (M. Sastrapatedja, 1982 : 125)
12. 3. Perkembangannya sangat cepat . Pencapaian sain ddan teknologi
modern menunjukan percepatan yang menakjubkan , berubah tidak dalam
waktu tahunan lagi bahkan mungkin dalam hitungan hari, ini jelas sangat
berbeda denngan perkembangan iptek sebelumnya yang kalau menurut
Alfin Tofler dari gelombang pertama (revolusi pertanian) memerlukan
waktu ribuan tahun untuk mencapai gelombang ke dua (revolusi industri,
dimana sebagaimana diketahui gelombang tersebut terjadi akibat
pencapaian sains dan teknologi.
13. 4. Bersifat eksploitatif terhadap lingkungan. Berbagai kerusakan
lingkungan hidupdewasa ini tidak terlepas dari pencapaian iptek yang
kurang memperhatikan dampak lingkungan.

BAB III
PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN
A. Defenisi dan Jenis Pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu
knowledge dalam encyclopedia of philosopy dijelaskan bahwa definisi
pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true
belief) sedangkan secara terminology menurut Drs sidi gazalba
pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu,
pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan
pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi fikiran dengan
demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari hasil usaha manusia
untuk tahu, dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan
(knowledge) adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara
langsung dari kesadarannya sendiri.
14. Burhanudin salam mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki
manusia ada 4 yaitu :
15. 1. Pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan
dengan istilah common sense, dan sering diartikan sebagai good sense.
16. 2. Pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science yang
diartikan sebagai pengetahuan yang kuantitatif dan objektif.
17. 3. Pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari
pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif, pengetahuan filsafat
lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang
sesuatu.
18. 4. Pengetahuan agama, yaitu pengetahuan yang hanya diperoleh dari
Tuhan lewat utusannya, pengetahuan agama bersifat mutlak dn wajib
diyakini oleh parapemeluk agama.
19. Dari sejumlah pengertian yang ada sering ditemukan kerancuan antara
pengertian pengetahuan dan ilmu, kedua kata tersebut dianggap memiliki
kesamaan arti bahkan ilmu dan pengetahuan terkadang dirangkum menjadi
kata majemuk yang mengandung arti tersendiri. Dalam kamus besar
bahasa Indonesia ilmu disamakan artinya dengan pengetahuan, ilmu
adalah pengetahuan. Pengetahuan terbagi menjadi 2
yaitu prailmiahdan ilmiah, pengetahuan pra ilmiah adalah pengetahuan
yang belum memiliki syarat syarat ilmiah pada umumnya, sebaliknya
pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang harus memilki syarat syarat
ilmiah. Syarat syarat yang dimiliki oleh pengetahuan ilmiah adalah : harus
memiliki objek tertentu (formal dan material) dan harus bersistem (runtut)
selain itu pengetahuan ilmiah harus memiliki metode tertentu dengan
sifatnya yang umum, metodenya berupa metode deduksi, induksi dan
analisis.
B. Hakikat dan Sumber Pengetahuan
20. Hakikat pengetahuan yang meliputi apa itu pengetahuan dan bagaimana
memperoleh pengetahuan tersebut.
21. Ada 2 teori untuk mengetahui hakikat pengetahuan itu yaitu :
22. a. Realisme, teori ini mempunyai pandangan yang realistis terhadap alam
pengetahuan, ajaran realism percaya bahwa dengan sesuatu atau lain cara
ada hal hal yang hanya terdapat didalam dan tentang dirinya sendiri serta
yang hakikatnya tidak terpengaruh oleh seseorang.
23. b. Idealisme, ajaran idealism menegaskan bahwa untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar benar sesuai dengan kenyataan adalah mustahil,
premis pokok yang diajukan oleh idealism adalah jiwa mempunyai
kedudukan utama dalam alam semesta, idealism tidak mengingkari
adanya materi, namun materi adalah suatu gagasan yang tidak jelas dan
bukan hakikat.
24. Semua orang mengakui memiliki pengetahuan, persoalnnya dari mana
pengetahuan itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan itu diperoleh, dalam
hal ini ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain :
25. a. Empirisme, menurut aliran ini manusia mendapatkan pengetahuan dari
pengalamannya, manusia bisa mendapatkan nya melalui indera,
pengetahuan inderawi bersifat parsial, itu disebabkan adanya perbedaan
antara indera yang satu dengan yang lain, sehingga john locke (1632-1704)
bapa empiris britania mengemukakan teori tabula rasa (sejenis buku
catatan kosong). Jadi dalam empirisme sumber utama untuk
memperoleh pengetahuan adalah data empiris yang diterima oleh indera,
akal tidak banyak berfungsi kalaupun ada hanya sebatas ide yang kabur.
Kelemahan aliran ini adalah : indera terbatas, indera kadang menipu, objek
yang menipu, berasal dari indera dan objek sekaligus.
26. b. Rasionalisme, aliran ini menyatakan bahwaakal adalah dasar kepastian
pengetahuan, pengetahuan yang benar diperoleh melalui akal manusia
memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek. Bagi aliran
ini kelemahan aliran empirisme yang disebabkan kelemahan alat indera
dapat dikoreksi seandainya akal digunakan.
27. c. Intuisi, Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi
pemahaman yang tertinggi, kemampuan ini mirip dengan insting tetapi
berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya, kemampuan pengembangan
kemampuan ini memerlukan suatu usaha. Menurutnya intuisi bersifat
lahiriah pengetahuan simbolis yang pada dasarnya bersifat analisis
menyeluruh dan mutlak dan tanpa dibantu penggambaran secara simbolis.
28. d. Wahyu, Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah
kepada manusia lewat perantara para nabi. Para nabi memperoleh
pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa
memerlukan waktu untuk memperolehnya. Pengetahuan dengan jalan ini
merupakan kekhususan para nabi. Hal inilah yang membedakan mereka
dengan manusia lainnya. Bagi manusia tidak adajalan lain kecuali
menerima dan membenarkan semua yang berasal dari Nabi. Kepercayaan
inilah yang merupakan titik tolak dalam agama dan lewat pengkajian
selanjutnya dapat meningkatkan atau menurunkan kepercayaan itu.
Sedangkan ilmu pengetahuan sebaliknya, yaitu dimulai mengkaji dengan
riset, pengalaman, dan percobaan untuk sampai kepada kebenaran yang
faktual.
C. Ukuran Kebenaran
29. Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk
mencapai kebanaran, namun masalahnya tidak hanya sampai disitu saja,
problem kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya
epistimologi, telaah epistimologi terhadap kebenaran membawa kita pada
sebuah kesimpulan bahwa perlu dibedakan adanya 3 jenis yaitu kebenaran
epistimologis, kebenaran ontologis dan kebenaran semantik. Kebenaran
epistimologis adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan
manusia, kebenaran dalam arti ontologis adalah kebenaran sebagai sifat
dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan,
kebenaran dalam arti semantic adalah kebenaran yang terdapat serta
melekat dalam tutur kata dan bahasa.Dalam pembahasannya penulis
membahas kebenaran epistimologis karena kebenaran yang lainnya secara
inheren akan masuk dalam kategori kebenaran epistimologis, teori yang
menjelaskan episyimologis adalah sebagai berikut :
30. 1. Teori korespondensi, atau the correspondence theory of truth, menurut
teori ini kebenaran itu apabila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud
oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh
pernyataan itu. Suatu proposisi atau pengertian adalah benar apabila
terdapat suatu fakta yang diselaraskannya, yaitu apabila ia menyatakan apa
adanya, kebenaran adalah yang bersesuaian dengan fakta, yang berselaras
dengan realitas yang serasi dengan situasi akal
31. 2. Teori koherensi tentang kebenaran, atau teori konsistensi atau the
consistence of truth yang sering pula dinamakan the coherence of truth,
menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan
dengan sesuatu yang lain yaitu fakta dan realitas, tetapi atas hubungan
antara antara putusan putusan itu sendiri dengan kata lain kebenaran
ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru itu dengan dengan
putusan putusan lainnya yang telah kita ketahui dan akui kebenarannya
terlebih dahulu.
32. 3. Teori Fragmatisme tentang kebenaran, atu the fragmatic theory of truth.
Menurut teori ini benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau teori semata mata
tergantung kepada azas manfaat, sesuatu dianggap benar jika
mendatangkan manfaat dan akan dikatakan salah jika tidak mendatangkan
manfaat. Menurut teori ini suatu kebenaran dan suatu pernyataan diukur
dengan criteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam
kehidupan manusia, teori hipotesa atau ide adalah benar apabila ia
membawa pada akibat yang memuaskan, apabila ia berlaku dalam praktik
apabila ia mempunyai nilai praktis, jadi kebenaran adalah sesuatu yang
berlaku.
33. 4. Agama sebagai teori kebenaran, Manusia sebagai makhluk
pencarikebenaran salah satu cara untuk menemukan suatu kebenaran
adalah melalui agama, agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan
jawaban atas persoalan asasi yang dipertanyakan manusia baik tentang
alam, manusia maupun tentang Tuhan, agama mengedepankan wahyu
yang bersumber dari Tuhan. Dengan demikian suatu hal dianggap benar
apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu
kebenaran mutlak, oleh karena itu sangat wajar bila Imam Al Ghazali
merasa tidak puas dengan penemuan penemuan akalnya dalam mencari
suatu kebenaran, akhirnya Al Ghazali sampai kepada kebenaran dalam
tasawuf, tasawuf lah yang menghilangkan keragu raguan tentang segala
sesuatu.
D. Klasifikasi dan Hierarki Ilmu
34. Para filosof muslim membedakan ilmu kepada ilmu yang berguna dan
ilmu yang tidak berguna. Kategori ilmu yang berguna mereka kategorikan
kepada ilmu ilmu duniawi seperti ilmu kedokteran, fisika, kimia, geografi,
logika, etika, bersama disiplin yang khusus mengenai ilmu keagamaan.
Ilmu sihir, alkemi dan numerologi (ilmu nujum dengan menggunakan
bilangan) dimasukkan kedalam golongan cabang-cabang ilmu yang tidak
beguna. Klasifikasi ini memberikan makna implisit menolak adanya
sekularisme, karena wawasan Yang Kudus tidak menghalang-halangi
orang untuk menekuni ilmu-ilmu pengetahuan dinuawi secara teoritis dan
praksis.
35. Sedangkan Al Ghazali secara filosofis membagi ilmu kedalam
ilmu syar’iyah dan ilmuaqliyyah. Oleh Al-Ghazali ilmu yang terakhir ini
disebut juga sebagai ilmu ghair syar’iyyah. Begitu juga Quthb Al-Din
membedakan jenis ilmu menjadi ulum hikmydan ulum ghair hikmy. Ilmu
nonfilosofis menurutnya dipandang sinonim dengan ilmu religius, karena
dia menganggap ilmu itu berkembang dalam satu peradaban yang
memiliki syari’ah (hukum wahyu).
36. Sedangkan Dr Muhammad Al Bahi membagi ilmu dari sumbernya terbagi
menjadi 2 yaitu ilmu yang bersumber dari Tuhan dan ilmu yang bersumber
dari manusia. Al-Jurjani membagi ilmu kepada ilmu Qadim dan ilmu
Hadis. Ilmu Qadim adalah ilmu Allah yang jelas sangat berbeda dari ilmu
Hadist yang dimiliki manusia sebagai hamba-Nya.
37. Karena semua bentuk pengetahuan yang bersifat empiris, rasionalis, dan
iluminasioris ketiganya bersumber dari manusia yang bersifat relative.
Relativitas itu tidak saja dari pemikiran tetapi juga perangkat yang dimiliki
oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan seperti panca indera, akal
dan wahyu. Oleh karena itu, hanya adanya wawasan Yang Kudus-lah yang
membedakan pemikiran Islam dengan Barat.
BAB IV
DASAR-DASAR ILMU
38. A. Ontologi
39. Ontologi merupakan salah satu lapangan penyelidikan kefilsafatan yang
paling kuno. Dalam persoalan ontology orang menghadapi persoalan
bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini ?
pertama kali orang dihadapkan pada adanya 2 macam kenyataan, yang
pertama kenyataan yang berupa materi yang kedua kenyataan yang berupa
rohani.
40. Term ontologi pertamakali dikenalkan oleh rodolf goclenius pada tahun
1636 M, untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat
metafisis, dalam perkembangannya Rudolf Wolf membagi metafisika
menjadi 2 yaitu metafisika umum dan metafisika khusus, metafisika umum
dimaksuidkan sebagai istilah lain ontology, dengan demikian metafisika
umum atau ontology adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip
yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada, sedang
metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi dan
teologi.
41. Didalam pemahaman ontology dapat diketemukan pandangan pandangan
pokok pemikiran sebagai berikut :
42. a. Monoisme, paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari
seluruh kenyataan hanyalah satu saja, tidk mungkin dua, faham ini
kemudian terbagi 2 yaitu : materialism yang menganggap bahwa sumber
yang asal itu adalah materi bukan rohani aliran ini sering juga disebut
naturalism, yang kedua yaitu idealisme aliran ini beranggapan bahwa
hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh yaitu
sesuati yang tidak berbentuk dan menempati ruang.
43. b. Dualisme, aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari 2 macam
hakikat yaitu hakekat materi dan hakekat ruhani , benda dan ruh, jasad dan
spirit. Umumnya manusia tidak akan mengalami kesulitan untuk
menerima prinsip dualism ini, karena setiap kenyataan lahir dapat segera
ditangkap oleh panca indera kita, sedang kenyataan bathin dapat segera
diakui adanya oleh akal dan perasaan hidup.
44. c. Pluralime, paham ini berpandangan bahwa segenap bentuk merupakan
kenyataan, prularisme bertolak dari keseluruhan danmengakui bahwa
segenap macam bentuk itu semuanya nyata.
45. d. Nihilisme, sebuah doktrin yang tidak mengakui validits alternative yang
positif, istilah nihilism sebenarnya sudah ada sejak yunani kuno.
46. e. Agnotisisme yaitu mengingkari kesanggupan manusia untuk
mengetahui hakekat benda, baik hakekat materi maupun hakikat ruhani.
Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan
mampu menerangkan secara konkrit akan adanya kenyataan yang berdiri
sendiri dan dapat kita kenal.
47. B. Epistimologi
48. Epistimologi adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan
lingkup pengetahuan, pengandaian dan dasar dasarnya serta pertanggung
jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera dan lain
lain meiliki metode tersendiri dalam teori pengetahuan diantaranya adalah
:
49. a. Metode induktif, yaitu metode yang menyimpulkan pernyataan
pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih
umum, dalam induksi setelah diperoleh pengetahuan, maka akan
dipergunakan hal hal lain seperti ilmu mengajarkan kita bahwa kalau
logam dipanaskan maka akan mengembang
50. b. Metode deduktif, yaitu metode yang menyimpulkan bahwa data data
empiric diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut, hal
yang harus ada dalam metode deduktis adalah perbandingan logis antara
kesimpulan kesimpulan itu sendiri.
51. c. Metode positivisme, metode ini berpangkal dari apa yang telah
diketahui, yang factual dan dan positif, ia mengenyampingkan segala
persoalan diluar yang ada sebagai fakta.menurut comte perkembangan
pemikiran manusia melaui 3 tahap yaitu, teologis, metafisis dan positif.
52. d. Metode kontemplatif, metode ini mengatakan adanya keterbatasan
indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek
yang dihasilkan pun akan berbeda beda, harusnya dikembangkan suatu
kemampuan akal yang disebut dengan intuisi, pengetahuan yang didapat
melalui intuisi ini bias diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang
dilakukan oleh Al Ghazali.
53. e. Metode dialektis, metode ini mula mula berarti metode Tanya jawab
untuk mencapai kejernihan filsafat namun plato mengartikannya sebagai
diskusi logika.
54. C. Aksiologi
55. Pengertian aksiologi yang dikutip penulis berasal dari buku jujun s
suriasumantri yang berarti sebagai teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
56. Dari definisi mengenai aksiologi, terlihat jelas bahwa permasalahan yang
utama adalah mengenai nilai, niai yang dimaksud adalah sesuatu yang
dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa
yang dinilai, teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan
etika dan estetika. Makna etika dipakai dalam 2 bentuk arti, pertama etika
merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap
perbuatan perbuatan manusia, arti kedua etika merupakan suatu predikat
yang dipakai untk membedakan hal hal, perbuatan perbuatan atau manusia
manusia yang lain.
57. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan aksiologi disamakan
dengan value and valuation:
58.
59. 1. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang
lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian
yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban,
kebenaran dan kesucian.
60.
61. 2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata
sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada
sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.
62.
63. 3. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, member
nilai atau dinilai.
64.
65. Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa
permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah
sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan
tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu
pada masalah etika dan estetika.
66.
67. Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam
mpemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana
dijumpai dalam kehidupan, yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti
kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik material.
68.
69.
70.
71. BAB V
72. SARANA ILMIAH
73. A. Bahasa
74. Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tiada
komunikasi. Sebagai sarana komunikasi maka segala yang berkaitan
dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis
dalam menggapai ilmu dan pengetahuan.
75. Unsur-unsur dalam bahasa :
76. · Simbol-simbol : Things that stand for other things atau sesuatu yang
menyatakan sesuatu yang lain, jika dikatakan bahwa bahasa adalah suatu
system simbol-simbol, hal tersebut mengandung makna bahwa ucapan si
pembicara di hubungkan secara simbolis dengan objek-objek ataupun
kejadian dalam dunia praktis
77. · Simbol-simbol vokal : bunyi-bunyi yang urutan-urutan bunyinya
dihasilkan dari kerja sama berbagai organ atau alat tubh dengan system
pernapasan
78. · Simbol-simbol vokal arbitrer : arbitrer = ‘mana suka” misalnya untuk
menyatkan jenis binatang yang disebut Equus Caballu, orang Inggris
menyebutnya horse, orang Perancis menyebutnya Cheval dan orang
Indonesia menyebutnya Kuda semuanya merupakan sejenis persetujuan
yang tidak diucapkan atau kesepakatan secara diam-diam antara sesame
anggota masyarakat yang memberi setiap makna tertentu.
79. · Suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer
80. · Dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sosial sebagai alat
bergau satu sama lainnya.
81. 1. Fungsi Bahasa
82. Para pakar telah berselisih pendapat dalam hal fungsi bahasa. Aliran
filsafat bahasa dan psikolinguistikmelihat fungsi bahasa sebagai sarana
untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan emosi, sedangkan aliran
sosiolinguistik berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah sarana untuk
perubahan masyarakat.
83. Menurut Halliday sebagaimana yang dikutip oleh Thaimah bahwa fungsi
bahasa adalah sebagai berikut :
84. • Fungsi Instrumental : penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal
yang bersifat materi seperti makan, minum, dan sebagainya.
85. • Fungsi Regulatoris : penggunaan bahasa untuk memerintah dan
perbaikan tingkah laku.
86. • Fungsi Interaksional : penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan
perasaan pemikiran antara seseorang dan orang lain.
87. • Fungsi personal : seseorang menggunakan bahasa untuk mencurahkan
perasaan dan pikiran.
88. • Fungsi Heuristik : penggunaan bahasa untuk mencapai mengungkap
tabir fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya.
89. • Fungsi Imajinatif : Penggunaan bahasa untuk mengungkapkan
imajinasi seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang
dan tidak sesuai dengan realita (dunia nyata).
90. • Fungsi Representasional : pengunaan bahasa untuk menggambarkan
pemikiran dan wawasan serta menyampaikannya pada orang lain.
91. 2. Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah
92. Untuk dapat berpikir ilmiah, seseorang selayaknya menuasai criteria
maupun langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah. Dengan menguasai hal
tersebut tujuan yang akan digapai akan terwujud. Di samping menguasai
langkah-langkah tentunya kegiatan ini dibantu oleh sarana berupa bahasa,
logika matematika, dan statistika.
93. 3. Bahasa Ilmiah dan Bahasa Agama
94. Ada dua pengertian mendasar tentang bahasa agama
95. a. bahasa agama adalah kalam ilahi yang terabadikan ke dalam kitab suci.
96. b. Kedua, bahasa agama merupakan ungkapan serta perilaku keagamaan
dari seseorang atau sebuah kelompok social.
97. Dengan kata lain, bahasa agama dalam konteks ke dua ini merupakan
wacana keagamaan yang dilakukan oleh umat beragama maupun sarjana
ahli agama, meskipun tidak selalu menunjuk serta menggunakan
ungkapan-ungkapan kitab suci. Walaupun ada erbedaan antara kedua
bahasa ini namun keduanya merupkan sarana untuk menyampikan sesuatu
dengan gaya bahasa yang khas.
98. B. Matematika
99. Dalam abad ke-20 ini, seluruh kehidupan manusia sudah mempergunakan
matematika, baik matematika sangat sederhana hanya menghitung satu,
dua, tiga, maupun yang sampai sangat rumit, misalnya perhitungan
antariksa. Demikian pula ilmu-ilmu pengetahuan, semuanya sudah
mempergunakan matematika, baik matematika sebagai pengembanagn
aljabar maupun statistika. Hampir dapat dikatakan bahwa fungsi
matematika sama luasnya dengan fungsi bahasa yang berhubungan dengan
pengetahuan dan ilmu pengetahuan
100. 1. Matematika Sebagai Bahasa
101. Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian
makna dari serangkaain pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-
lambang matematika bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti setelah
sebuah makna diberikan kepadanya. Tampa itu maka matematika hanya
merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Dalam hal ini matematika
mempunyai sifat yang jelas, spesifik, dan informative dengan tidak
menimbulkan konotasi yang bersifat emosional.
102. 2. Matematika Sebagai Sarana Berpikir Deduktif
103. Matematika merupakan ilmu deduktif. Nama ilmu deduktif
diperoleh karena penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi tidak
didasari atas pengalaman seperti halnya yang terdapat dalam ilmu empirik,
melainkan didasarkan atas deduksi-deduksi (penjabaran-penjabaran) pola
berpikir deduktif banyak digunakan baik dalam bidang ilmiah maupun
bidang lain yang merupakan proses pengambilan kesimpulan yang
didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan.
Misalnya: jika diketahui A termasuk dalam lingkungan B, sedangkan B
tidak ada hubungan dengan C, maka A tidak ada hubungan dengan C.
104. 3. Matematika untuk Ilmu Alam dan Ilmu Sosial
105. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan alam matematika
memberikan kontribusi yang cukup besar. Kontribusi matematika dalam
perkembangan ilmu alam, lebih ditandai dengan penggunaan lambang-
lambang bilangan untuk perhitungan dan pengukuran, di samping hal lain
seperti bahasa, metode, dan lainnya. Hal ini sesuai dengan objek ilmu
alam, yaitu gejala-gejala alam yang dapat diamati dan dilakukan
penelaahan yang berulang-ulang. Berbeda dengan ilmu sosial yang
memiliki objek penelaahan yang kompleks dan sulit dalam melakukan
pengamatan, di samping objek penelaahan yang tak berulang maka
kontribusi matematika tidak mengutamakan kepada lambang-lambang
bilangan.
106. Adapun ilmu-ilmu sosial dapat ditandai oleh kenyataan bahwa
kebanyakan dari masalah yang digadapinya tidak mempunyai pengukuran
yang mempergunakan bilangan dan pengertian tentang ruang adalah sama
sekali tidak relevan.
107. C. Statistik
108. 1. Pengertian Statistik
109. Secara etimologi, kata “statistic” berasal dari kata status (bahasa
latin) yang mempunyai persamaan dengan dengan arti kata state (bahasa
inggris), yang dalam bahasa Indonesia di terjemahkan dengan Negara
110. Pada mulanya, kata “statistic” diartikan sebagai “kumpulan bahan
keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun
yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting
dan kegunaan yang besar bagi suatu Negara”. Namun pada
perkembangannya, arti kata statistic hanya dibatasi pada kumpulan bahan
keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif saja)
111. Dari segi terminologi, dewasa ini istilah statistik
terkandung berbagai macam pengertian.
112. • Pertama, istilah statistik kadang diberi pengertian sebagai data
statistic, yaitu kumpulan bahan keterangan berupa angka atau bilangan.
113. • Kedua, sebagai kegiatan statistik kadang atau kegiatan
perstatistikan.
114. • Ketiga, kadang juga dimaksudkan sebagai metode statistic yaitu
cara-cara tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka mengumpulkan,
menyusun atau mengatur menyajikan, menganalisis, dan memberikan
interpretasi terhadap sekumpulan bahan keterangan yang berupa angkaitu
dapat berbicara atau dapat memberikan makna tertentu.
115. • Keempat, istilah statistik dewasa ini juga dapat diberi
pengertian sebagai “ilmu statistik”. Ilmu statistik tidak lain adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari dan memperkembangkan secara ilmiah
tahap-tahap yang ada dalam kegiatan statistik. Jadi statistika merupakan
sekumpulan metode untuk membuat keputusan yang bijaksana dalam
keadaan yang tidak menentu.
116. 2. Sejarah Perkembangan Statistik
117. Statistika yang relatif sangat muda dibandingkan dengan
matematika berkembang dengan sangat cepat terutama dalam dasawarsa
lima puluh tahun belakangan ini. Penelitian ilmiah, baik yang berupa
survei maupun eksperimen, dilakukan lebih cermat dan teliti dengan
menggunakan teknik-teknik statistika yang diperkembangkan sesuai
dengan kebutuhan. Di Indonesia sendiri kegiatan dalam bidang penelitian
sangat meningkat, baik kegiatan akademik maupun pengambilan
keputusan telah memberikan momentum yang baik untuk pendidikan
statistika.
118. 3. Hubungan Antara Sarana Ilmiah Bahasa, Logika, Matematika,
dan Statistika
119. Ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan
antara deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu, penalaran ilmiah
menyandarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif.
120. Matematika mempunyai peranan yang sangat penting dalam
berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam
berpikir induktif. Jadi keempat sarana ilmiah ini saling berhubungan erat
satu sama lain.
121. Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka segala sesuatu yang
berkaitan erat dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa. Seperti
berpikir sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan.
122. Dengan kata lain, tanpa mempunyai kemampuan berbahasa, maka
seseorang tidak dapat melakukan kegiatan ilmiah secara sistematis dan
teratur.
123. 4. Tujuan Pengumpulan Data Statistik
124. Tujuan dari pengumpulan data statistika dapat dibagi ke dalam dua
golongan besar :
125. • Secara kasar dapat dirumuskan sebagai tujuan kegiatan praktis
dan kegiatan kelimuan.
126. • Kedua tujuan sebenarnya tidak mempunyai perbedaan yang
hakiki karena kegiatan keilmuan merupakan dasar dari kegiatan praktis.
127. • Dalam bidang statistika, perbedaan yang penting dari kedua
kegiatan ini dibentuk oleh kenyataan bahwa dalam kegiatan praktis hakikat
alternative yang sedang dipertimbangkan telah diketahui, paling tidak
secara prinsip, di mana konsekuensi dalam memilih salah satu dari
alternative tersebut dapat di exaluasi berdasarkan serangkaian
perkembangan yang akan terjadi.
128. 5. Statistika dan Cara Berpikir Induktif
129. Pengambilan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita
kepada sebuag permasalahan mengenai banyaknya kasus yang kita hadapi.
Dalam hal ini statistikka memberikan jalan keluar untuk dapat menarik
kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian
dari populasi yang bersangkutan. Statistika mampu memberikan secara
kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yakni
makin besar contoh yang diambil, maka makin tinggi pula tingkat
ketelitian kesimpulan tersebut.
130. 6. Peranan Statistika dalam Tahap-tahap Metode Keilmuan
131. Observasi. Ilmuwan melakukan observasi mengenai apa yang
terjadi, mengumpilkan dan mempelajari fakta yang berhubungan dengan
masalah yang sedang di selidikinya. Peranan statistika dalam hal ini,
statistika dapat mengemukakan secara terperinci tentang analisis mana
yang akan dihasilkan dari observasi tersebut.
132. Hipotesis. Untuk menerangkan fakta yang diobservasi dugaan yang
sudah ada dirumuskan dalam sebuah hipotesis, atau teori, yang
menggambarkan sebuah pola yang menurut anggapan ditemukan dalam
tata tersebut. Dalam tahap kedua ini, statistika membantu kita dalam
mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, dan menyajikan hasil observasi
dalam mengembangkan hipotesis
133. Ramalan. Dari hipotesis atau teori dikembangkanlah deduksi. Jika
teori yang dikemukakan itu memenuhi syarat deduksi akan merupakan
sesuatu pengetahuan yang baru, yang belum diketahui sebelumnya secara
empiris, tetapi dideduksikan dari teori. Nilai dari suatu teori tergantung
dari kemampuan ilmuan yang menghasilkan pengetahuan baru tersebut.
Fakta baru ini disebut ramalan, bukan dalam pengertian menuju hari
depan, namun menduga apa yang akan terjadi berdasarkan syarat-syarat
tertentu.
134. Pengujuan kebenaran. Ilmuwan lalu mengumpulkan fakta untuk
menguji kebenaran ramalan yang dikembangkan dari teori. Mulai thap ini,
keseluruhan tahap-tahap sebelumnya berulang seperti sebuah siklus. Jika
teorinya didukung sebuah data, teori tersebut mengalami pengujian dengan
lebih berat, dengan jalan membuat lamaran yang lebih spesifik dan
mempunyai jangkauan lebih jauh, dimana ramalan ini kebenarannya diuji
kembali sampai akhirnya ilmuwan tersebut menemukan beberapa
penyimpangan yang memerlukan beberapa perubahan dalam teorinya.
135. 7. Penerapan Statistika
136. Statistika diterapkan secara luas dalam hampir semua pengambilan
keputusan dalam bidang managemen. Statistika diterapkan dalam
penelitian pasar, penelitian produksi, kebijaksanaan penanaman modal,
control kualitas, seleksi pegawai, kerangka percobaan industry, ramalan
ekonomi, auditing, pemilihan risiko dalam pemberian kredit, dan masih
banyak lagi. Singkatnya statistika adalah alat yang dapat dipergunakan
untuk memecahkan masalah yang timbul dalam penelaahan secara empiris
hampir disemua bidang.
137. D. Logika
138. Logika adalah sarana berpikir sistematis, valid dan dapat
dipertanggungjawabkan. Karena itu berpikir logis adalah berpikir sesuai
dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar dari
pada satu.
139. Hukum-hukum pikiran beserta mekanismenya dapat digunakan
secara sadar dalam mengontrol perjalanan pikiran yang sulit dan panjang
itu.
140. 1) Aturan Cara Berpikir yang Benar
141. Kondisi adalah hal-hal yang harus ada supaya sesuatu dapat
terwujud, dapat terlaksana. Untuk berpikir baik, yakni berpikir benar,
logis-dialektis, juga dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu:
142. a. Mencintai kebenaran
143. Sikap ini sangat fundamental untuk berpikir yang baik, sebab sikap
ini senantiasa menggerakkan si pemikir untuk mencari, mengusut,
meningkatkan mutu penalarannya; manggerakkan si pemikir untuk
senantiasa mewaspadai “ruh-ruh” yang akan menyelewengkannya dari
yang benar. Misalnya, menyederhanakan kenyataan, menyempitkan
cakrawala/perspektif, berpikir terkotak-kotak. Cinta terhadap kebenaran
diwujudkan dalam kerajinan (jauh dari kemalasan, jauh dari takut sulit,
dan jauh dari kecerobohan) serta diwujudkan dengan kejujuran, yakni
disposisiatau sikap kejiwaan(dan pikiran) yang selalu siap sedia menerima
kebenaran meskipun berlawanan dengan prasangka dan
keinginan/kecenderungan pribadi atau golongannya.
144. b. Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang Anda kerjakan
145. Kegiatan yang sedang dikerjakan adalah kegiatan berpikir. Seluruh
aktivitas intelek kita adalah suatu usaha terus menerus mengejar kebenaran
yang diselingi dengan diperolehnya pengetahuan tentang kebenaran tetapi
parsial sifatnya. Untuk mencapai kebenaran, kita harus bergerak melalui
berbagai macam langkah dan kegiatan.
146. c. Ketahuilah (dengan sadar) apa yang Anda katakan
147. Pikiran diungkapkan ke dalam kata-kata. Kecermatan pikiran
diungkapkan ke dalam kecermatan kata-kata, karenanya kecermatan
ungkapan pikiran ke dalam kata merupakan sesuatu yang tidak boleh
ditawar lagi. Anda senantiasa perlu menguasai ungkapan pikiran kedalam
kata tersebut. Waspadalah terhadap term-term ekuivokal (bentuk sama,
tetapi arti berbeda), analogis (bentuk sama, arti sebagian sama sebagian
berbeda). Ketahuilah pula perbedaan kecil arti (nuansa) dari hal-hal yang
Anda katakan.
148. d. Buatlah distingsi (pembedaan) dan pembagian (klasifikasi)
yang semestinya
149. Jika ada dua hal yang tidak mempunyai bentuk yang sama, hal itu
jelas berbeda. Tetapi banyak kejadian dimana dua hal atau lebih
mempunyai bentuk sama, namun tidak identik. Disinilah perlu dibuat
suatu distingsi, suatu pembedaan. Karena realitas begitu luas, perlu
diadakan pembagian ( klasifikasi). Peganglah suatu prinsip pembagian
yang sama, jangan sampai Anda menjumlahkan bagian atau aspek realitas
prinsip klasifikasi yang sama.
150. e. Cintailah definisi yang tepat
151. Penggunaan bahasa sebagai ungkapan sesuatu kemungkinan tidak
ditangkap sebagaimana yang akan diungkapkan atau yang dimaksudkan.
Karenanya jangan segan membuat definisi. Definisi artinya pembatasan,
yakni membuat jelas batas-batas sesuatu. Hindari uraian-uraian yang tidak
jelas artinya.
152. f. Ketahuilah (dengan sadar) mengapa Anda menyimpulkan
begini atau begitu
153. Anda harus bisa dan biasa melihat asumsi-asumsi, implikasi-
implikasi, dan konsekuensi-konsekuensi dari suatu penuturan (assertion),
pernyataan, atau kesimpulan yang Anda buat. Jika bahan yang ada tidak
cukup atau kurang cukup untuk menarik kesimpulan, hendaknya orang
menahan diri untuk tidak membuat kesimpulan atau membuat pembatasan-
pembatasan (membuat reserve) dalam kesimpulan.
154. g. Hindarilah kesalahan-kesalahan dengan segala usaha dan
tenaga, serta sangguplah mengenali jenis, macam, dan nama kesalahan,
demikian juga mengenali sebab-sebab kesalahan pemikiran (penalaran)
155. Dalam belajar logika Ilmiah (scientific) Anda tidak hanya mau tahu
hukum-hukum, prinsip-prinsip, bentuk-bentuk pikiran sekadar untuk tahu
saja. Anda perlu juga;
156. 1. Dalam praktik, menjadi cakap dan cekatan berpikir sesuai
dengan hukum, prinsip, bentuk berpikir yang betul, tanpa mengabaikan
dialektika, yakni proses perubahan keadaan. Logika ilmiah melengkapi
dan mengantar kita untuk menjadi cakap dan sanggup berpikir kritis, yakni
berpikir secara menentukan karena menguasai ketentuan-ketentuan
berpikir yang baik.
157. 2. Selanjutnya sanggup mengenali jenis-jenis, macam-macam,
nama-nama, sebab-sebab kesalahan pemikiran, dan sanggup menghindari,
juga menjelaskan segala bentuk dan sebab kesalahan dengan semestinya.
158. 2) Klasifikasi
159. Sebuah konsep klasifikasi, seperti “panas” atau “dingin”, hanyalah
menempatkan objek tertentu dalam sebuah kelas. Pertimbangan yang
berdasarkan klasifikasi tentu saja lebih baik daripada tak ada pertimbangan
sama sekali. Misal; terdapat tiga puluh lima orang yang melamar pekerjaan
yang membutuhkan kemampuan tertentu, dan perusahaan yang akan
menerima mempunyai psikolog harus menetapkan cara-cara pelamar
dalam memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Ahli psikologi
tersebut membuat klasifikasi kasar berdasarkan keterampilan, kemampuan
dibidang matematika, stabilitas emosional, dan sebagainya. Ketiga puluh
lima orang tersebut dibandingkan dengan pengetahuan yang berdasarkan
klasifikasi kuat, lemah dan sedang, kemudian ditempatkan dalam urutan
berdasarkan kemampuannya masing-masing.
160. 3) Aturan Defenisi
161. Definisi secara etimologi adalah suatu usaha untuk memberi
batasan terhadap sesuatu yang dikehendaki seseorang untuk
memindahkannya kepada orang lain. Dengan kata lain menjelaskan materi
yang memungkinkan cendekiawan untuk membahas tentang hakikatnya.
162. Sedangkan pengertian definisi secara terminologi adalah sesuatu
yang menguraikan makna lafadz kulli yang menjelaskan karakteristik
khusus pada diri individu. Penulis member pengertian defenisi sebagai
pengurai makna lafadz kullikarena lafadz ju’I tidak mempunyai pengertian
terminology dengan adanya perubahan karasteristik yang konsisten
menyertainya.
163. Definisi yang baik adalah jami’ wa mani (menyeluruh dan
membatasi). Hal ini sejalan dengan kata definisi itu sendiri,
yaitu definite (membatasi). Salah satu contoh yang sering di ungkapkan
adalah manusia adalah binatang yang berakal. Binatang adalah genus
sedangkan berakal adalah differensia, jadi defenisi yang valid dalam
logika perlu batasan yang jelas antara objek-objek yang didefenisikan.
164.
165.
166. BAB VI
167. TANTANGAN DAN MASA DEPAN ILMU
168. A. Kemajuan Ilmu dan Krisis Kemanusiaan
169. Kemajuan ilmu dan teknologi yang semula bertujuan untuk
mempermudah pekerjaan manusia, tetapi kenyataannya teknologi telah
menimbulkan keresahandan ketakutan baru bagi kehidupan manusia ibarat
cerita raja midas yang menginginkan setiap yang disentuhnya menjadi
emas ternyata ketika keinginan dikabulkan dia tidak smakin senang tetapi
semakin gila.
170. Ternyata teknologi layar mampu membius manusia untuk tunduk
kepada layar dan mengabaikan yang lain. Jika manusia tidak sadar akan
hal ini maka dia akan kesepian dan kehilangan sesuatu yang amat penting
dalam dirinya yakni kebersamaan hubungn
kekeluargaan,dan,sosialyang,hangat.

Karena itu, wajar kemudian timbul kontroversi di berbagai negara apakah


pengembanan rekayasa genetik untuk manusia dibolehkan atau tidak. Bagi
negara-negara liberal rekayasa genetik untuk manusia diperbolehkan
bahkan didukung oleh pemerintah sedangkan para negara-negara yang
konserpatif pengembangan fekayasa yang menjurus kepada perubahan
manusia secara total amat ditentang. Pemusnahan embriao manusia tidak
jadi diklon dianggap sebuah bentuk kekejian yang tidak normal.
171. Bila memacu pada pengertian diatas, pengetahuan merupakan
mengetahui sesuatu tanpa ada ragu. Misalkan bila cuaca gelap pasti akan
turun hujan. Pernyataan tersebut kita yakini tanpa ragu walaupun orang
yang kita anggap pintar akan mengatakan bila cuaca gelap pasti akan
panas. Kita akan tetap pada pendirian kita karena kita mengetahui hal
tersebut tanpa ragu. Hal ini yang disebut pengetahuan yang sebatas hanya
mengetahui tanpa ragu (sekedar tahu), akan tetapi berlanjut kepada timbul
pernyataan mengapa hal itu bias terjadi atau penyebab dari hal itu.
Jawaban dari pertanyan atas peristiwa yang telah dicontohkan diatas, itu
baru merupakan sebuah ilmu. Jadi ilmu itu tidak hanya sebatas tahu, tapi
bagaimanakitamemahamidaripengetahuantersebut.
172. B. Agama, Ilmu dan Masa Depan Manusia
173. Agama dan ilmu dalam beberapa hal berbeda, namun pada sisi
tertentu memiliki kesamaan. Agama lebih mengedepankan moralitasdan
menjaga tradisi yang sudah mapan (ritual) cenderung ekslusif, dan
subjektif. Sementara ilmu selalu mencari yang baru. Tidak perlu terikat
dengan etika progresif. Agama memberikan ketenangan dari segi batin
karena ada janji kehidupan setelah mati, sedangkan ilmu memberi
ketenangandansekaligus, kemudahan, bagi kehidupan,di,dunia.

Agama mendorong umatnya untuk menuntut ilmu hampir semua kitab suci
menganjurkan umatnya untuk mencari ilmu sebanyak mungkin. Adapun
menurut ilmu, gempa bumi terjadi akibat pergeseran lempengan bumi atau
tersumbatnya lava gunung berapi oleh karena itu para ilmuan harus
mencari ilmu dan teknologi untuk mendektes, kapan gempa akan terjadi
dan bahkan kala perlu mencari cara mengatasinya.
174. Disini ilmu dan teknologi tidak harus dilihat dari aspek yang
sempit, tetapi harus dilihat dari tujuan jangka panjang dan untuk
kepentingan kehidupan yang lebih abadi kalo visi ini yang diyakini oleh
para ilmuwan dan agamawan maka harapan kehidupan ke depan akan
lebih cerah dan sentosa tentu saja pemikiran-pemikiran seperti ini perlu
dukungan dari berbagai pihak untuk terwujudnya masa depan yang lebih
cerah.

Sumber : https://ecodevzone.blogspot.com/2014/09/rangkuman-buku-filsafat-ilmu-
prof-dr.html di postkan oleh : A. M. Arafandi

Anda mungkin juga menyukai