Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Landasan Filosofis Pengembangan Ilmu


(Landasan Ontologi, Epistermologi, dan Aksiologi)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok
Dosen Pengmpu : Dr. Hotmatua Paralihan, M.Ag

Disusun Oleh :
Kelompok IV
Nurul Khasanah (0602232017)
Paten Amira siagian (0602233041)
Syifa Az-zahra (0602232023)
Fiqrhi Mulya Pratama (0602231002)

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN


ISLAM
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UIN SUMATERA UTARA MEDAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat


dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Landasan Filosofi Pengembangan Ilmu (Otologi,
Epistermologi, Aksiologi) ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata
kuliah Filsafat ilmu. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang bagian-bagian pengembangan ilmu menuru
filoof bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Hotmatua selaku


dosen mata kuliah filafa ilmu yang telah memberikan tugas kelompok ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang telah kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang


telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang Kami tulis ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 20 April 2024

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii


PENDAHULUAN ....................................................................................... 4

1. Latar Belakang ................................................................................. 4


2. Rumusan Masalah ............................................................................ 4
3. Tujuan............................................................................................... 4

PEMBAHASAN ......................................................................................... 5
1.1. Ontologi ......................................................................................... 5
A. Pengertian O ntologi.................................................................... 5
B. Aliran-aliran Dalam O ntologi .................................................... 6
1.2. Epistemologi .................................................................................. 8
A. Pengertian Epistemologi ............................................................ 8
B. Metode Untuk Pemperoleh Pengetahuan ................................... 9
1.3. Aksiologi........................................................................................ 10
A. Pengertian Aksiologi ................................................................. 10
B. Etika .......................................................................................... 11
C. Estetika ...................................................................................... 13

PENUTUP .................................................................................................. 14

2.1. Kesimpulan..................................................................................... 14
2.2. Saran ............................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ada tiga pilar utama dalam filsafat ilmu yang selalu menjadi
pedoman, yaitu, ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga pilar
itulah manusia berupaya untuk mencari dan menggali eksistensi ilmu
sedalam dalamnya. Hakikat apa yang ingin diketahui manusia
merupakan pokok bahasan dalam ontologi. Dalam hal ini manusia
ingin mengetahui tentang “ada” atau eksistensi yang dapat dicerap
oleh pancaindera. Epsitemologi merupakan landasan kedua filsafat
yang mengungkapkan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan
atau kebenaran tersebut. Setelah memperoleh pengetahuan, manfaat
apa yang dapat digunakan dari pengetahuan itu.
Inilah yang kemudian membawa pemikiran kita menengok pada
konsep aksiologi, yaitu, filsafat yang membahas masalah nilai
kegunaan dari nilai pengetahuan. Persoalan-persoalan filsafat dapat
dideskripsikan menjadi lima berdasarkan ciri-cirinya. Kelima
persoalan filsafat tersebut adalah metafisika, epistemologi, logika,
etika, dan estetika.
2. Rumusan Masalah
2.1. Apa itu ontology?
2.2. Apa itu Epistemologi?
2.3. Apa itu Akiologi?
3. Tujuan
3.1. Untuk mengetahui Makna otology!
3.2. Untuk mengetahui Bagaimana epistemology!
3.3. Untuk mengetahui Bagaimana Aksiologi!

4
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. ONTOLOGI
A. Pengertian Ontologi
Secara etimologis, istilah ontologi berasal dari bahasa
Yunani, yang terdiri dari dua kata: ontos yang berarti ada atau
keberadaaan dan logos yang berarti studi atau ilmu1 . Sedangkan
menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang
hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius
pada tahun 1636 M. untuk menamai teori tentang hakikat yang ada
yang bersifat metafisis. Dalam perkembanganya Cristian Wolff
membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan
metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah
lain dari ontologi. Namun pada kenyataannya, ontologi hanya
merupakan bagian pertama metafisika, yakni teori mengenai yang
ada, yang berada secara terbatas sebagaimana adanya dan apa yang
secara hakiki dan secara langsung termasuk ada tersebut2 .
Beberapa karekteristik ontologi antara lain dapat
disederhanakan sebagai berikut:
1) Ontologi adalah study tentang arti “ada” dan “berada”,
tentang ciri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya
sendirinya, menurut bentuknya yang paling abstrak.
2) Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan
struktur realitas dalam arti seluas mungkin, dengan
menggunakan kategori-kategori seperti: ada atau menjadi,
aktualitas atau potensialitas, nyata atau penampakan, esensi

1
Tinjauan Filsafati Ontologi and Epistemologi Dan, „Tinjauan Filsafati (Ontologi,
Epistemologi Dan Aksiologi Manajemen Pembelajaran Berbasis Teori Sibernetik‟,
Edukasi, 1.2 (2016).
2
R. S Dewi, „Ilmu Dalam Tinjauan Filsafat: Ontologi, Epistemologi, Dan Aksiologi‟,
CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman, 7.2 (2021), 177–83.

5
atau eksistensi, kesempurnaan, ruang dan waktu, perubahan,
dan sebagainya.
3) Ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan
hakikat terakhir yang ada, yaitu yang satu, yang absolute,
bentuk abadi, sempurna, dan keberadaan segala sesuatu yang
mutlak bergantung kepada-nya.
4) Cabang filsafat yang mempelajari tentang status realitas
apakah nyata atau semu, apakah pikiran itu nyata, dan
sebagainya3 .
B. Aliran-aliran Dalam Ontologi
1. Aliran Monoisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak
mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber
yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa
ruhani4 . Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut
dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi ke
dalam dua aliran :
a. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu
adalah materi, bukan ruhani. Aliran ini sering juga
disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati
merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Aliran
pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales
(624-546 SM).
b. Idealisme
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang
hadir dalam jiwa. Aliran ini menganggap bahwa dibalik
realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak. Aliran

3
Ontologi and Dan.
4
Pama Bakri Albadri and others, „Ontologi Filsafat‟, PRIMER : Jurnal Ilmiah
Multidisiplin, 1.3 (2023), 311–17 <https://doi.org/10.55681/primer.v 1i3.148>.

6
ini ditemui dalam ajaran Plato (428-348 SM) dengan
teori idenya5 .
2. Aliran Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam
hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan
hakikat rohani, benda dan roh, jasad dan spirit. Tokoh
paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap
sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat
itu dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang
(kebendaan).
3. Aliran Pluralisme
Aliran ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk
merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan
dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya
nyata. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah
Anaxagoras dan Empedocles, yang menyatakan bahwa
substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur,
yaitu tanah, air, api, dan udara.
4. Aliran Nihilisme
Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak
zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (485-
360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas.
Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua, bila
sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ketiga, sekalipun
realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita
beritahukan kepada orang lain.
5. Aliran Agnostisisme
Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang
mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan
adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal.
Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan

5
Ontologi and Dan.

7
tokoh-tokohnya seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855 M)
yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat
Eksistensialisme6 .

1.2. EPISTEMOLOGI
A. Pengertian Epistemologi
Menurut Simon Blackburn dalam The Dictionary of
Philosophy, epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme
(pengetahuan) dan logos (kata/diskusi/ilmu), dan jika diungkapkan
berarti cabang filsafat yang bersangkutan dengan asal-usul, hakikat,
sifat, dan jenis. Topik ini merupakan salah satu topik yang paling
sering diperdebatkan dan dibahas dalam filsafat, misalnya tentang
apa itu pengetahuan, apa ciri-cirinya, apa jenisnya, dan hubungannya
dengan kebenaran dan keyakina7 . Selain itu, Blackburn
mengklarifikasi bahwa epistemologi atau hipotesis informasi setara
dengan konsep sains, asumsi, landasan, dan tanggung jawab atas
representasi informasi yang dikontrol setiap orang. Informasi ini
diperoleh orang melalui penalaran dan berbagai teknik termasuk:
strategi induktif, keterampilan deduktif, strategi positivis, strategi
kontemplatif, dan keterampilan persuasi.
Kajian epistemologi membahas tentang bagaimana proses
mendapatkan ilmu pengetahuan, hal- hal apakah yang harus
diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan yang benar, apa yang
disebut kebenaran dan apa kriterianya. Objek telaah epistemologi
adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang, bagaimana
kita mengetahuinya, bagaimana kita membedakan dengan lainnya,
jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu
mengenai sesuatu hal. Jadi yang menjadi landasan dalam tataran
epistemologi ini adalah proses apa yang memungkinkan
mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara

6
Albadri and others.
7
Tira Reseki Pajriani and others, „Epistemologi Filsafat‟, PRIMER : Jurnal Ilmiah
Multidisiplin, 1.3 (2023), 282–89 <https://doi.org/10.55681/primer.v 1i3.144>.

8
dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan
keindahan seni, apa yang disebut dengan kebenaran ilmiah,
keindahan seni dan kebaikan moral8 .
Dari pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian
epistemologi membahas tentang proses bagaimana memperoleh
pengetahuan, hal-hal apa saja yang harus diperhatikan untuk
memperoleh pengetahuan yang benar, apa yang benar, dan apa yang
menjadi standar. Kajian epistemologi bertujuan untuk
mempertanyakan bagaimana sesuatu itu terjadi, bagaimana kita
mengetahuinya, bagaimana kita membedakannya dengan yang lain,
dan sebagainya tentang keadaan dan kondisi sesuatu dalam ruang
dan waktu. Lantas apa dasar tataran epistemologis yang
memungkinkan diperolehnya pengetahuan tentang logika, etika, dan
estetika, serta metode dan prosedur untuk memperoleh kebenaran
ilmiah, keindahan moral, dan keindahan artistik, dan kebaikan
moral.
B. Metode Untuk Memperoleh Pengetahuan
Cara memperoleh pengetahuan antara lain :
1) Rasionalisme.Aliran berpikir yang berpendapat bahwa
pengetahuan yang benar mengandalkan akal yang menjadi dasar
pengetahuan ilmiah. Salah satu tokoh adalah Leibniz.
2) Empirisme. Sumber pengetahuan satu-satunya adalah
pengalaman dan pengamatan inderawi. Data dan fakta yang
ditangkap oleh panca indera kita adalah sumber pengetahuan.
Salah satu tokohnya adalah John Locke.
3) Kritisme. Bisa menangkap sesuatu sudah di andaikan bahwa kita
memiliki konsep atau pemahaman tertentu,juga tidak benar
bahwa sejak kelahiran seorang manusia sudah memiliki
pengetahuandalam benaknya. Ia justru tahu tentang bena lewat
pengalaman dan pengajaran dari orang lain. Salah satu tokohnya
adalah Kant.

8
Dewi.

9
4) Postivisme Positivisme selalu berpangkal pada apa yang telah
diketahui, yang factual dan positif. Semua yang diketahui secara
positif adalah semua gejala atau sesuatu yang tampak, karena itu
mereka menolak metafisika. Yang paling penting adalah
pengetahuan tentang kenyataan dan menyelidiki hubungan-
hubungan antar kenyataan untuk bisa memprediksi apa yang
akan terjadi dikemudian hari, dan bukannya mempelajari hakikat
atau makna dari semua kenyataan itu.
5) Kebenaran pengetahuan Menurut ahli epostemologi dan filsafat,
pada umumnya untuk membuktikan bahwa pengetahuan bernilai
benar, seseorang menganalisis terlebih dahulu cara, sikap dan
sarana yang digunakan untuk membangun suatu pengetahuan.
6) Teori skeptivisme, suatu kebenaran dicari ilmiah dan tidak ada
kebenaran yang lengkap9 .
1.3. AKSIOLOGI
A. Pengertian Aksiologi
Secara etimologis, aksiologi berasal dari bahasa Yunani
Kuno, yaitu “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” berarti teori.
Jadi, aksiologi, merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai.
Dengan kata lain, aksiologi adalah teori nilai. Aksiologi sebagai teori
nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di
peroleh. Aksiologi dalam Kamus Bahasa Indonesia (1995) adalah
kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang
nilai-nilai khususnya etika. Menurut Wibisono seperti yang dikutip
Surajiyo (2007), aksiologi adalah nilai nilai sebagai tolak ukur
kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan
penggalian, serta penerapan ilmu. Dalam Encyclopedia of

9
Riza Zahriyal Falah, „Landasan Filosofis Pendidikan Perspektif Filsafat Pragmatisme Dan
Implikasinya Dalam Metode Pembelajaran‟, Elementary, 5.2 (2017), 374–92
<https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/elementary/article/download/2993/pdf>.

10
Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value and
valuation10 .
Hans Jonas, seorang filsuf Jerman-Amerika, mengatakan
nilai sebagai the addresse of a yes. Sesuatu yang ditujukan dengan
ya. Nilai adalah sesuatu yang kita iya-kan atau yang kita aminkan.
Nilai selalu memiliki konotasi yang positif. Ada tiga ciri yang dapat
kita kenali dengan nilai, yaitu nilai yang berkaitan subjektif, praktis,
dan sesuatu yang ditambahkan pada objek. Pertama, nilai berkaitan
dengan subjek. Artinya, nilai itu berkaitan dengan kehadiran
manusia sebagai subjek. Kedua, nilai dalam konteks praktis. Yaitu,
subjek ingin membuat sesuatu seperti lukisan, gerabah, dan lain-lain.
Ketiga, berkaitan dengan nilai tambah pada objek. Nilai tambah itu
dapat berupa budaya, estetis, kewajiban, kesucian, kebenaran,
maupun yang lainnya. Bisa jadi objek yang sama akan memiliki nilai
yang berbeda-beda bagi pelbagai subjek.
Teori nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika
dan estetika. Etika memiliki dua arti yaitu kumpulan pengetahuan
mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia, dan predikat yang
dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang
lainnya. Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat
subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada
subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan
berada pada objeknya.

B. Etika
Etika disebut juga filsafat moral (moral philosophy), yang
berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti watak. Moral berasal
dari kata mos atau mores (Latin) yang artinya kebiasaan, watak,
kelakuan, tabiat, dan cara hidup. Dalam Bahasa Indonesia istilah
moral atau etika diartikan kesusilaan. Kamus Besar Bahasa

10
Heri Santoso, Koento Wibisono Siswomihardjo, and dan Arqom Kuswanjono, „Konsep
Landasan Filosofis Pengembangan Ilmu Bersumber Pada Nilai-Nilai Ke-Ugm-An‟,
Kawistara, 6.3 (2016), 225–324 <www.ugm.ac.id,>.

11
Indonesia (2003) menjelaskan etika dalam tiga arti. Pertama, etika
merupakan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan
tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Kedua, etika adalah
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Ketiga,
etika ialah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat11 .
Fungsi etika itu ialah mencari ukuran tentang penilaian
tingkah laku perbuatan manusia (baik dan buruk) akan tetapi dalam
praktiknya etika banyak sekali mendapatkan kesukaran-kesukaran.
Hal ini disebabkan ukuran nilai baik dan buruk tingkah laku manusia
itu tidaklah sama (relatif) yaitu tidal terlepas dari alam masing
masing. Namun demikian etika selalu mencapai tujuan akhir untuk
menemukan ukuran etika yang dapat diterima secara umum atau
dapat diterima oleh semua bangsa di dunia ini. Perbuatan tingkah
laku manusia itu tidaklah sama dalam arti pengambilan suatu sanksi
etika karena tidak semua tingkah laku manusia itu dapat dinilai oleh
etika
Tingkah laku manusia yang dapat dinilai oleh etika itu haruslah
mempunyai syarat-syarat tertentu, yaitu
a. Perbuatan manusia itu dikerjakan dengan penuh pengertian. Oleh
karena itu orang-orang yang mengerjakan sesuatu perbuatan
jahat tetapi ia tidak mengetahui sebelumnya bahwa perbuatan itu
jahat, maka perbuatan manusia semacam ini tidak mendapat
sanksi dalam etika.
b. Perbuatan yang dilakukan manusia itu dikerjakan dengan
sengaja. Perbuatan manusia (kejahatan) yang dikerjakan dalam
keadaan tidak sengaja maka perbuatan manusia semacam itu
tidak akan dinilai atau dikenakan sanksi oleh etika.
c. Perbuatan manusia dikerjakan dengan kebebasan atau dengan
kehendak sendiri.

11
Sri Soeprapto, „Landasan Aksiologis Sistem Pendidikan Nasional Indonesia Dalam
Perspektif Filsafat Pendidikan‟, Cakrawala Pendidikan, 0.2 (2013), 266–76.

12
d. Perbuatan manusia yang dilakukan dengan paksaan (dalam
keadaan terpaksa) maka perbuatan itu tidak akan dikenakan
sanksi etika. Objek material etika adalah tingkah laku atau
perbuatan manusia, sedang objek formal etika adalah kebaikan
atau keburukan, bermoral atau tidak bermoral12 .
C. Estetika
Estetika disebut juga dengan filsafat keindahan (philosophy
of beauty), yang berasal dari kata Yunani yaitu aisthetika atau
aisthesis. Kata tersebut berarti hal hal yang dapat dicerap dengan
indera atau cerapan indera. Estetika sebagai bagian dari aksiologi
selalu membicarakan permasalahan, pertanyaan, dan isu-isu tentang
keindahan, ruang lingkupnya, nilai, pengalaman, perilaku pemikiran
seniman, seni, serta persoalan estetika dan seni dalam kehidupan
manusia.
Polemik estetika sampai sekarang masih ramai
diperbincangkan banyak orang. Memandang estetika merupakan
konsep yang bersifat subjektif meski manusia, pada taraf yang paling
mendasar dan secara universal, memiliki perasaan yang sama
terhadap apa yang membuat mereka nyaman dan senang ataupun
menyakitkan dan tidak nyaman.
Lingkup bahasan estetika memiliki beberapa bidang garapan.
Diantaranya adalah estetika filsafati dan estetika ilmiah. Estetika
filsafati acapkali disebut juga dengan filsafat keindahan (philosophy
of beauty), filsafat cita rasa (philosophy of taste), filsafat seni
(philosophy of art), dan filsafat kritik (philosophy of criticism).
Estetika dalam hal ini banyak membahas hakikat, akar dari ilmu
seni, hasil perenungan bukan eksperimen, dan pengalaman-
pengalaman lahiriah. Sedangkan filsafat ilmiah cenderung mengacu
pada ilmu pengetahuan mengenai kesenian, keindahan, ataupun
estetika13 .

12
Totok Wahyu Abadi, „Aksiologi: Antara Etika, Moral, Dan Estetika‟, KANAL: Jurnal
Ilmu Komunikasi, 4.2 (2016), 187 <https://doi.org/10.21070/kanal.v4i2.1452>.
13
Soeprapto.

13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ilmu pengetahuan telah menjadi bagian penting bagi
kehidupan sosial masyarakat. Ilmu pengetahuan dapat menjadi
tolak ukur untuk melihat maju atau mundurnya suatu bangsa.
Suatu bangsa yang memiliki tingkat ilmu pengetahuan yang
sempurna maka semakin modern juga kehidupan masyarakatnya.
Pentingnya ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia
menjadikan para filosof berupaya membangun pola piker yang
logis dan sistematis terkait dengan kajian suatu ilmu
pengetahuan.
Kajian tersebut kemudian mendorong lahirnya filsafat ilmu
yaitu suatu cang ilmu pengetahuan yang membahas ilmu itu
sendiri. Pada dasarnya para ahli filsafat membagi studi filsafat
ilmu pengetahuan menjadi 3 aspek yaitu Otologi, Epistemologi,
dan Aksiologi. Dalam pembahasannya Otologi focus pada
hakikat dari suatu ilmu pengetahuan. Selanjutnya epistemology
dalam pembahasannya berfokus pada pentingnya cara atau
metodologi ilmu pengetahuan. Kemudia aksiologi focus pada
manfaat atau nilai guna dari ilmu pengetahuan terebut.
3.2. Saran
Makalah ini jauh dari sempurna, ulasan dan kontribusi
pembaca dapat menambah kesempurnaannya. Semoga dokumen
ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya penulis dan
serta para pembaca.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Totok Wahyu, „Aksiologi: Antara Etika, Moral, Dan Estetika‟, KANAL:
Jurnal Ilmu Komunikasi, 4.2 (2016), 187
<https://doi.org/10.21070/kanal.v4i2.1452>

Albadri, Pama Bakri, Riski Ramadani, Reni Amanda, Nurisa Nurisa, Rida Safika,
and Sahrul Sorialom Harahap, „Ontologi Filsafat‟, PRIMER : Jurnal Ilmiah
Multidisiplin, 1.3 (2023), 311–17 <https://doi.org/10.55681/primer.v1i3.148>

Dewi, R. S, „Ilmu Dalam Tinjauan Filsafat: Ontologi, Epistemologi, Dan


Aksiologi‟, CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman, 7.2 (2021), 177–83

Falah, Riza Zahriyal, „Landasan Filosofis Pendidikan Perspektif Filsafat


Pragmatisme Dan Implikasinya Dalam Metode Pembelajaran‟, Elementary,
5.2 (2017), 374–92
<https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/elementary/article/download/2993/
pdf>

Ontologi, Tinjauan Filsafati, and Epistemologi Dan, „Tinjauan Filsafati (Ontologi,


Epistemologi Dan Aksiologi Manajemen Pembelajaran Berbasis Teori
Sibernetik‟, Edukasi, 1.2 (2016)

Pajriani, Tira Reseki, Suci Nirwani, Muhammad Rizki, Nadia Mulyani, Tri Oca
Ariska, and Sahrul Sori Alom Harahap, „Epistemologi Filsafat‟, PRIMER :
Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 1.3 (2023), 282–89
<https://doi.org/10.55681/primer.v1i3.144>

Santoso, Heri, Koento Wibisono Siswomihardjo, and dan Arqom Kuswanjono,


„Konsep Landasan Filosofis Pengembangan Ilmu Bersumber Pada Nilai-Nilai
Ke-Ugm-An‟, Kawistara, 6.3 (2016), 225–324 <www.ugm.ac.id,>

Soeprapto, Sri, „Landasan Aksiologis Sistem Pendidikan Nasional Indonesia


Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan‟, Cakrawala Pendidikan, 0.2 (2013),
266–76

15

Anda mungkin juga menyukai