Anda di halaman 1dari 14

ONTOLOGI (HAKIKAT ILMU)

Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Filsafat Ilmu

Disusun Oleh Kel. 4:

1. Aisyah Khairani (21010074)


2. Sasti Azfa (21010066)
3. Nur Khofifah (21010064)

Dosen Pengampu

Ali Jusri Pohan, M.Pd. I

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

MANDAILING NATAL

2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah swt. atas segala nikmat
yang diberikannya kepada kita semua termasuk terselesaikannya makalah ini.

Makalah ini mengambil Ontologi (Hakikat Ilmu). Sebagaimana amanat yang telah
diberikan kepada kami dalam memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu. Kami
selaku pemakalah berterima kasih kepada dosen pengampu yang telah memberikan
tugas makalah ini.

Kami pun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
untuk itu, kami mengharap kritik dan saran serta masukan pada makalah ini. Atas
segala kekurangan tersebut, kami mohon dibukakan pintu seluas-luasnya. Demikian
dari kami, semoga segala tujuan baik dengan hadirnya makalah ini dapat tercapai.

Panyabungan, 15 Oktober 2022

Pemakalah

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Ontologi ......................................................................... 3


B. Objek Ontologi ................................................................................. 4
C. Aliran-aliran Ontologi ...................................................................... 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 10
B. Saran ................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 11

II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara
substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan
filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat
telah berhasi mengubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari
pandangan mitosentris menjadi logosentris.
Harun Nasution mengatakan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa
Arab falsafa dengan wazan (timbangan) fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Dengan
demikian, menurut Harun Nasution, kata benda
dari falsafa seharusnya falsafah dan filsaf. Menurutnya, dalam bahasa Indonesia
banyak terpakai kata filsafat, padahal bukan berasal dari kata Arab falsafah dan
bukan dari kata Inggris philosophy. Harun Nasution mempertanyakan apakah
kata fil berasal dari bahasa Inggris dan safah diambil dari kata Arab, sehingga
terjadilah gabungan keduanya, yang kemudian menimbulkan kata filsafat.1
Filsafat seperti yang kita ketahui memiliki tiga cabang yaitu, Ontologi,
Epistemologi, Aksiologi. Mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting
dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahasannya.
Ketiga teori diatas sebenarnya sama-sama membahas tentang ilmu,
hanya saja mencakup hal dan tujuan yang berbeda. Ontologi membahas tentang
apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya
dengan daya pikir, Epistemologi membahas tentang bagaimana mendapat
pengetahuan, bagaimana kita bisa tahu dan dapat membedakan dengan yang lain,
sedangkan Aksiologi membahas tentang guna pengetahuan, klasifikasi, tujuan
dan perkembangannya.

1
Rohana, Filsafat Ilmu dan Kajiannya, (Makassar:UIN Makassar, 2021), h. 46

1
Akan tetapi untuk sekarang ini kami akan menitik-beratkan
pembahasannya kepada masalah ontologi yang mana membahas tentang apa
objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan
daya pikir.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Ontologi?

2. Apa saja Objek Ontologi?

3. Apa saja aliran-aliran Ontologi?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui pengertian Ontologi.

2. Untuk Mengetahui Objek Ontologi.

3. Untuk Mengetahui aliran-aliran Ontologi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ontologi
Secara etimologis, istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang
terdiri dari dua kata: ontos yang berarti ada atau keberadaaan dan logos yang
berarti studi atau ilmu.2 Sedangkan menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang
membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental
dan cara yang berbeda dimana wujud dari kategori-kategori yang logis yang
berlainan (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam
rangka tradisional. Ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip
umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaianya akhir-akhir ini ontologi
dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun
1636 M. untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis.
Dalam perkembanganya Cristian Wolff membagi metafisika menjadi dua, yaitu
metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai
istilah lain dari ontologi.3 Namun pada kenyataannya, ontologi hanya merupakan
bagian pertama metafisika, yakni teori mengenai yang ada, yang berada secara
terbatas sebagaimana adanya dan apa yang secara hakiki dan secara langsung
termasuk ada tersebut.
Adapun mengenai objek material ontologi ialah yang ada, yaitu ada
individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak,
termasuk kosmologi dan metafisika dan ada sesudah kematian maupun sumber

2
Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2020), Cet. I, h.
85-86
3
A. Heris Hermawan, Filsafat Ilmu, (Bandung:CV Insan Mandiri, 2011), Cet. I, h. 23

3
segala yang ada. Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas, bagi
pendekatan kualitif, realitas tranpil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya
menjadi telaah monism, paralerisme atau plurarisme.4
Beberapa karekteristik ontologi antara lain dapat disederhanakan
sebagai berikut:
1. Ontologi adalah study tentang arti “ada” dan “berada”, tentang ciri-ciri
esensial dari yang ada dalam dirinya sendirinya, menurut bentuknya yang
paling abstrak.
2. Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas
dalam arti seluas mungkin, dengan menggunakan kategori-kategori seperti:
ada atau menjadi, aktualitas atau potensialitas, nyata atau penampakan, esensi
atau eksistensi, kesempurnaan, ruang dan waktu, perubahan, dan sebagainya
3. Ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir
yang ada, yaitu yang satu, yang absolute, bentuk abadi, sempurna, dan
keberadaan segala sesuatu yang mutlak bergantung kepada-nya.
4. Cabang filsafat yang mempelajari tentang status realitas apakah nyata atau
semu, apakah pikiran itu nyata, dan sebagainya.
B. Objek Ontologi
Ontologi, dalam bahasa inggris ‘ontology’, berakar dari bahasa Yunani
‘on’ berarti ada, dan ‘logos’ berarti keberadaan. Sedangkan ‘logos’ berarti
pemikiran (Lorens Bagus: 2000).5 Jadi, ontologi adalah pmikiran mengenai yang
ada dan keberadaannya.[6] Selanjutnya, menurut A.R. Lacey, ontologi diartikan
sebagai “a central part of metaphisics”(bagian sentral dari metafisika).
Sedangkan metafisika diartikan sebagai “that which comes after ‘phisic’,... the
study of nature in general” (yang hadir setelah fisika, ... studi umum mengenai

4
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta:PT Penebar Swadaya, 2010), Cet.
XXII, h. 63
5
Rusdiana, Bahan Ajar Filsafat Ilmu, (Bandung: Tresina Bakti Press, 2018), Cet. I, h.
31

4
alam). Dalam metafisika, pada dasarnya dipersoalkan mengenai substansi atau
hakikat alam semesta. Apakah alam semesta ini
berhakikat monistik atau pluralistik,bersifat tetap atau berubah-ubah, dan apakah
alam semesta ini merupakan kesungguhan (actual) atau kemungkinan (potency).
Beberapa karakteristik ontologi, seperti diungkapkan oleh Bagus, antara
lain dapat disederhanakan sebagai berikut:6
1. Ontologi adalah studi tentang arti “ada” dan “berada”, tentang ciri-ciri
esensial dari yang ada dalam dirinya sendiri, menurut bentuknya yang
paling abstrak.
2. Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas
dalam arti seluas mungkin, dengan menggunakan kategori-kategori seperti:
ada atau menjadi, aktualisasi atau potensialisasi, nyata atau penampakan,
esensi atau eksistensi, kesempurnaan, ruang dan waktu, perubahan dan
sebagainya.
3. Ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir
yang ada, yaitu Yang Satu, Yang Absolut, Bentuk Abadi, Sempurna, dan
keberadaan segala sesuatu yang mutlak bergantung kepada-nya.

Cabang filsafat yang mempelajari tentang status realitas apakah nyata


atau semu, apakah pikiran itu nyata, dan sebagainya. Seperti yang telah
diungkapkan di atas, hakikat abstrak atau jenis menentukan kesatuan (kesamaan)
dari berbagai macam jenis, bentuk dan sifat hal-ha atau barang-barang yang
berbeda-beda dan terpisah-pisah. Perbedaan dan keterpisahan dari orang-orang
bernama Socrates, Plato, Aristoteles, dan sebagainya, terkait dalam satu
kesamaan sebagai manusia. Manusia, binatang, tumbuhan, dan benda-benda lain
yang berbeda-beda dan terpisah-pisah, tersatukan dengan kesamaan jenis sebagai
makhluk. Jadi, hakikat jenis dapat dipahami sebagai titik sifat abstrak tertinggi

6
Ahmad Taufik Nasution, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2016), h. 70

5
daripada sesuatu hal. Dalam filsafat, studi mengenai hakikat jenis atau hakikat
abstrak ini masuk ke dalam bidang metafisika umum atau ontology.

Oleh sebab itu, pembahasan tentang hakikat jenis ilmu pengetahuan


berarti membahas ilmu pengetahuan secara ontologis. Persoalannya adalah
sejauh mana fakta perbedaan dan keterpisahan ilmu pengetahuan ini merupakan
kesungguhan (actus) atau kemungkinan (potency), dalam arti seharusnya ilmu
pengetahuan itu memang pluralistik atau monistik?
Secara Ontologis, artinya secara metafisis umum, objek materi yang
dipelajari di dalam pluralitas ilmu pengetahuan, bersifat monistik pada tingkat
yang paling abstrak. Seluruh objek materi pluralitas ilmu pengetahuan, seperti
manusia, binatang, tumbuhan, dan zat kebendaan berada pada tingkat abstrak
tertinggi, yaitu dalam kesatuan dan kesamaannya sebagai makhluk. kenyataannya
itu mendasari dan menentukan kesatuan pluralitas ilmu pengetahuan.7 Dengan
kata lain, pluralitas kata lain, pluralitas ilmu pengetahuan berhakikat satu, yaitu
dalam kesatuan objek materinya.
Di samping objek materi, keberadaan ilmu pengetahuan juga lebih
ditentukan oleh objek forma. Objek forma ini sering dipahami sebagai sudut atau
titik pandang (point of view), yang selanjutnya menentukan ruang lingkup
studi (scope of the study). Berdasarkan ruang lingkup studi inilah selanjutnya
ilmu pengetahuan berkembang menjadi plura, berbeda-beda dan cenderung
saling terpisah antara satu dengan yang lain.
Berdasarkan hukum kodrat (ontologis), jika mempertimbangkan proses
terbentuknya objek formal, maka dapat dinilai bahwa bagaimanapun
perkembangan ilmu pengetahuan menjadi plural, tetapi hanya terbatas pada
perbedaan, bukan keterpisahan.

7
A. Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2015), Cet. V, h. 91

6
Di samping pendekatan kuantitatif menurut objek materi dan objek
formal terhadap pemecahan masalah hakikat ilmu pengetahuan, secara ontologis
masih ada pendekatan kualitatif. Melalui pendekatan kualitatif, persoalan yang
sama, yaitu aspek ontoogi ilmu pengetahuan dengan persoalan hakikat
keberadaan pluralitas ilmu pengetahuan, dapat digolongkan ke dalam tingkat-
tingkat abstrak universal, teoretis potensial dan konkret fungsional.
C. Aliran-Aliran Ontologi
1. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan
itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai
sumber asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak
mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri.
Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe.
Paham ini kemudian terebagi ke dalam dua aliran:8
a. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi,
bukan rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme.
Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.
Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh tidaklah merupakan
suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa dan ruh merupakan akibat saja
dari proses gerakan kebenaran dengan dengan salah satu cara tertentu.
Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan
bahwa yang merupakan hakikat adalah:
1) Pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba,
biasanya dijadikan kebenaran terakhir.

8
Biyanto, Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman, (Yogyakarta:Pusataka Pelajar, 2015), Cet.
I, h. 139

7
2) Pikiran sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang yang
abstrak.
3) Penemuan-penemuan menunjukan betapa bergantungnya jiwa pada
badan.

Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani.
Jasmani lebih menonjol dalam peristiwa ini. Dalam sejarahnya manusia
memang bergantung pada benda seperti pada padi. Dewi Sri dan Tuhan
muncul dari situ. Kesemuanya itu memperkuat dugaan bahwa yang
merupakan haklekat adalah benda.

b. Idealisme
Aliran idealisme dinamakan juga spiritualisme. Idealisme bderarti serba
cita sedang spiritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari
kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan
bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh
(sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan
menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada
penjelmaan ruhani. Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat
benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah:
1) Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari materi
bagi kehidupoan manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakikat yang
sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya bayangan atau
penjelmaan.
2) Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.
3) Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada,
yang ada energi itu saja.
4) Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran plato (428-348
SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti
ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang

8
menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide
itu. Jadi idealah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud
sesuatu.
2. Dualisme
Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham
yang saling bertentangan, yaitu materialisme dan idealisme. Menurut aliran
dualisme materi maupun ruh sama-sama merupakan hakikat. Materi muncul
bukan karena adanya ruh, begitu pun ruh muncul bukan karena materi. Tetapi
dalam perkembangan selanjutnya aliran ini masih memiliki masalah dalam
menghubungkan dan menyelaraskan kedua aliran tersebut di atas. Sebuah
analogi dapat kita ambil misalnya tentang jika jiwa sedang sehat, maka badan
pun akan sehat kelihatannya. Sebaliknya jika jiwa seseorang sedang penuh
dengan duka dan kesedihan biasanya badanpun ikut sedih, terlihat dari
murungnya wajah orang tersebut.
3. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa
segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictonary of
Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa
kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua
entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno
adalah anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang
ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.
Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M). Kelahiran
New York dan terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika. Dalam
bukunya The Meaning of Truth James mengemukakan, tiada kebenaran yang
mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas
dari akal yang mengenal.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ontologi adalah bagian dari filsafat yang paling umum ; kerap juga
disebut metafisika umum. Baru setelah menjelajahi segala bidang utama dalam
ilmu filsafat, seperti filsfata manusia, filsafat alam-dunia, pengetahuhan,
ketuhanan, moral dan sosial, dapat disusun suatu uraian ontologi. Maka ontologi
sulit dipahami lepas dari bagian-bagian dan bidang-bidang filsafat lainya, dan
adalah bidang filsafat yang paling sukar.
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun
1636 M. untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis.
Dalam perkembanganya Cristian Wolff membagi metafisika menjadi dua, yaitu
metafisika umum dan metafisika khusus. Ontologi mempunyai aliran-aliran
yaitu:
1. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan
itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Monoisme memiliki 2 aliran yaitu,
materialisme dan idealisme.
2. Dualism
Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham
yang saling bertentangan
3. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan.
B. Saran
Demikian makalah ini kami susun dan semoga bermanfaat untuk
menambah khazanah keilmuwan kita. Kritik dan saran yang membangun kami
harapkan untuk perbaikan penyusunan makalah ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

A. Heris Hermawan, Filsafat Ilmu, (Bandung:CV Insan Mandiri, 2011), Cet. I


A. Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2015), Cet. V
Biyanto, Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman, (Yogyakarta:Pusataka Pelajar, 2015),
Cet. I, h. 139
Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2020), Cet. I
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta:PT Penebar Swadaya, 2010), Cet.
XXII
Rohana, Filsafat Ilmu dan Kajiannya, (Makassar:UIN Makassar, 2021)
Rusdiana, Bahan Ajar Filsafat Ilmu, (Bandung: Tresina Bakti Press, 2018), Cet. I

11

Anda mungkin juga menyukai